BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar memainkan peran penting dalam hukum persaingan. Namun
demikian persaingan tidak dapat dianalisis dalam pasar yang sangat luas dan
umum, dan karenanya identifikasi pasar untuk membatasi analisis persaingan
sangat diperlukan. Pasar produk dan pasar geografis merupakan kriteria pokok
untuk menentukan pasar yang baik dalam hukum persaingan di Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selanjutnya kriteria tersebut akan memberikan batas ruang praktik-praktik
bisnis yang restriktif, yaitu praktek-praktek yang menimbulkan praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dalam bentuk penetapan
harga, pemboikotan, oligopsoni, monopoli, monopsoni, penguasaan pasar,
persekong-kolan, penggunaan posisi dominan secara umum dan atau
penggunaan posisi dominan melalui jabatan rangkap dan/atau melalui
pemilikan saham.1
Terdapat banyak cara yang dipergunakan oleh pelaku pasar dengan
tujuan untuk menguasai pasar. Ada beberapa perbuatan yang dilakukan pelaku
pasar yang diatur menurut hukum persaingan karena dinyatakan sebagai
pelanggaran dan dapat mengakibatkan terganggunya proses persaingan, tidak
tercapainya efisiensi, serta tidak teralokasinya sumber daya. Akan terjadi juga
perpindahan kesejahteraan konsumen ke kesejahteraan produsen sehingga pada
akhirnya konsumen akan dirugikan dalam hal harga, kualitas, dan pilihan
produk. Oleh sebab itu dalam upaya memenangkan persaingan, berbagai cara
dilakukan oleh pelaku untuk mencoba mengusir pesaingnya dari pasar.
Persaingan sehat dalam dunia usaha mendapat keuntungan terjadi dalam
berbagai bentuk, misalnya harga, jumlah, pelayanan, ataupun kombinasi
berbagai faktor yang akan dinilai oleh konsumen. Namun di samping upaya
melakukan persaingan yang sehat banyak pelaku usaha juga melakukan
perbuatan yang melanggar undang-undang untuk memenangkan persaingan.
Salah satu cara untuk melakukan upaya monopoli dan persaingan tidak sehat
adalah melakukan perjanjian penjualan secara rugi.
Menjual di bawah harga modal (menjual rugi) atau dalam istilah asing
dikenal dengan istilah predatory pricing adalah suatu tindakan menjual suatu
produk di bawah harga modal atau di bawah harga produksi, dengan harapan
dapat mengalahkan saingan produk yang sejenis. Dengan adanya tindakan
menjual rugi tersebut maka konsumen akan dialihkan perhatiannya pada
produk yang dijual rugi tersebut selanjutnya akan mengacuhkan produk sejenis
yang menjual dengan harga standar.
Menjual di bawah harga modal (menjual rugi) adalah salah suatu
persaingan usaha, dimana upaya menjual rugi tersebut akan mengakibatkan
produk saingan tidak akan mampu bertahan dan selanjutnya menghilang.
Dengan hilangnya produk saingan dari suatu produk yang dijual rugi, maka
produk yang dijual rugi tersebut oleh pengusaha akan dikembalikan kepada
harga standar bahkan dapat lebih tinggi. Konsumen yang selama ini dapat
memperoleh suatu produk dengan harga murah tatkala harga produk tersebut
dinaikkan akan tetap melakukan pembelian karena tidak ada lagi produk yang
sejenis yang diproduksi perusahaan lain yang diperjual belikan di pasaran.
Pasar merupakan faktor kunci dalam hukum persaingan. Peran penting
pasar bagi persaingan dijelaskan dengan menekankan terwujudnya pasar yang
berfungsi sebagai pra syarat pertama yang harus dipenuhi dalam kebijakan
ekonomi nasional, selain mekanisme harga, agar persaingan dapat
berlangsung. Konsep pasar diakui mewakili konsep dasar ketika dilakukan
analisis persaingan. Konsep dasar bersangkutan digunakan untuk
mengidentifikasikan produk dan kegiatan yang bersaing dalam bisnis.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang
akan menjadi batasan pembahasan dari penelitian ini nantinya, antara lain :
a. Bagaimana praktek menjual rugi dalam industri retail dalam perspektif
b. Bagaimana penyebab terjadinya praktek jual rugi dalam industri retail?
c. Bagaimana akibat hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan praktek
jual rugi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui praktek menjual rugi dalam industri retail dalam
perspektif Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya praktek jual rugi dalam industri
retail.
3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan
praktek jual rugi
Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Dari segi teoritis sebagai suatu bentuk penambahan literatur di bidang
hukum bisnis khususnya dalam lingkup hukum persaingan usaha.
b. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan
para pihak yang berkepentingan khususnya dalam hal yang menyangkut
tentang persaingan usaha dalam kajian perihal menjual rugi.
D. Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang membahas tentang Akibat Hukum
ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Sehingga penulisan
skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan
akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Jual beli
Sebagaimana diketahui bahwa pada prinsipnya di dalam pelaksanaan
jual beli tentu akan melibatkan pihak pembeli dan penjual dan juga bahwa
sebelum terjadinya pelaksanaan jual beli tersebut maka terlebih dulu lahir
adanya kesepakatan antara pihak (baik pihak pembeli maupun pihak penjual)
terhadap obyek yang dijadikan sebagai obyek jual beli tersebut. Maka untuk
lebih memahami apakah sebenarnya yang perlu dilihat dalam proses jual beli
tersebut, sebaiknya harus kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan jual
beli.
Menurut ketentuan Kitab Undng-Undang Hukum Perdata bahwa jual
beli itu diartikan suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu
(si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang
pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri
atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Untuk mengetahui pengertian perjanjian jual beli ada baiknya dilihat
Pasal 1457 KUH Perdata yang menentukan “ jual beli adalah suatu persetujuan
(zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji
untuk membayar harga”.
Dari bunyi Pasal 1457 KUH Perdata di atas maka dapat dikemukakan
beberapa hal yaitu :
1. Terdapat dua pihak yang saling mengikatkan dirinya yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan jual beli tersebut.
2. Pihak yang satu berhak untuk mendapatkan/menerima pembayaran dan berkewajiban menyerahkan suatu kebendaan, sedangkan pihak lainnya berhak atas mendapatkan/menerima suatu kebendaan dan berkewajiban menyerahkan suatu pembayaran,
3. Hak bagi pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya, begitupun sebaliknya, kewajiban bagi pihak yang satu merupakan hak bagi pihak lainnya,
4. Bila salah satu tidak terpenuhi atau kewajiban tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.2
Wirjono Prodjodikoro mengatakan “ jual beli adalah suatu persetujuan
dimana suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang,
dan pihak lain berwajib membayar harga, yang dimufakati mereka berdua“.3
Volmar sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaja mengatakan “
jual beli adalah pihak yang satu penjual (verkopen) mengikat diri kepada pihak
lainnya pembeli (loper) untuk memindah tangankan suatu benda dalam
eigendom dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir,
sejumlah tertentu, berwujud uang “.4
2 Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 24.
3
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1991, hal. 17.
Sedangkan Gunawan dan Kartini mengemukakan jual beli itu ialah
perjanjian / persetujuan / kontrak dimana satu pihak (penjual) mengikat diri
untuk menyerahkan hak milik atas benda/barang kepada pihak lainnya
(pembeli) yang mengikat dirinya untuk membayar harganya berupa uang
kepada penjual .5
- Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUH Perdata di atas,
perjanjian jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban :
- Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada
penjualan.
Dari ketentuan di atas sebenarnya dapat kita lihat bahwa perkataan jual
beli dimaksud menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan
menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang
mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah
Belanda “koop enverkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak
yang satu “verkoop” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli).
Selanjutnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa di
dalam pelaksanaan jual beli tersebut tentu ada obyeknya. Oleh karena itu dapat
kita perhatikan bahwa barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus
cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada
saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.
Di samping masalah obyek yang dipersoalkan dalam jual beli tersebut
maka perlu juga kita tinjau masalah saat terjadinya jual beli tersebut.
Untuk memudahkan pemahaman kita akan hal itu maka harus kita lihat
mengenai unsur-unsur pokok (“essentalia”) perjanjian jual beli yaitu : barang
dan harga. Sesuai dengan azas “Konsensualisme” yang menjiwai hukum
perjanjian, di mana perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik
tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah
setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.
Untuk lebih jelasnya sehubungan dengan sifat konsensuil dari jual beli
tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang berbunyi : “Jual
beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
Dari kriteria di atas maka sebenarnya dapat digambarkan begitulah
pengertian jual beli secara umum atau pengertian jual beli semacam ini bisa
kita temukan di mana-mana, misalnya di pasar, di toko-toko, di
restauran-restauran dan lain-lain.
Menurut Zeylemaker yang dimuat dalam buku ke-4 karangan H.M.N.
Purwosutjipto, yang berjudul Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia
menyebutkan jual beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual beli sebagai
perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau pengusaha lainnya, yang
berdasarkan perusahaannya atau jabatannya melakukan perjanjian jual beli.6
Oleh karena itu jual beli perusahaan adalah perjanjian jual beli yang bersifat
khusus. Khususnya terletak dalam beberapa hal, yaitu antara lain :
a. Jual beli perusahaan merupakan suatu perbuatan perusahaan.
b. Para pihak dalam perjanjian, salah satunya atau kedua-duanya pengusaha,
yaitu orang atau badan hukum yang menjalankan perusahaan.
c. Barang-barang yang diperjual belikan, biasanya adalah barang-barang
dagangan atau barang-barang yang tidak untuk dipakai sendiri atau untuk
kepentingan konsumsi pribadi.
