• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Bumn Sebagai Pendapatan Negara Ditinjau Dari Uu Bumn Dan Uu Keuangan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendapatan Bumn Sebagai Pendapatan Negara Ditinjau Dari Uu Bumn Dan Uu Keuangan Negara"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERAN DAN KEWENANGAN NEGARA TERHADAP PERUSAHAAN

BUMN DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN.

D. Makna, Sejarah, Pembentukan, Serta Kedudukan BUMN Dalam

Ekonomi Nasional.

5. Makna dan Pengertian BUMN

Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negsara dan badan usaha yang tidak seluruh sahamnya dimiliki Negara tetapi statusnya disamakan dengan BUMN, yakni BUMN yang merupakan patungan atau kerja sama antara pemerintah dengan pemerintah daerah, BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya, dan BUMN yang merupakan badan usaha patungan dengan usaha swasta nasional/asing, dengan saham mayoritas dengan minimal 51% milik Negara.25

Makna dari pendirian BUMN itu sendiri adalah upaya Negara untuk melakukan penguasaan Negara pada bidang kehidupan yang vital dan strategis, oleh karena bidang itu menyangkut kepentingan umum atau masyarakat banyak.26

25 Aminuddin Ilmar, Op.cit.Hlm.79. 26 Ibid.Hlm.72.

(2)

Pada Undang – Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dikatakan definisi BUMN pada pasal 1 angka (1) yakni, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.27 Pada angka (2) pasal ini juga dikatakan Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.28

Kini BUMN sendiri terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu Perusahaan Perseroan (“Persero”) dan Perusahaan Umum (“Perum”). Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Sedangkan, Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip

27 Pasal 1 Undang – undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN ( Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608)

(3)

pengelolaan perusahaan.29

Terhadap BUMN yang berbentuk Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana terdapat dalam

Fokus penulis adalah pada Perusahaan BUMN Persero.

(“UUPT”). Ini sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 UU BUMN jo. Pasal 3 UU BUMN beserta penjelasannya. Dengan demikian, segala peraturan yang berlaku terhadap perseroan terbatas berlaku juga untuk BUMN yang berbentuk Persero selama tidak diatur oleh UU BUMN.30

6. Sejarah dan Latar Belakang Pendirian BUMN

Sejarah dan latar belakang pendirian Perusahaan Perseroan di Indonesia dapat ditemukan dalam sejarah pembentukan perusahaan-perusahaan negara oleh pemerintah. Perusahaan negara telah lama dikenal sejak masuknya Belanda di Indonesia, adanya VOC dapat dijadikan bukti keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi.31

29

Indra Bastian, Model Pengelolaan Privatisasi,(Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm.23.

30

Christianto wibisono dalam Ibrahim, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 32.

31Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Boooks Terrace&Library,

2007), hlm. 12.

(4)

negara. Keberadaan perusahaan-perusahaan negara di Indonesia dapat dilihat dari beberapa periode, yaitu:

1. periode pertama periode sebelum kemerdekaan, 2. periode kedua tahun 1945-1960,

3. periode ketiga tahun 1960-1969, 4. periode keempat tahun 1969-2003.

5. Pada periode berikutnya tahun 2003 sampai sekarang.

Pada periode pertama, periode sebelum kemerdekaan, perusahaan – perusahaan negara dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda yang melakukan usaha untuk kepentingan Pemerintah Belanda. Pada periode ini terdapat dua jenis Badan Usaha Negara yaitu perusahaan yang tunduk pada Indische Bedrijven Wet (IBW) dan perusahaan yang diatur oleh Indische Comptabiliteits Wet (ICW). Perusahaan di bawah IBW berada langsung di bawah pengawasan pemerintah, sedangkan perusahaan yang diatur ICW sebenarnya bukan perusahaan, melainkan merupakan cabang dinas dari pemerintah. Keuntungan yang diperoleh dari kedua jenis perusahaan tersebut menjadi bagian dari penerimaan negara.

