• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING

EKSPOR KOMODITAS UNGGULAN DI JAWA TIMUR

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh:

Aprilia Dina Puspita (115020107111023)

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi dan globalisasi membuat suatu negara saling ketergantungan dan membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan dan memasarkan produk unggul negaranya, dalam hal ini negara-negara dunia melaksanakan pertukaran barang dan jasa dalam konteks perdagangan internasional. Pada umumnya negara-negara sedang berkembang mengandalkan kelancaran arus pendapatan devisa dan kegiatan ekonominya yang berasal dari ekspor. Dalam zaman modern seperti sekarang ini hampir semua negara mengikuti proses pembangunan yang menggantungkan diri pada ekspor sebagai penggerak pertumbuhan ekonominya.

Keberhasilan dalam meningkatkan ekspor juga mencerminkan peningkatan daya saing dan sekaligus merupakan jalan satu indikasi dari tumbuhnya dinamika positif dalam kewirausahaan suatu negara. Berdasarkan dari hal ini, peningkatan ekspor bukan lagi sekedar pilihan melainkan merupakan suatu keharusan.

Memasarkan produk di luar negeri berbeda dengan memasarkannya di dalam negeri, pasar luar negeri yang sangat kompetitif sehingga hanya pengusaha yang mempunyai daya saing yang tinggi yang akan menang dalam persaingan dan berhasil mendapatkan pangsa pasar. Dalam usaha untuk menciptakan daya saing maka perbaikan mutu produk ekspor perlu ditingkatkan, sehingga dapat menghindari adaya penolakan dari negara tujuan ekspor.

(3)

Dalam persaingan internasional khususnya didalam daya saing produk ekspor, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan (Amir, 2003:281), aspek tersebut adalah sebagai berikut :

1. Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih rendah dari hargayang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini negara pengekspor memiliki keunggulan komparatif.

2. Mutu Produk, Mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan selera konsumen.

3. Waktu Penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di negara tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat berakibat fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi dipasarkan yang akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan produk tersebut.

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia, dimana Provinsi Jawa Timur juga ikut berpartisipasi dalam melakukan perdagangan internasional, terutama dalam melakukan ekspor. Berdasarkan publikasi BRS tentang kinerja perdagangan Jawa Timur tahun 2010-2012 neraca perdagangan luar negeri Jawa Timur terus mengalami peningkatan hal ini dapatt dilihat pada tabel 1.1. Pada tahun 2010 neraca perdagangan Provinsi Jawa Timur mengalami surplus mencapai 35.036.219,85 juta rupiah dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2012 menjadi 50.451.795,52 juta rupiah dengan dukungan kegiatan ekspor mencapai 1,33 miliar dan dukungan kegiatan impor sebesar 1,21 miliar.

Tabel1.1 Kinerja Perdagangan (Barang dan Jasa) Provinsi Jawa Timur

Kinerja Tahun 2010

375.176.408,01 439.972.033,65 523.658.648,86

Luar Negeri 169.423.418,04 200.500.232,42 222.170.517,34

Antar Daerah 205.752.989,98 239.471.801,23 301.488.131,52

Import Barang dan Jasa

340.140.188,16 405.395.087,44 473.206.853,34

Luar Negeri 155.716.753,35 196.640.749,51 234.573.606,94

Antar Daerah 184.423.434,81 208.754.337,92 238.633.246,40

Surplus/Minus + 35.036.219,85 + 34.576.946,21 + 50.451.795,52

(4)

Ekspor Provinsi Jawa Timur jika berdasarkan sector dan volume ekspor didominasi 83% oleh sektor industri, kemudian pada sektor pertanian sebesar 14% dan sektor pertambangan dan pengalian sebesar 3%. Terdapat 10 komoditi ekspor unggulan di propinsi Jatim, antara lain: Pengolahan tembaga dan timah, Kimia dasar, Pengolahan Kayu, Besi baja dan mesin otomotif, Pulp dan kertas, makanan dan minuman, tekstil, pengolahan karet, Udang, alat-alat listrik. Kesepuluh komoditas ini terus mengalami fluktuasi dari tahun 2009-2012. Hanya pada pengolahan tambang yang setiap tahunnya mengalami peningkatan hal ini dapat di lihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Propinsi Jatim

No Komoditi Nilai ekspor (Juta US $)