2. Menjual Rugi (Predatory Pricing)
Menjual rugi atau predatori pricing dalam hukum persaingan sampai
saat ini masih diperdebatkan secara kontroversial. Perdebatan ini terfokus
pada beberapa hal, yaitu tujuan undang-undang, fungsi pendekatan dan
perhitungan ekonomi, kemampuan pasar untuk mengontrol proses persaingan
dan juga sistem hukum yang harus mampu mendeteksi tindakan yang
melanggar, serta berbagai argumentasi lainnya.
Analisis klasik tindakan menjual rugi adalah ketika sebuah perusahaan
yang memiliki posisi dominan atau kemampuan keuangan yang kuat menjual
produknya di bawah harga produksi dengan tujuan memaksa pesaingnya
keluar dari pasar.7
7
Ningrum Natasya Sirait, Menjual Rugi (Predatory Pricing) Dalam Hukum Persaingan
dan Pengaturannya dalam UU No. 5 /1999, Jurnal Hukum Bisnis Volume 23 No. 1 Tahun 2004,
hal. 72.
akan menaikkan harganya kembali di atas pasar dan berupaya untuk
mengembalikan kerugiannya dengan mendapatkan keuntungan dari harga
monopoli (karena pesaingnya sudah keluar dari pasar). Menjual rugi
dinyatakan sebagai tindakan yang berdasarkan atas perhitungan efisiensi.
Dalam mekanisme ekonomi pasar, persaingan akan menghasilkan
pelaku yang efisien, kualitas yang baik, dan harga yang terjangkau konsumen.
Hukum persaingan sendiri ditujukan untuk melindungi proses persaingan dan
bukan melindungi pesaing yang kalah dalam proses persaingan. Namun
Hukum Persaingan akan membatasi bila ada pelaku pasar yang berupaya
mengeksploitasi kekuatan pasar untuk mengusir pesaingnya dari pasar dan
sesudahnya akan memiliki kekuatan pasar yang lebih besar lagi. Dengan kata
lain pelaksanaan tindakan menjual rugi adalah dengan mengorbankan
keuntungan yang tujuannya tidak jelas dan tidak dapat dijelaskan kecuali
sebagai strategi mengurangi persaingan dan sesudahnya berupaya kembali
mendapatkan keuntungan monopoli dengan menetapkan harga di atas
persaingan untuk suatu jangka waktu tertentu sesudah pesaing tersingkir dari
pasar.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Sifat dan materi penelitian
menelaah dan menjelaskan serta menganalisa peraturan-peraturan yang berlaku
dihubungkan dengan pengaturan pasar bersangkutan (relevant market)
menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Sedangkan materi penelitian ini
adalah berdasarkan data sekunder yaitu berdasarkan telah teoritis.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti penerapan
ketentuan-ketentuan perundang-undangan (hukum positif) dalam bidang
persaingan usaha. Dengan demikian penelitian yang dilakukan merupakan
penelitian hukum juridis normatif yaitu suatu penelitian dengan mengambil
kerangka penelitian berdasarkan ketentuan pengaturan perundang-undangan,
yang kemudian hasilnya akan dipaparkan dalam bentuk deskripsi berupa
pemaparan hal-hal yang ditemukan dalam penelitian tersebut.
2. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :
1) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945,
2) Peraturan perundang-undangan yang berkait hukum anti monopoli yaitu
Undang-Undang N0. 5 Tahun 1999.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti : buku-buku, hasil-hasil penelitian, karya dari
kalangan hukum dan sebagainya.
1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder.
2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang
hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan
sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
3. Alat pengumpul data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan yang
merupakan alat pengumpul data dalam bentuk sekunder.
4. Analisis hasil penelitian
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran
kepustakaan, studi dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa
kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang
teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik
beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dimana dalam
bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini
dibuat dalam bentuk uraian:
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti
penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Permasalahan,
Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode
Penelitian serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Praktek Menjual Rugi Dalam Industri Retail Dalam Perspektif
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pasar
Persaingan, Hukum Monopoli dan Persaingan Usaha, Praktek
Menjual Rugi Dalam Industri Retail Dalam Undang-Undang No. 5
Tahun 1999
Bab III. Penyebab Terjadinya Praktek Jual Rugi Dalam Industri Retail
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang Industri
Retail, Model dan Macam Industri Retail, serta Penyebab
Terjadinya Praktek Jual Rugi Dalam Industri Retail.
Bab IV. Akibat Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Melakukan Praktek
Jual Rugi
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Faktor
Penyebab Pelaku Usaha Melakukan Perbuatan Jual Rugi, Akibat
Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Melakukan Praktik Jual
Rugi, serta Upaya Penanggulangan Praktik Jual Rugi.
Bab V. Kesimpulan dan Saran