2.1 Tinjauan Pustaka
Karyawan pelaksana merupakan salah satu karyawan yang terdapat di suatu
perkebunan. Karyawan pelaksana memiliki beberapa devisi dan tugas-tugas yang
dijalankannya, karyawan pelaksana berada Strata I dapat dipangku oleh karyawan
pelaksana dengan tugas pemanen, boyan, pelayan, petugas tanaman, pemangkas,
pos afdeling, centeng, dan tukang kebun. Strata II dapat dipangku oleh karyawan
pelaksana dengan tugas petugas pemeriksa buah, juru ukur, petugas laboratorium,
kerani, pos unit, pompa air pabrik, operator limbah, operator pabrik, pembantu
kerani afdeling, kerani tata usaha, kerani gudang, mandor pemeliharaan tanaman,
dan kerani tehnik. Strata III dapat dipangku oleh karyawan pemangku jabatan
seperti kerani I urusan kantor pusat, kerani I afdeling, mandor transport, mandor
tehnik, mandor I afdeling (Batubara, 2014).
Upah yang diberikan kepada karyawan beserta lembur ataupun premi yang
diperoleh karyawan selama bekerja.Besar upah yang diperoleh karyawan dari
perusahaan harus memenuhi kebutuhan pokok para karyawan dan keluarganya.
Kesejahteraan karyawan harus diperhatikan sehingga karyawan dapat bekerja
dengan optimal seperti yang diharapkan oleh perusahaan.
Secara umum indikator kesejahteraan suatu masyarakat adalah terpenuhinya 5
kebutuhan pokok (basic needs) manusiayaitu pangan, sandang, papan, kesehatan
oleh seberapa besar pengeluaran rumah tangga mereka dibandingkan pengeluaran
perkapita rumah tangga (Sumodiningrat, 1996).
Kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu
kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan
tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi
kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan
seseorang akan mencapai titik maksimum sementara kebutuhan non pangantidak
akan ada batasnya. Dengan demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan
untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat
kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi
pengeluaran untuk pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang
bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah
tangga tersebut semakin sejahtera (Mulyanto, 2005).
Pengeluaran kebutuhan pangan rumah tangga meliputi padi-padian
(beras,jagung,terigu) makanan berpati (kentang,umbian), pangan hewani
(ikan,daging,susu,telur), minyak dan lemak (minyak goreng), buah, biji
berminyak (kelapa, kemiri, coklat), kacang-kacangan (kacang tanah,kacang
merah,kacang hijau),gula (gula pasir, gula merah), sayur dan buah lain-lain
(teh,kopi,bumbu makanan). Serta pengeluaran non pangan meliputi pakaian,
biaya sewa rumah, pajak bumi bangunan, bahan bakar rumah tangga, biaya
pendidikan, transportasi, dan kesehatan (Kuncoro, 2007).
Setiap orang atau keluarga mempunyai tingkat kebutuhan konsumsi yang
tingkat konsumsinya, semakin tinggi pendapatan, semakin banyak jumlah barang
yang dikonsumsi.Sebaliknya, semakin sedikit pendapatan semakin berkurang
jumlah barang yang dikonsumsi,bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan
pendapatan tetapterpaksa tabungan digunakan akibatnya tabungan berkurang
(Prayudi,2000).
2.2 Landasan Teori Pendapatan
Pendapatan nominal adalah pendapatan yang diukur dalam unit moneter
perperiode waktu, berapa banyak rupiah perminggu, perbulan atau
pertahun.Pendapatan riil adalah daya beli pendapatan uangnya, ini adalah
kuantitas barang dan jasa yang dapat dibeli dengan pendapatan nominal. Jika
harga nominal tetap konstan, setiap perubahan pendapatan nominal akan
menyebabkan perubahan yang sesuai dengan pendapatan riilnya (Wasana dan
Kirbrandoko, 1995).
Menurut Gilarso( 2008), secara kongkritnya pendapatan keluarga berasal dari :
1. Usaha itu sendiri : misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai
wiraswastawan
2. Bekerja pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan
3. Hasil dari pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain. Pendapatan
bisa berupa uang maupun barang misal berupa santunan baik berupa beras,
fasilitas perumahan dan lain-lain. Pada umumnya pendapatan manusia terdiri
Faktor–faktor penting yang menjadi sumber dari perbedaan upah/pendapatan
diantara pekerja-pekerja didalam suatu jenis kerja tertentu dan diantara berbagai
golongan pekerjaan antaranya :
1. Perbedaan permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan
2. Perbedaan dalam jenis–jenis pekerjaan
3. Perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan
4. Terdapatnya pertimbangan bukan buka keuangan dalam memilih pekerjaan
5. Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja (Sukirno, 2004).
