• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI TAZKIYAH AL NAFS PADA INABA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI TAZKIYAH AL NAFS PADA INABA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

IMPLEMENTASI

TAZKIYAH AL NAF S

PADA INABAH

YAYASAN SERBA BAKTI PONDOK PESANTREN

SURYALAYA TASIKMALAYA JAWA BARAT

Andi Neha

Abstrak: Islam is deemed able to provide insight into all aspects of human life. There is a

diversity of elements of Islamic teachings which can be interpreted in various scientific fields. One is Sufism. The development of Sufism in Indonesia made emergence and development of various kinds of institutes. The purpose of these congregations are heading Tazkiah al nafs. The object of this study is the Qadiri Order Naqsyabandiyah Suryalaya Tasikmalaya founded by Sheikh Abdullah bin Mubarak bin Mubarak Nur Nur Muhammad or Abah Sepuh (1836-1956) in conjunction with the establishment of boarding school as a center Suryalaya kemusyidan TQN in Tasikmalaya. In essence, people are expected to cleanse his soul through the streets taqarrub ila Allah, especially with conducting worship to God and leave all his ban. Not only that, the implementation Tazkiyah al-nafs in Inabah XVII Princess looks quite systematic and well programmed. In addition, through this process as depicted in Inabah real daughter can bring the values and positive traits in humans, so it can still live in the modern without losing the essence of humanity that is spirituality.

Key words: Tazkiah al nafs, sufism, boarding school

A. PENDAHULUAN

Agama Islam terdiri dari berbagai unsur yang terjalin padu menjadi satu sistem ajaran yang

utuh. Islam tidak hanya hadir untuk memenuhi satu dimensi kehidupan manusia, namun hadir

untuk memenuhi seluruh dimensi kehidupan manusia, baik itu dimensi sosial, psikologis,

intelektual, dan juga spiritual. Islam juga tidak hanya berdialog dengan satu aspek daya

tangkap manusia (indra, akal, dan hati/nurani), namun juga berdialog dengan semua daya

tangkap tersebut.

Dengan demikian Islam hadir untuk memberikan kepuasan terhadap indra, akal, dan juga

hati manusia, melalui ajaran yang sarat dengan kandungan moral-praktis yang memenuhi

kerinduan psikologis dan dapat dicerna logis oleh akal manusia, serta penuh dengan

unsur-unsur spiritual keagamaan. 1Keragaman unsur ajaran Islam menjadikan Islam dapat

ditafsirkan dalam berbagai bidang keilmuan, fiqih, tasawuf, ilmu kalam, atau juga filsafat.

Bidang-bidang keilmuan ini pula yang kemudian dikembangkan dalam tradisi Islam,

sehingga lahir para tokoh-tokoh di bidang masing-masing keilmuan. Khususnya tasawuf,

sebagai salah satu unsur Islam yang dapat dikatakan sebagai ajaran Sufistik untuk Taqarrub

1

(2)

2

ila Allah atau dalam bentuk organisai-formalnya sebagai sebuah tarekat merupakan suatu

didikan spiritual yang tidak dapat dilepaskan dari sejarah Islam, termasuk Islam di Indonesia.

Dirujuk lebih jauh ke belakang, tasawuf dalam Islam banyak disandarkan pada peri

kehidupan Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya utamanya yang dikategorikan sebagai

Khalifah al-Rasyidin. Harun Nasution menerangkan bahwa Nabi Muhammad sebelum

menjadi rasul beliau bertafakur mengasingkan diri di Gua Hira pada setiap bulan Ramadhan.

Muhammad berpikir bahwa agama dan adat hidup yang digunakan bangsa Arab ketika itu

bukanlah agama dan adat yang betul, melalui upaya puasa pada bulan Ramadhan tersebut

jiwa Muhammad menjadi suci, hingga akhirnya siap menerima wahyu Allah. 2

Sedangkan dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia, tasawuf tumbuh sejak awal

masuknya Islam di Nusantara sekitar abad ke empat dan ke lima Hijriyah yang kental dengan

unsur-unsur tasawuf. Bahkan masih kelihatan menjadi bagian tidak terpisahkan dari

pengalaman keagamaan sebagian kaum muslimin di Indonesia hingga saat ini. Terbukti

dengan maraknya kajian tasawuf di Indonesia dan perkembangan berbagai Tarekat

Muktabarah3 yang masih berpengaruh di tengah kehidupan masyarakat Islam di Nusantara,

dengan berbagai organisasi-formal, dan metode tarekatnya.

Penyebaran tasawuf di Indonesia dilakukan oleh pribadi-pribadi yang keberadaannya

dapat pertanggung jawabkan secara historis, mereka di antaranya adalah: Hamzah Fansuri

(1588), Syamsuddin Sumatrani (1575-1630), Nuruddin al-Raniri (w. 1583), Abd al-Rauf (w.

1693), Abd Shamad al-Palimbani (lahir 1112), Muhammad Nafis al-Banjari (lahir 1735),

Syekh Yusuf al-Makassari (1626-1699) pelopor dan penyebar tarekat Khalwatiyah Yusufiyah

di Sulawesi dan Afrika Selatan, Daud Fatani (1769-1847) pengembang tarekat Samaniyah di

Gresik, Isma‟il al-Minangkabawi (w. 1928) pelopor tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di Minangkabau, Abd al-Wahhab Rokan dari Langkat penyebar tarekat Naqsabandiyah di

Langkat hingga ke Malaysia, Syekh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) pengembang tarekat

Naqsabandiyah dan tarekat Qadiriyah dan pendiri tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di

Indonesia, Abd al-Karim Banten (lahir 1840) penyebar tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di

Banten dan sekitarnya, Syekh Muslih ibn Abd al-Rahman (1917-1881) pendiri cabang tarekat

Qadiriyah Naqsabandiyah di Mragen Jawa Tengah, dan K.H.A. Shohibulwafa tajul Arifin

2

Harun Nasution (Ed.) Thoriqot Qodiriyyah Naqsabandiyyah, Sejarah, Asal-Usul dan Perkembangannya,

(Tasikmalaya: Institut Islam Latifah Mubarokiyyah (IAILM), 1990), hlm. 4

3

(3)

3

(Abah Anom) (lahir 1915) merupakan pengembang tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di

Suryalaya Tasikmalaya.4

Perkembangan TQN di Tasikmalaya yang berpusat pada Pondok Pesantren Suryalaya,

Tasikmalaya5 di bawah pimpinan K.H Shahibulwafa Tajul Arifin nampak unik dan berbeda

dengan pusat-pusat TQN lainnya. Pada Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya sebagai

pusat TQN di Tasikmalaya, yaitu kentalnya kepedulian sosial dalam upaya mengatasi

masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat global dewasa ini.

