• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Insentif Finansial dan Non Finansial Terhadap Kepuasan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Insentif Finansial dan Non Finansial Terhadap Kepuasan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2016"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian

Sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat para ahli tentang definisi kepuasaan kerja, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan diantara mereka. Kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya (Berry, 1998). Menurut Wexley & Yukl (1992) yang disebut kepuasan kerja ialah “is the way an employee feels about his her job”. Ini berarti kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Setelah melakukan penelitian terhadap 309 karyawan suatu perusahaan di New Hope Pennsylvania Amerika Serikat, Hoppeck menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaan-pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (As’ad, 2004).

(2)

Kepuasan kerja merupakan suatu keadaan yang tidak dapat bertahan lama. Adanya perubahan pada kebutuhan dan tujuan hidup menyebabkan kondisi kepuasan kerja tidak dapat bertahan lama (Winardi, 1992), sehingga hal ini menyebabkan kondisi kepuasan kerja harus diperhatikan dan pengukuran kepuasan kerja harus dilakukan secara berkesinambungan.

Kepuasan kerja sebagai suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Tolok ukur tingkat kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara individu berbeda standar kepuasannya (Hasibuan, 1996).

Kepuasan kerja ternyata merupakan topik yang sangat menarik dan populer di kalangan para ahli psikologi industri dan manajemen. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan pada para pekerja di industri besar selama 20 tahun terakhir. Menurut Nord dalam As’ad (1998) bahwa pada tahun 1972 diperkirakan ada 3350 artikel atau disertasi mengenai masalah ini karena memang sangat besar manfaat pemahaman kepuasan kerja baik bagi kepentingan individu, industri maupun masyarakat.

2.1.2 Teori-teori Motivasi yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja

(3)

setiap orang yang berkepentingan dengan keberhasilan organisasi dalam mewujudkan usaha kerjasama manusia (Zainun, 1994).

a. Teori-teori kepuasan (content theories)

Teori tentang kepuasan atau kebutuhan menemukan bahwa kebutuhan dan motif yang ada dalam diri seseorang dapat menggerakkan, mengarahkan, melanjutkan dan memberhentikan perilaku orang tersebut. Teori kepuasan atau kebutuhan yang populer adalah :

a.1. Teori hierarki kebutuhan Maslow

Teori ini beranggapan bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang bertingkat-tingkat yaitu : (1). Faal (fisiologis) antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lainnya. (2). Keamanan antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. (3). Sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima dengan baik dan persahabatan. (4). Penghargaan mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor rasa hormat eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. (5). Aktualisasi diri yaitu dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan diri.

a.2. Teori kebutuhan Mc Clelland

(4)

setiap orang, bahkan untuk satu orang yang sama tidak sama kuatnya pada setiap saat atau saat yang berbeda. Namun Mc Clelland sudah menggunakan teori ini untuk meningkatkan kinerja suatu pekerjaan dengan jalan menyesuaikan kondisi sedemikian rupa sehingga dapat menggerakkan orang ke arah pencapaian hasil yang diinginkan.

a.3. Teori dua faktor Herzberg

Teori kebutuhan atau kepuasan ini paling dikenal dari Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu : (1). Faktor satisfier (motivator), bersifat intrinsik merupakan faktor yang dianggap sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi yang diraih, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan promosi. Semua faktor ini mempengaruhi kepuasan kerja dan membimbing ke arah motivasi kerja yang lebih tinggi. (2). Faktor dissatisfier, bersifat ekstrinsik merupakan faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, gaji, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, keamanan dan status. Berkurangnya faktor ini akan menimbulkan rasa tidak puas terhadap pekerjaan.