2009 2010 2011 2012

1 Pengolahan tembaga timah dan lain-lain 1,837.04 2,364.59 2,649.08 850.17

2 Kimia Dasar 960.23 1,609.51 2,405.32 915.92

3 Pengolahan Kayu 967.20 1,154.48 1,245.84 1,027.31

4 Besi baja,mesin-mesin dan otomotif 906.07 1,129.50 1,238.53 1,322.39

5 Pulp dan Kertas 1,002.91 1,175.67 1,130.65 831.40

6 Makanan dan minuman 737.32 847.88 993.78 846.43

7 Tekstil 385.29 493.81 583.46 493.06

8 Pengolahan karet 280.91 672.15 992.37 527.52

9 Udang 316.68 357.60 417.62 338.79

10 Alat-alat listrik 333.91 413.04 429.03 385.25

11 Lainnya 3,316.02 2,471.96 5,337.91 5,021.18

Total 11,043.58 6,748.40 12,690.19 8,958.36

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim

Perkembangan dan perubahan ekspor komoditas unggulan di Provinsi Jatim baik dari volume ekspor maupun nilai ekspor setiap tahunnya. Adanya peningkatan maupun penurunan ekspor di Provinsi Jawa Timur disebabkan adanya daya saing terhadap produk tersebut. Dengan adanya daya saing ini peran aparatur pemerintah dan pelaku ekspor Provinsi Jawa Timur dituntut untuk menjaga agar produk ekspor tetap memiliki kemampuan dalam berdaya saing di pasar internasional.

(5)

ekspor dan daya saing di Provinsi Jawa Timur, maka penulis tertarik untuk membahas daya saing produk ekspor Provinsi Jawa Timur.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana laju pertumbuhan ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur? 2. Bagaimana Daya Saing ekpsor komoditas unggulan di Jawa Timur?

3. Bagaimana indeks spesialisasi perdagangan ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

(6)

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Daya Saing Ekspor dan Perekonomian

Daya saing (competitiveness) merupakan kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional (sumber: OECD). Menurut Suprihatin (1998) daya saing adalah kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi pada pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi dan dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya.

Pada dasarnya tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif adalah suatu ukuran relatif yang menunjukkan potensial keunggulan komoditi tersebut dalam perdagangan di pasar bebas. Stainer dan Staier (1994) mengemukakan keunggulan komparatif sering disebut juga revealed competitive advantage yang merupakan pengukuran daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Sedangkan konsep keunggulan kompetitif dimaksudkan untuk menghitung produksi minimal dan harga minimal dari suatu komoditi untuk dapat bersaing dengan komoditi lain. Konsep keunggulan kompetitif menjelaskan pengukuran kelayakan finansial suatu produk atau barang.

(7)

tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive.

Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D’Aveni (Hamdy, 2001), dan merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Menurut Hamdy, strategi yang tepat adalah strategi SCA (Sustained Competitive Advantage Strategy) atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan atau meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien.

Konsep daya saing adalah sesuatu yang sangat dinamis, dimana keunggulan saat ini bias saja menjadi ketidakunggulan di masa yang akan datang, atau sesuatu yang belum unggul saat ini sangat mungkin untuk semakin tidak unggul lagi di masa yang akan datang (Pahan, 2008). Survey yang dilakukan oleh International Management Development (IMD) menunjukkan bahwa daya saing Indonesia dibanding 30 negara-negara utama, antara lain sebagai berikut :

1) Adanya kepercayaan investor yang rendah (risiko politik, credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi)

2) Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah, hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktetk-praktek bisnis tidak etis dan lemahnya corporate governance

3) Daya saing yang rendah (nilai-nilai dimasyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah)

(8)

Melihat daya saing Indonesia dinilai masih rendah oleh masih IMD, perlu dilakukan penguatan strategi untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Menurut Michael Porter (1985, 1986, 1990), hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh setiap perusahaan atau sektor, misalnya industri, untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, kewirausahaan, dan efisiensi atau produktivitas yang tinggi, kualitas produk yang baik, promosi yang luas dan agresif, pelayanan purna jual (service after sale) yang baik, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/pendidikan, etos kerja, disiplin, komitmen, kreativitas dan motivasi yang tinggi, proses produksi dengan skala ekonomis, diferensiasi produk, modal dan prasarana serta sarana lainnya yang cukup, jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang luas serta diorganisasikan dan dikelola secara profesional, proses produksi dilakukan dengan sistem just-in-time (JIT).

