BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales
Suku : Melastomataceae Marga : Melastoma
Jenis : Melastoma malabathricum L 2.1.2 Sinonim
Nama lain dari senduduk (Melastoma malabathricum L) adalah Melastoma affine G. Don., Melastoma polyanthum BI (Ditjen POM, 1995). 2.1.3 Nama Daerah
2.1.4 Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada tempat-tempat yang mendapat cukup sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah objek wisata sebagai tanaman hias dan dapat tumbuh sampai ketinggian 1.650 m di atas permukaan air laut. Perdu, tegak, tinggi 0,5-4 m, banyak bercabang, bersisik, berambut. Daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan silang. Helai daun bundar telur, memanjang sampai lonjong, ujung lancip, pangkal membulat, tepi rata, permukaan berambut pendek yang jarang dan kaku sehingga teraba kasar. Berbunga majmuk keluar diujung cabang, warna ungu kemerahan. Buah masak akan merekah dan terbagi atas beberapa bagian, warnanya ungu tua kemerahan. Biji kecil warnanya coklat. Buahnya dapat dimakan, sedangkan daun muda dapat dimakan sebagai lalap atau disayur. Perbanyakan dengan biji ( Dalimartha, 2000).
2.1.5 Kandungan Senduduk
Menurut Departemen Kesehatan RI 1995, tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum Linn) mengandung senyawa flavonoid, tanin,, steroida/triterpenoida.
Kandungan kimia tumbuhan senduduk yang sudah diketahui antara lain saponin, flavonoid dan tanin ( Arief, 2011).
2.1.6 Kegunaan Senduduk
Tanaman ini berkhasiat sebagai penurun panas, penghilang rasa sakit, peluruh urine, penghilang bengkak, pelancar aliran darah, dan penghenti pendarahan (hemostatik) (Arief, 2009).
Menurut Sentra informasi IPTEK (2009) Buah senggani dapat dijadikan sebagai sumber pewarna alami.
2.1.7 Pewarna Alami
Pewarna telah lama digunakan pada makanan untuk meningkatkan cita rasanya. Pada mulanya zat warna yang digunakan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Pewarna alami sebenarnya tidak semahal yang diperkirakan masyarakat dan pembuatannya juga sangat mudah. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat penyaring (Saati dan Hidayat, 2006).
Menurut Saati dan Hidayat, (2006) beberapa contoh pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan yaitu:
1. Karoten, memberikan warna jingga sampai merah. Dapat diperoleh dari wortel, pepaya dan sebagainya.
2. Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat didaerah tropis.
4. Klorofil, memberikan warna hijau dan diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan dan saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan seperti daun suji, daun pandan, daun katuk dan sebagainya. Dedaunan tersebut sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki aroma yang khas.
5. Antosianin, memberikan warna merah, orange, ungu dan biru. Banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih, anggur, buah apel, stroberi, buah manggis dan lain-lain.
6. Kurkumin, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur dan memberikan warna kuning.
2.1.8 Antosianin
Antosianin juga tidak stabil pada suhu yang tinggi, sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat gelap dan suhu dingin (Harborne, 1996).
2.1.9 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
A. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
2. Perkolasi
ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
B. Cara panas 1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada terperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40o-50oC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.
5. Dekoktasi
2.2 Uraian Sediaan Tablet 2.2.1 Defenisi tablet
Defenisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengembang, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan pembasah atau bahan lain yang cocok.
Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak di gunakan sampai sekarang karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya, mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan obat cukup baik (Banker dan Anderson, 1994).
Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:
a. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan dan distribusi.
b. Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang
terkandung didalamnya.
d. Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek pengobatan seperti yang dikehendaki.
(yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas, kecepatan disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet. Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tanbahan atau bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.2.2 Bentuk tablet
Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan, ketebalan, dan dalam aspek lain, tergantung pada penggunaan yang dimaksudkan dan metode penggunaannya. Tablet biasanya berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat segi, dan segi enam (heksagonal) dikembangkan oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya terhadap produk pabrik lainnya. Tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, dengan membuat punch dan lubang kempa (lesung tablet) cetakan yang didesain secara khusus. Misalnya jika
punch kurang konkaf makin datar tablet yang dihasilkan. Sebaliknya punch
yang semakin konkaf, semakin lebih konveks tablet yang dihasilkan.
Tablet adalah sediaan solid mengandung zat aktif yang dapat diberikan secara oral dan ditelan, tablet yang hanya ditempatkan dirongga mulut tanpa ditelan, tablet oral yang dikunyah dulu lalu ditelan, atau hanya dikulum/dihisap (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.2.3 Bahan pewarna obat
Bahan pewarna pada dasarnya jenis yang digunakan pada produk obat adalah sama dengan jenis bahan pewarna yang digunakan pada makanan. Dengan demikian semua jenis bahan pewarna yang diizinkan digunakan pada makanan, diizinkan pula untuk digunakan dalam produk obat, pada umumnya digunakan untuk sediaan-sediaan sirup, tablet dan tablet salut.
Penggunaan bahan pewarna dalam obat konsentrasinya relatif sangat kecil apabila dibandingkan penggunaannya dalam makanan. Dilain pihak penggunaan obat itu sendiri mempunyai dosis dan aturan pakai yang tepat. Dengan demikian bahan pewarna dalam obat yang dikonsumsi oleh manusia jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berarti. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan bahan pewarna harus dilakukan secara tepat, yang ditinjau dari aspek proses teknologi produksi yang berpengaruh pada penampilan tablet (Anonim4, 1984).
Ada 2 cara penambahan zat pewarna yaitu: Cara Basah
Bahan warna dilarutkan dalam larutan bahan pengikat, kemudian ditambahkan kedalam serbuk yang akan digranulasi.
Cara Kering
Bahan warna dicampurkan dalam keadaan kering ke dalam campuran serbuk, kemudian baru ditambahkan bahan pengikat. Konsentrasi zat pewarna yang biasa dipakai 0.33% (Soekemi, 1987).
2.2.4 Metode pembuatan sediaan tablet
Metode pembuatan tablet didasarkan pada sifat fisika kimia dari bahan obat, seperti stabilitas dari bahan aktif dalam panas atau terhadap air, bentuk partikel bahan aktif dan sebagainya.
Metode pembuatan sediaan tablet yaitu: 1. Cetak Lansung
Cetak lansung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat, bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan tertentu saja yang berbentuk Kristal/butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik.
lansung, seperti ammonium bromida, ammonium klorida, kalium bromida, kalium klorida, natrium bromida, natrium klorida dan heksamin (Voigt, 1995). 2. Granulasi Kering
Granulasi kering disebut juga slugging atau prekompresi. Cara ini sangat tepat untuk tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil dengan adanya air.
Obat dan bahan pembantu pada mulanya dicetak dulu, artinya mula-mula dibuat tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tertentu. Selanjutnya dilakukan penghancuran tablet dengan proses penggranul kering, atau dalam hal yang sederhana dilakukan atas sebuah ayakan. Granulat yang dihasilkan kemudian decetak dengan takaran yang dikehendaki (Voigt, 1995).
3. Granulasi Basah
Pada tehnik ini juga memerlukan langkah-langkah pengayakan, pencampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibentuk dengan suatu bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk. Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Karena massa hanya sampai konsistensi lembab, bukan basah seperti pasta, maka bahan pengikat yang ditambahkan tidak boleh berlebihan (Banker dan Anderson, 1994).
granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan.
Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan granul dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Banker dan Anderson, 1994).
2.3. Uji Penilaian Organoleptik 2.3.1 Uji Kesukaan
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidak sukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. tingka-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal suka, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu tidak suka, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka dan agak tidak suka. Kemudian skala hedonik ini ditrasformasikan menjadi skala nomerik untuk dilakukan perhitungan berdasarkan tingkat kesukaan panelis (Soekarto, 1985).
2.3.2 Panelis