(5)

perawat, pekerjaan itu sendiri, kebijakan dan administrasi, tanggung jawab, supervisi, gaji, kondisi tempat kerja, pengakuan dan kesempatan maju.

b. Teori-teori proses (teori kognitif)

Teori proses menunjukkan cara untuk mengerahkan orang lebih giat mencapai tujuan yang diinginkan. Teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Termasuk dalam teori ini adalah :

b.1. Teori keadilan (equity theory)

(6)

ia akan merasa puas, sedangkan jika perbandingan itu tidak seimbang akan menimbulkan ketidakpuasan.

b.2. Teori harapan (expectancy theory)

(7)

Kunci dari teori harapan adalah pemahaman dari tujuan seorang individu dan tautan antara upaya dan kinerja, antara kinerja dan ganjaran serta antara ganjaran dan tujuan pribadi. Selain itu, hanya karena kita memahami kebutuhan apakah yang dicari oleh seseorang untuk dipenuhi tidaklah memastikan bahwa individu itu sendiri mempersepsikan kinerja tinggi sebagai penghantar ke pemenuhan kebutuhan itu. 2.1.3 Teori-teori Lain tentang Kepuasan Kerja

a. Teori ketidaksesuaian nilai (value discrepancy theory)

Locke (1976) dalam Berry (1998), menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada selisih antara keinginan (ekspektasi) dengan apa yang menurut persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Jika yang didapatkan lebih besar daripada yang diinginkan maka disebut discrepancy positif, dan sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi discrepancy negatif maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya.

Penelitian Wanous dan Lawler menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda menurut bagaimana selisih itu didefinisikan. Mereka menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya dan tidak ada cara terbaik yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja melainkan ditentukan oleh tujuan pengukurannya.

(8)

Tujuan utama dari teori ini adalah untuk memprediksi besarnya kepuasan kerja dari berbagai aspek kerja yang berbeda. Lawler (1973) dalam Berry (1998), menggunakan hipotesis ketidaksesuaian dan teori keadilan dari Adams untuk menjelaskan teori ini. Dikatakan bahwa tingkat kepuasan terhadap suatu aspek kerja ditentukan oleh perbandingan antara harapan dari apa yang seharusnya diterima dari suatu aspek kerja dengan persepsi terhadap apa yang diterima. Harapan dari apa yang seharusnya diterima ditentukan oleh persepsi dari upaya yang diberikan pada suatu pekerjaan, permintaan terhadap pekerjaan tersebut serta upaya dan hasil yang diterima pekerja. Bila jumlah yang diterima adalah sama dengan jumlah yang diharapkan maka kepuasan terjadi, sebaliknya bila tidak sama akan terjadi ketidakpuasan.

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor-faktor tersebut dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Berikut adalah pendapat beberapa ahli tentang faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja :

(9)

ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

(10)

Komunikasi, dimana komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja; (10) Fasilitas, termasuk pelayanan rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Harold Burt dalam As’ad (1998)mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu 1) Faktor hubungan antar karyawan, antara lain hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisis dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja; 2) Faktor individu, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja dan jenis kelamin; 3) Faktor luar (eksternal), yang berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi dan pendidikan (training, up grading dan sebagainya).

Robbins (2003) mengajukan empat variabel yang mampu mempengaruhi kepuasan kerja seseorang yaitu: (1) Pekerjaan menantang secara mental; (2) Reward memadai; (3) Kondisi kerja mendukung; dan (4) Kolega mendukung.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ghiselli dan Brown dalam As’ad(1998), bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu:

(11)

Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja padapekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang pekerjaannya lebih rendah. Sesungguhnya hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaannyalah yang mempengaruhi kepuasan kerja.

2) Golongan

Seseorang yang memiliki golongan yang lebih tinggi umumnya memiliki gaji, wewenang, dan kedudukan yang lebih dibandingkan yang lain sehingga menimbulkan perilaku dan perasaan yang puas terhadap pekerjaannya.

3) Umur

Dinyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan kepuasan kerja, dimana umur antara 25-34 tahun dan umur 40–45 tahun adalah merupakan umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan

4) Jaminan finansial dan jaminan sosial

Pemberian jaminan finansial dan jaminan sosial umumnya berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

5) Mutu pengawasan

Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dengan bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwadirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja.

(12)

1. Kepuasan psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadapkerja, bakat, dan ketrampilan.

2. Kepuasan sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosialbaik antar sesama karyawan, dengan atasannya, maupun dengan karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

3. Kepuasan fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan meliputi jenis pekerjaan,pengaturan waktu kerja, dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan,umur dan sebagainya. 4. Kepuasan finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminansosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dansebagainya.

