• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 9 Respirasi Integrasi biokimia dalam modul kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 9 Respirasi Integrasi biokimia dalam modul kedokteran"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IX

(2)

A.

RESPIRASI DAN FOSFORILASI OKSIDATIF

Mitokondria merupakan pusat energi sel yang memproduksi zat berenergi tinggi dalam ATP melalui reaksi fosforilasi oksidatif. Mitokondria berisi sejumlah rangkaian katalisator dalam rantai respirasi serta menangkap energi bebas (fosfat energi tinggienzim-enzim penghasil energi).

Gambar 9A.1 Struktur membran mitokondria Membran mitokondria terdiri atas :

 Membran eksternal yang bersifat permeable, mengandung enzim monoamin oksidase, asil-KoA sintetase, gliserolfosfat asiltransferase, monoasilgliserolfosfat asiltranferase, fosfolipase

 Membran internal bersifat selektif, struktur berlipat terdiri atas fosfolipid, bagian luar mengandung suksinat dehidrogenase dan bagian dalam mengandung enzim gliserol-3-Fosfatase

 Ruang antar membran mengandung enzim adenilil kinase dan kreatin kinase

 Matriks mengandung enzim-enzim siklus asam sitrat (Siklus Krebs) dan enzim oksidasi-β -asam lemak

(3)

Gambar 9A.3 Ekuivalen pereduksi rantai pernafasan

Ubiquinon/Q/Koenzim Q merupakan karier penghubung flavoprotein dan sitokrom, pembentuk lipid/fosfolipid mitokondria. Pada tanaman identik dengan flastokuinon di kloroplas.

Gambar 9A.4 Peranan ubiquinon dalam rantai respirasi

(4)

Protein besi-sulfur merupakan FeS jenis ikatan besi non-heme, berikatan dengan koenzim falvoprotein (metaloprotein) dan sitokrom b serta berperan dalam oksidasi reduksi antara falvin dan Q

Gambar 9A.6 Peranan metaloprotein

(5)

Gambar 9A.8 Komplek I. II. III dan IV pada rantai respirasi

Gambar 9A.9 Inhibitor rantai respirasi Laju Pengndalian Respirasi

 Status 1 : tersedianya ADP dan substrat

 Status 2 : tersedianya substrat saja

 Status 3 : kapasitas rantai respirasi pada kondisi substrat dan komponen respirasi jenuh

 Status 4 : tersedia ADP saja

(6)

Contoh kondisi istirahat terjadi pada status 4, saat olah raga pada status 3 atau status 5 pada kapasitas rantai respirasi jenuh atau PO2 turun di Sit.aa3 jumlah ADP/ATP konstan

akibatnya transloksi ADP/ATP

Gambar 9A.10 Pengendalian Respirasi Mitokondria

A. Status 4 diberi ADP terjadi reaksi fosforilasi menjadi ATP akibatnya pemutusan rangkaian uncoupler menjadi status 4

B. Penambahan oligomisin dalam pemutusan fosforilasi ADP menjadi ATP

Peran ADP dalam hal ini ADP terfosfolrilasi menjadi ATP serta memungkinkan lebih banyak reaksi respirasi dalam memperbaharui simpanan ATP

Gambar 9A.11 Fosforilasi ADP

(7)

yaitu inhibitor oksidase antara lain H2S, CO dan sianida; inhibitor suksinat dehidrogenase ke Q

yaitu karboksin dan TTFA; inhibitor kompetitif untuk suksinat dehidrogenase oleh malonat. Inhibitor fosforilasi oksidatif yitu inhibitor pada keseluruhan proses dan fosforilasi oleh oligomisin.

Pemutusan rangkaian (uncoupler) fosforilasi oksidatif melalui cara oksidasi tanpa fosforilasi yang diakibatkan dinitrofenol; inhibitor fosforilasi oksidatif tergantung pengangkutan senyawa nukleotida meliputi inhibitor pengangkutan ADP dan ATP keluar oleh atraktilosid; serta memisahkan proses oksidasi dan fosforilasi dalam rantai respirasi oleh 2,4 dinitrofenol, dinitrokresol, pentaklorofenol, CCCP (m-klorokarbonial sianida fenil hidrazon).