Jamak dimaklumi, era globalisasi tidak saja membawa dampak positif tapi juga dampak

negatif. Dampak positif globalisasi dapat dilihat dalam kemudahan akses terhadap informasi

dan kemajuan tekhnologi dan ilmu pengetahuan yang dapat dinikmati oleh masyarakat dunia

global. Sedangkan dampak negatifnya dapat terlihat jelas dalam perubahan perilaku yang

berkaca pada kebudayaan pop ala Barat yang serba permisif. Hal tersebut jika ditinjau dalam

kacamata tasawuf telah mengotori jiwa manusia, akibatnya berbagai penyakit jiwa dengan

mudah menghinggapi manusia modern yang telah kehilangan visi ke-Ilahianan dan

mengalami kekosongan/krisis spiritual. Mulai dari depresi, stress, dan berbagai kenakalan

remaja yang terjadi kalangan masyarakat tanpa mengenal jenis kelamin, umur, dan juga status

sosial-ekonomi.

Dalam kasus inilah Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, sebagai pusat TQN,

berupaya melibatkan diri dalam mengatasi masalah sosial kemasyarakat tersebut melalui

pendirian sebuah pondok pembinaan dikhususkan dalam proses tazkiyah al-nafs yang pada

akhirnya menjadi semacam terapi sufustik dalam mengembalikan seseorang yang telah

tergelincir dari jalan yang benar. Pondok itulah yang dikenal dengan pondok Inabah pada

Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.

Keberadaan pondok Inabah cukup unik, di tengah anggapan bahwa tarekat atau tasawuf

umumnya merupakan gerakan keagamaan yang sepi dari aktivitas sosial, bahkan dalam

ajaran tarikat tasawuf dikenal konsep-konsep zuh yang menginginkan seseorang untuk

menjauhkan diri dari dunia, termasuk di dalamnya keterlibatan sosial. Kenyataan inilah yang

menjadi masalah cukup serius untuk dituntaskan apakah benar tasawuf hanya bentuk

keagamaan yang memutuskan keterlibatan sosial, atau hal itu hanya berlaku dalam suatu

kondisi.

4

Untuk lebih mengetahui para tokoh diatas dapat dirijuk pada karya Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), Cet. Ke-3

5

(4)

4

Menanggapi kenyataan di atas, menurut Said Agil Husin Munawwar, tasawuf yang

demikian dapat terhapus oleh citra baru tasawuf yang menghapus tuduhan terhadap tasawuf

sebagai jalan hidup yang menolak dan mengabaikan kehidupan duniawi. Tuduhan ini tidak

dapat dibenarkan jika berkaca pada citra tasawuf modern yang mementingkan keseimbangan

antara jasmani dan rohani, lahiriah dan batiniah, spiritual dan materil. Dimana dipahami

bahwa kemajuan spiritual hanya bisa diperoleh melalui hidup yang saleh dalam kehidupan

sosial.6 Inilah ajaran sufi yang benar.

Jelaslah bahwa hakikat kehidupan sufi tidak mengharuskan seseorang untuk melepaskan

keterlibatan dalam pergaulan sosial, justru dalam kehidupan para sufi tersurat ajaran untuk

mementingkan orang lain dari pada diri sendiri. Inilah dasar-dasar ajaran sosial yang patut

diapresiasi dan ditonjolkan dalam kehidupan para sufi yang cenderung hanya dibatasi dalam

kehidupan astetik semata. Hal ini pula yang dilakukan oleh TQN di Tasikmalaya dalam

berbagai terapi sufistik dalam mengatasi penyakit jiwa yang nemiliki landasan rasionalitas

historis tersendiri, mengingat TQN merupakan sebuah tarekat yang sarat dengan pembinaan

psikologis yang dikembangkan bagi pengikutnya, terutama melalui dzikir kepada Allah.

Dimana teknis pelaksanaanya tidak sederhana ia bersifat filosofis dan membutuhkan

kesabaran, ketekunan, dan tingkat keseriusan yang tinggi.7

Tujuan tazkiyah al-nafs demikian pula yang menjadi tujuan segenap prosesi pada Pondok

Inabah TQN yang dalam kenyataannya menunjukkan hasil yang cukup ampuh dalam

mengembalikan kesadaran diri seseorang dari jerat-jerat dosa menuju cahaya keimanan

dengan penuh kesadaran.

B. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Pengertian Tazkiyah al-Nafs dalam Tasawuf

Kata tazkiyah al-nafs berasal dari dua buah bahasa Arab, yaitu tazkiyah dan al-nafs.

Kata tazkiyah ini merupakan masdhar dari madhi zakka yang mengandung dua pengertian,

yaitu pertumbuhan dan pembersihan. Sedangkan kata al-nafs merupakan mufrad yang

berjamak anfus dan nufus yang berarti “jiwa, diri, pribadi, hidup, pikiran, hati” yang

sepadan dengan kata soul, psyche, dan nous.8 Dengan demikian kata tazkiyah al-nafs

merujuk pada proses penyucian jiwa yang merupakan salah satu proses sekaligus tujuan

6

H. Said Agil Husin Munawwar, al-Qur a Me ba gu Tradisi Kesaleha Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 377

7

Hal diatas dapat dilihat dalam karya K.H. Zarmaji Soeraji, al-Tadzkirat al-Nafi ah, Pare: Tp.1 6 Jilid 1

8

(5)

5

dalam tasawuf di samping tujuan lanjutannya yaitu taqarrub ila Allah (mendekatkan diri

kepada Allah). Sebagai tujuan tasawuf tazkiyah a l-nafs diupayakan untuk mengkondisikan

jiwa manusia agar merasa tenang, tentram, dan senang berdekatan dengan Allah (ibadah),

yang melaluinya diharapkan semua kotoran dan penyakit jiwa akan tersucikan.9 Sebagai

proses sekaligus tujuan pokok dalam tarekat, tazkiyah al-nafs menjadi pembuka jalan

menuju kedekatan terhadap Allah, bahwa dengan bersihnya jiwa secara otomatis akan

semakin mendekatkan seseorang kepada Allah.10

Karena itulah al-nafs dalam tasawuf memperoleh perhatian yang cukup besar,

mengingat jiwa itu membutuhkan pembinaan dan latihan untuk dikembangkan menuju

jiwa yang lebih baik. Al-Qur‟an sendiri mengisyaratkan bahwa jiwa perlu disempurnakan sebagaimana dalam Q.S al-Syams, ayat 7. Proses penyempurnaan jiwa ini adalah proses di

mana manusia berupaya mengadakan peningkatan kualitas dirinya atau jiwanya yang

menjadi tanggung jawab tiap individu. Apakah ia akan membentuk jiwa menuju jalan

fujur (buruk), yaitu jalan yang mengarah pada hal-hal yang merugikan dan destruktif

(buruk) atau jalan ketaqwaan yaitu jalan yang mengarah kepada kebaikan dan

menyelamatkan kehidupan manusia.