Ada beberapa sistem penggajian karyawan yang dilakukan perusahaan
perkebunan untuk menciptakan keadilan dalam menghargai hasil kerja
karyawannya demi kemajuan perusahaan perkebunan. Adapun sistem penggajian
yang digunakan adalah:
1. Memberikan gaji tetap secara berjenjang menurut golongan.
2. Memberikan sistem premi selain gaji tetap.
3. Memberikan sistem bonus dari keuntungan perusahaan setiap akhir tahun.
4. Sistem penggajian juga dapat ditambah dengan tunjangan lain antara lain: uang
lembur, perawatan kesehatan dan pengobatan, jamsostek, uang pensiun,
bantuan perumahan, catu beras dan hak cuti (Simanjuntak, 2007).
Sistem pengupahan di PT. Perkebunan Nusantara IV terdiri dari gaji pokok,
tunjangan serta beras pekerja yang diperoleh setiap bulannya. Gaji pokok dan
tunjangan yang diterima karyawan setiap bulannya ditentukan oleh perusahaan
dimana ditentukan berdasarkan golongan serta masa kerja karyawan di
Karyawan pelaksana di PTPN IV Kebun Bahbutong tidak hanya mengandalkan
pendapatan sebagai karyawan pelaksana diperkebunan tapi banyak karyawan yang
bekerja sampingan diluar perkebunan, seperti bertani, berjualan, atau beternak.
Sehingga total pendapatan rumah tangga karyawan pelaksana merupakan
pendapatan yang berasal dari perkebunan ditambah dengan pendapatan diluar
perkebunan.
Teori Konsumsi
Perilaku masyarakat membelanjakan sebagian dari pendapatan untuk membeli
sesuatu disebut pengeluaran konsumsi, konsumsi merupakan fungsi dari
pendapatan siap pakai (disposable income).Dengan kata lain, fungsi konsumsi
menunjukkan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat
pendapatan yang siap dibelanjakan (Isyani, 2005).
Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:
C = a + bY Dimana :
C = Tingkat konsumsi
a = Konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0
b = Kecenderungan konsumsi marginal
Y = Tingkat pendapatan nasional
Dari rumusan yang dikemukakan diatas, maka dapat diketahui bahwa besarnya
Menurut Tarmizi dan Hakim (1997), mengenaibeberapa teori konsumsi yang
menjelaskan bagaimana pola kegiatan konsumsi yang terjadi dalam rumah tangga
dan perekonomian umumnya dijelaskan sebagai berikut :
a. Absolute Income Hypothesis
Jhon Maynard Keynes menyatakan bahwa besarnya kecilnya konsumsi pada
waktu yang ditentukan oleh nilai absolut dari pendapatan masyarakat yang siap
untuk dibelanjakan (dispossible income) pada waktu yang bersangkutan.Dalam
hal ini polanya adalah nilai konsumsi menurun dengan adanya pengurangan
pendapatan.
Gambar 1. Pola Konsumsi Menurut Pendekatan Pendapatan Absolut
Jika terjadi perubahan pendapatan, maka perubahan pendapatan tersebut sebagian
akan dipergunakan untuk perubahan pendapatan konsumsi atau dengan kata lain
berapa besar bagian dariperubahan pendapatan yang diperuntukan untuk
perubahan konsumsi.
� =�+���
�� �=�(��)
Teori Konsumsi keynes di dasarkan pada 3 postulat :
1. Menurut hukum psikologis fundamental (katakanlah ia sebagai hukum
Keynes), bahwa konsumsi akan meningkat apabila pendapatan meningkat, akan
tetapi besarnya peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan,
oleh karena nya adanya batasan dari Keynes sendiri yaitu bahwa kecenderungan
mengkonsumsi marginal =MPC= C / Y (Marginal Propensity to consume) adalah
antara nol dan satu, dan pula besarnya perubahan konsumsi selalu di atas 50%
akan tetapi tetap tidak sampai 100%(0,5>MPC<1).
2. Rata-rata kecenderungan mengkonsumsi =APC= C / Y (Average Propensity to
consume) akan turun apabila pendapatan naik, alasannya sederhana saja karena
peningkatan pendapatan selalu lebih besar dari peningkatan konsumsi, sehingga
pada setiap naiknya pendapatan pastilah akan memperbesar tabungan. Dengan
demikian dapat dibuatkan satu pernyataan lagi bahwa setiap terjadi peningkatan
pendapatan maka pastilah rata-rata kecenderungan menabung akan semakin
tinggi.
3. Bahwa pendapatan adalah merupakan determinan (faktor penentu utama) dari
konsumsi, faktor-faktor lain dianggap tidak berarti (Putong, 2010).
b. Relatif Income Hypothesis
Perkembangan teori konsumsi ini memasukan faktor penentu, antara lain James
Duessembery yang mempunyai dua anggapan asumsi utama yaitu :
1. Tingkat konsumsi adalah sifat interindependent terhadap tingkat pendapatan
tinggi atau kebiasaan yang sebelumnya. Disamping itu unsurstatus sosial
seseorang juga turut menentukan tingkat konsumsinya. Dengan demikian
pendapatan relative terhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah
dimiliki sebelumnya.
