BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Modal Ventura
Modal Ventura adalah suatu jenis pembiayaan berupa penyertaan
modal dalam jangka waktu tertentu oleh Perusahaan Modal Ventura (PMV)
kepada Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) baik perorangan, kelompok, maupun
usaha berbadan hukum dengan pola pembagian keuntungan yang akan
ditentukan bersama oleh PMV dan PPU (Zimmerer, 2002). Pemegang saham
Perusahaah modal ventura ( PMV ) terdiri dari para pengusaha dan perusahaan
serta perorangan. PMV tidak diperbolehkan untuk menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk giro, deposito dan tabungan untuk menunjang
pendanaannya, sehingga untuk mendukung pendanaanya selain diperoleh dari
pemegang saham juga dari kreditur atau dari pihak lainnya yang dapat bekerja
sama dalam mengembangkan usaha kecil menengah (UKM).
Modal ventura menurut Waluyo (2003) mempunyai karakteristik antara
lain :
a. Bersifat Risk Capital, yaitu mempunyai tingkat risiko atas modal yang
ditanamkan karena bertindak sebagai investor dan bukan lender.
b. Merupakan Active Investment, yaitu jika dipandang perlu melibatkan
diri dalam pengelolaan PPU.
c. Pembiayaan modal ventura hanya dalam kurun waktu 3 - 6 tahun.
Diharapkan dalam kurun waktu tersebut PPU yang bersangkutan sudah
berkembang, PMV akan menarik diri karena PPU tidak lagi memerlukan
modal ventura. Hal ini berbeda dengan sumber permodalan perbankan
atas sumber permodalan lainnya yang jangka waktu pinjamannya dapat
lebih dari 6 tahun.
d. Dapat membiayai pada berbagai tingkat pertumbuhan usaha.
e. Mengharapkan Capital Gain / Bagi Hasil atas investasi yang ditanamkan.
2.2. Perusahaan Modal Ventura (PMV)
Perusahaan Modal Ventura (PMV) adalah suatu badan berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak dalam bidang pemberian pinjaman
modal ventura dengan tujuan menyertakan modal kepada perusahaan kecil
maupun menengah untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangan
kemampuan berusaha para pengusaha tanpa menyimpang dari pelaksanaan
kaidah bisnis yang sehat. Dengan demikian Perusahaan Modal Ventura
merupakan Perusahaan yang ingin menanamkan modalnya dengan
mengharapkan keuntungan yang tinggi (Zimmerer, 2002). Adapun Tujuan PMV
memberikan penyertaan modal adalah :
a. Ingin memperoleh keuntungan dengan cara bagi hasil melalui
kerjasama kemitraan dengan PPU.
b. PPU memiliki potensi untuk dikembangkan dan prospek usahanya
menguntungkan bila bekerjasama dengan PMV.
c. Melalui jalinan kemitraan antara PMV dan PPU, maka PMV akan
mendorong perusahaan kecil sampai menengah untuk mampu mandiri dan
Pada dasarnya PMV dapat membiayai semua jenis usaha yang memiliki
prospek dan potensi untuk berkembang. Usaha agribisnis yang dapat dibiayai
dengan PMV adalah usaha tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan,
peternakan dan perikanan. Usaha tersebut meliputi kegiatan budidaya,
pengolahan hasil, pemasaran dan kegiatan jasa lainnya yang berhubungan
dengan agribisnis. Bantuan modal ventura adalah PMV diberikan kepada PPU
yang usahanya baru dimulai maupun pada tahap pengembangan usaha, baik
modal investasi untuk pembelian peralatan dan mesin, maupun modal kerja
seperti pupuk, benih, bahan baku dan lain-lain.
Jenis Pembiayaan yang berlaku di penyaluran modal ventura adalah
sebagai berikut ;
a. Penyertaan Saham. Merupakan penyertaan modal ventura pada
Perusahaan Pasangan Usaha PPU berbadan hukum Perusahaan
Terbatas ( PT ) dalam bentuk pengambilan sejumlah saham tertentu dari
Perusahaan Pasangan Usaha ( PPU ).
b. Obligasi Konversi. Merupakan bentuk pembiayaan yang pada awalnya
dilakukan dalam bentuk utang piutang, dimana nantinya akan di
konversikan menjadi saham
c. Pembiayaan Bagi Hasil. Merupakan Jenis pembiayaan dengan sistem bagi
hasil atau partisipasi terbatas. Besarnya prosentase bagi hasil tersebut
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara PMV dan PPU. Adapun
prinsip–prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut :
1) Kesepakatan nilai Proyek dan rencana usaha serta jumlah
2) Kesepakatan perhitungan dan prosentase bagi hasil.
