• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Taluak Dan Masyarakat Aceh Di Tapaktuan Aceh Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Taluak Dan Masyarakat Aceh Di Tapaktuan Aceh Selatan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakatnya yang terdiri dari

berbagai macam suku-bangsa, ras dan agama. Keanekaragaman tersebut dapat kita

lihat berimplikasi pada perbedaan budaya, bahasa, sikap dan perilaku; misalnya

komunikasi antara orang Betawi dengan Madura. Mereka sama-sama warga yang

tinggal di Provinsi Jawa Timur, sama rasnya tetapi mempunyai latar belakang

budaya, pandangan hidup dan bahasa yang berbeda. Hal ini juga terdapat pada

masyarakat yang ada di provinsi Aceh. Ada banyak suku-bangsa (kelompok etnik)

tinggal di wilayah administrasi Provinsi Aceh: ras sama, agama sama, tetapi budaya

dan bahasa berbeda satu sama lain.

“Aceh” adalah nama salah satu Provinsi, bagian dari Indonesia, yang terletak

di ujung pulau Sumatera dan memiliki berbagai macam suku-bangsa (kelompok

etnik). Suku-suku bangsa yang mendiami Provinsi ini adalah: Aceh, Alas, Gayo,

Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee dan Simeulu terdiri dari Sigulai, Devayan dan Lekon.

(Arifni Netriroza dalam Jurnal Etnomusikologi, No. 6, Tahun 3, September 2007).

“Aneuk Jamee” sendiri merupakan nama yang diberikan oleh Orang Aceh untuk

kelompok etnik yang berdiam di sekitar Tapak Tuan (ibukota Kabupaten Aceh

Selatan) di pantai barat Sumatera, yang artinya adalah „tamu‟; karena dalam

pandangan Orang Aceh, “Aneuk Jamee” berasal dari wilayah Minangkabau.

(2)

(Orang Teluk). Selain itu, terdapat pula beberapa suku-bangsa lainnya yang

berdomisili dan tersebar di beberapa wilayah di Provinsi Aceh. Suku-suku bangsa

tersebut antara lain suku-bangsa Jawa, Pakpak, Batak Toba dan Karo.

Kabupaten Aceh Selatan, tempat kedua suku-bangsa yang akan dikaji

kompetensi komunikasinya dalam berkomunikasi secara antarbudaya, ini dikenal

sebagai Kabupaten penghasil pala terbesar di Provinsi Aceh. Ibukotanya adalah

Tapak Tuan. Kota yang dijuluki juga sebagai Kota Naga ini memiliki jumlah etnik

Aneuk Jamee 30 % dari populasi penduduk 220.971 jiwa, yang terdiri dari 108.580

jiwa penduduk laki-laki, 112.451 jiwa penduduk perempuan dan jumlah kepadatan

penduduk mencapai 55,17 jiwa per kilometer (Aceh Selatan Dalam Angka 2015).

Masyarakatnya terdiri dari masyarakat Urang Taluak dan masyarakat Aceh. Kedua

suku ini memiliki tradisi dan adat istiadat berbeda, secara khusus telah dikembangkan

dan diwariskan oleh nenek moyang mereka masing-masing.

Masyarakat Taluak dan masyarakat Aceh dalam kesehariaannya hidup

berdampingan. Mereka sama-sama berdagang, sama-sama melaut tetapi bekerja

dengan cara sendiri-sendiri. Semua aktivitas sosial di masyarakat mereka jalani

bersama. Tapi, bagaimanapun misskomunikasi yang disebabkan oleh perbedaan

budaya di antara keduanya tidak dapat terhindarkan. Alasannya seperti dikatakan oleh

Mulyana (2005: vii) bahwa perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat

menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau

timbul kesalahpahaman. Hingga saat ini kesalahan-kesalahan untuk memahami

makna masih sering terjadi ketika indikator kedua kelompok yang berbeda budaya itu

(3)

budaya yang berbeda. Masalahnya setiap individu memiliki kecenderungan dan

menganggap bahwa budayanya sebagai standar, dan dengan budayanya itu pula ia

mengukur budaya-budaya lain.

Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi

antarbudaya, khususnya antara masyarakat Taluak dan masyarakat Aceh, kedua belah

pihak dituntut untuk saling memahami dan mengerti budaya orang lain agar

komunikasi antarbudaya dapat berlangsung harmonis (Mulyana & Rakhmat, 2003:

20). Setiap individu yang berinteraksi dengan orang yang berada di luar budayanya

dituntut untuk mempunyai kompetensi komunikasi.