2. Tingkat konsumsi bersifat irreversible, artinya apa yang terjadi pada waktu
pendapatan naik tidak akan selalu merupakan kebalikannya apabila terjadi
pendapatan turun.
Gambar 2. Pola Konsumsi Menurut Pendekatan Pendapatan Relatif
Pada grafik diatas terlihat bahwa pada mulanya sebesar OA Pda garis
C1(ekulibrium pada titik E) dan selanjutnya pada saat pendapatan naik maka
konsumsi akan meningkat menjadi sebesar OB pada garis C2 (ekulibrium pada
titik F).
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat secara garis besar dapat digolongkan
pengeluaran untuk bukan makanan. Berikut ini disajikan daftar alokasi
pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan masyarakat :
Tabel 2. Daftar Alokasi Pengeluaran Masyarakat
Sumber: BPS Pengeluaran Konsumsi Untuk Penduduk Indonesia PerProvinsi 2007
Pengeluaran konsumsi penduduk merupakan informasi untuk melihat kesejahteraan
penduduk. Besarnya nilai nominal (dapat diukur dalam satuan uang) yang
dibelanjakan baik dalam bentuk pangan maupun non pangan, secara tidak langsung
dapat mencerminkan kemampuan ekonomi rumah tangga, untuk mencukupi
kebutuhan yang mencakup barang dan jasa (Aminuddin, 2006).
A.MAKANAN(PANGAN) B. BUKAN MAKANAN (NON PANGAN) 1.Sayur-sayuran 1. Perumahan dan Bahan Bakar
2.Kacang-kacangan 2. Aneka Barang dan Jasa
a. Barang Perawatan badan b. Bacaan
c. Komunikasi
d. Kendaraan bermotor e. Transportasi
f. Pembantu Rumah Tangga dan Sopir
3.Buah-buahan
4.Minyak dan Lemak
5.Bahan minuman
6.Bumbu-Bumbuan
7.Bahan Pangan
8.Makanan Jadi 3. Biaya Pendidikan
9.Minuman Beralkohol 4. Kesehatan
10.Tembakau dan Sirih 5. Pakaian,Alas Kaki Tutup Kepala
11.Padi-Padian 6. Barang-barang Tahan Lama
12.Umbi-Umbian 7. Pajak Dan Premi Asuransi
13.Ikan 8. Keperluan Pesta dan upacara
14.Daging
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi a. Tingkat Pendapatan Terhadap Konsumsi
Peningkatan pendapatan merupakan salah satu cara untuk memampukan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk memilih (ability to choose), karena
mempunyai pendapatan yang mencukupi memungkinkan mereka untuk memilih
jenis makanan yang lebih beragam. Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik
jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga peningkatan
pendapatan digunakan untuk membeli pangan atau bahan-bahan pangan
berkualitas gizi tinggi, bahan pangan sumber protein dan vitamin seperti daging,
ikan, telur, susu, sayur, dan buah-buahan akan dapat terpenuhi (Suhardjo, 2006).
b. Jumlah TanggunganRumah Tangga Terhadap Konsumsi
Jumlah tanggungan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga, keluarga yang lebih banyak akan
mengkonsumsi lebih besar daripada rumah tangga yang memiliki jumlahan
tanggunganrumah tangga yang lebih sedikit dengan tingkat pendapatan yang
sama. Jumlah tanggunganrumah tangga berkaitan dengan pendapatan rumah
tangga yang akhirnya akan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga tersebut.
Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlahtanggunganrumah tangga adalah
mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja
(dalam umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam
c. Tingkat Umur Terhadap Konsumsi
Umur merupakan pertimbangan yang menjadikan salah satu faktor yang
mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga, karena kebutuhan dari
tingkat umur anak – anak, tingkat umur remaja, tingkat umur dewasa, hingga
tingkat umur manula memiliki komsumsi yang sedikit berbeda walaupun
perbedaan tidak terlalu signifikan. Diusia pekerja produktif seseorang sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, terutama konsumsi pangannya
yang bergizi.
Menurut Depertemen Tenaga Kerja (DEPNAKER) 2005, umur 16-64 merupakan
umur produktif seseorang pekerja. Pada usia tersebut seseorang telah mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi merupakan pengelompokan data kedalam beberapa kategori
yang menunjukkan banyaknya dalam setiap kategori, dan setiap data tidak dapat
dimasukkan kedalam dua atau lebih kategori. Dimana fungsinya untuk
memudahkan dalam menganalisa dan penyajian data. Istilah dalam distribusi
frekuensi, yaitu : kelas, interterval kelas, batas kelas, tepi kelas, lebar kelas, titik
tengah kelas, interval kelas, panjang interval, dan frekuensi kelas.