Dengan demikian terlihat jelas apa yang dimaksud dengan tazkiyah al-nafs dalam

tradisi sufisme adalah proses perkembangan jiwa manusia, proses pertumbuhan dan

pembinaan akhlaq al-karimah dalam diri dan kehidupan manusia, sehingga manusia akan

menemukan al-falah (kemenangan) atau sa’adah (kebahagiaan), yang terkulminasi dalam

keberhasilan manusia memberi bentuk dan isi pada keluhuran martabatnya sebagai

makhluk yang berakal budi, makhluk yang telah diserahi tugas sebagai khalifah Allah fi

al-ardh atau khalifah Allah di muka bumi. Ketka hal ini tercapai ketika itulah manusia

baru dapat disebut sebagai ahsanal-taqwim (makhluk yang paling sempurna kejadiannya).

Hal ini pula yang dilakukan TQN melalui berbagai pondok Inabah yang didirikan

oleh Shahibulwafa Tajul Aripin Di mana tazkiya h al-nafs diarahkan untuk membersihkan

diri seseorang dari perilaku dan akhlak yang mulia melalui berbagai metode dan latihan

tazkiyah al-nafs sesuai dengan tuntutan syari‟at Islam, yang berintikan pada ibadah dalam

upaya taqarrub ila Allah.

9

Mir Valiuddin, Contemplative Diciplines in Sufism, MS. Nasrullah (Terj.), Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 45

10

(6)

6

2. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Suryalaya Tasikmalaya

a. Sejarah dan Ajaran Qadiriyah Naqsabandiyah Suryalaya, Tasikmalaya

1) Sejarah pendirian

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) Suryalaya Tasikmalaya yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah kemursyidan TQN yang ada di Suryalaya

Tasikmalaya. Kemursyidan ini didirikan oleh Syekh Abdullah Mubarak ibn Nur

Mubarak bin Nur Muhammad atau Abah Sepuh (1836-1956) bersamaan dengan

pendirian Pondok Pesantren Suryalaya sebagai pusat kemusyidan TQN di

Tasikmalaya. Syekh Abdullah Mubarak sendiri lahir pada tahun 1836 di Kampung

Cicalung Desa Bojongsoban Kecamatan Tarikolot, Kabupaten Sumedang (sekarang ,

Kampung Cicalung Desa Tanjungsari, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten

Tasikmalaya) dari pasangan Rd. Nura Pradja/Eyang Upas kemudian bernama Nur

Muhammad dengan Thu Emah.

Walaupun Syekh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh

sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundangan Tasikmalaya, beliau masih terus

belajar dan mendalami ilmu Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah kepada mama Guru

Agung Syekh Tholhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon.

Akhirnya ia memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar

tahun 1908, dalam usia 72 tahun, beliau diangkat secara resmi sebagai guru Mursyid

Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah oleh Syekh Tholhah. Beliau juga memperoleh

bimbingan ilmu tarekat dan (bertabaruk) kepada Syekh Kholil Bangkalan Madura

dan bahkan memperoleh ijasah khusus shalawat Bani Hasyim.11

Kemursyidan TQN KH. Abdullah Mubarak didirikan pada tahun 1890, yang

merupakan dasar pondasi pendidikan dan dakwah Islam bernuansa TQN di Priangan

Timur, Tasikamalaya. Saat itu Abah Sepuh telah berusia 54 tahun dengan

penguasaan ilmu agama yang matang dan terpadu. Karena kecurigaan masyrakat

terhadap ajarannya dan tempat juga kurang strategis pengajian ini terhenti dan

dipindahkan ke kampong Cisero, namun lagi-lagi karena alasan serupa pengajian

dihentikan pada tahun 1901 atau 1902. Pengajian selanjutnya dipindahkan di

Kampung Godebag dan terus bertahan hingga tahun 1905 tepatnya ketika Abah

11

(7)

7

Sepuh mendirikan Pondok Pesantern Suryalaya, Tasikmalaya. Pondok inilah yang

kemudian menjadi pusat kemursyidan TQN di Tasikmalaya.12

Masa awal perjalanan Pondok Pesantren Suryalaya sebagai lembaga

pendidikan Islam dengan ciri khusus spesialisasi pengajian, pengamalan dan

pengembangan TQN tidak berjalan mulus begitu saja. Karena ada kesalah pahaman

sebagian masyarakat, ditambah kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang kurang

mendukung berkembangnya tarekat pada umumnya.

Pemerintah kolonial Belanda melihat dan mencatat bahwa kyai tarekat

termasuk santri dan pesantren sebagai provokator, penyulut timbulnya kekacauan

seperti Perang Banten (1658-1682), Perang Padri (1821-1838), Perang Aceh

(1873-1903), Perang Diponegoro (1825-1830), dan pemberontakan Cilegon-Banten (1888)

serta pemberontakan di Kedongdong Cirebon (1893). Atas bukti-bukti tersebut,

maka pemerintah penjajahan Belanda memandang tarekat sebagai musuh besar yang

sangat ditakuti dan harus dikikis habis.

Tindakan yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda awal abad ke-19

dalam melaksanakan strategi kikis-habis semua tarekat di Indonesia adalah melalui

langkah-langkah berikut: (a) Ulama-ulama yang mengajarkan dan mengamalkan

tarekat dikucilkan atau dipersempit ruang geraknya agar masyarakat luas menolak

kehadiran mereka, membenci dan kalau bisa mengusir dari tempat tinggalnya; (b)

Membujuk ulama-ulama lain yang beda paham dan kurang pengetahuan untuk terus

menerus menyatakan dan mengumumkan kepada warga masyarakat di lingkungan

bahwa ajaran tarekat adalah ajaran yang menyimpang (bid‟ah) dan dapat

membahayakan jiwa yang mengamalkannya (bisa menjadi tidak normal

perilakunya); (c) Melakukan penangkapan terhadap para uama yang memimpin

pesantren atau madrasah apabila ditemukan tanda-tanda atau bukti-bukti bahwa di

pesantren itu diajarkan tarekat. Dalil yang digunakan oleh polisi Belanda untuk

penangkapan adalah mempersiapkan pemberontakan melawan pemerintah kolonial

atau meresahkan masyarakat; (d) Melarang aparat kolonial Belanda di daerah unutk

mempelajari terlebih lagi mengamalkan terkat. Pelanggaran terhadap ini dikenakan

sanksi yang cukup berat.

2) Amalan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Suryalaya, Tasikmalaya

a) Zikrullah

12

(8)

8

Secara luhgawi artinya ingat, mengingat atau eling dalam bahasa sunda.

Zikir terbagi dua, ada zikir bimakna „am (zikir bimakna umum) dan ada zikir

bimakna khas (zikir dalam arti khusus). Zikir dalam arti yang pertama adalah segala

bentuk ketaatan kepada Allah. Sebagai contoh, shalat adalah zikir, puasa zikir, zakat

zikir, pergi melaksanakan haji ke tanah suci zikir, membaca al-Qur‟an adalah zikir. Sedangkan zikir yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bermakna khas.