Sistem pengankutan dalam membran mitokondria melalui pengangkut fosfat, pengangkut piruvat, pengangkut dikarboksilat, pengangkut trikarboksilat, pengangkut α-Ketoglutarat dan pengangkut nukleotida adenin. Inhibitor system pengangkutan ini dihambat oleh

N-tilmaleimida, hidroksinamat, araktilosida.

(8)

Teori Kimiosmotik (Kimia Osmotik) menyatakan translokasi proton H oleh pompa proton terdapat pada kompleks I,III,IV. F1 & F0/subprotein yang menggunakan energi; zat pemutus rangkaian oleh dinitrofenol melalui kebocoran H dalam mengurangi proton. Oligomisin bersifat menghambat hantaran H lewat Fo.

Gambar 9A.13 Teori kimiosmotik

Hasil kimiosmotik yaitu penambahan proton (asam) kepada media eksternal mitokondria yang utuh akan menimbulkan produk ATP. Terjadinya fosforilasi oksidatif serta dapat menjelaskan pengendalian respirasi, menjelaskan kerja zat pemutus rangkaian dan dapat menjelaskan keberadaan sistem pengangkutan pertukaran mitokondria.

(9)

Gambar 9A.15 Transport gliserolfosfat dari sitosol ke mitokondria

Gambar 9A.16 Transport Malat dari sitosol ke mitokondria

(10)

Gambar 9A.17 Transport kreatin fosfat

(11)

Kimia Pernafasan (Kesetimbangan asam basa)

Pernafasan secara biokimia didefinisikan pertukaran 2 gas yaitu O2 dan CO2 antara

tubuh dan lingkungan. Proses respirasi meliputi 4 tahap yaitu

1. Ventilasi paru-paru : masuk-keluarnya udara pernafasan antara atmosfir dan alveoli 2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah

3. Transport O2 dan CO2 oleh darah ke sel-sel tubuh

4. Pengaturan ventilasi

Gambar 9B.1 Sistem respirasi

Proses difusi O2 dan CO2 yaitu membutuhkan udara normal yang mengandung78,62%

N2; 20,84% O2; 0,04% CO2 dan 0,5% uap air. Semua aliran gas tunduk pada Hk Boyle, Hk. Gay-Lussac dan Hk Dalton. Hk Boyle berkaitan dengan gas yaitu bila suhu dan massa (jumlah molar suatu gas dalam suatu ruangan konstan, tetapi volume ruangan bertambah atau berkurang, maka tekanan gas dalam ruangan tersebut akan berubah sebaliknya denganvolume yaitu pada massa dan suhu gas ideal tetap.

► Tekanan = konstante : Volume Tekanan x Volume = konstan

Contoh pada O°C dan tekanan 1 atm (760 mmHg), 1 gram molekul gas menempati 22,4 L, bila volume berkurang setengah menjadi 11,2 L maka tekanan naik 2x menjadi 1520 mmHg, dan sebaliknya volume gas bertambah 44,8 L tekanan turun 0,5x menjadi 380 mmHg

Hk. Gay-Lussac menyatakan bila suatu gas dengan massa tetap pada tekanan yang konstan, bila suhu berubah, volume gas juga berubah sebanding dengan kenaikan atau penurunan suhu.

(12)

Contoh : 1 gram ideal molekul gas pada 273°K (O°C) menempati volume 22,4 L, bila gas dinaikkan menjadi 37°C (310°K), gas tersebut akan menempati volume 25,4 L

Hk Dalton (Hukum Gas Ideal) Gabungan Hukum Boyle dan Gay-Lussac

► PV = nRT

Tekanan parsial menyatakan desakan yang ditimbulkan oleh gas dalam usahanya untuk meninggalkan cairan disebut tekanan gas. Daya yang dikeluarkan oleh gas dalam usahanya memasuki cairan sama dengan daya usaha gas dalam meninggalkan gas.Tekanan gas sama denga tekanan parsial menjadi antara lain PO2, PCO2, PN2