3) Kesepakatan jangka waktu pembiayaan.
4) Kesepakatan menjalankan usaha.
5) Kesepakatan perlakuan pembukuan dan pelaporan.
2.3. Perusahaan Pasangan Usaha (PPU)
Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan,
disebutkan bahwa PPU adalah perusahaan yang berbentuk perorangan atau
kelompok / koperasi atau badan hukum penerima modal ventura. Manfaat sumber
pembiayan modal ventura bagi PPU adalah :
a. PPU mempunyai mitra usaha dari PMV dan bisa mendapatkan
bimbingan teknis, manajemen dari instansi Pemerintah maupun swasta
b. Tersedianya sumber pembiayaan yang murah untuk jangka pendek,
tanpa harus membayar cicilan pinjaman bulanan seperti halnya pinjaman
dari bank komersial.
c. PPU dapat memperoleh bantuan manajemen dari PMV yang
mempunyai latar belakang bisnis yang kuat, sehingga meningkatkan
peluang keberhasilan bisnis.
d. PPU dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan keuntungan.
Jenis Usaha yang dapat dibiayai oleh modal ventura adalah usaha
agribisnis perorangan, kelompok tani atau perusahaan berbadan hukum yang
dinilai layak oleh PMV, yaitu yang mempunyai peluang keberhasilan yang besar,
mempunyai resiko rendah, dan mempunyai prospek untuk berkembang dalam
2.4. Kebijakan Perkreditan
Secara garis besar, kebijakan umum perkreditan didasarkan atas:
a. Undang-undang Perbankan: dimaksudkan untuk menumbuh kembangkan
Bank yang sehat dan kuat, dengan prinsip kehati-hatian (prudential
banking)
b. Kebijakan Umum Perkreditan (KUP) adalah kebijakan perkreditan sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen, mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasannya.
c. Pedoman Pelaksanaan Perkreditan (PPK), atau ada juga yang menyebut
dengan Standar Operasional Perkreditan (SOP), merupakan pelaksanaan
perkreditan yang dapat menjamin pemberian kredit yang sehat.
Dalam Pemberian kredit maka suatu bank harus merasa yakin bahwa
kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan diperoleh dari hasil
penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kegiatan perkreditan dapat
berjalan lancar jika rangkaian peraturam-peraturan yang ditetapkan secara lisan
dan tulisan yang menjadi syarat utama dalam pemberian kredit disebut sebagai
kebijakan kredit (Credit Policy) yang disusun secara profesional dan
dipergunakan sebagai pedoman kerja penerimaan dan penyaluran kredit .
Berdasarkan uraian tersebut maka kebijakan kredit adalah seperangkat
keputusan yang melengkapi periode kredit, standar kredit, prosedur pengumpulan
piutang dan potongan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan. Dalam
a. Azas Likuiditas
Azas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga tingkat
likuiditas, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan kehilangan
kepercayaan.
b. Azas Solvabilitas
Menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk
kredit sehingga dalam kebijakan kredit bank harus pandai mengatur
penanaman dana baik dalam bidang perkreditan maupun surat berharga
pada suatu tingkat resiko kegagalan sekecil mungkin.
c. Azas Rentabilitas
Azas yang mengharuskan bank untuk memperoleh laba baik untuk
mempertahankan eksistensinya maupun untuk keperluan pengembangan
dirinya.
2.4.1. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit
a. Kredit yang diberikan bank mengandung resiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat.
b. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah
didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan
yang jelas.
c. Kebijakan perkreditan bank berperan sebagai panduan dalam pelaksanaan
d. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan
perkreditan yang disusun dan diterapkan berdasarkan asas-asas perkreditan
yang sehat, maka perlu pedoman pada ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia.
e. Ketentuan kebijakan perkreditan perlu ditetapkan agar setiap bank
memiliki dan menerapkan kebijakan kredit yang baik, yang:
1) Mampu mengawasi portofolio kredit secara keseluruhan dan
menetapkan standart dalam proses pemberian kredit secara individual.