Zikir bermakna khas adalah hudhur al-Qalbi ma‟a Allah (hadirnya hati kita bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua yaitu zikir jahr dan zikir khafi. Zikir

jahr melafalkan kalimah thayyibah yakni Laa Ilahaillallah yang dilafalkan secara

lisan dengan suara keras dan cara-cara tertentu. Sedangkan zikir khafi adalah ingat

kepada Allah dengan zikir isbat saja yaitu mengingat nama Allah secara sir di dalam

hati.13

b) Talqin dan Bai‟at

Untuk dapat mengamalkan zikir khas (yakni zikir dalam TQN), begitu juga

amalan-amalan TQN yang lainnya, seorang salik (murid) mesti berawal dengan

proses talqin. Talqin ialah peringatan guru kepada murid. Sedangkan bai‟at adalah

kesanggupan dan kesetiaan murid di hadapan gurunya untuk mengamalkan dan

mengerjakan segala kebajikan yang diperintahkan.14

c) Khataman

Kata khataman berasal dan kata khatama, yakhtumu, khatman, artinya

selesai/menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan atau

menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran TQN pada

waktu-waktu tertentu. Wirid minimal dibaca secara keseluruhan sampai khatam satu kali

dalam satu minggu. Khataman dilakukan setelah selesai salat fardhu dan zikirnya. Isi

amalan khataman terdiri atas tawassul, bacaan ayat-ayat tertentu dari al-Qur‟an, salawat, dan diakhiri dengan doa khataman. Intinya bagaimana wirid dapat

dilakukan secara khusyu‟ dan tuntas. Adapun tradisi di Pondok Pesantren Suryalaya khataman dilaksankan setiap ba‟da maghrib sampai tiba waktu isya, juga dilaksanakan setiap ba‟da ashar hari senin dan kamis.15

13

Tim Penyusun, Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya, hlm. 86

14

Tim Penyusun, Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya, hlm. 96

15

(9)

9

d) Manaqiban

Kata manaqiban merupakan kata jama‟ dari manqabah yang artinya

babakan/paparan sejarah hidup seseorang. Jama‟ kata manqabah adalah manaqib.

Dalam tradisi bahasa sunda kata manaqib ditambah dengan akhiran an sehingga

bacaannya menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan

hidup sesorang secara spiritual. Manaqib dala TQN adalah manaqib Syaikh Abdul

Qadir al-Jailani sebagai pendiri tariqat Qadiriyah. Isi manaqib secara khusus

menceritakan akhlak, silsilah, kegiatan dakwah, karamah dll.16

e) Riyadhah

Riyadhah secara etimologis berarti latihan, yaitu latihan rohani dengan

cara-cara tertentu yang lazim dilakukan dalam tasawuf. Dalam TQN, riyadhah yang

paling penting ialah zikrullah. Tetapi ketika zikrullah sudah menjadi amalan yang

dilakukan setiap selesai shalat fardhu, seorang salik boleh meminta kepada guru

(mursyid) tambahan amalan yang dapat memperkokoh keimanan, mempermudah

mencapai cita-cita hidup, dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam

kehidupan. Riyadhah biasa diberikan secara sistematis mulai dan belajar mandi

malam, mandi taubat, mandi kemanusiaan, puasa-puasa sunat pada hari-hari tertentu,

melek (tidak tidur beberapa waktu tertentu sambil membaca doa tertentu), saefi

(hizbul yaman), niis (tidak makan nasi, tidak makan yang mengandung garam, tidak

makan daging, tidak minim air dalam waktu tertentu) dan lain-lain. Semua amalan

ini dilakukan di bawah bimbingan dan pengawasan.17

f) Ziarah

Ziarah menurut bahasa berasal dan akar kata zaara, yazuuru, ziyaaratan

artinya berkunjung. Menurut istilah tasawuf ziarah ialah berkunjung kepada

orang-orang salih, para nabi, para wali para ulama, baik yang masih hidup maupun yang

sudah wafat. Pada awal-awal Islam memang ziarah keapad yang sudah wafat pernah

dilarang oleh Rasulullah karena beliau khawatir terjadi kemusyrikan dan perilaku

orang yang berziarah yang masih dekat dengan kehidupan jahiliyyah. Tetapi ketika

Rasulullah melihat bahwa perilaku sahabat tidak akan menyimpang kepada

kemusyrikan karena maka Rasulullah menganjurkan ziarah kepada para sahabat.

16

Yaysan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya, Satu Abad., hlm. 100

17

(10)

10

3) Tanbih

TQN tidak hanya mementingkan hubungan dengan Allah tetapi juga

hubungan terhadap sesame manusia dan hamba Allah. Ajaran yang mengatur rambu

hubungan dengan sesame inilah yang digariskan dalam tanbih, yang mengandung

ajaran moral, menyangkut berbagai bidang kehidupan.

C. IMPLEMENTASI TAZKIYAH AL-NAFS PADA INABAH XVII PUTRI

PONDOK PESANTREN SURYALAYA TASIKMALAYA

1. Dasar Konseptual Implementasi Tazkiyah al-Nafs pada Inabah XVII Putri Pondok

Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat

a. Jiwa dalam Pandangan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah

Manusia dalam pandangan TQN bermula dari qudrah (ketentuan) dan iradah

(kehendak) Allah, yang menjadikan manusia dari dua eksistensi yang berbeda, yaitu

eksistensi yang berasal dari „alam al-amr (alam perintah) dan eksistensi yang berasal dari

„alam al-khalq (alam ciptaan). Ada lima entitas yang berasal dari „alam al-amr, yang

disebut latha‟if (jama‟dari kata lathifah, yang berarti kelembutan), yaitu lathifah al-akhfa, lathifah al-khafi, lathifah al-sirriy, lathifah al-ruhi, dan lathifah al-qalbi. Sedangkan yang

berasal dari alam al-khalq ada lima entitas, yaitu satu lathifah dan empat anasir (jama‟ dari unsur). Kelima entitas itu adalah lathifah al-nafs (ruh), unsur api, unsur udara, unsur

air, dan unsur tanah.18

Dalam pandangan TQN, jiwa (al-nafs) adalah kelembutan (lathifah) yang bersifat

ketuhanan (rabbaniyah). Sebelum bersatu dengan badan jasmani manusia lathifah ini

disebut dengan al-ruh, dan jiwa adalah ruh yang telah masuk dan bersatu dengan jasad

yang menimbulkan potensi kesadaran (al-idrak). Jiwa yang diciptakan oleh Allah

sebelum bersatu dengan jasad bersifat suci, bersih dn cenderung mendekat kepada Allah,

mengetahu akan Tuhannya. Akan tetapi setelah ruh bersatu dengan jasad akhirnya ia

melihat (mengetahui) yang selain Allah.19Itulah sebabnya sehingga jiwa (ruh yang

menyatu dengan tubuh) perlu dididik, dilatih, dan dibersihkan agar kembali dapat

18

Zamroji Saerozi, al-Tadzkirat al-Nafi ah, Pare: tp.,tth , Juz 1, hl . Lihat pula M. ‘o li Ta i , al -Tsamarat al-Fikriyah Risalat fi Silsilat al-Thariqatain wa Naqsyabandiyah, (Jombang: tp., t. th), hlm. 3