Tekanan parsial keseluruhan gas 760 mmHg meliputi : Ekspirasi

Tabel 9B.1 Tekanan parsial gas-gas pernafasan dalam udara

Steady state equilibrium menyatakan molekul gas memasuki fasa air, gas yang larut dalam cairan meninggalkan fasa cair. Steady state equilibrium adalah jumlah molekul gas yang masuk dalam fasa cair = jumlah molekul gas yang keluar dari fasa cair atau tekanan parsial sama dengan tekanan gas. Faktor yang mempengaruhi steady state equilibrium yaitu tekanan parsial gas yang mengelilingi cairan dan kelarutan gas dalam cairan pada suhu tertentu. Koefisien kelarutan gas CO2 pada 37oC, 1 atm adalah 20 kali lebih besar dari pada gas O2. Koefisien

kelarutan gas pernafasan dalam air pada 37oC pada P 1 atm. Benturan dan masuknya molekul

(13)

Tabel 9B.2 Komposisi beberapa senyawa di atmosfir

Proses difusi belangsung melalui kecepatan difusi (diffusion rate/DR) yang dipengaruhi oleh : 1. Perbedaan tekanan parsial gas dan tekanan gas antara alveoli dan darah

2. Makin luas penampang gas-cairan, difusi makin cepat

3. Jarak tempuh yang ditembus molekul-molekul panjang, difusi makin lambat 4. Daya larut gas makin besar makin banyak molekul yang berdifusi, makin cepat

pergerakan kinetik dan makin besar kecepatan difusi.

Difussion rate (DR)

(14)

Koefisien difusi gas antara lain gas CO2 = 20,3; CO = 0,81 dan N2 = 0,53. Difusi alveoli

adalah ideal, dengan alasan yaitu :

1. gas-gas larut dalam lipid (membran sel), mudah larut dalam membran sel

2. Daerah permukaan untuk pertukaran gas sangat luas karena kedua paru-paru terdapat 300 juta alveoli sehingga seluruh luas permukaan membran pernafasan sekitar 70 m2

3. Jarak yang harus dilalui gas tipis (dinding alveoli sangat tipis)

Pertukaran Gas disebabkan adanya perbedaan tekanan gas antara alveoli dan darah yaitu : O2 CO2

P alveoli /darah : 104/40 mmHg 40/45 mmHg P jaringan/darah : 40/95 mmHg 45/40 mmHg

Perbedaan tekanan parsial O2 antara alveoli / darah 104-40 = 64 menyebabkan O2 berdifusi dari

alveoli ke darah. Perbedaan tekanan parsial O2 antara jaringan dan darah = 95-40 = 55 mmHg

menyebabkan O2 berdifusi dari darah ke jaringan. Tekanan dan tegangan parsial O2 , CO2 dan air

pada sistem pulmonari.

Pertukaran gas juga dapat disebabkan perbedaan tekanan parsial CO2 antara alveoli dan

darah 45 – 40 = 5 mmHg menyebabkan CO2 berdifusi dari darah ke alveoli. Perbedaan tekanan

Parsial CO2 antara jaringan dan darah 45-40 = 5 mmHg, CO2 berdifusi dari jaringan ke darah.

Perbedaan tekanan parsial O2 besar menyebab difusi O2 cepat. Perbedaan tekanan parsial CO2

kecil, tetapi Koefisien difusi besar : 20x Koefisien difusi O2. Pada pertukaran gas, volume gas

yang terlarut tergantung pada tekanan parsial gas (P) dan Koefisien Kelarutan gas () yaitu : Vol gas yang larut = . Pgas dan  gas CO2 = 20x  gas O2.

Kapasitas Difusi yaitu volume gas yang berdifusi melalui membran pernafasan dalam 1 menit dan perbedaan tekanan 1 mmHg. Contohnya kapasitas difusi O2 = 21 mL/menit,

perbedaan tekanan antara membran pernafasan = 11 mmHg,volume O2 yang berdifusi = 11 x 21

= 231 mL, pada waktu latihan, koefisien O2 naik menjadi 65 mL/menit, 11x65=715 (volume O2

yang berdifusi lebih besar/ 3x lipat normal). Koefisien difusi CO2 = 20 x Koef. Dif. O2.

Keseimbangan CO2 cepat tercapai karena Koefisien difusi CO2 tinggi.