Dalam suatu organisasi dimana sebagian besar pegawai memperoleh kepuasan kerja, tetapi tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakanketidakpuasan. Menurut Robbins (2003), ketidakpuasan pegawai dapat ditunjukkan dalam empat cara, yaitu :

a. Exit

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku yang diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

(13)

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.

c. Loyalty

Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi di hadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

d. Neglect

Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat kesalahan.

2.1.5 Mengukur Kepuasan Kerja

Penilaian tentang apakah seseorang pegawai menemukan kepuasan atau ketidakpuasan dengan pekerjaan yang dihadapinya merupakan sesuatu hal yang paling kompleks dari sejumlah unsur pekerjaan. Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007) terdapat dua metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai atas pekerjaannya yaitu :

a. Single Global Rating Method

(14)

pekerjaan anda? Kemudian para pegawai menjawab pertanyaan dengan melingkari salah satu angka dari satu sampai lima, yang sesuai dengan jawaban mulai dari “sangat merasa puas” sampai dengan “sangat tidak puas”. Metode ini

dianggap lebih sederhana dan mudah untuk dilakukan sehingga metode ini sangat sering digunakan oleh perusahaan dalam mengevaluasi kepuasan kerja pegawai. b. Summation Score Method

Menurut metode ini elemen-elemen yang ada di dalam suatu pekerjaan diidentifikasi, kemudian ditanyakan kepada para pegawai bagaimana perasaan mereka terhadap masing-masing elemen pekerjaan tersebut. Faktor-faktor khusus yang turut dilibatkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, upah, kesempatan promosi, serta hubungan-hubungan dengan rekan kerja. Faktor-faktor tersebut diberi nilai berdasarkan skala yang sudah distandarisasi, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh angka secara keseluruhan.

Sementara itu Greenberg dan Baron (2003) menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :

a. Rating scales dan kuisioner

(15)

b. Critical incidents

Di sini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka dengan yang mereka rasakan, terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkapkan tema yang mendasari. Sebagai contoh, apabila banyak pekerja menyebutkan situasi di pekerjaan dimana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila pekerja memuji supervisor atas sensitivitas yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka.

c. Interviews

Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap mereka, hal itu sering mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuisioner yang sangat terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat dipelajari.

2.1.6.Komponen Kepuasan Kerja

Terdapat tiga komponen kepuasan kerja yaitu terhadap materi pekerjaan, kompensasi dan pengawasan.

a. Kepuasan terhadap kerja itu sendiri

(16)

pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang kurang menantang cenderung membosankan, sementara pekerjaan yang terlalu menantang cenderung membuat frustasi dan rasa gagal. Di bawah kondisi antara moderat dan menantang, sebagian besar pekerja akan mengalami kepuasan.

b. Kepuasan dengan kompensasi

Dari beberapa studi ditemukan bahwa upah merupakan karakteristik pekerjaan yang menjadi penyebab paling mungkin terhadap ketidakpuasan kerja (Berry, 1998). Pekerja cenderung menginginkan sistem penghasilan adil dan sejalan dengan harapannya. Saat pekerja menganggap bahwa penghasilan yang diterima setimpal dengan tuntutan pekerjaan, maka kepuasan akan muncul.

Goodman (1974) dalam Wexley dan Yulk (1992) menyatakan jika upah pekerja cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya, ia akan lebih puas dibandingkan jika ia menerima upah lebih rendah dari yang diperlukan untuk memenuhi standar hidup yang memadai. Lawler (1967) dalam Wexley dan Yulk (1992) menyatakan upah juga mencerminkan seberapa jauh para pekerja melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Jika upah tidak didasarkan atas pelaksanaan kerja, pekerja yang rajin bekerja akan tidak puas dengan pendapatan yang sama dari pekerja yang malas.

c. Kepuasan dengan pengawasan

(17)

kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 1996).