19

(11)

11

melihat, mengetahui dan berdekatn denganAllah, yaitu melalui tazkiyah al-nafs

(penyucian jiwa) atau tashfiyah al-qalb (pembersihan hati).20

b. Pengaruh Jiwa Terhadap Sifat Manusia

1) Nafs al-Amarah

Jiwa amarah ini berasal dari unsur jasmaniyah (walaupun sustansi lathifa),

karena itu, cenderung pada tabiat badaniyah dan memiliki ketertarikan pada alam

yang lebih rendah yaitu alam al-syahadah (alam materil), namun juga dapat

dipengaruhi oleh jiwa diatasnya. Karena itu jika tidak dilatih dengan baik jiwa amarah

dapat membawa qalb (lathifah al-qatbi) ke arah lebih rendah, dengan menuruti

keinginan-keinginan duniawi yang dilarang oleh syariat. Jiwa ini merupakan sumber

segala kejahatan, dan akhlaq yang tercela. 21

Pusat mekanisme kerja jiwa ini berada dalam otak jasmaniyah yaitu pada

lapisan pertama. Sehingga dari realitas yang tampak, jiwa ini berpusat di

tengah-tengah kening, di antara dua alis mata. Ia memiliki cahaya biru terang yang disebut

dengan nur al-samawat. Inilah esensi nafs (jiwa) sebagai sebuah kesadaran, dan

padanya terkumpul tiga potensi dasar manusia. Keadaan jiwa demikian ini akan

menimbulkan karakter dan kepribadian seseorang yang tida baik, yaitu: kikir

bukhl), berambisi pada hal-hal yang materialistic hirsh), dengki dan iri hari

(al-hasad), bodoh dalam menerima kebenaran (al-jahl), memiliki keingianan untuk

memperturutkan hawa nafsu duniawi.

Keadaan jiwa amarah pada tahap yang destruktif dapat menimbulkan tipologi

dan kepribadian seseorang yang sangat jelek, namun melalui proses tazkiyat al-nafs,

ia dapat diperbaiki menjadi nafs al-lawwamah.

2) Nafs al-Lawwamah

Jiwa penyesalan ini menunjukkan pada suatu kesadaran tentang kebaikan dan

kejahatan, sehingga memunculkan sikap suka mencela (al-laum) perbuatan butuk pada

diri sendiri dan orang lain. Jiwa ini ada pada cahaya hati (cahaya warna kuning yang

tak terhinggakan), yang dapat menimbulkan semangat untuk berbuat baik, tetapi juga

terkadang ia menimbulkan semangat untuk berbuat baik, tetapi juga terkadang ia

menimbulkan semangat untuk tidak berbuat baik, dan keinginan berbuat maksiat.

Dalam arti keadaannya cenderung tidak tetap (berbolak-balik) antara memperturutkan

20

Abd. Barra Sa ad Ib Muha ad al-Takhisi, Tazkiyat al-nafs, Muqimudin Shaleh (Terj.) Tazkiyat al-nafs, (Solo: Pustaka Mantiq, 1996), hlm. 27

21

(12)

12

hawa nafsu dengan akal budi (hati nurani).22 Jika seseorang melakukan kesalahan

akan muncul penyesalan dan akhirnya mencela diri sendir, karena itu jiwa ini

merupakan sumber munculnya penyesalan, pusat hawa nafsu, penyebab

ketergelinciran dan kerakusan.

Walaupun jiwa ini didominasi oleh sifat-sifat jelek, tetapi lathifah al-qalbi ini

juga merupakan tempatnya sifat baik yaitu: keyakinan akan kebenaran syari‟at (al -iman), (penyerahan diri kepada ketentuan-ketentuan syari‟at Allah (islam), tauhid, serta makrifat).23 Kalau sifat buruk dalam jiwa ini berhasil dihilangkan melalui

pembersihan diri, maka ia akan meningkat pada kualitas kejiwaan yang lebih baik

yaitu nafs al-mulhimah.

3) Nafs al-Mulhimah

Pada dasarnya jiwa yang diilhami ini adalah lathifah al-ruhi. Karena itu jiwa

ini berada pada lapisan ke tiga dal system interioritasi jiwa manusia. Kelembutan jiwa

ini merpakan kesadarn yang mudah menerima pengetahuan. Jiwa al-mulhinah

memiliki pusat pengendalian di bawah susu kanan berjarak sekitar dua jari. Ia

memiliki hubungan dengan paru-paru jasmaniyah manusia, dengan cahaya berwarna

merah tidak terhingga. Menurut TQN jiwa al-mulhimah memiliki tujuh sifat yang

dominan yaitu: dermawan, (al-sakhawah), rendah hati (tawadhu‟), dapat menerima

ketetapan Allah (qana‟ah), taubat, sabar, dan dapat menerima (al-tahammul).24 4) Nafs al-Muthmainnah

Hakikat jiwa ini merupakan realitas dan gejala dari lathifah al-sirri, maka

pusatnya berada di atas susu kiri , jarak dua jari dan condong ke kiri. Warna cahaya

yang memancar dari jiwa ini adalah putih yang tak terhinggakan, berada di bawah

kaki kekuasaan (qidam) Nabi Musa. Jiwa didominasi oleh sifat-sifat yang baik yaitu:

tidak kikir tehadap harta, demi untuk ketaatan kepada Allah (al-judu), berserah diri

kepada Allah sebagaimana anak kecil berpasrah kepada ibunya (al-tawakkal), ikhlas

dalam ibadah (al-ibadah), syukur, rela terhadap hokum dan ketentuan Allah (al-ridha),

takut mengerjakan maksiat kepada Allah (al-khaswah).25 Di samping adanya dominasi

sifat baik-baik, dalam jiwa ini juga bersemayam sifat yang jahat binatang buas

22

Dalam hal ini al-Ghazali menerangkan bahwa manusiamemiliki dua kesadaran pokok, yaitu akal-budi dan nafsu syahwat. Maka orang yang memenangkan hawa nafsu syahwat atas akal budi akan menjadi hina dari binatang, jika sebaliknya, orang akan menjadi lebih mulia dari malaikat. (Abu Hamid, Makasyif Qulb al-Muqarib ila Hadrat al-Alla al-Ghuyub fi Il Tasawuf, Mesir: Abd. Ha id Ha afi, t. th. , hlm. 16

23

Jalaluddin, Sinar Keemasan, Jilid 2, hlm. 181

24

Saerozi, al-Tadzkirat al-Nafi ah, hlm. 40-41

25

(13)

13

(sbu‟iyyah), kalau jiwa ini (muthmainnah)ntidak dihidupkan, maka yang muncul

adalah sifat nafsu binatang tersebut, yaitu kecenderungan hati untuk bersifat rakus,

ambisius menghalalkan segala cara, suka betengkar dan bermusuhan. Jiwa al-radhiyah

adalah tingkatan ideal jiwa seorang sufi sunni, tetapi dalam tingkatan kualitas jiwa

murni, diatasnya masih ada lagi tingkatan yang lebih baik, yang dinamakan jiwa

mardliyyah.