2.2 Keunggulan Komparasi (Revealed Comparative Advantage)

Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Demikian juga dapat dilakukan dengan metode Constant Market Share dan Real Effective Exchange Rate. Disamping itu, laporan tahunan dari World Economic Forum (WEF) mengenai Global Competitiveness Index (GCI) juga dapat sebagai ukuran daya saing suatu negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari sejumlah indikator ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan panjang. Secara teoritis juga mempunyai korelasi positif dengan kinerja atau tingkat daya saing ekspor. (Tambunan, 2000).

(9)

satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Adapun cara mengjitung RCA adalah sebagai berikut:

Keterangan :

X = nilai ekspor komoditi i = jenis produk

a = negara asal w = word atau dunia

Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari 1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila hasilnya lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia.

2.3 Revealed Comparative Trade Advantage (RCTA)

Indeks lain yang umum digunakan dalam melihat daya saing atau keunggulan komparatif dan kompetitif produk ekspor di suatu negara adalah RCTA. RCTA berbeda dengan RCA, perbedaanya adalah RCA melihat pada kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara dibandingkan negara lain atau dunia, Sedangkan RCTA selain melihat perkembangan ekspor juga melihat perkembangan impor untuk produk yang sama. Dalam kata lain RCTA melihat kinerja ekspor secara relatif dibandingkan impornya.

(10)

Rumus RCTA adalah sebagai berikut :

Di mana dua komponen penting dari indeks RCTA, yakni RXA = Revealed Export Competitiveness yang mengukur daya saing ekspor; RMP = Revealed Import Penetration yang mengukur besarnya penetrasi impor; a =Jawa Timur; k = Semua jenis barang termasuk i; w = Indonesia; Xi(w-a) (Mi(w-a)) = ekspor (impor) total dari barang i dari negara Indonesia (bukan a); X(k-i)a (M(k-i)a) = ekspor (impor) total dari barang-barang lain bukan i dari Jawa Timur.

Nilai indeks RCTA bisa bisa lebih kecil atau lebih besar dari nol. Jika positif, artinya negara bersangkutan memiliki daya saing yang tinggi (advantage), sebaliknya tidak ada daya saing (disadvantage) jika nilainya negatif. Landasan pemikiran indeks ini adalah bahwa nilai ekspor suatu negara bisa saja besar, tetapi impornya (unutkbarang yang sama) juga besar atau bahkan lebih besar. Jadi, negara itu, bukan hanya ekspor, tetapi juga impor yang sama. Ini yang dimaksud dengan perdagangan antarnegara dalam suatu industri atau sektor yang sama (intra-industrial trade).

2.4 Indeks Konsentrasi Pasar dan Indeks Spesialisasi Perdagangan

(11)

Keterangan:

ISP = indeks spesialisasi perdagangan Xij = nilai ekspor komoditi i negara j Mij = nilai impor komoditi i negara j

Nilai indeks ini mempunyai kisaran antara -1 sampai dengan +1. Jika nilanya positif diatas 0 sampai 1, maka komoditi bersangkutan dikatakan mempunyai daya saing yang kuat atau negara yang bersangkutan cenderung sebagai pengekspor dari komoditi tersebut (suplai domestik lebih besar daripada permintaan domestik). Sebaliknya, daya saingnya rendah atau cenderung sebagai pengimpor (suplai domestik lebih kecil dari permintaan domestik), jika nilainya negatif dibawah 0 hingga -1. Kalau indeksnya naik berarti daya beli kecil daripada permintaan dalam negeri. Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut, pada tahap ini negara tersebut lebih banyak mengimpor daripada mengekspor.

2.4 Acceleration Ratio (AR)

Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat merebut pasar di luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya) atau posisinya semakin lemah di pasar ekspor atau pasar domestik. Acceleration Ratio yaitu rasio akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan. Pemakaian indeks rasio akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan AR adalah untuk menunjukan apakah suatu negara dapat merebut pasar ekspor (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya), atau posisinya semakin lemah dipasar ekspor atau dipasar domestik. Secara matematis indeks AR dapat dihitung sebagai berikut (Tambunan, 2004) :

Keterangan:

(12)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis daya saing ekspor suatu komoditas dengan telah banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menggunakan analisis RCA(untuk mengukur daya saing) dan ISP. Disamping itu, ada pula penelitian yang menggabungkannya dengan metode analisis lain seperti Input output pengganda ekspor. Secara lengkap penelitian terdahulu di sajikan dalam table berikut

Table 2.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu

No Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian

1 Budi Ramanda

Judul : Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara Oleh Budi Ramanda

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 Provinsi Sumatera Utara produk unggulan dengan daya saing yang berbeda. Meskipun ada beberapa produk unggulan yang tidak kompetitif atau memiliki posisi kompetitif yang lemah, provinsi Sumatera Utara tetap untuk mengekspor produk unggulan.