2) Memiliki standar / ukuran yang mengandung pengawasan intern pada
semua tahapan proses perkreditan.
f. Bagi bank yang belum memiliki kebijakan perkreditan, wajib menyusun
dan menerapkan kebijakan kredit yang minimal mengandung semua
aspek yang tertuang pada pedoman kebijakan perkreditan.
g. Bagi bank yang telah memiliki kebijakan perkreditan, wajib meneliti
kembali apakah semua aspek dalam pedoman kebijakan perkreditan telah
tercakup dalam kebijakan perkreditan dan melakukan penyesuaian apabila
belum mencakup seluruh aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan
perkreditan.
h. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal dalam
kebijakan tersebut mencakup:
1) Prinsip kehati-hatian perkreditan.
2) Organisasi dan manajemen perkreditan.
3) Kebijakan persetujuan perkreditan.
5) Pengawasan kredit.
6) Penyelesaian kredit bermasalah.
i. Kebijakan perkreditan bank yang baik minimal sebagai pedoman dalam
penyusunan kebijakan perkreditan. Dalam penyusunan kebijakan
perkreditan bank dapat menambah dan memperluas aspek-aspek yang
tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan.
j. Kebijakan kredit selanjutnya harus menjadi acuan dan harus tercermin
dalam pedoman pelaksanaan kredit yang dipergunakan oleh setiap bank.
k. Bank wajib menyampaikan kebijakan kredit dan wajib mendapat
persetujuan dewan komisaris.
l. Bank wajib melaksanakan kebijakan tersebut secara konsisten.
m. Bank Indonesia memantau, mengawasi, dan menilai pelaksanaan
kebijakan kredit bank tersebut.
n. Pengertian kredit dalam kebijakan kredit meliputi semua jenis fasilitas
keuangan yang disediakan kepada nasabah.
2.4.2. Prinsip Kehati-hatian dalam Perkreditan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan, prinsip kehati-hatian dalam perkreditan terdiri dari :
a. Kebijakan pokok perkreditan yang akan diambil lembaga pembiayaan
mencakup:
1) Prosedur perkreditan yang sehat.
2) Kredit yang mendapat perhatian khusus.
4) Prosedur penyelesaian kredit bermasalah, penghapusan, dan pelaporan
kredit macet.
5) Tata cara penyelesaian barang jaminan kredit.
b. Kebijakan bank dalam pemberian kredit kepada pihak terkait / nasabah
besar, yaitu dalam bentuk pernyataan mengenai:
1) Batasan jumlah maksimum kredit yang akan diberikan.
2) Tata cara penyedian kredit.
3) Persyaratan kredit.
4) Kebijakan pemenuhan ketentuan perkreditan.
c. Pencantuman sektor ekonomi, pasar dan nasabah yang dinilai bank
mengandung resiko yang tinggi.
d. Pencantuman kredit yang perlu dihindari bank seperti:
1) Kredit untuk spekulasi.
2) Informasi keuangan yang tidak cukup.
3) Kredit dengan keahlian khusus.
4) Kredit bermasalah pada bank lain.
e. Penjabaran mengenai tata cara penilaian kualitas kredit harus berdasarkan
pada tata cara yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penilaian
kolektibilitas kredit yang dilakukan bank telah sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia.
f. Pencantuman pernyataan bahwa pejabat kredit harus:
1) Profesional, jujur, objektif, dan cermat.
2) Memahami dengan baik makna yang terkandung dalam
2.5. Standar Operasional Perkreditan
Sistem dan prosedur bank dan lembaga keuangan dalam pemberian kredit
kepada nasabah dihadapkan pada masalah yang kompleks. Perkreditan
mempunyai sifat kasuastis yang artinya masing–masing calon debitur mempunyai permasalahan spesifik berbeda secara materil antara satu nasabah dengan nasabah
lain. Oleh karena itu diperlukan pendekatan dan penanganan yang secara berbeda
dan memperhatikan ciri- ciri khusus dari kredit sistem dan prosedur dalam
pemberian kredit dibagi atas beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan. Tahap ini merupakan persyaratan awal yang harus
dipenuhi nasabah apabila hendak mengajukan kredit, yaitu antara lain : • Mengajukan permohonan / mengisi daftar isian yang disediakan bank
dan ditandatangani secara lengkap dan sah.
• Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis kredit
(perijinan perusahaan, NPWP untuk kredit sepuluh juta keataas). • Persyaratan khusus lainnya (surat keterangan usaha)
• Permohonan kredit akan berupa :
1) Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas kredit.
2) Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.
3) Permohonan perpanjangan / pembaharuan masa laku kredit yang
telah berakhir.
4) Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit
yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan perubahan /
• Setiap permohonan kredit harus dicatat dalam register yang tersedia.
• Permohonan kredit harus lengkap sesuai persyaratan yang ditetapkan.
b. Tahap Penilaian/analisis. Pada tahap ini merupakan persiapan pemutusan
kredit, pengumpulan data, penilaian data beserta memeriksa kelapangan
yang sebaiknya tidak diberitahukan kepada nasabah sehingga pada saat
meninjau dapat dilihat kondisi keadaan di lapangan sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Analisis kredit pada dasrnya dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip 5 C (5 C Credit Analysis ) yang meliputi :
• Character. Penilaian watak atau kepribadian calon debitur
dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon
debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga
tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari. Hal ini dapat diperoleh
terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara ban
atau lembaga keuangan dan calon debitur atau informasi
yangdiperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian
dan perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariaannya.
• Capacity. Penilaian kemampuan disini adalah bahwa bank harus
meneliti keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan
kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang
akan dibiayai dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon
debiturnya dalam jangka waktu tertentu dapat melunasi atau
mengembalikan pinjamannya.
• Capital. Bank atau lembaga keuangan harus melakukan analisis
masa yang akan datang , sehingga dapat diketahui kemampuan
permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau
usaha calon debitur yang bersangkutan untuk memastikan bahwa
nasabah mempunyai modal yang cukup apabila terjadi kerugian. • Collateral. Penilaian terhadap agunan juga perlu diperhatikan untuk
memastikan bahwa agunan yang diserahkan cukup untuk menutup
risiko kredit yaitu apabila tidak dapat melunasi kredit yang diberikan. • Condition of Economic. Dalam memberikan kredit Bank juga harus
menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik masa lalu
maupun masa yang akan datang sehingga dapat memastikan apakah
keadan perekonomian bersifat menunjang atau menghambat usaha
nasabah yang dapat berpengaruh atas kelancaran kredit yang
diberikan.
Selain memperhatikan Prinsip 5 C’s, dalam memberikan kredit juga menerapkan apa yang dinamakan dengan prinsip 5 P yaitu :
• Party (para pihak). Para pihak merupakan titik sentral yang
diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi
kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan“ terhadap para pihak, dalam hal ini debitur yaitu bagaimana karakternya dan
kemampuannya.
• Purpose (tujuan). Tujuan dan pemberian kredit juga sangat penting
diketahui oleh pihak kreditur harus dilihat apakah kredit akan
digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat
tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan
dalam suatu perjanjian kredit.
• Payment (pembayaran). Dalam pemberian kredit juga harus
diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dan calon debitur
cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian
diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar
kembali oleh debitur yang bersangkutan jadi harus diihat dan
dianalisis apakah setelah pemberian kredit nanti debitur punya sumber
pendapatan dan apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk
membayar kembali kreditnya.
• Profitability (perolehan laba). Unsur perolehan laba oleh debitur tidak
kurang pula pentingnya dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu
kreditur harus berpartisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh
perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah
pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit,
cash flow dan sebagainya.
• Protection (Perlindungan). Dalam pemberian suatu kredit diperlukan
perlindungan oleh perusahaan debitur, untuk itu perlindungan dan
kelompok perusahaan, atau jaminan dan holding atau jaminan pribadi
pemilik perusahaan penting diperhatikan terutama untuk berjaga-jaga
sekiranya terjadi hal-hal diluar prediksi semula. Disamping
menggunakan prinsip pembeian kredit diatas, dalam memberikan
1) Returns (hasil yang diharapkan), yakni hasil yang diperoleh oleh
debitur, dalam hal ini ketika kredit telah dimanfaatkan dan dapat
diantisipasi oleh calon kreditur artinya perolehan tersebut
mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga,
ongkos-ongkos, disamping membayar keperluan perusahaan yang
lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada dan sebagainya.