5) Nafs al-Mardliyyah

Jiwa yang puas ini merupakan realitas dari lathifah al-khafi, maka ia bersifat

sangat lembut dan cenderung pada sifat yang bersih, suci, dan dekat kepada Tuhan,

karena jauh dari pengaruh unsur-unsur jasmaniyah. Jiwa ini muncul sebagai kesadaran

dan kecenderungan rela (menerima dengan senang hati ) akan Allah sebagai

Tuhannya sebagai tempat penyerahan diri (al-tawakkal) atas segala urusannya.

Selanjutnya ia senatiasa taslim atau menyerah diri kepada ketentuan-Nya, dan

menikmati beribadah kepada-Nya. Sehingga Allah pun ridha terhadapnya.26

Memiliki cahaya warna hitam cemerlang, berada di bawah qidam kewalian

Nabi Isa, dan berhubungan limpa jasmaniyah.27 Dalam TQN, jiwa ini didominasi oelh

enam sifat manusia, yaitu: baik budi pekerti lahir dan bathin (husn al-khulq),

meninggalkan yang selain Allah (taraka ma siwa Allah), belas kasi terhadap sesame

makhluk (al-luthf), mengajak kepada kebaikan, pemaaf terhadap keslahan sesame

makhluk (al-„afwu „ani al-dhzunub al-khalq), menyayangi makhluk dengan maksud unutk mengeluarkan mereka dari pengaruh tabiat dan nafsu mereka kepada cahaya

ruhani yang suci.

Selain sifat-sifat terpuji tersebut, dalam jiwa ini juga bersarang sifat-sifat jelek,

yaitu sifat-sifat kesetanan (syaithaniyah) yaitu sifat-sifat dan tabia‟atnya iblis, seperti hasad, takabbur, khianat, licik, dan busuk hati, munafik.

6) Nafs al-Kamilah

Jiwa al-kalimah ini merupakan penjelmaan al-akhfa, sebuah kelembutan yang

paling dalam pada kesadaran manusia. Dengan demikian ia merupakan kesadaran

(jiwa) yang paling bersih dari pengaruh unsur-unsur materi yang lebih rendah. Pusat

pengendalian jiwa ini berada di tengah-tengah dada manusia, warna cahaya hijau yang

26

Kurdi, Tanwir al-Qulub…., hlm. 28

27

(14)

14

tak terhinggakan. Jiwa ini berada dalam pengendalian qidam wilayah Nabi

Muhammad.28

Jiwa ini didominasi oleh sifat-sifat mulia yang sangat utama, yaitu „ilmu al

-yaqin , „ainu al-yaqin. Selain adanya tiga sifat utama dalam pusat kesadaran (jiwa) ini, maka di sini juga ada sifat ketuhanan yang ketuhanan yang negative, yaitu sifat

al-rububiyah yakni sifat ketuhanan yang tidak semestinya dipergunakan oleh manusia,

seperti takabbur, ujub, riya‟, dan sebagainya.29 7) Nafs al-Radliyah

Jiwa yang diridhai Ini merupakan kesadaran ruhaniyah dari lathifah al-galab,

yang memiliki sifat baik ruhaniyah maupun jasmaniyah. Ia merupakan jiwa tertinggi

bagi manusia sebagai makhluk jasmani dan ruhani, hamba Tuhan, dan juga khalifah

Allah di dunia. Pusat pengendalian jiwa ini berada diseluruh tubuh (badan

jasmaniyah) manusia, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cahayanya adalah

cahaya ilahiyah yang bening tiada bewarna. Adapun sifat-sifat dominan yang dimiliki

jiwa ini adalah: mulia senang shadaqah dan beramal jariyah (al-karm), meninggalkan

materi dan menerima materi hanya yang halal walaupun sedikit, meninggalkan yang

syubhat (zuhud), memurnikan niat hanya kepada Allah (ikhlas), berhati-hati dalam

beramal dan memilih yang benar-benar baik dalam syari‟at (wara‟), latihan terus menerus (al-riyadhah) untuk menyiksa hawa nafsu dengan selalu menghiasi diri

dengan budi pekerti yang mulia (akhlaq al-karimah), dan senantiasa memegang janji

kepada Allah (al-wafa‟).30

2. Metode Tazkiyah al-Nafs XVII Putri

a. Talqin

Metode talqin lebih menunjukkan kepada aspek penyentuhan kejiwaan sebagai

proses awal penyembuhan. Setiap anggota tubuh dan nyawa hanyalah titipan dari

Allah semata; agar kita dapat menempuh perjalanan hidup, lalu kita menggunakan

badan dalam keadaan menangis ini, Abah Anom terus memasukkan berbagai petuah

sampai akhirnya anak bina berhenti menangis dan emosinya kembali stabil.31

28

Jalaluddin, Sinar Keemasan, Jilid 2, hlm. 9

29

Saerozi, al-Tadzkirat al-Nafi ah, hlm. 45

30

Saerozi, al-Tazdkirat al-Nafi ah,hlm. 47-49

31

(15)

15

b. Mandi Taubat

Mandi tengah mala mini digambarkan sebagai perjuangan melawan rasa

kantuk, dingin, dan kemalasan. Diyakini bahwa melalui mandi tengah malam

pembuluh darah di permukaan tubuh menciut, sehingga darah lebih banyak naik ke

otak dan tubuh bagian terdalam lainnya. Jadi, mandi taubat yang dilakukan tengah

malam merupakan hidroterapi yang sangat efektif, menyegarkan jiwa dan raga yang

pernah tersiksa oleh berbagai penyakit jiwa.32

Mandi taubat termasuk amalan sunnah yang biasa dilakukan para sufi dan ahli

tarekat. Mandi taubat dilakukan dengan niat bertaubat atau menghilangkan dosa

seluruh anggota tubuh, mulai dari ujung rambut samapai ujung kaki. Mandi taubat di

Pondok Inabah merupakan kegiatan yang harus dikerjakan oleh seluruh anak bina, di

bawah bimbingan para Pembina Inabah. Kegiatan ini mulai sekitar pukul 02.00 dini

hari.

Bagi kebanyakan orang, keamanan penyembuhan melalui mandi tengah taubat

yang dilaksanakan malam hari sering dipertanyakan afektivitasnya, karena dipercaya

justeru dapat merusak atau membahayakan kesehatan tulang dan paru-paru, atau dapat

menimbulkan penyakit rematik dan paru-paru basah. Sementara dalam ajaran sufistik

TQN mandi taubat diyakini sebagai metode yang ampuh dalam meningkatkan

kesadaran (self consciousness) dan dapat menyembuhkan dari berbagai penyakit fiisk

dan psikis.

c. Shalat

Shalat merupakan ibadah madhah (ritual) yang terpenting dalam ajaran Islam.

