• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen Portland dan Limbah Karbit terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau Dari Nilai CBR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Efektifitas Penggunaan Semen Portland dan Limbah Karbit terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau Dari Nilai CBR"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM

2.1.1 Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Braja M. Das, 1998). Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa mineral maupun organik) yang terletak di permukaan bumi, terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated).

2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah

(2)

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli Dan Tiga Fase Elemen Tanah

Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume-berat dari tanah berikut :

� = � + � (2.1)

� = � + � +� (2.2)

Dimana :

��: volume butiran padat (cm3)

��: volume pori (cm3)

��: volume air di dalam pori (cm3)

(3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

� = � + � (2.3)

Dimana:

�� : berat butiran padat (gr)

��: berat air (gr)

2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)

Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

�(%) = ��

�� � 100 (2.4)

Dimana:

W = Kadar air (%)

Ww = Berat air (gr)

Ws = Berat butiran (gr)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)

(4)

� = ��

�� (2.5)

Dimana:

� : angka pori

�� : volume rongga(cm3)

�� : volume butiran(cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)

Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga () dengan volume total () dalam tanah, atau :

�= ��� 100 (2.6)

Dimana: � : porositas

�� : volume rongga(cm3)

� : volume total (cm3)

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)

Berat volume lembab atau basah () merupakan perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).

�� = � (2.7)

Dimana:

(5)

W = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat volume kering (�) merupakan perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume total (V) tanah.

�� = �� (2.8)

Dimana:

�� = berat volume kering (gr/cm3)

�� = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (�) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah (�) dengan volume butiran tanah padat (�).

�� = �

� (2.9)

Dimana:

(6)

�� = berat butiran tanah (gr)

�� = volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat (�) dengan berat volume air (�) pada temperature 4º. Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).

�� = � (2.10)

Dimana:

Gs = berat jenis

�� = berat volume padat (gr/cm3)

�� = berat volume air (gr/cm3)

(7)

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)

Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air () dengan volume total rongga pori tanah (). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan:

� (%) = ��

Macam Tanah Berat Jenis

(8)

Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit).

(9)

mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam

hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.

PadatSemi Padat Plastis Cair

Batas Susut Batas Plastis Batas Cair (Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,

tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan

keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis.

Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan

(10)

sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981). Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai

kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (1

2��) pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair

2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

(11)

Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1

8��), kadar airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).

Batas plastis (PL) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).

2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.

�1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) �2 : berat tanah kering oven (gr)

(12)

�2 : volume tanah kering oven (cm3) ��: berat jenis air (gr/cm3)

2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan Persamaan 2.13 berikut :

IP = LL – PL (2.13)

Dimana:

PI : indeks plastisitas LL : batas cair

PL : batas plastis

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

(13)

2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah.

Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USCS

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo, 1992).

2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir

(14)

merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir yang diperlihatkan oleh Gambar 2.4.

Gambar 2.4Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA)

(15)

2.1.4.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway and Transportation Official Classification) membagi tanah kedalam tujuh kelompok,

A-1 sampai A-7. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya analisa saringan dan batas-batas atau atterberg. Indeks kelompok digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya.

Sistem klasifikasi tanah ASSHTO dikembangkan pertama kali pada tahun 1920 oleh U.S. Bureau of Public Roads guna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade.

(16)

2.1.4.3 Sistem Klasifikasi Unified

Sistem klasifikasi tanah yang sangat terkenal di kalangan ahli tanah dan pondasi adalah sistem klasifikasi tanah menurut unified. Sistem ini dikembangkan oleh Casagrande (1948)dan juga dikenal sebagai sistem klasifikasi Airfield. Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S Bureau OfReclamation dan U.S. Corp Of Engineers dalam tahun 1952. Dalam tahun 1969

American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai sistem

Unified sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah untuk maksud rekayasa (ASTM D-2487).

(17)
(18)

2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah

2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan adalah usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah. Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya, serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).

Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan adanya pemadatan adalah berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri) akibat berkurangnya angka pori, bertambahnya kekuatan tanah, dan berkurangnya penyusutan-berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan (Bowles, 1993).

Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik

hubungan berat volume kering dengan kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum yang dapat dilihat pada Gambar 2.7.