2 Safriansyah - Analisis RCA (Revealed

(13)

daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Filipina dan dunia. Komposisi produk ekspor Indonesia adalah yang terbaik di antara negara-negara ASEAN, walaupun melemah pada periode 1999-2001 dibanding 1997-1999. Distribusi pasar ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 hanya kalah dari Singapura, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah dari Singapura dan Vietnam. Daya saing ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 paling kuat di antara negara-negara ASEAN, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah dari Filipina dan Thailand.

4 Adriana

Gumbira Input Multiplierr,Output Multiplier,

analisis RCA

(revealed komparatif advantage)

Judul : Analisis Sektor Unggulan Yang Berdaya Saing Ekspor (Studi Kasusdi Kota Bandung Tahun 2008)

Hasil : keterkaitan antar sektor ekonomi di Kota Bandung menunjukanada 4 sektor unggulan di Kota Bandung, yaitu sektor jasa perorangan dan rumah tangga,sektor jasa angkutan jalan, sektor perdagangan komoditi lainnya dan sektor jasaangkutan udara. Berdasarkan analisis daya saing ekspor (RCA)menunjukan bahwa sektor unggulan di Kota Bandung tidak memiliki daya saing ekspor.

5 Ahmad Soleh -Input Output

-Analisis RCA (Keunggulan

Komparasi)

Judul : Kontribusi Dan Daya Saing Ekspor Sektor Unggulan Dalam Perekonomian Jawa Tengah

(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain: ruang lingkup penelitian, jenis penelitian, definisi opoerasional variable, metode pengumpulan data, dan metode analisa data.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur. Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori – teori melalui pengukuran variable – variable dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistic (indriantoro dan Bambang, 1999:12). Metode kuantitatif lebih cocok digunakan pada penelitian ini karena untuk mengidentifikasi dan menganalisis daya saing ekspor unggulan Jawa Timur dilakukan dengan cara mengukur variable – variable yang terkait berdasarkan data ekspor Jawa Timur. Hasil identifikasi dan analisis tersebut kemudian akan diinterpretasikan dan dideskripsikan untuk arahan kebijakan pengembangan ekspor di Jawa Timur.

3.2 Definisi Operasional Variable

Variable penelitian meliputi factor – factor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Narbuko dan Achmadi, 2003:118). Dalam penelitian ini, variable – variable yang menjadi obyek penelitian antara lain :

a. Ekspor

(15)

b. Impor

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut disebut dengan Importir. Impor yang diteliti dalam penilitian ini adalah impor komoditas unggulan di Jawa Timur

c. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan atau neraca ekspor-impor adalah perbedaan antara nilai ekspor dan impor suatu negara pada periode tertentu, diukur menggunakan mata uang yang berlaku. Neraca Perdagangan menggambarkan potret perdagangan atau kinerja perdagangan di suatu negara. Neraca positif artinya terjadi surplus perdagangan jika nilai ekspor lebih tinggi dari impor, dan sebaliknya untuk neraca negatif. Neraca pedagangan seringkali dibagi berdasarkan sektor barang dan sektor jasa.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. 3.3.2 Sumber Data

Dokumentasi Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) provinsi Jawa Timur, serta dinas perindustrian dan perdagangan provinsi Jawa Timur tentang perdagangan di Jawa Timur.

3.3.3 Teknik Pengumpulan data

(16)

Statistik, dinas perindustrian dan perdagangan provinsi jawa timur dan bappeda provinsi jawa timur. Selain data – data laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.

3.4 Metode analisis data

3.4.1 Analisis Keunggulan Komparasi (Revealed Comparative Advantage)

Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Adapun cara mengjitung RCA adalah sebagai berikut:

Keterangan :

X = nilai ekspor komoditi i = jenis produk

a = negara asal w = word atau dunia

Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari 1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila hasilnya lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia.