Keseimbangan O2 di Alveoli antara lain pada ujung arteri O2 dari alveoli banyak berdifusi

ke darah, sedang O2 dari darah ke alveoli sedikit. Sehingga tekanan O2 makin tinggi. Semakin

tinggi tekanan O2 darah semakin banyak O2 berdifusi ke dalam alveoli, sehingga pada ujung

vena sudah terjadi keseimbangan.

(15)

Tekanan O2 di jaringan yaitu P O2 tinggi = 95 mmHg, P O2 rata-rata = 40 mmHg dengan

selisih 55 mmHg. Akibat tekanan pada jaringan mendorong O2 dan masuk ke jaringan

(terjadi difusi O2 dari darah ke jaringan), hingga pada ujung vena tekanan O2 sama, yang 40

terjadi keseimbangan). Difusi CO2 dari darah paru-paru ke dalam alveoli.

Gambar 9B.4 Kesimbangan CO2 di alveoli

Keseimbangan tekanan CO2 pada waktu darah sampai dalam kapiler paru-paru, PCO2 =

45 mmHg sedangkan PCO2 dalam udara alveoli adalah 40 mmHg, karena Koefisien CO2 20 kali

lebih besar maka lebih cepat keseimbangan kurang dari pertengahan waktu aliran darah melalui kapiler paru-paru.

Cara pengangkutan O2 berdasarkan O2 larut (Hk Henry) = 0,393 ml/ 100 ml darah, O2

yang larut (keadaan sebenarnya) = 20 ml/100 ml darah. sebab adanya perbedaan kemampuan Hb dalam transport O2. Hb + O2 red.Hb → HbO2 (oxy.Hb) dan pada Hb O2 terikat pada residu

Histidin Hb ( 58,  63).

Kemampuan Hb dalam transport O2 meliputi dalam substansi darah, eritrosit jumlahnya

paling banyak dibandingkan leukosit dan trombosit. Eritrosit mengandung heme yang dapat mengikat O2 , dimana 1 Hb mengikat 4 molekul O2. Walaupun kelarutan O2 kecil dalam darah

(Hk Henry), karena adanya heme kelarutan menjadi banyak. Makin banyak Hb maka makin banyak O2 yang dapat diangkut. Bila diketahui P O2 = 104 mmHg ( saturasi 97%) dan P O2 = 50

mmHg O2 (Saturasi 80%), diperoleh selisih saturasi 17% maka pada saat P O2 jaringan 50 mmHg

maka darah melepaskan O2 ( berkisar 15 – 20 Vol %) maka tekanan dimana oksigen akan

dibongkar/ dilepas.

Dalam hal ini O2 yang diangkut adalah 1,34 ml/g Hb. Bila kadar Hb = 14,5% : jumlah O2

yang diangkut 14,5 x 1,34 ml = 19,43 ml akibatnya O2 yang larut secara fisis (Hk Henry) = 0,393

ml menjadi total O2 = 19,823 ml (± 20 vol%). Bila kadar Hb = 10 g% (sedikit anemi) O2 yang

diangkut Hb = 10 x 1,34 = 13,4 O2 yang larut (Hk Henry) = 0,393. Kapasitas pengangkutan O2 ~

kadar Hb. Pada latihan fisiologi jaringan membutuhkan banyak O2 menyebabkan O2 banyak

dipakai jaringan, akibatnya P O2 jaringan menurun menjadi 15 mmHg akibatnya lebih banyak O2

dibebaskan dari normal.

Disosiasi Oksi-Hb terjadi di jaringan dimana P O2 rendah, Hb O2→ Hb + O2 dipengaruhi P

O2, P CO2, pH, elektrolit, temperature dan kadar 2,3 BPG. Sirkulasi aliran penghantaran O2 darah

(16)

yang harus ada yang disimpan untuk emergensi dikeluarkan untuk menghasilkan energi guna bertahan hidup untuk beberapa menit. Pada P CO2 = 40 mmHg, P O2 = 30 mmHg dengan

kejenuhan tercapai 50% terjadi disosiasi dari pemecahan Hb O2→ Hb + O2. Contohnya pada P

O2 = 140 mmHg pada saturasi 100% , tetapi pada P O2 = 100 mmHg mencapai saturasi menurun

sampai 97% menunjukkan terjadi proses pemecahan Hb O2 memnyebabkan disosiasi sebesar

3%. Semakin menurun P O2 semakin banyak membutuhkan O2 akibatnya disosiasi meningkat

selanjutnya O2 bebas semakin banyak ke jaringan. Makin menurun P O2 menyebabkan saturasi

HbO2 menurun akibatnya disosiasi meningkat.