(5)

tersebut, peran negara sangat dominan terhadap keberadaan perusahaan negara. Di tahun 1959, perusahaan-perusahaan milik Belanda mulai diambil alih oleh pemerintah Indonesia seiring dengan konfrontasi Politik. Keinginan pemerintah agar perusahaan-perusahaan Belanda yang diambil alih tersebut dikelola dan dikembangkan para pengusaha pribumi, namun kenyataannya kemampuan tersebut belum ada. Tawaran dari pengusaha Tionghoa untuk mengelola perusahaan Belanda tersebut ditolak dengan alasan etnis Tionghoa tidak boleh dominan dalam bidang perdagangan, industri dan pertanian. Sehingga diputuskan pemebntukan beberapa perusahaan negara untuk mengelola perusahaan-perusahaan eks Belanda tersebut.32

Periode ketiga (1960-1969), pemerintah mengambil kebijakan untuk menyeragamkan berbagai bentuk Badan Usaha Negara, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pembinaan dan pengawasannya. Di awal tahun 1960-an, Indonesia belum memiliki sumber daya manusia yang berpotensi untuk menjalankan perusahaan negara yang relatif berskala besar secara efisien dan produktif. Pengusaha pribumi sendiri belum berpengalaman memimpin unit usaha yang lebih besar. Untuk mengatasi kendala sumber daya manusia tersebut, dikerahkan SDM militer yang saat itu relatif lebih baik33

32 Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm.94.

33 Ibid.

(6)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960. Pada periode ini juga, muncul perusahaan Negara dalam bentuk Perseroan Terbatas dimana sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara. Pada periode ini, sektor public utilities yang dicanangkan untuk BUMN mengalami transformasi menuju swastanisasi.

Periode keempat (1969-2003), pemerintah telah meletakan dasar-dasar penertiban, pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan yang lebih baik bagi Badan Usaha Negara. Pada tahun 1970-an, peranan BUMN ditingkatkan sebagai inti strategi industrialisai ekonomi Indonesia, dengan alasan bahwa BUMN cocok untuk melaksanakan program restrukturisasi ekonomi yang berkembang di tahun 1970-an dan investasi oleh BUMN dapat diarahkan untuk menentukan arah pembangunan ekonomi. BUMN dapat menjadi unsure stimulasi pengembangan sektor swasta di Indonesia.34

34 Ibid. hlm.95.

(7)

ketidaksiapan BUMN. Keterlibatan negara dalam bidang ekonomi yang memerankan BUMN sebagai alat melaksanakan kebijaksanaan ekonomi dan alat pembangunan ekonomi mengalami pergeseran dengan munculnya swastanisasi. Indonesia sampai tahun 1996 belum begitu jelas ke arah mana swastanisasi terhadap BUMN, yang berpengaruh terhadap status hokum BUMN.35 Pada periode ini juga, pemerintah menghadapi berbagai permasalahan ekonomi, dan salah satu permasalahan yang paling menonjol adalah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997. Krisis ekonomi sangat mempengaruhi keberadaan dan kinerja BUMN di Indonesia, yang berakibat pada kerugian yang dihadapi perusahaan-perusahaan negara. Krisis ekonomi memiliki konsekuensi bagi pemerintah, terutama terkait dengan Anggaran dan Belanja Negara. Beban hutang luar negeri, stabilitas ekonomi yang rapuh, ketidakstabilan politik, menjadikan beban pemerintah semakin bertambah. Keadaan ini menuntut BUMN untuk lebih memberikan kontribusinya melalui deviden, pajak, dan privatisasi untuk membantu kebutuhan anggaran dan belanja negara. Dengan rekomendasi IMF (International Monetery Fund) dan Bank Dunia, Pemerintah lebih serius meningkatkan kinerja BUMN, dengan langkah-langkah perbaikan yang meliputi36

b. Penggabungan Usaha (Merger) :

a. Restrukturisasi

(8)

c. Pelaksanaan Kerja Sama Operasi (Joint Operation)