Dalam ajaran TQN amalan shalat menjadi metode penyadaran diri yang sangat

diutamakan di Pondok Inabah, baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Amalan shalat

ini dikerjakan dengan peraturan yang sangat ketat. Semua jenis shalat yang telah

ditetapkan sebagai kurikulum Inabah diberlakukan sebagai “kewajiban” bagi anak

bina, sekalipun itu adalah shalat sunnah. Dengan demikian, dalam sehari semalam,

anak bina pada Pondok di Inabah melaksanakan semua amalan shalat, yang wajib

maupun yang sunnah, sebanyak 82 rakaat.33

Ketika shalat dapat dilakukan dengan benar, maka shalat akan membekas

dalam perilaku membuat seseorang malu dan takut untuk berbuat maksiat, keji,

mungkar, karena senatiasa ingat kepada Allah. Selain itu diyakini pula bahwa shalat

32

Burhanuddin da Baedowi, Transformasi Otoritas Keagamaan,hlm. 284

33

(16)

16

memuiliki dampak psikomatif terhadap tubuh, karena gerakan shalat mengandung

unsur oleh gerak badan yang baik bagi kesehatan tubuh.34

d. Zikir

Zikir atau teknik kejiwaan melalui zikir dalam TQN dilakukan melalui dua

cara, yakni zikir jahr dan zikir khafi, dengan kata lain, aspek pikiran (kognitif), aspek

perasaan (afektif), aspek kemauan (konatif), dan gerakan-gerakan tubuh

(psikomotorik) dipadukan dalam arahan yang satu, yakni hati nurani. Cara ini

merupakn upaya untuk mencapai kepribadian yang sempurna atau insan kamil. Efek

zikir dirasakan oleh penderita sebagai suatu gejala kejiwaan yang luar biasa, yang

belum pernah dialami sebelumnya. Target yang ingin dicapai melalui zikir ini adalah:

(1) perolehan pengalaman kenikmatan melebihi waktu fly oleh narkotik, (2) hilangnya

rasa resah, gelisah dan khawatir, (3) tumbuhnya keteguhan jiwa, berani menghadapi

masalah segala tantangan hidup, karena memiliki anggapan kecil terhadap dunia, (4)

gerakan zikir juga merupakan olahraga jantung dan paru samapai lelah, sehingga

nafsu makan bertambah karena biasanya korban narkotik sangat enggan makan, (5)

zikir khafi menjadi pengawasan batin agar tidak tergoda oleh perbuatan dosa.35

e. Qiyam al-Lail

Qiyam al-lail atau shalat malam ini juga merupakan amalan yang sangat lazim

dilakukan oleh ahli tarekat, amalan sunnah ini sangat diistimewakan dalam TQN,

sehingga tiap murid diwajibkan mengikutinya. Qiyam al-lail untuk mendirikan shalat

sunnah yang diutamakan atau melakukan aktivitas ibadah lainnya sebagaimana yang

diterapkan pada Pondok Inabah TQN ini jelas memiliki sumber yang cukup kuat

dalam ajaran Islam. Dimana diyakini bahwa hal ini sangat bermanfaat bagi kesehatan

tubuh dalam upaya memperlancar peredaran darah. Selain itu diyakini bahwa saat itu

adalah saat yang paling mustajab dalam berdoa, yaitu pada waktu suhu dan kepekatan

udara dalam kondisi paling jernih (titik jenuh), selain itu adalah saat rentan tubuh

terserang penyakit dari kematian.

f. Puasa

Puasa menurut al-Ghazali merupakan ajaran pokok Islam, yang memiliki nilai

tazkiyah al-nafs. Melalui latihan menahan hawa nafsu, puasa dapat akan

meningkatkan kualitas jiwa dan memperlemah daya hewani dan potensi primitive

manusia. Dalam Islam puasa dibagi dua yaitu puasa wajib dan puasa sunnah, namun

34

Aqib, Inabah, hlm. 183

35

(17)

17

dalam bahasan tasawuf pembicaraan tntang puasa biasa tertuju pada puasa sunnah,

karena puasa wajib sudah tentu dilaksanakan.

Sebagai sebuah teknik tazkiyah al-nafs, puasa memiliki dampak yang cukup

besar bagi kesehatan jiwa dan raga manusia. Karena itu pondok Inabah menjadikan

puasa sebagai sarana atau metode terapi, walaupun pelaksanaanya tidak dipaksakan,

karena ia merupakan ibadah yang menuntut kesadaran penuh, kedisiplinan tinggi, dan

sulit untuk dimonitoring. Karena itu puasa hanya ditekankan pada anak bina yang

sudah memiliki kesadaran untuk melaksanakan puasa sunnah semisal puasa

senin-kamis, puasa kifarat (tiga hari tiap bulan), dan puasa baidh (awalbulan, tiga hari

pertengahan bulan, akhir bulan). Hal ini dilakukan untuk mendukung proses

penyembuhan dan meningkatkan pembentukan kualitas jiwa yang lebih baik.36

Dengan demikian diharapkan akan terjadi perubahan sikap.

D. RELEVANSI IMPLEMENTASI TAZKIYAH AL-NAFS PADA NASABAH

DALAM KONTEKS KRISIS SPIRITUAL MANUSIA MODERN

Pembinaan dalam upaya tazkiyah al-nafs jika dihubungkan dengan realitas kemodernan

dewasa ini tampak cukup relevan dalam mengatasi berbagai kekosongan spiritualitas yang

melanda masyrakat modern. Hal ini misalnya diakui oleh Syed Hossein Nasr, yang

mengkritik modernitas atau manusia modern dewasa ini, sebagai system atau wujud yang

mengarahkan pemahaman dunianya hanya pada bagian luar (permukaan) benda

(material/jasmani/fisik) dengan meminggirkan dimensi atau objek batin (ruhaniyah/psikis).

Manusia modern hanya melihat seluruh perspektif spiritualitas sebagai hal yang tidak bisa

dibuktikan dan tidak relevan. Manusia kontemporer hanya melihat secara berlawanan dari

manusia tradisional yang primordial tanda-tanda dan symbol –simbol alam sebagai sumber bagi kekuatan diri dan ekspresi akalnya semata, hingga mengakibatkan sikap mereka

terhadap alam lebih dikuasai oleh keinginan untuk menaklukkan dan menghancurkan

daripada keinginan untuk memahami alam sebagai sumber pengetahuan dan penyedia

kebutuhan duniawi. Singkat kata, dalam kemodernan citra manusiayang mendalam menjadi

sketsa yang kabur tanpa substansi dan jiwa.37

Artinya manusia modern umumnya adalah manusia yang hanya mementingkan satu

dimensi dari dua dimensi yang harusnya dilihat sebagai totalitas. Hal inilah yang menjadikan

36

Aqib, Inabah, hlm. 192

37

Azyu ardi Azra,Se i ar Sehari,”Spiritualitas, Krisis Du ia Moder da Aga a Masa Depa ”, Jakarta:

(18)

18

manusia modern kehilangan spiritualitas yang sebenarnya merupakan inti dari kemanusiaan.