Menurut Byars dan Rue (2005) bahwa sistem reward organisasi sering mempunyai dampak signifikan pada tingkat kepuasan kerja karyawan. Menurutnya ada lima komponen utama kepuasan kerja yaitu sikap terhadap kelompok kerja, kondisi umum pekerjaan, sikap terhadap perusahaan, keuntungan secara ekonomi dan sikap terhadap manajemen.

Menurut pendapat dari Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima komponen kepuasan kerja yaitu :

1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapannya.

(18)

4. Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5. Dispositional/ genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan kerja atau teman kerja tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan yang lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

2.2. Insentif

2.2.1. Pengertian Insentif

Insentif merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi tetap yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja. Insentif berupa uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga merupakan alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi (Luthans, 2005).

(19)

Priansa, 2011). Menurut World Health Organization (2008) dalam Hadiyanto (2012), insentif adalah suatu faktor atau kondisi yang dapat membuat tenaga kesehatan untuk tetap bekerja dan bertahan di posisi mereka dan bekerja di dalam negara mereka sendiri.

Menurut hasil penelitian Herman (2012) menyatakan bahwa kurangnya minat dokter bertahan lebih lama bekerja di daerah terpencil karena pendapatan yang diterima mereka masih kurang memuaskan, termasuk insentif daerah yang kecil. Pendapatan total yang diterima tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di daerah terpencil. Hal ini mengakibatkan bahwa ketidakpuasan dokter juga terlihat melalui perilaku para dokter yang banyak mengajukan pindah untuk mencari posisi baru ke luar kabupaten atau kota lain.

2.2.2. Bentuk-Bentuk Insentif

Bentuk-bentuk insentif dalam suatu perusahaan harus dituangkan secara jelas sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan.

Menurut Siagian (2002), terdapat beberapa bentuk insentif yang umumnya dijumpai yaitu :

1. Piece work (upah per output)

(20)

2. Bonus

Bonus adalah insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.

3. Komisi

Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.

4. Executives incentives (insentif bagi eksekutif)

Insentif bagi eksekutif adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya manajer atau pegawai yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor atau biaya pendidikan anak.

5. Maturity curve (kurva kematangan)

Kurva kematangan adalah insentif yang diberikan kepada tenaga kerja yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk penelitian ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.

(21)

kondisi ekonomi, keadaan tempat bekerja dan kondisi pasar tenaga kerja untuk tenaga kesehatan.

2.2.3. Sistem Pemberian Insentif

Sistem insentif dapat berhasil dengan baik apabila perusahaan mampu melaksanakan sifat dasar dari insentif yaitu (Mangkunegara, 2002) :

1. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dapat dihitung oleh karyawan itu sendiri

2. Penghasilan yang diterima karyawan hendaknya langsung menaikkan output dan efisiensi

3. Pembayaran hendaknya dilakukan secepat mungkin

4. Standar kerja hendaknya ditentukan dengan hati-hati karena standar kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sama tidak baiknya

5. Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup merangsang karyawan untuk bekerja lebih giat

Menurut Simamora (2004), perancangan program insentif yang tepat sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Sederhana, yaitu aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas dan dapat dimengerti.

2. Spesifik, yaitu para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang harus mereka kerjakan agar memperoleh insentif

(22)

4. Dapat diukur, yaitu tujuan yang terukur merupakan landasan dimana rencana insentif dibangun dengan menggunakan indikator yang jelas

Menurut World Health Professions Alliance (2008) dalam Hadiyanto (2012), agar pemberian insentif lebih efektif dan dapat bertahan lama, maka harus memiliki beberapa karakteristik di antaranya :

1. Harus ada sistem imbal jasa kepada karyawan dalam bentuk finansial dan non finansial

2. Pemberian insentif harus transparan, adil dan konsisten

3. Harus ada pemberian motivasi secara terus menerus agar karyawan mencapai target yang ditetapkan

4. Selalu memberikan evaluasi terhadap tenaga kerja mengenai hasil pencapaian kinerja mereka

5. Melibatkan tenaga kerja dalam setiap perencanaan sehingga mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan

Menurut Chester Bernard, beberapa macam insentif yang dapat diberikan kepada karyawan antara lain (Suwatno dan Priansa, 2011) :

a. Dorongan material uang atau barang

b. Kesempatan untuk mendapatkan kehormatan, prestise (wibawa) dan kekuasaan perseorangan