(19)

2.1.5.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”/0,2” denganbeban yang ditahan batu pecah standar padapenetrasi0,1”/0,2”(Sukirman,1995)

Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

(20)

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

(21)

Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium (Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997)

2.2 BAHAN-BAHAN PENELITIAN

2.2.1 Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang cohesive (Bowles, 1991).

(22)

Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr, 1959 dalam Hardiyatmo, 2002). Di antaranya terdiri darikelompok-kelompok:kaolinite, illite,montmorillonitedan polygorskite.

a. Kaolinite

Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984). Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat

pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti

lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:

(OH)8Al4Si4O10

(23)

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O

Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Struktur Kaolinite (Das, 2008)

b. Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois. Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 . Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

 Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng tetrahedral.

(24)

Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite. Struktur mineral illite dapat dilihat dalam Gambar 2.9

Gambar 2.10 Struktur Illite (Das, 2008)

c. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

Dimana: nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral

(25)

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng

SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan

mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan

kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga

mudah mengalami proses pengembangan.Gambar dari struktur Montmorillonitedapat dilihat di dalam Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)

2.2.1.1 Sifat-Sifat Tanah Lempung

(26)

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 b. Permeabilitas rendah

c. Kenaikan air kapiler tinggi d. Bersifat sangat kohesif

e. Kadar kembang susut yang tinggi f. Proses konsolidasi lambat

Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :

1. Hidrasi

Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul airyangdisebut sebagai airterabsorbsi. Lapisan iniumumnyamemiliki tebalduamolekul. Oleh karenaitu disebutsebagailapisan difusigandaataulapisanganda.

2. Aktivitas

Aktivitastanah lempung adalah perbandinganantaraIndeks

Plastisitas(IP)denganpersentase butiranlempung,dan dapat disederhanakandalampersamaan:

�= ��

% ���������������ℎ�������

Dimana :

persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA (Aktivitas),

(27)

1,25<A<0,75 : Tanah digolongkannormal A<0,75 : tanah digolongkantidakaktif.

Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel 2.4. Tabel2.4 Aktivitas Tanah Lempung

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4–0,5

Illite 0,5–1,0

Montmorillonite 1,0–7,0

(Sumber: Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Bowles, 1994)

3..Flokulasi dan Disperse

Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.

(28)

lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).

4..PengaruhZat Cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair berperilakusepertibatang-batangkecilyang mempunyai muatan positifdisatusisidanmuatan negatif disisilainnya hal ini dikarenakan molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat dipolarairterlihatpadaGambar2.12.

Gambar 2.12 SifatDipolarMolekulAir(Das,2008)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatifpada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen bonding, yaitu:

1. Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpositif dipolar.

2.

(29)

3. Andilatom-atom hidrogen dalammolekul air,yaituikatanhidrogen antara atomoksigendalammolekul-molekulair.

Gambar 2.13 MolekulAirDipolarDalamLapisanGanda(Hardiyatmo,2002)

Air yang tertarik secara elektrik, yang berada di sekitar partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water). Sifat plastis tanah lempung adalah akibat eksistensi dari air lapisan ganda. Ketebalan air lapisan ganda untuk kristal kaolinite dan montmorillonitediperlihatkan dalam Gambar 2.14.

(30)

Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yang sangat kuat melekat pada partikel disebut air serapan (adsorbed water). Pertalian hubungan mineral-mineral dengan air serapannya, memberikan bentuk dasar dari susunan tanahnya. Tiap-tiap partikel saling terikat satu sama lain, lewat lapisan air serapannya. Maka, adanya ion-ion yang berbeda, material organik, beda konsentrasi, dan lain-lainnya akan berpengaruh besar pada sifat tanahnya. Partikel lempung dapat tolak-menolak antara satu dengan yang lain secara elektrik, tapi prosesnya bergantung pada konsentrasi ion, jarak antara partikel, dan faktor-faktor lainnya. Secara sama, dapat juga terjadi hubungan tarik-menarik antara partikelnya akibat pengaruh ikatan hidrogen, gaya van der Waals, macam ikatan kimia dan organiknya. Gaya antara partikel berkurang dengan bertambahnya jarak dari permukaan mineral seperti terlihat pada Gambar 2.15. Bentuk kurva potensial sebenarnya akan tergantung pada valensi dan konsentrasi ion, larutan ion dan pada sifat dari gaya-gaya ikatannya.