3.4.2 Revealed Comparative Trade Advantage (RCTA)

Indeks RCTA digunakan untuk melihat perkembangan ekspor dan impor untuk produk yang sama. Dalam kata lain RCTA melihat kinerja ekspor secara relatif dibandingkan impornya.

(17)

Di mana dua komponen penting dari indeks RCTA, yakni RXA = Revealed Export Competitiveness yang mengukur daya saing ekspor; RMP = Revealed Import Penetration yang mengukur besarnya penetrasi impor; a =Jawa Timur; k = Semua jenis barang termasuk i; w = Indonesia; Xi(w-a) (Mi(w-a)) = ekspor (impor) total dari barang i dari negara Indonesia (bukan a); X(k-i)a (M(k-i)a) = ekspor (impor) total dari barang-barang lain bukan i dari Jawa Timur.

Nilai indeks RCTA bisa bisa lebih kecil atau lebih besar dari nol. Jika positif, artinya negara bersangkutan memiliki daya saing yang tinggi (advantage), sebaliknya tidak ada daya saing (disadvantage) jika nilainya negatif. Landasan pemikiran indeks ini adalah bahwa nilai ekspor suatu negara bisa saja besar, tetapi impornya (unutkbarang yang sama) juga besar atau bahkan lebih besar. Jadi, negara itu, bukan hanya ekspor, tetapi juga impor yang sama. Ini yang dimaksud dengan perdagangan antarnegara dalam suatu industri atau sektor yang sama (intra-industrial trade).

3.4.3 Analisis Indeks Konsentrasi Pasar dan Indeks Spesialisasi Perdagangan

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. Secara matematis nilai ISP dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

ISP = indeks spesialisasi perdagangan Xij = nilai ekspor komoditi i negara j Mij = nilai impor komoditi i negara j

(18)

hasilnya lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia.

3.4.4 Analisis Acceleration Ratio (AR)

Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat merebut pasar di luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya) atau posisinya semakin lemah di pasar ekspor atau pasar domestik. Secara matematis indeks AR dapat dihitung sebagai berikut (Tambunan, 2004) :

Keterangan:

Xij = nilai Ekspor komoditas i negara j Mij = nilai Impor Komoditas i negara j

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2013. Ekspor dan Impor Jawa Timur 2012.

http://jatim.bps.go.id/ index.php?hal=brs_detil&id=61. Diakses pada

tanggal 15 September 2014

Gumbira, A. 2009. Analisis Sektor Unggulan Yang Berdaya Saing Ekspor (Studi Kasusdi Kota Bandung Tahun 2008). Universitas Siliwangi. Tasikmalaya

Hidayat, B.R. 2013. Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 1 No. 2. Sumatra Utara

Muchdie. 2008. Konsep dan Pemahaman Tentang Daya Saing. http://pkpds.Wordpress. com/2008/12/17/konsep-dan-pemahaman-tentang-daya-saing/. Diunduh pada tanggal15 Sept 2014

Prajogo dan Sudi. M. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian antar negara Asean Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.22 No. 1. Bogor

Safriansyah. 2010. Laju Pertumbuhan dan Analisa Daya Saing Ekspor Unggulan di Propinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 8 No. 2. Kalimantan Selatan

Gambar

Table 2.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga sesuai dengan model Cassie-Baxter, semakin kecil luas permukaan partikel yang berinteraksi dengan air menyebabkan sudut kontak yang terbentuk semakin besar. Hal

Melalui pengujian yang dilakukan, kecepatan dalam mengelola data penjualan melalui penggunaan PostgreSQL memperlihatkan selisih kisaran sedikit 0.26 detik lebih cepat

Titik laju perubahan tekstur dari lunak menjadi keras tersebut nampak terjadi pada saat penguapan air bebas belum konstan atau kadar air dalam padatan di atas 15%,

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Berat Badan Domba Ekor Tipis yang Diinfeksi Haemonchus contortus adalah

Kalau pada point di atas, kita bicara tentang hewan yang mati karena terbunuh oleh sesama, maka pada point ini kita bicara tentang hewan yang mati karena memang diterkam oleh

Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian atas maupun bawah yang disebabkan oleh bakteri.. Kelenjar kelopak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya pengalaman kerja yang sudah dijalani dan pendidikan terakhir yang ditempuh oleh auditor, merupakan bagian dari