Rencana reformasi BUMN pada tahun 1998 itu kurang berhasil dalam pelaksanaanya, misalnya : langkah pemerintah masih terbatas kepada perubahan status komersil perusahaan BUMN tersebut. Seperti mengubah status beberapa perusahaan jawatan (Perjan) menjadi perusahaan umum (Perum), dan beberapa Perum menjadi Perseroan Terbatas (Persero). Selain itu, telah dilakukan penggabungan beberapa BUMN sesuai dengan kriteria dan tujuan peningkatan efisiensi perusahaan.37

Periode kelima (2003 sampai sekarang), pemerintah memberikan perhatian yang lebih kepada usaha pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), oleh karena tuntutan perkembangan dunia usaha, era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dioptimalkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2003, Pemerintah melakukan upaya pemberdayaan BUMN dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Peraturan ini diterbitkan dengan maksud karena peraturan-peraturan yang telah ada sebelumnya kurang memberikan landasan hukum yang kuat dalam upaya untuk pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara. Pada periode ini, Badan Usaha Milik Negara dituntut untuk lebih mengoptimalkan kegiatan usahanya agar

(9)

mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ekonomi nasional demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Sejarah dan perkembangan Perusahaan Perseroan di Indonesia tidak luput dari perkembangan dunia usaha dari tahun ke tahun, sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat. Pemerintah selalu mengupayakan pemberdayaan Perusahaan Perseroan sebagai BUMN melalui langkah-langkah kebijakan pemerintah baik itu kebijakan dalam bidang ekonomi maupun kebijakan dalam bidang hukum. Kebijakan dalam bidang hukum misalnya pembentukan berbagai aturan perundang-undangan yang akan dijadikan landasan hukum bagi Perusahaan Perseroan sebagai BUMN dalam menjalankan kegiatan usahanya.

7. Tujuan BUMN

Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) PP No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan BUMN disebutkan maksud dan tujuan pendirian BUMN, yakni38

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian Negara pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya;

:

b. Mengadakan pemupukan keuntungan/pendapatan;

38 2 ayat (2) PP No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan BUMN

(10)

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; d. Menjadi perintis kegiatan – kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan memadai;

f. Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sector swasta khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sector koperasi; g. Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijakan dan

program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.

Dengan perumusan seperti diuraikan diatas, terlihat tujuan BUMN sangatlah beragam dan luas. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa tujuan dari BUMN adalah sebagai agent of development dan business entity. Fenomena demikian tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi sudah merupakan fenomena yang umum sifatnya dan terjadi pada semua Negara khususnya Negara – Negara sedang berkembang.39

Ada berbagai pertimbangan yang mendorong BUMN lebih berperan sebagai agent of development seperti yang dikemukan Mar’ie Muhammad dan Astar Siregar (1985), sebagai berikut:

39 Riant Nugroho dan Randy Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: PT

(11)

a. Perusahaan Negara merupakan alat yang efektif untuk melaksanakan pembangunan;

b. Negara c.q. pemeritah selaku pemilik perusahaan Negara tersebut merasa memiliki wewenang untuk member penugasan apa pun jugakepada perusahaan Negara yang dimilikinya.

c. Dalam pelaksanaan pembangunan sering kali dirasakan perlu untuk melaksanakan proyek – proyek tertentu yang tidak terdapat di dalam rencana pembangunan yang di tetapkan semula. Salah satu cara untuk melaksanakan proyek – proyek tersebut adalah melalui perusahaan Negara.40

Dalam PP No. 12 Tahun 1998 tentang Persero dikemukakan bahwa pada hakikatnya fingsi utama persero adalah pemupukan dana bagi Negara ataupun sebagai alat untuk mencari sumber keuangan bagi Negara.41

Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dikatakan Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah42

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

:

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

40 Mar’ie Muhammad dan Astar Siregar, Op.cit., hlm.219. 41 Aminuddin Ilmar,Op,cit., hlm.89.

(12)

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Dan pada ayat (2) pasal ini dikatakan bahwa Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.43

Dari penjabaran tujuan dari BUMN diatas dapat kita simpulkan bahwa dengan sifat BUMN yang memberi jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum serta memupuk pendapatan, maka disini terlihat perbedaannya secara mendasar dengan usaha swasta dan koperasi yang mendasarkan pemupukan keuntungsan sebagai hal yang utama. Selain itu perumusan dalam ketentuan tersebut diatas jelas pula dimaksudkan untuk membangun suatu tatanan ekonomi nasional dengan mengutamakan

BUMN didirikan dari awalnya adalah untuk memajukan perekonomian nasional, dan upaya dari Negara untuk menguasai bidang kehidupan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak hanya itu, tujuan dari adanya BUMN juga menjadi suatu perusahaan printis atau pemula dari kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

(13)

kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan demi terwujudnya suatu masyarakat yang adil dan sejahtera.

8. Bentuk Usaha BUMN

Menurut Fernandes (1981),sebagaiman dikutip dari Sri Maemunah Suharto, bahwa yang dimaksud dengan BUMN adalah suatu organisasi yang sebagian atau seluruhnya saham atau modalnya dimiliki oleh Negara dan ditetapkan baik untuk tujuan komersial maupun tujuan social. Untuk lebih jelasnya dikemukakan sebagai berikut:44

Selanjutnya, Jones (1982) memgemukakan adanya dua dimensi yang harus dimiliki oleh BUMN.

Public enterprise is an organization, wholly or by a majority public owned, set up to achieve commercial and social goals, engage in economic activities or services and whose affairs are capable of being stated in terms of balances sheets and loss accounts.

45

Menurutnya BUMN mempunyai dua dimensi, yakni dimensi public dan dimensi badan usaha atau enterprise. Dimensi public dan badan usaha akan ditentukan dari pemilikan(ownership) serta pengawasan dari negara, yakni sejauh mana keputusan intern dapat dilakukan oleh pimpinan perusahaan.46

44 Sri Maemunah Suharto, “Pengelompokan BUMN dalam Rangka penyusunan Tolok Ukur pada Evaluasi Kinerja di Indonesia,” Disertasi, Program Pascasarjana, Universitas

Airlangga, 1996,hlm.36.

45 Ibid.,hlm.37.

46 Ibid.

(14)

a. Tujuan yang berorientasi kepentingan masyrakat atau public

purpose;

b. Pemilikan oleh Negara atau public ownership;dan

c. Pengawasan public atau public control.47

Sedangkan dimensi badan usaha yakni dimana BUMN sebagai persero harus dapat difungsikan sebagai salah satu sumber pendapatan bagi Negara.

Oleh karena itu, pendirian BUMN maupun penyelenggaraannya disamping sebagai pemenuhan kepentingan, kebutuhan , serta pelayanan terhadap masyarakat, diharapkan menjadi sumber pendapatan Negara.

Sehingga menurut Undang – Undang 9 Tahun 1969 tentang Bentuk – bentuk Usaha Negara, usaha BUMN dibagi atas tiga bentuk usaha Negara, yakni:

1. Semua perusahaan yang didirikan dan diatur menurut ketentuan IBW dengan stbl.1972 Nomor 419 dinamakan Perusahaan Jawatan disingkat “Perjan.”

2. Semua perusahaan yang modal seluruhnya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan yang tidak dibagi atas saham – saham yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan Undang – undang Nomor 19 prp

(15)

Tahun1960 dan telah diganti dengan PP Nomor 13 Tahun 1998, perusahaan ini dinamakan Perusahaan Umum disingkat “Perum.”