(23)

d. Kebanggaan akan pekerjaannya, jasa untuk keluarga dan patriotisme atau perasaan keagamaan

e. Kesenangan perseorangan dan kepuasan dalam hubungan-hubungan sosial dan organisasi

f. Persesuaian dengan kebiasaan praktek dan sikap serta dapat menerima aturan-aturan dan pola tingkah laku dari perusahaan

g. Perasaan turut serta dalam kejadian atau peristiwa yang penting dalam perusahaan

2.2.4. Tujuan Pemberian Insentif

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002).

Secara lebih spesifik tujuan pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu (Hadiyanto, 2012) :

a. Bagi perusahaan

(24)

b. Bagi karyawan

Dengan adanya pemberian insentif, karyawan akan mendapat keuntungan : 1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif

2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang

3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar

2.3. Insentif Finansial

Insentif finansial adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang atau barang (materi). Insentif finansial ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta keluarganya (Hasibuan, 2011).

(25)

digolongkan dalam dua kategori yaitu insentif finansial langsung dan insentif finansial tidak langsung (Sarwoto, 2001).

Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba (profit sharing) dan kompensasi yang ditangguhkan (deffed compensation) serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya (Hadiyanto, 2012).

2.3.1. Insentif Finansial Langsung

Insentif finansial langsung adalah hak yang diterima oleh para pekerja atau karyawan yang diberikan langsung oleh perusahaan sebagai balas jasa atas pekerjaan dan pencapaian yang telah dilakukan. Insentif finansial langsung ini terdiri dari (Suwatno dan Priansa, 2011) :

1. Tunjangan tetap

Suatu pembayaran yang diatur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok tanpa dikaitkan dengan kehadiran atau prestasi/ produktivitas tertentu.

2. Bonus

(26)

kepada pekerja yang menghasilkan produksi melebihi standar yang ditetapkan perusahaan.

3. Tunjangan struktural

Sejumlah uang yang diberikan kepada karyawan tertentu yang memiliki jabatan khusus di suatu perusahaan dan memiliki tanggung jawab lebih dari karyawan atau pekerja biasa dan bersifat rutin.

4. Profit sharing

Merupakan pembagian keuntungan kepada karyawan dari laba perusahaan sebesar prestasi yang ditentukan dan pembayaran preminya bisa dibayar tunai pada akhir tahun atau bisa juga ditunda sampai dengan waktu pensiun seorang karyawan.

5. Pembayaran kontraktual

Program balas jasa yang mencakup pembayaran di kemudian hari. Pembayaran kontraktual adalah pelaksanaan perjanjian antara perusahaan dan karyawan dimana karyawan setelah selesai masa kerja akan dibayarkan sejumlah uang tertentu selama periode waktu tertentu seperti tunjangan lembur, tunjangan keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur oleh peraturan pemerintah dan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.

2.3.2. Insentif Finansial tidak Langsung

(27)

memiliki variasi yang lebih luas daripada insentif finansial langsung (Handoko, 2001). Insentif finansial tidak langsung merupakan elemen-elemen penambah atau stimulus yang diberikan kepada karyawan guna menunjang kebutuhan kerja, imbalan kerja ataupun hal-hal yang berkaitan di luar pekerjaan yang semata-mata diberikan untuk mempertahankan sumber daya manusia sekaligus meningkatkan nilai atau value perusahaan bagi internal dan eksternal perusahaan.

Insentif finansial tidak langsung memiliki banyak jenis, beberapa di antaranya adalah (Suwatno dan Priansa, 2011) :

1. Asuransi kesehatan

Merupakan jaminan sosial dalam bentuk jaminan kesehatan yang disediakan perusahaan bagi karyawan atau pekerja yang bertujuan memberikan keringanan biaya kesehatan yang diberikan kepada karyawan dan keluarganya yang menderita sakit, sekaligus dapat membantu perusahaan dalam melindungi biaya-biaya tak terduga yang dikeluarkan untuk biaya-biaya kecelakaan kerja yang dialami karyawan.