(31)

Gambar 2.15 Hubungan Potensial Elektrostatis, Kimia, Dan Sebagainya, Dengan Jarak Permukaan Lempung

2.2.2 Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat

adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2),

Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida

(32)

dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.

2.2.2.1 Jenis-Jenis Semen

Umumnya jenis semen yang dikenal saat ini antara lain sebagai berikut : 1. Semen Portland (Portland Cement)

Semen Portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa kalsium sulfat yang ditambahkan pada pengggilingan akhir.

Tipe-tipe semen Portland ada lima, diantaranya : a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hidrasi dan sebagainya. Semen ini mengandung 5% MgO dan 2,5-3% SO3.

b. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)

Semen Portland tipe ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang. Biasanya digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini mengandung 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% Fe2O3 , 6%MgO , dan 8% C3A.

c. Tipe III (High Early Strength Portland Cement)

Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam keadaan-keadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan. Semen ini memiliki kadungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan Semen

(33)

mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-45 Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S,

6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A.

d. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)

Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal. Baik sekali untuk mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S dan C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini

tersusun dari 6,5% MgO, 2,3% SO3, dan 7% C3A.

e. Tipe V (Super Sulphated Cement)

Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat pengeboran lepas pantai, pelabuhan dan terowongan. Komposisi komponen utamanya adalah slag tanur tinggi dan kandungan aluminanya yang tinggi. Semen ini tersusun dari 5% terak Portland Cement, 6% MgO, 2,3% SO2 dan 5% C3A.

PersyaratankomposisikimiasemenPortlandmenurutASTMDesignationC150-92, seperti terlihat padaTabel. 2.5.

Table 2.5 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Semen Portland

(34)

2. Semen Putih

Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan. Warna ini disebabkan oleh kandungan oksida silika pada Portland Cement tersebut. Jika kandungan oksida silika tersebut dikurangi 0,4% maka warna semen Portland berubah menjadi warna putih.

3. Semen Masonry

Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen Portland dengan batu kapur, batu pasir atau slag dengan perbandingan 1:1 .

4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)

Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai pada penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah artesis. Semen ini merupakan semen Portland yang dicampur dengan retarder untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein dan gula.

5. Semen Alami (Natural Cement)

Semen ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen Portland.

6. Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)

(35)

hasilnya didinginkan lalu digiling hingga halus. Ciri dari semen ini memiliki ketahanan terhadap air yang mengandung sulfat dan air laut cukup tinggi.

7. Semen Pozzolona

Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolona sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan adanya air, senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis.

8. Semen Trass

Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60% - 80% trass atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolona dengan menambah CaSO4.

9. Semen Slag (Slag Cement)

Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu :

Eisen Portland Cement

Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak Portland dan 40% butir-butir slag tanur tinggi.

High Often Cement

Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15% - 19% terak Portland Cement dan 41% - 85 % butir-butir slag dengan penambahan CaSO4.

2.2.3 Limbah Karbit (CCR)

(36)

sebuah

berwarna, tapi kalsium karbida yang biasanya digunakan warnanya adalah abu-abu atau coklat dengan kandungan CaC2 hanya sekitar 80-85% (sisanya adalah

CaO, Ca3P2, CaS, Ca3N2, SiC, etc.). Penggunaan utamanya dalam industri adalah

untuk pembuata proses

Limbah karbit diperoleh dari industri bengkel las karbit di Jl. Sei Serayu, Kecamatan Medan Baru, Sumatera Utara. Limbah karbit mengandung sekitar 60% unsur kalsium. Komposisi kimia limbah karbit antara lain yaitu 1,48 % SiO2,

59,98 % CaO, 0,09% Fe2O3, 9,07 % Al2O3, 0,67 % MgO dan 28,71% unsur lain

(Benny Santoso, Indriyo Harsoyo dalam Novita, 2010).