Dalam hal ini tazkiyah al-nafs sangat ampuh untuk mengembalikan kembali kesadaran

spiritualitas manusia modern yang telah mengabur oleh berbagai urusan yang bersifat

keduniaan yang terwujud dalam krisis spiritualitas manusia modern.

Dapat dikatakan tazkiyah al-nafs yang merupakan prosesi pembersihan jiwa untuk

mengatasi berbagai penyakit dan kotoran jiwa tepat diterapkan pada konteks zaman yang

penuh dengan kekotoran jiwa dewasa ini, di mana nilai-nilai spiritual di singkirkan, nilai

kejujuran dibuang, idealism dikorban, demi pengejaran satu dimensi yaitu materi. Dimana

orang sanggup melakukan segala hal untuk mengejarnya, dan jika tidak berhasil akan

mengalami depresi. Stress, atau lari pada hal-hal yang dianggap dalam memberikan

kebahagiaan seperti narkoba, ataupun melakukan perbuatan dan kenakalan yang tercela. Perlu

diketahui bahwa prosesi tazkiyah al-nafs bukan hal mudah.

E. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang cukup panjang tentang implementasi tazkiyah al-nafs pada

Inabah XVII Putri Pondok Pesantren Suyralaya, Tasikmalaya, Jawa Barat, dapat ditarik

kesimpulan, yaitu:

1. implementasi tazkiyah al-nafs pada Inabah XVII Putri dilandasi oleh konsep jiwa

yang juga diyakini dalam TQN, bahwa jiwa manusia bersumber dari „alam al-„amr (alam perintah). Selanjutnya diyakini bahwa keadaan jiwa manusia memiliki

pengaruh terhadap sikap dan perilaku manusia, hal ini dapat dilihat dari kandungan

sifat baik dan buruk yang ada dalam tiap tingkatan jiwa (al-nafs). Intinya manusia

diharapkan dapat membersihkan jiwanya melalui jalan-jalan taqarrub ila Allah,

terutama dengan melaksanakan ibadah kepada Allah dan meninggalkan semua

larangan-Nya.

2. implementasi tazkiyah al-nafs pada Inabah XVII Putri terlihat cukup sistematis dan

terprogram dengan baik. Program dan metode ini secara hati-hati disusun berdasarkan

amalan-amalan ibadah yang dianjurkan dalam Islam dan telah dijadwal sedemikian

rupa, meliputi mandi taubat, shlat wajib dan sunnah, hingga doa dan zikir, dan juga

sosialisasi dalam kelompok sesuai dengan ajran TQN.

3. Pembinaan tazkiyah al-nafs pada Inabah XVII jika dihubungkan dengan realitas

kemodernan dewasa ini tampak cukup relevan dalam mengatasi berbagai kekosongan

spiritualitas. Hal ini misalnya diakui oleh Syed Hossein Nasr, yang mengkritik

(19)

19

pembinaan tazkiyah al-nafs merupakan metode dan juga merupakan proses amat

mumpuni dan menjaga jiwa tetap bersih tetap sesuai dengan fitrahnya yang cenderung

pada kebaikan. Selain itu melalui proses ini seperti yang tergambar pada Inabah Putri

nyata dapat memunculkan nilai-nilai dan sifat-sifat positif dalam diri manusia,

sehingga tetap dapat hidup di alam modern tanpa kehilangan inti dari kemanusiaannya

yaitu spritualitas.

BIBLIOGRAFI

Aqib, Inabah, “Jalan Kembali” dari Narkoba,Stress dan Kehampaan Jiwa” Surabaya: Bina

Ilmu, 2005

Azra, Azyumardi, Seminar Sehari,”Spiritualitas, Krisis DuniaModern dan Agama Masa

Depan”, Jakarta: Kerjasama Paramadina dan Mizan, 28 Juni 1993

Burhanuddin, Jajat dan Ahmad Baedowi (Penyunting), Transformasi Otoritas Keagamaan:

Pengalaman Islam di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2003

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta:

LP3ES, 1985

Jalaluddin, Syekh, Sinar Keemasan, Ujung Pandang: PPTI, 1987

Kurdi, M. Amin al-, Tanwir al-Qulub fi Mu‟ammalati „allam al-Ghuyub, Beirut: Dar al-Fikr,1995

Mulyati, Sri, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Kencana Prenada Media, 2006, Cet. Ke-3

Munawwar, H. Said Agil Husin al-, al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Press,2005

Rahman, Abd. Rahman, al-Futuhat al-Rabbaniyat fi al-Thariqat al-Qadiriyat wa

Naqsyabandiyat, Semarang: Thoha Putra,1994

Saerozi, Zamroji, al-Tadzkirat al-Nafi‟ah, Pare: tp., tth, Juz 1

Sya‟rani, Mutawalli al-,Nihayat al-A‟lam, Amir Hamzah Faruddin (Terj.), Rahasia Allah di balik Hakikat Alam Semesta, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994

Tafsir, Ahmad (Ed.) Tasawuf Jalan Menuju Tuhan, Tasikmalaya: Latifah Press Institut

Agama Islam Latifah Mubarakiyah, PP Suryalaya-Tasikmalaya,1995

Tim Penyusun, Satu Abad Pondok Pesantren Suryalaya: Perjalanan dan Pengabdian

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Jika konsumen akan merasa puas dengan pelayanan, maka akan menimbulkan kemungkinan besar untuk kembali dan memakai produk jasa yang sama dalam kata lain konsumen

Berdasarkan hasil perhitungan pada siklus I dan II di atas dapat direfleksikan bahwa: “ Penerapan metode demonstrasi yang dikembangkan pada siklus I dan II sudah

Perhatikanlah struktur yang tampak jika dilihat dengan Loupe (kaca pembesar). Warnai pula gambar tersebut sesuai warna aslinya. Mahasiswa diperkenalkan dengan Grantia,

Perancangan dan pembuatan “Rancang Bangun Pintu Masuk Perpustakaan menggunakan Scanning Barcode” yang kami buat ini menggunakan basis mikrokontroler ATmega32,

Dari hasil resume di atas, untuk mendapatkan penurunan tarif ritel internet yang optimum dan signifikan dirasakan oleh konsumen tingkat I maupun non tingkat I, maka dapat

Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa komunikasi dan program edukasi yang dilakukan di Istana Kepresidenan Jakarta belum optimal, mengingat Istana Kepresidenan Jakarta

Menurut Berry (Sobur, 2009) dalam penelitian kepribadian, terdapat berbagai istilah seperti motif, sifat dan temperamen yang menunjukkan kekhasan permanen pada

> > Di daerah jalan Cikini, tempatnya emang khusus buat > > beginian, ada yang cakep, w ajah ke araban, toketnya > > engga gede tapi wajah imut banget.