2. Jaminan pensiun

(28)

3. Tunjangan hari raya

Pemberian sejumlah uang kepada karyawan sebagai penghargaan atas perayaan nilai keagamaan yang dibagikan satu tahun sekali.

4. Fasilitas

Umumnya diberikan kepada karyawan baik yang berkaitan langsung dengan pekerjaan seperti pemberian mobil dinas, rumah dinas, pelatihan untuk pengembangan keterampilan serta alat-alat untuk mendukung mobilitas karyawan.

5. Cuti

Merupakan kompensasi yang berbentuk hari libur kepada karyawan dan biasanya diberikan secara acak dalam rentang satu tahun. Adapun cuti itu banyak macamnya, seperti cuti hamil atau melahirkan, cuti karena sakit, cuti tahunan, dan lain sebagainya.

2.4. Insentif Non Finansial

Insentif non finansial adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berbentuk penghargaan atau pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya seperti piagam, piala atau medali (Hasibuan, 2011).

(29)

dalam kompensasi pekerjaan terdapat beberapa unsur, di antaranya adalah : (1) Penghargaan yaitu sesuatu yang diberikan kepada karyawan karena melakukan pekerjaan maksimal atau prestasi tertentu yang sangat bermanfaat bagi nilai perusahaan. Penghargaan umumnya diberikan oleh perusahaan langsung maupun melalui peran manajer atau supervisi. (2) Tanggung jawab pekerjaan yaitu pemberian tanggung jawab sama artinya dengan pemberian kepercayaan melakukan keleluasaan penuh dalam satu tugas penting kepada karyawan dari atasan dan efeknya adalah meningkatkan kepercayaan diri serta motivasi pegawai dalam mengasah keterampilan dan intuisi karyawan itu sendiri. (3) Tantangan pekerjaan yaitu pemberian jenis pekerjaan yang berbeda dan unik kepada karyawan yang bertujuan untuk menghilangkan sifat jenuh dalam rutinitas pekerjaan. (4) Pemberian promosi yaitu kenaikan jabatan atau pangkat bagi karyawan yang diberikan atas dasar kinerja yang baik, sikap yang mengesankan serta konsistensi yang cakap dan dinilai dengan asas adil oleh perusahaan. (5) Pelatihan dan training yaitu peningkatan kompetensi dan keterampilan karyawan melalui pemberian pendidikan serta pelatihan yang diadakan oleh pihak internal perusahaan maupun pihak ketiga yang didasarkan kepada kurangnya penilaian dari kinerja maupun bentuk penghargaan dalam rangka kenaikan pangkat atau jabatan baru.

(30)

yang baik akan lebih mudah mencapai tujuan perusahaan dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pekerja. (2) Sistem kerja yang fleksibeladalah serangkaian tugas yang ditetapkan dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk memproduksi suatu hasil. Sistem kerja yang fleksibel memiliki maksud keseluruhan metode dan alur kerja yang berorientasi kepada karyawan dengan mempertimbangkan layout pabrik yang efektif dan sistem shifting yang berotasi dengan baik dan atau bahkan pada beberapa waktu perusahaan mengizinkan karyawan untuk memilih jam kerja mereka sendiri agar memberikan waktu untuk kehidupan pribadi karyawan. (3) Rekan kerjaadalah sekumpulan orang yang bekerja dalam suatu divisi yang sama atau perusahaan yang sama dalam lingkup yang lebih luas (Mondy, 2008).

2.5 Kerangka Teori

(31)

Gambar 2.1 KerangkaTeori Sumber : As’ad, 1998; Luthans, 2005.