Gambar 9B.5 Kurva Disosiasi oksigen Hb

Gambar 9B.6 Pergeseran Kurva Disosiasi oksigen Hb

Pada pergeseran kurva disosiasi oksigen Hb, ada 3 titik untuk untuk mencapai saturasi 50% yaitu jika P CO2 = 20 mmHg dan P O2 = 23 mmHg, jika P CO2 = 40 mmHg dan P O2 = 30

mmHg dan jika P CO2 = 80 mmHg dan P O2 = 50 mmHg. Untuk mencapai saturasi 5% tergantung

pada P CO2 dilakukan penurunan saturasi tidak bersifat linier pada P O2 = 100 mmHg hingga P

O2 = 50 mmHg saturasi meurun 17% dan pada P O2 = 140 hingga P O2 = 100 mmHg saturasi

(17)

Pengaruh P O2

mmHg. Di jaringan P O2 = 40 banyak O2 dilepaskan (30%). Dalam satu sirkulasi darah jumlah O2

berkurang 15 Vol %, masih ada cadangan yang dapat dipakai bila oksigenasi di paru mengalami gangguan.

Pengaruh P CO2

Pengaruh P CO2 antara lain dengan kondisi P CO2 = 40 mmHg dikatakan normal

fisiologis, P CO2 = 20 mmHg dikatakan alkalosis respiratorik, P CO2 = 80 mmHg dikatakan

asidosis respiratorik. Pengaruh P CO2 terhadap disosiasi oksi-Hb disebut Efek Bohr yaitu Pada P

O2 = 40 mmHg kejenuhan oksi Hb pada keadaan P CO2 = 20 (80%), P CO2 = 40 (65%) dan P CO2 =

dissosiasi akan meningkat (karena kebutuhan O2 meningkat akibatnya saturasi menurun.

Pengaruh Elektrolit

Pengaruh elektrolit mempermudah pembebasan O2 dalam jaringan akibatnya elektrolit

meningkat dan dissosiasi meningkat.

Pengaruh Temperatur

Peningkatan suhu mempermudah pembebasan O2 ke jaringan. Karena peningkatan

suhu meningkatkan metabolisme serta pengangkutan hasil metabolisme meningkat demikian pula kebutuhan O2 meningkat untuk metabolism.

Kadar 2,3 Bifosfogliserat (BPG/DPG)

(18)

akan meningkat, arah kurva ke kanan. DPG menurun menyebabkan dissosiasi menurun akibatnya saturasi Hb O2 menurun , P O2 menurun menyebabkan kurva ke kiri.

Peningkatan DPG, akan terjadi hipoksia ( naik gunung 2500-2750 m). DPG meningkat agar O2 yang berdissosiasi meningkat serta O2 yang dilepaskan ke jaringan akan meningkat

dalam hal ini DPG menguntungkan. Pada kondisi anemia. Hb mengikat O2 pada paru-paru, tapi

dengan adanya DPG meningkat, maka ikatan Hb dan O2 menjadi menurun, pada keadaan ini

menurunkan afinitas Hb terhadap O2 sehingga udara inspirasi menurun, menyebabkan inspirasi

terganggu dalam hal ini DPG merugikan. Kelainan Kongenital Hb yaitu HB F terjadi peningkatan Hb, kurva dissosiasi ke kiri menyebabkan eritrosit yang mengandung Hb F mempunyai afinitas yang besar terhadap O2, dalam hal ini menguntungkan janin karena PO2 plasenta rendah. Hb F

dan Hb A sama, afinitas Hb F terhadap DPG menurun menyebabkan P CO2 rendah sehingga

membutuh suplai O2 yang tinggi.

Kecepatan transport O2 ke jaringan yaitu pada koefisien Pemakaian O2 normal 25%.