3. Semua perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang diatur menurut Kitab Undang – undang Hukum Dagang (KUHD) dengan stbl.1847 Nomor 23 telah diganti melalui Undang – undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), baik yang sahamnya untuk seluruhnya atau untuk sebagiannya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan, perusahaan ini dinamakan dengan “persero.”48

Akan tetapi kini telah lahir Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menjadi hukum positif BUMN. Pada Pasal 9 Undang – Undang ini mengatakan bahwa BUMN terdiri dari Persero dan Perum saja, dengan kata lain Perjan pada peraturan sebelumnya telah dihapuskan.

Sehingga bentuk dari BUMN pada saat ini terdiri atas:49

1. Persero

Pada Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang No.19 Tahun 2003 terdapat pengertian dari persero yakni, Perusahaan Perseroan,

48 Aminuddin Ilmar, Op.cit.,hlm.84.

49Hessel Tangkilisan Nogi, Distorsi Pengelolaan Privatisasi Jalan Tol, (Yogyakarta :

(16)

yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

2. Perum.

Pada Pasal 1 ayat (4) Undang – Undang No. 19 Tahun 2003 terdapat pengertian dari Perum yakni, Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

E. Lembaga – Lembaga Negara Yang Berperan Dan Berwenang Atas

Perusahaan BUMN.

4. Kementerian Keuangan Negara

(17)

penjajahan Jepang di Indonesia juga digunakan sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan.

Segera sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 diumumkan, Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri. Uang tersebut, bagi pemerintah tidak sekedar sebagai alat pembayaran semata-mata, tetapi juga berfungsi sebagai lambang utama suatu negara merdeka, serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Oleh sebab itu semua hal yang berhubungan dengan keuangan Negara maka akan berkaitan dengan Kementerian Keuangan.

BUMN yang mayoritas modalnya berasal dai Kekayaan Negara yang dipisahkan memiliki keterkaitan dengan Kementerian Keuangan. Hal ini dikarenakan Kekayaan yang dipisahkan pada BUMN termasuk ke dalam keuangan Negara. Oleh sebab itu dalam hal penyetoran modal mayoritas tersebut kepada BUMN akan melibatkan Kementerian Keuangan, sebab modal yang disetor merupakan keuangan Negara.50 Demikian juga pada saat pembagian laba BUMN, Kementerian Keuangan pun berperan di dalamnya, hal ini akan dimasukkan pada laporan Anggaran Penerimaan Belanja Negara. Kementerian keuangan ini berperan aktif dalam membantu kementerian BUMN dalam menjalankan Perusahaan BUMN.

(18)

5. Kementerian BUMN

Kementerian BUMN merupakan transformasi dari unit kerja eselon II

eselon I (1993-1998 dan 2000-2001). Tahun 1998-2000 dan tahun 2001 sampai sekarang, unit kerja tersebut menjadi Kementerian BUMN.51

Selanjutnya terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Persero dan BUN (Badan Usaha Negara). Terakhir kalinya pada unit organisasi setingkat eselon II, organisasi ini berubah menjadi Direktorat Pembinaan BUMN sampai dengan tahun 1993.

Kementerian BUMN memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan pembinaan terhadap perusahaan negara atau BUMN di Indonesia. Kementerian BUMN telah ada sejak tahun 1973, yang awalnya merupakan bagian dari unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan. Selanjutnya, organisasi tersebut mengalami beberapa kali perubahan dan perkembangan. Dalam periode 1973 sampai dengan 1993, unit yang menangani pembinaan BUMN berada pada unit setingkat eselon II. Awalnya, unit organisasi itu disebut Direktorat Persero dan PKPN (Pengelolaan Keuangan Perusahaan Negara).

51 Sejarah BUMN,

(19)

Selanjutnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan terhadap BUMN, dalam periode 1993 sampai dengan 1998, organisasi yang awalnya hanya setingkat Direktorat/eselon II, ditingkatkan menjadi setaraf Direktorat Jenderal/eselon I, dengan nama Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara (DJ-PBUN).