2.6 Landasan Teori

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima komponen kepuasan kerja yaitu : (1). Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. (2). Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar

(32)

daripada yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat di atas harapannya. (3). Value attainment(pencapaian nilai). Gagasan ini adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. (4). Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya. (5). Dispositional/ genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan kerja atau teman kerja tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan yang lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

(33)

pembagian keuntungan kepada karyawan dari laba perusahaan sebesar prestasi yang ditentukan dan pembayarannya bisa dibayarkan dalam jangka waktu tertentu. (3). Jaminan sosial dalam bentuk asuransi kesehatan merupakan jaminan sosial dalam bentuk jaminan kesehatan yang disediakan perusahaan bagi karyawan atau pekerja yang bertujuan memberikan keringanan biaya kesehatan yang diberikan kepada karyawan dan keluarganya yang menderita sakit, sekaligus dapat membantu perusahaan dalam melindungi biaya-biaya tak terduga yang dikeluarkan untuk biaya kecelakaan kerja yang dialami karyawan, jaminan sosial dalam bentuk jaminan pensiundiberikan kepada karyawan di hari tuanya dengan sejumlah uang yang diberikan kepada karyawan karena sudah mencapai batas umur bekerja atas pengabdian yang telah diberikan kepada perusahaan, misalnya di atas usia 70 tahun. (4). Fasilitas yang umumnya diberikan kepada karyawan baik berkaitan langsung dengan pekerjaan seperti pemberian mobil dinas, rumah dinas, danperalatan/ perlengkapan untuk mendukung pekerjaan karyawan. (5). Cuti merupakan kompensasi yang berbentuk hari libur kepada karyawan dan biasanya diberikan secara acak dalam rentang satu tahun. Adapun cuti itu banyak macamnya, seperti cuti hamil atau melahirkan, cuti karena sakit, cuti tahunan, cuti pergantian shift jaga dan lain sebagainya.

(34)

melalui peran manajer atau supervisi. (2). Tanggung jawab pekerjaan dimana pemberian tanggung jawab sama artinya dengan pemberian kepercayaan melakukan keleluasaan penuh dalam satu tugas penting kepada karyawan dari atasan dan efeknya adalah meningkatkan kepercayaan diri serta motivasi pegawai dalam mengasah keterampilan dan intuisi karyawan itu sendiri. (4). Pemberian promosi berupa kenaikan jabatan atau pangkat bagi karyawan yang diberikan atas dasar kinerja yang baik, sikap yang mengesankan serta konsistensi yang cakap dan dinilai dengan asas adil oleh perusahaan. (5). Pelatihan dan training yaitu peningkatan kompetensi dan keterampilan karyawan melalui pemberian pendidikan serta pelatihan yang diadakan oleh pihak internal perusahaan maupun pihak ketiga yang didasarkan kepada kurangnya penilaian dari kinerja maupun bentuk penghargaan dalam rangka kenaikan pangkat atau jabatan baru.

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 KerangkaKonsep Insentif Finansial

Gambar

Gambar 2.1 KerangkaTeori

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tersebut mengenai legalitas peraturan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta berupa Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun

Berkaitan dengan permasalahan rendahnya tingkat literasi tersebut, selain masalah fisik, ekonomi, sosial, dan budaya yang ada di Lampung Barat ini, dikaitkan pula dengan

1) Panitia menerima, mengagendakan dan memeriksa kelengkapan berkas peserta calon guru berprestasi tingkat Provinsi dan menetapkan waktu serta agenda pelaksanaan

Penelitian peta resistensi vektor dernam berdarah Aedes aegypti terhadap insektisida organofosfat, karbamat dan pirethroid dilakukan di Daerah Istimewa Y ogyakarta

dengan indikator pembelajaran materi ikatan ion. 2) Melakukan penilaian aspek kesesuaian CCT dengan konsep CCT yang. diajukan

patofisiologi antara lain: 1) Penurunan aliran darah serebral akut, seperti pada sinkop vasovagal, gangguan jantung, penyumbatan pembuluh darah paru dan obstruksi

Indonesia bagi mahasiswa S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 6) berbicara realita pembelajaran sintaksis dengan mengatakan bahwa „belum ditemukan dosen yang memberikan bahan

Perlakuan latihan keseimbangan pada lansia di PSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur dengan risiko jatuh memiliki tujuan untuk menurunkan angka kejadian jatuh pada