Pada latihan berat Koefisien O2 meningkat 3 kali, P CO2 meningkat 5 kali dan transport O2 15

kali. Pemakaian O2 di jaringan di atur berkaitan dengan persediaan O2 dan kadar ADP

(cadangan energi). Bila P O2 > 4 mmHg : reaksi-reaksi kimia dalam jaringan dapat terus tanpa

pengaruh O2 dan bila P O2 < 4 mmHg dipengaruhi persediaan Hb.

Variasi Gambaran Klinis Darah antara lain deoksi-Hb = reduced Hb akan berwarna merah gelap, Oksi Hb berwarna merah terang dan CO-Hb berwarna merah cerry. Bila reduced Hb > 5 g% akan menyebabkan sianosis (bibir/mukosa terlihat biru misal gangguan oksigenasi pada peunomia berat dan keracunan sianida yang sukar terjadi pada anemia berat karena kadar Hb rendah tidak memungkinkan kadar red-Hb mencapai 5 g%. CO-Hb : Hb mempunyai afinitas terhadap CO 210 kali lebih besar dari pada terhadap O2 bila kadar CO 0,02% (pusing)

dan 0,1% dalam 1 jam pingsan dan 4 jam meninggal.

Pengangkutan CO2

CO2 diangkut dalam eritrosit dan plasma, bentuk pengangkutan CO2 antara lain :

1. CO2 yang larut 6%

Secara fisiologis sedikit, penting karena mempengaruhi reaksi : CO2 + H2O → H2CO3→ H+ + HCO3-

Ikatan protein dan Hb , Hb-NH2→ Hb-NHCOOH (melepas CO2), Protein-NH2 → Protein

-NHCOOH (melepas CO2). Penting dimana CO2 dan DPG berikatan dengan NH2 -valin rantai  Hb,

(19)

Tabel 9B.3 Perbandingan kadar O2 , CO2 dan N

Efek Haldane

Pengikatan O2 pada Hb akan mengeliminasi CO2 (pelepasan CO2 dari ikatannya sebagai

karbamino-Hb). Bila P CO2 > 15 mmHg pembentukan karbamino-Hb tidak dipengaruhi P CO2

tetapi dipengaruhi oksi-Hb, pengikatan O2 oleh Hb mengakibatkan eliminasi CO2 dari ikatan

karbamino. Efek Haldane secara kwantitatif dalam meningkatkan transport CO2 lebih penting

dari pada Efek Bohr dalam meningkatkan transport O2. Efek Haldane merupakan akibat dari

red-Hb dimana oksigenasi Hb (menjadi P O2 ) meningkatkan pelepasan proton (H+) dari molekul

Hb.

HHb → H+ + HbO 2-

H+ + H CO

3- → H2CO3→ CO2 + H2O

Eliminasi CO2 dari darah setelah oksigenai diakibatkan meningkatnya proton yang kemudian

berikatan dengan H2CO3 yang oleh karbonik anhidrase dipecah menjadi CO2 dan H2O. Semakin

asam Oksi-Hb, semakin berkurang Krabamino-Hb. Transport CO2 dalam bentuk ikatan

karbamino hanya 10%, tetapi efek haldane meningkatkan hingga 2x lipat pada waktu oksigenasi dan deoksigenasi di jaringan.

Gambar 9B. 7 Diagram hubungan HCO3-, P O2 , H+ dan pH darah normal

Ion karbonat dalam plasma dimana CO2 yang masuk plasma akan masuk ke dalam

eritrosit, dan di ubah menjadi H2CO3 yang terionisasi menjadi H+ + HCO3-

CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-

(20)

H akan diikat oleh K Hb menjadi Hb + K . Sehingga HCO3- akan keluar dari eritrosit

masuk ke plasma dan sebgai gantinya Cl- dari plasma masuk ke eritrosit (Chloride Shift).

Karbonik Anhidrase sangat berperan dalam reaksi ini. Karbonik anhidrase banyak dalam eritrosit, sel parietal lambung dan sel tubuli ginja. Peranan Karbonik anhidrase yaitu dalam eritrosit sebagai pengangkutan CO2, pembentukan asam lambung dan sekresi H+ .

Pengaruh CO2 terhadap pH darah yaitu pH darah normal = 7,4; campuran H2CO3 dan

KHCO3 aadalah Dapar bikarbonat (pers. Hendersen-Hasselbach), bila HCO3-/ H2CO3 > 20

(akalosis) dan bila HCO3-/ H2CO3 < 20 (asidosis).