2) Repayment (pembayaran kembali), kemampuan bayar dan pihak
debitur tentu saja juga mesti dipertimbangkan. Dan apakah
kemampuan bayar tersebut match dengan schedule pembayaran
kembali dan kredit yang akan diberikan itu.
3) Risk bearing ability (kemampuan menanggung resiko). Sejauh
mana terdapatnya kemampuan debitur untuk menanggung resiko.
Misalnya dalam hal terjadi hal-hal diluar antisipasi kedua belah
pihak. Terutama yang menyebabkan timbulnya kredit macet.
c. Tahap Pemutusan kredit. Setiap pemberian kredit harus dibuat suatu
perjanjian tertulis anatara bank dan si penerima kredit. Isi perjanjian kredit
mencantumkan segala hak dan kewajiban kedua belah pihak. Hal-hal yang
tertera dalam perjanjian kredit adalah:
• Maksimum Kredit. Jumlah yang tertera dalam maksimum kredit (line of
credit) adalah jumlah tertinggi yang diizinkan kepada si penerima
kredit. Jumlah ini berdasarkan perhitungan kalkulasi kredit dalam aspek
• Jangka Waktu. Sesuai dengan persetujuan antara pihak bank dan
dibitur,maka ada kredit. yang jangka waktu pendek, menengah, dan
panjang.
• Keperluan Kredit. Isi perjanjian kredit dicantumkan tujuan keperluan
kredit sesuai dengan bidang usaha debitur berdasarkan target
produktivitas yang akan dicapainya.
• Propisi. Propisi kredit adalah suatu beban yang dikenakan kepada
debitur sebagai akibat dari perjanjian kredit yang dibuat. Propisi harus
dibayar secara kontan oleh debitur pada saat pencairan kredit.
• Bea Materai. Sesuai dengan aturan bea materai maka setiap pemberian
kredit dikenakan bea materai ½ % (setengah per seratus) dan
maksimum kredit yang diberikan,jumlah tersebut kemudian disetorkan
ke kas negara
• Bentuk Kredit. Berdasarkan perjanjian antara pihak bank dan debitur,
dapat memilih rekening koran bebas , rekening koran terbaru atau
aficfeend rekening Koran.
• Cara Penarikannya dan Cara Pelunasannya. Penarikan dan pelunasan
ditetapkan dalam suatu jadwal tertentu berdasarkan persetujuan
bersama.
• Jaminan Kredit. Isi perjanjian kredit harus dikemukakan secara
terperinci mengenai Jaminan,baik jumlah jaminan,nilai jaminan dan
status kepemilikannya, nilai jaminan harus sesuai dengan penetapan
• Asuransi. Setiap jaminan diasuransikan sesuai dengan sifat jaminan
tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengamankan resiko bilamana
terjadi hal-hal yang diinginkan.
• Ketentuan-ketentuan Tambahan. Bank dapat menentukan
ketentuan-ketentuan tambahan diluar ketentuan-ketentuan pokok dan ketentuan-ketentuan tersebut
dicantumkan dalam pasal tambahan didalam permohonan kredit.
d. Tahap Pengawasan kredit. Pengawasan kredit bertujuan untuk memastikan
apakah prosedur kredit telah menggunakan azas pemberian kredit yang
sehat dan telah ada pengaman resiko dan tujuan kredit sehingga kredit
yang diberikan telah sesuai dengan ketentuan bank dan ketentuan bank
Indonesia. Pengawsan kredit ini dilakukan oleh bagian pengawasan intern
bank atau bank indonesia.
e. Tahap Penyelamatan Kredit. Pada tahap penyelamatan kredit ini kredit
yang semulanya tergolong diragukan atau macet kemudian diusahakan
untuk diperbaiki sebagai mana tercermin dalam akad penyelamatan kredit.