Mengingat peran, fungsi dan kontribusi BUMN terhadap keuangan negara sangat signifikan, pada tahun 1998 sampai dengan 2000, pemerintah Indonesia mengubah bentuk organisasi pembina dan pengelola BUMN menjadi setingkat kementerian. Awal dari perubahan bentuk organisasi menjadi kementerian terjadi di masa pemerintahan Kabinet Pembangunan VI, dengan nama Kantor Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN.

(20)

Usaha Milik Negara. Kementerian BUMN ini sangat berperan aktif dan berwenang atas perusahaan BUMN, sebab itu merupakan tugas utamanya.

Ada pun organisasi Kementerian BUMN terdiri dari:

1. Menteri BUMN

2. Sekretariat Kementerian BUMN

3. Deputi Bidang Usaha Perbankan dan Jasa Keuangan

4. Deputi Bidang Usaha Jasa Lainnya

5. Deputi Bidang Usaha Logistik dan Pariwisata

6. Deputi Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan

7. Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi

8. Deputi Restrukturisasi dan Privatisasi

6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada

(21)

Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan

Pemeriksa Keuang

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945;

Dengan dibentuknya Negara Kesatua

(22)

Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Nederlandsch Indië

Civil Administratie52

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan

Pemeriksa Keuangan berdasark

Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di53

Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarka

menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.54

Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi

Badan Pemeriksa Keuangan berdasarka

52 Sejarah BPK RI dan Tugas BPK,

maret 2014).

53 Ibid.

(23)

landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.55

Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.

Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.

(24)

BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendirSi (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.

(25)

UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara; UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; UU No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

BPK yang merupakan Badan yang dibentuk untuk melakukan pemeriksaan Keuangan Negara dianggap berhak melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan BUMN, hal inilah yang menjadikan adanya keterkaitan antara BPK dan BUMN, dikarenakan Kekayaan Negara yang dipisahkan terdapat di dalam BUMN.

F. Peraturan Perundang – Undangan Yang Mengatur Kewenangan

Negara Terhadap Perusahaan BUMN.

4. Pengaturan dalam UU BUMN

BUMN selaku perusahaan Negara, yang dimana seluruh atau sebagian besar dari sahamnya adalah milik Negara. Melihat perusahaan BUMN adalah perusahaan Negara maka terdapat kewenangan Negara di dalamnya.

(26)

“Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.”

Dari bunyi Pasal 1 ayat (5) tersebut dapat dilihat bahwa adanya menteri yang ditunjuk untuk mewakili pemerintah. Terdapat pula menteri teknis seperti yang tercantum pada Pasal 1 ayat (6) Undang – undang BUMN ini, yakni, menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha.

Pada Pasal 10 Undang – Undang No.19 Tahun 2003 terdapat wewenang dari menteri yang pada Pasal 1 ayat (5) telah dikatakan sebagai wakil dari pemeritah. Wewenang yang dimaksudkan adalah wewenang dalam pendirian Persero yakni:

(1) Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.

(2) Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan peraturan perundangan-undangan.

Kedua hal yang terdapat pada perusahaan persero diatas sama halnya dengan Perum. Tidak hanya hal diatas pada Undang – Undang No.19 Tahun 2003 juga mengatur wewenang pemeritah yang diwakili menteri yakni terdapat pada Pasal 14 :

(27)

Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.

(2) Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS. (3) Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),

wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai :

a. perubahan jumlah modal; b. perubahan anggaran dasar; c. rencana penggunaan laba;

d. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero;

e. investasi dan pembiayaan jangka panjang; f. kerja sama Persero;

g. pembentukan anak perusahaan atau penyertaan; h. pengalihan aktiva.

Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris Persero pun pemeritah memiliki andil melalui RUPS, sebab pengangkatan dan pemberhentian organ – organ Persero tersebut dapat dilakukan oleh RUPS, dalam hal menteri bertindak selaku RUPS maka pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris oleh menteri.