Sistem Buffer Darah

Dalam pengangkutan CO2 diperlukan buffer dalam:

1. Plasma : protein plasma (10%) , bikarbonat plasma (kecil) dan fosfat plasma (kecil) 2. Eritrosit : Hb (60%), oksi-Hb (60%), fosfat (25%) dan bikarbonat (kecil)

3. Kapasitas Dapar :Hb/ oksi-Hb (60%), fosfat eritrosit (25%), protein plasma (10%) dan bikarbonat plasma-fosfat plasma-bikarbonat eritrosit (5%)

(21)

Dapar Hb dan Oksi-hb

Oksi-Hb merupakan asam yang relatif lebih kuat dari red-Hb, K oksi-Hb = 2,4 x 10-7 dan K

oksi-Hb = 2,4 x 10-9 . Pada sistem dapar di paru-paru, perubahan H Hb menjadi Hb O

2 yang

disertai pelepasan H+ selanjutnya bergabung dengan HCO

3- membentuk H2CO3, karena tekanan

berionisasi). Pada pH =7,35 : 1 Mol oksi-Hb melepaskan 1,88 mEq H+ , 1 Mol red-Hb melepaskan

1,28 mEq H+ . Di jaringan bila 1 mol oksi-Hb 1 mEq H+ ,di dapar (1,88-1,28) mEq H+ , sehingga H

adanya chloride Shift yaitu HCO3 – yang keluar dari eritrosit di gantikan oleh Cl- yang masuk ke

dalam eritrosit. Akibat : kadar Cl- darah vena < darah arteri atau kadar Cl- darah arteri > darah

vena.

(22)

Pada Chloride Shift eritrosit permeabel terhadap CO2 , H2CO3, HCO3– dan Cl- , CO2 masuk

ke eritrosit, dengan bantuan karbonik anhidrase membentuk H2CO3. H2CO3, yang terbentuk :

sebagian kecil keluar ke plasma dan sebagian besar berionisasi menjadi H+ dan HCO

3– . HCO3–

akan keluar dari eritrosit ke plasma dan diangkut menjadi NaHCO3 H- (dapar). KHb + H+→K+ +

HHb. HCO3– yang keluar dari eritrosit sebgai gantinya. Cl- Masuk erittrosit dan terbentuk KCl.

Bila P CO2 rendah seperti dalam paru-paru maka terjadi sebaliknya.

Gambar

Gambar 9A.1 Struktur membran mitokondria
Gambar 9A.4 Peranan ubiquinon dalam rantai respirasi
Gambar 9A.6 Peranan metaloprotein
Gambar 9A.8 Komplek I. II. III dan IV pada rantai respirasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

The importance of the rules contained in Incoterms 2010 which is a feature owned by Incoterms 2010 such as providing references which are internationally

Pemahaman ini akan membuat kita semakin haus untuk terus membaca Kitab Suci, merenungkannya dalam kesatuan dengan seluruh Gereja-Nya, dan melaksanakannya dalam kehidupan

Hal hal yang di evaluasi adalah keefektifan media poster dan modul dalam menyampaikan materi, apakah isi pada media mudah dipahami, apakah materi yang diberikan

Pada penelitian mengenai sistem pengambilan keputusan peminjaman kredit dengan menggunakan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (FMADM) yang menggunakan perhitungan

Kajian yang dijalankan oleh Amiruddin (2002) ke atas 244 orang guru di sekolah menengah dan sembilan orang pengetua di Sulawesi Selatan bertujuan mengkaji

dalam bentuk fasor, maka perbandingan antara tegangan elemen dan arus elemen merupakan suatu besaran kompleks yang kita sebut impedansi di kawasan fasor. Dengan menyatakan elemen

Penelitian sebelumnya juga telah menyebutkan bahwa kelompok responden yang mewarnai menggunakan pola mandala dapat menurunkan tingkat kecemasan responden secara

Ini mungkin termasuk: kebijakan perusahaan atau peraturan, keterbatasan hardware (persyaratan waktu, persyaratan memori); interface untuk aplikasi lain, teknologi yang