Kompetensi komunikasi antarbudaya merupakan kemampuan untuk

berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan

tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan

bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak

bagi pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi

pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetahuan tentang tata cara perilaku

nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik) juga

merupakan bagian dari kompetensi komunikasi (Devito, 1997: 20).

Pada dasarnya kebudayaan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat itu

sangatlah unik. Bahasa, cara makan, cara berpakaian, cara bersopan santun, standar

moral dari suatu komunitas berbeda dengan komunitas yang lain. Perbedaan tersebut

memang sering tampak kontradiksi. Namun kenyataan sejarah menunjukkan adanya

sharing of culture yang dapat saling menerima dan saling mengerti perbedaan itu

(4)

Urang Taluak di kota naga Tapak Tuan. Tinggal bersama dalam waktu yang sangat

lama, lalu membentuk masyarakat Kota Tapak Tuan dan sekitarnya, itu merupakan

petunjuk bahwa sharing of culture di antara mereka sangat mungkin terjadi.

Menurut para ahli, bahasa merupakan sarana utama terjadinya komunikasi.

Bahasa Jamee (Taluak) dan bahasa Aceh Pantai Barat adalah dua bahasa yang

digunakan oleh masyarakat Taluak (orang Taluak) dan masyarakat Aceh dalam

kehidupan sehari-hari di Kota Tapak Tuan. Namun penulis menemukan ada

tempat-tempat tertentu di mana masyarakat Taluak (orang taluak) yang tinggal bercampur

dengan masyarakat suku-bangsa Aceh bisa berbicara dalam dua bahasa, seperti di

daerah Sawang, bahkan ada yang menguasai tiga bahasa seperti di daerah Kluet Utara

dan Kluet Selatan, yaitu menguasai bahasa Aceh, Jamee, dan Bahasa Kluet.

Ketertarikan untuk meneliti kompetensi komunikasi antarbudaya Masyarakat

Taluak dan Masyarakat Aceh di Tapaktuan Aceh Selatan, karena adanya sikap

mempertahankan identitas kesukuan mereka. Selain itu, budaya Urang Taluak

menjadi budaya Aceh itu sendiri, misalnya masyarakat Aceh di Tapaktuan lebih

sering menggunakan panggilan-panggilan khas minang kepada yang tua atau muda

dengan sebutan etek, uni, uda, mak tangah, pak ketek dan lain-lain.

Dari permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Taluak dan Masyarakat Aceh di

(5)

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

masalah yang hendak diteliti dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Bagaimana proses komunikasi antarbudaya masyarakat Taluak dan

masyarakat Aceh di Tapaktuan Aceh Selatan?

(2) Bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya masyarakat Taluak dan

masyarakat Aceh di Tapaktuan Aceh Selatan?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

(1) Mengetahui proses komunikasi antarbudaya masyarakat Taluak dan

masyarakat Aceh di Tapaktuan Aceh Selatan.

(2) Mengetahui kompetensi komunikasi antarbudaya masyarakat Taluak dan

Masyarakat Aceh di Tapaktuan Aceh Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

(1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

masyarakat umum mengenai kehidupan masyarakat Taluak dan masyarakat

Aceh di Tapaktuan Aceh Selatan yang dapat memperkaya literatur ilmu

komunikasi dalam kajian komunikasi antarbudaya.

(2) Secara praktis, dapat memberikan masukan positif bagi pemerintah

(6)

dapat terjadi dengan baik melalui komunikasi yang kompeten. Sehingga

diharapkan semakin banyak masyarakat untuk mendukung usaha-usaha

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan- kebijakan yang perlu ditempuh mengenai pidana penjara dalam rangka mewujudkan ide pemasyarakatan adalah (1) membatasi perumusan pidana penjara secara

Intrusion detection adalah proses memonitor kejadian yang terjadi pada sistem komputer atau jaringan dan menganalisanya untuk menandai kejadian yang mungkin, yang

Hasil yang diperoleh dari penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI yaitu (1) pelaksanaaan peningkatan perilaku disiplin belajar siswa dalam pembelajaran PKn

Pegawai Pada Hotel Alamanda Klaten Dengan Menggunakan Metode Weighted Product (WP)”, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer Amikom

hanya dalam rapat desa pendamping desa selalu berperan untuk menghadiri rapat.

(3) Lurah Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan

Ramayana Department Store Pekanbaru dapat menyediakan brand ternama yang belum pernah ditawarkan oleh Ramayana Department Store Pekanbaru sebelumnya. Yang mana brand

PT Henan Putihrai Sekuritas tidak akan bertanggung jawab atas setiap kehilangan dan/atau kerusakan yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh laporan ini atau