(28)

Undang – Undang No. 19 Tahun 2003, yakni pada bab tiga bagian keempat sebagai berikut:

Kewenangan Menteri Pasal 38

(1) Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi.

(2) Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.

(3) Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum yang bersangkutan.

Pasal 39

Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:

a. baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;

b. terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau

(29)

5. Pengaturan dalam UU Keuangan Negara

Dasar hukum Keuangan Negara adalah Undang – Undang No. 17 Taahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Pasal 1 ayat (1) dikatakan, “Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Pada Pasal 1 ayat (5) Undang – Undang ini menjelaskan tentang perusahaan Negara yakni:

“Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.”

Sementara keuangan Negara yang dimaksud pada Pasal 1 ayat (1) dijelaskan Pada Pasal 2, dan yang berhubungan dengan Perusahaan BUMN terdapat pada huruf (g) yakni:

“kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.”

(30)

Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam hal kekayaan Negara yang

dipisahkan termasuk Perusahaan BUMN. Sehingga menurut Undang – undang ini yang berwenang melakukan pengelolaan keuangan Negara yang terdapat pada perusahaan BUMN adalah Menteri Keuangan, selaku wakil Pemerintah.

Pada Pasal 24 Undang – Undang No. 17 Tahun 2003 dapat dilihat hubungan Keuangan antara pemeritah dan Perusahaan Negara. Pada Pasal 24 angka (1), (2), dan (3) berisikan :

(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.

(2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.

(3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.

(31)

6. Pengaturan dalam UU BPK

Pada Pasal 1 Ayat (1) Undang – Undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) diuraikan definisi dari BPK serta tugasnya yakni56

Pada Pasal 1 ayat (7) Undang – Undang No.15 Tahun 2006 tersebut dijelaskan juga definisi dari keuangan Negara yakni

:

“Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga Negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

57

Tugas dari BPK yang berhubungan dengan Perusahan BUMN terlihat dari isi Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang – Undang No. 15 Tahun 2006 yakni

:

“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”

58

(1) “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

:

(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

56Pasal 1 ayat (1) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa

Keuangan.

57

Pasal 1 ayat (7) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

58Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa

(32)

Sedangkan wewenangnya terhadap perusahaan BUMN dapat dilihat pada pasal 9 ayat (1) huruf (b) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 yakni59:

“Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.”

Dari pemaparan Pasal – pasal pada Undang – Undang No.15 Tahun 2006 diatas yang menyangkut Tugas dan Kewenangan BPK terhadap perusahaan BUMN dapat kita ketahui bahwa BPK ditugasi untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang ada di dalam perusahaan BUMN, keuangan Negara yang dimaksud adalah kekayaan Negara yang dipisahkan di dalam perusahaan BUMN.

59Pasal 9 ayat (1) huruf (b) Undang – undang No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti terdapat hubungan antara kekerasan dalam rumah tangga orang tua dengan kenakalan remaja pada siswa kelas XI SMA

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi berdasarkan indek harga konsumen, suku bunga Bank Indonesia dan nilai tukar Rupiah terhadap

Dalam kegiatan ilmiah jawaban atau jawaban sementara yang hendak di pecahkan haruslah mempergunakan pengetahuan ilmiah (ilmu) sebagai dasar argumentasi dalam

Implementasi Model Pembelajaran Listening Team dalam meningkatkan hasil Belajar Akidah Akhlak ...29. Lokasi dan Subjek

Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2012, dengan kami ini minta kepada Saudara Direktur untuk hadir dalam melakukan Pembuktian Kualifikasi dengan membawa berkas asli data perusahaan pada

1) Persiapan yang dilakukan guru bimbingan dan konseling layanan informasi tentang minat belajar dengan mempersiapkan sesuatunya berkaitan dengan kegiatan yang

[r]

WARINTEK (Warung Informasi dan Teknologi), adalah sebuah tempat yang dapat digunakan oleh masyarakat desa khususnya Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak untuk menempa