Hasil pengujian analisis kimia pada Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU terhadap limbah karbit yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Hasil Pengujian Analisis Kimia Limbah Karbit

No Parameter Hasil Satuan Metode

1 Silika Oksida (SiO2) 3,8169 % Gravimetri

2 Besi Oksida (Fe2O3) 0,0007 % Spektrofotometri

3 Aluminium Oksida(Al2O3) 3,1151 % Gravimetri

4 Kalsium Oksida (CaO) 0,0093 % Titrimetri

(37)

2.3 STABILITAS TANAH

Bila benda yang diuji merupakan tanah lempung yang memiliki kuat dukung tanah yang rendah dan kadar air yang tinggi, sehingga tidak dimungkinkannya suatu struktur berada diatas tanah lempung, maka tanah harus distabilisasi.

Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsistensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.

Stabilisasi dapat dikelompokkan berdasarkan empat jenis klasifikasi utama, yaitu :

1. Fisiomekanikal, contohnya dengan melakukan pemadatan.

2. Granulometrik, contohnya dengan pencampuran tanah berkualitas buruk dan tanah dengan kualitas yang lebih baik.

3. Fisiokimia, contohnya pencampuran tanah dengan semen, kapur, atau aspal.

4. Elektrokimia, contohnya dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat additive.

Beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut :

(38)

2. Mengganti tanah yang buruk 3. Meningkatkan kerapatan tanah. 4. Menurunkan muka air tanah.

5. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan kekuatan geser yang timbul.

Proses stabilisasi ada 3 (tiga) yaitu:mekanis,fisis dan kimiawi ataupenambahan campuran(admixture), seperti caradenganmenggunakan lapisan tambahpada tanah (misalnyageogrid atau geotekstil),melakukanpemadatandan pemampatan

dilapangansertadapatjugadenganmelakukanmemompaanairtanahsehingga airtanah mengalamipenurunan. Stabilisatoryang sering digunakan yakni semen, kapur,abusekam padi,abucangkang sawit,abuampastebu,flyash,bitumendan bahan-bahan lainnya.

Salah satu cara menstabilisasikan tanah lempung adalah dengan pencampuran bahan adiktif dengan persentase tertentu sehingga menghasilkan kuat dukung tanah maksimum. Tujuan pencampuran bahan adiktif secara umum adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi permeabilitas. 2. Menaikkan kekuatan gesernya. 3. Stabilitas volume.

4. Mengurangi deformability.

2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen

(39)

mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Campuran tanah-semen akan mengakibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama. Semen tidak hanya mengisi pori-pori tanah, tetapi juga menempel pada bidang-bidang kontak antara butir-butir tanah dan berfungsi sebagai bahan pengikat yang kuat (Kezdi, 1979).

Tipe semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipe I dengan unsur pembentuknya : C3S=50%, C2S=25 %, C3A=12 %, C4AF=8%, CSH2= 5% (Pretty

Prescilia Takaendengan, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi, 2013).

2.3.2 Stabilisasi Tanah dengan Limbah Karbit

Limbah pembakaran karbit dimanfaatkan untuk stabilisasi tanah dengan tujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah asli. Stabilisasi tanah dengan limbah karbit dilakukan dengan cara mencampurkan tanah yang telah dihancurkan dengan limbah karbit dan air yang kemudian dipadatkan sehingga menghasilkan suatu material yang baru. Proses stabilisasi tanah dengan limbah karbit hampir sama dengan proses stabilisasi tanah dengan kapur. Hanya saja kandungan kimiawi di antara kedua bahan stabilisasi ini berbeda.

(40)

dengan kondisi seperti di atas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran

Gambar

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli Dan Tiga Fase Elemen Tanah
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pembuatan aplikasi proteksi system ini diharapkan user untuk dapat lebih menghargai amannya suatu data karena aplikasi ini membahas mengenai mengamankan suatu data

[r]

Berdasarkan data realisasi penyerapan DIPA Pusat Penelitian Biologi per-jenis belanja sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 17, penyerapan anggaran tahun 2015 mengalami

[r]

Harga pokok produksi pendekatan full costing adalah Harga Pokok Produksi yang memperhitungkan semua komponen biaya produksi ke dalam harga pokok produksinya yang terdiri dari

[r]

Tujuan dan rumusan penelitian ilmiah ini untuk mengetahui kinerja perusahaan dan tingkat kesehatan perusahaan, dimana pembatasan masalah ini penggunaan rasio keunagan sebagai

[r]