2.6. Pelayanan Kredit
Pelayanan kredit yang baik yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada
nasabah merupakan salah satu pilihan dari strategi pemasaran untuk menciptakan
kepuasan para nasabah. Secara prinsip ada tiga faktor yang unggul dalam
memberikan pelayanan kepada nasabah. Yaitu: pertama, kemampuan memahami
kebutuhan dan keinginan nasabah. Kedua, pengembangan database yang lebih akurat
dari para pesaing (mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen nasabah
diperoleh melalui penyampaian pelayanan yang tepat waktu, akurat dengan
memperhatikan dan keramahan.
Pelayanan kredit adalah suatu aktivitas dalam suatu organisasi atau
perseorangan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman
dengan suatu janji pembayaran akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang
disepakati yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Pelayanan
merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kepuasan para nasabah yang disebut
konsumen adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan
oleh suatu organisasi atau petugas dari suatu organisasi pemberi layanan tersebut.
Setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak pada pihak lain
yang tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun produk pelayanan
bisa berhubungan dengan produksi fisik maupun tidak. Sebenarnya 4 perbedaan
antara produk dan jasa sukar dilakukan. Karena pembelian suatu produk seringkali
disertai jasa-jasa tertentu. Meskipun demikian jasa adalah suatu kegiatan yang tidak
menyebakan perubahan dalam bentuk suatu barang.
Menurut Kasmir (2005), pelayanan merupakan tindakan atau perbuatan
seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pelanggan. Artinya terdapat karyawan yang langsung
berhadapan dengan pelanggan, atau memberikan fasilitas tertentu dalam bentuk
alat atau tempat kepada pelanggan.
Dalam praktiknya, pemberian pelayanan yang baik kepada pelanggan atau
nasabah bukan merupakan suatu hal yang mudah mengingat banyak kendala yang
bakal dihadapi dari dalam maupun luar perusahaan. Menurut Kasmir (2005), ciri
a. Memiliki karyawan yang profesional khususnya memiliki keahlian
mengenai produk yang ditawarkan.
b. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik agar dapat menunjang
kelancaran penjualan produk ke pelanggan secara cepat dan tepat waktu
c. Tersedianya ragam produk yang diinginkan, pelanggan dapat memilih
produk lain sehingga tidak perlu mencari ketempat lain, terutama
ketersediaan produk pendukung.
d. Bertanggung jawab terhadap setiap pelanggan dari awal hingga selesai,
dalam hal ini perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap kualitas
produk yang telah dibeli pelanggan sampai masa penggunaannya.
e. Mampu melayani secara cepat dan tepat, sesuai dengan tingkat kebutuhan
dan kuantitas barang yang diperlukan pelanggan.
f. Melakukan komunikasi yang berkelanjutan dengan pelanggan.
g. Memberikan kepercayaan kepada pelanggan, sehingga pelanggan merasa
yakin dengan apa yang telah dilakukan perusahaan.
2.7. Penelitian Terdahulu
Adrian (2011) melakukan penelitian dengan judul“Analisis Faktor-Faktor
Penyebab Turunnya Kredit Modal Kerja pada PT. Bank Kesawan Tbk Medan” . PT. Bank Kesawan, Tbk yang merupakan salah satu bank swasta yang sedang
berkembang juga merasakan dampak dari krisis financial ini. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Unit Finacial Control menunjukan angka penurunan dari
kredit Modal kerja. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
Turunnya pendapatan bank dari kredit disebabkan oleh beberapa faktor
yang terdiri dari Kebijakan Kredit, Standar Operasional Perkreditan Bank dan
Pelayanan Kredit Bank. Untuk mengukur kinerja dari ketiga indikator diperoleh
dari penilaian terhadap tanggapan responden melalui kuesioner, kemudian
dikelompokkan menjadi lima berdasarkan rentang skala. Dari 95 responden maka
disusun rentang skala pengukuran kinerja dari ketiga indikator. Dari ketiga faktor
yang mempengaruhi permintaan kredit yakni kebijakan kredit, standar operasional
perkeditan bank dan pelayanan kredit, indikator standar operasional perkreditan
bank merupakan indikator dengan kinerja terendah. Faktor-faktor yang
menyebakan turunnya kredit modal kerja di Bank Kesawan Cabang Medan adalah
Suku bunga kredit yang ditetapkan oleh Bank Kesawan belum sesuai harapan
nasabah dan kemudahan dalam memperoleh fasilitas kredit di Bank Kesawan