Dimana rumus untuk mencari titik tengah , yaitu :
Titik tengah kelas = 1/2 (batas bawah + batas atas)
Titik tengah kelas merupakan nilai data yang terletak ditengah suatu kelas,
dengan menentukan titik tengah kelas digunakan untuk menentukan rentang kelas
atas dan bawah (Suharyadi dan purwanto, 2003).
Uji Chow
Menurut Tarigan (2011) uji chow merupakan perbandingan dua model persamaan
regresi untuk mengetahui perbedaan parameter dalam model antara regresi linier
yang satu dengan linier yang lainnya bila serupa cukup 1 buah persamaan regresi,
bila tidak maka regresi dipisahkan.
2.3Penelitian Terdahulu
dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan dan Pola
Konsumsi Rumah Tangga Wanita Buruh Tani di Kabupaten Karo (Studi Kasus
:Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo) menyimpulkan
pendapatan/kapita/tahun rata-rata pada rumah tangga wanita buruh tani didaerah
penelitian adalah Rp 3.272.266,67 ditinjau dari garis kemiskinan maka rumah
tangga wanita buruh tani berada diatas garis kemiskinan, dengan catatan 96,7%
kecukupan 3,3% nyaris miskin. Pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan
rata-rata rumah tangga wanita buruh tani didaerah penelitian Rp
8.027.900/tahun.Berdasarkan kriteria maka rumah tangga wanita buruh tani
berada diatas garis kemiskinan.
Sianturi, Deni Putra K (2012), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Tingkat Konsumsi Pangan dan Elastisitas Pendapatan Terhadap Pengeluaran
Konsumsi Pangan Karyawan di PTP Nusantara IV Kebun Air Batu Kabupaten
Asahan menyimpulkan pola konsumsi pangan antara karyawan pimpinan dan
Asahan tidak memiliki perbedaan akan tetapi terdapat perbedaan dari segi jumlah
pengeluaran konsumsi pangannya. Karyawan pimpinan rata-rata memiliki
pendapatan sebesar Rp 8.516.677 setiap bulannya, dan karyawan pelaksana
memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 3.256.191 setiap bulannya. Persentase
konsumsi pangan keluarga karyawan pimpinan adalah sebesar 22,8 % dari seluruh
total pengeluaran keluarga, dan konsumsi pangan keluarga karyawan pelaksana
adalah sebesar 39,5% dari total seluruh pengeluaran keluarga.
2.4Kerangka Pemikiran
Para karyawan pelaksana di PTPN IV Kebun Bahbutong memiliki pendapatan
yang berbeda tergantung posisi dan subdevisi yang didudukinya,total Pendapatan
rumah tangga karyawan pelaksana di PTPN IV Kebun Bahbutongberasal dari
pendapatan sebagai karyawan perkebunan dan pendapatan dari luar perkebunan.
Sehingga yang berasal dari pendapatan dari luar perkebunan juga menjadi salah
satu tambahan pendapatan yang diperolah rumah tangga karyawan pelaksana.
Pendapatan sangat menentukan tingkat konsumsi masyrakat akan bahan pangan
dan non pangan. Semakin kecil proporsi pendapatan yang digunakan untuk
kebutuhan pangan, maka dapat dikatakan semakin baik tingkat perekonomian
masyarakat.
Selain pendapatan, jumlah tanggungan rumah tangga dan umur juga menentukan
besarnya pengeluaran konsumsi baik pangan maupun non pangan pada rumah
pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan dengan melihat jumlah
pengeluaran konsumsi pangan terhadap jumlah total pengeluaran rumah tangga.
Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3 : Kerangka PemikiranAnalisis Konsumsi Pangan Dan NonPangan Karyawan Pelaksana PTPN IV Kebun Bahbutong Kabupaten Simaluangun
Keterangan : Menyatakan Hubungan Karyawan Pelaksana
PTPN IV Kebun BahButong
Pendapatan
Pendapatan Karyawan DariPerkebunan
Pendapatan Karyawan Dari Luar Perkebunan
Pendapatan Rumah TanggaKaryawan
Pelaksana
Pengeluaran Konsumsi
Pangan Non Pangan
2.5Hipotesis Penelitian
1 Perbandingan konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga karyawan
pelaksana PTPN IV Kebun Bahbutong Kabupaten Simalungun lebih besar
pengeluaran konsumsi pangan dibandingkan konsumsi non pangan.
2 Jumlah tanggungan rumah tangga dan umur berpengaruh nyata terhadap
pengeluaran konsumsi karyawan pelaksana PTPN IV Kebun Bahbutong