ARTIKEL ILMIAH
SINTESIS, UJI KETAHANAN TERHADAP SALIVA, DAN UJI ANTIBAKTERI KITOSAN BERPENGUAT NANOSELULOSA
BATANG TANDAN PISANG AMBON (Musa acuminata cavendish) SEBAGAI BAHAN WOUND DRESSING
Oleh:
RIZA YANUAR RENASTYO G1G013049
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
i
SINTESIS, UJI KETAHANAN TERHADAP SALIVA, DAN UJI ANTIBAKTERI KITOSAN BERPENGUAT NANOSELULOSA BATANG
TANDAN PISANG AMBON (Musa acuminata cavendish) SEBAGAI BAHAN WOUND DRESSING
Riza Yanuar Renastyo¹, Bambang Sunendar Purwasasmita², Helmi Hirawan³
¹Kedokteran Gigi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah 2Bagian Teknik Material, Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung
3Bagian Bedah Mulut, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Alamat koresponden: Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia, 53122
Email: rizayanuarr@gmail.com
ABSTRAK
Kitosan merupakan bahan yang sering dimanfaatkan sebagai agen antibakteri salah satunya pada bahan penyembuhan luka. Kitosan menghasilkan lapisan film yang rapuh dan kurang kompak sehingga pada aplikasinya, kitosan sering dikombinasikan dengan polimer lain. Salah satunya yaitu dengan nanoselulosa. Nanoselulosa mempunyai kemampuan sebagai filler penguat polimer dan membran, sehingga bahan yang ditambahkan nanoselulosa diharapkan mempunyai kemampuan fisik yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sintesis, uji ketahanan terhadap saliva dan uji antibakteri kitosan berpenguat nanoselulosa sebagai bahan wound dressing. Uji ketahanan saliva menggunakan metode pengamatan dan swelling test. Uji antibakteri menggunakan metode difusi dan dilusi cair. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok yang terdiri atas perbandingan 1:1, 2:1, 1:2, kontrol positif, dan kontrol negatif. Hasil yang diperoleh, kemudian dianalisis menggunakan uji One Way ANOVA dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji ketahanan saliva tertinggi ditunjukkan pada perbandingan 1:2 dengan nilai derajat swelling 36,61%. Uji antibakteri Staphylococcus aureus tertinggi ditunjukkan pada perbandingan 2:1 dengan nilai derajat kekeruhan 0,059. Semakin banyak nanoselulosa batang tandan pisang pada bahan wound dressing maka semakin baik bahan tersebut terhadap ketahanan saliva, sedangkan semakin banyak kitosan pada bahan wound dressing maka semakin baik bahan tersebut sebagai antibakteri.
Kata kunci : Kitosan, nanoselulosa, wound dressing, swelling test, uji antibakteri.
ii
SYNTHESIS, SALIVARY RESISTANCE TEST, AND ANTIBACTERIAL TEST OF CHITOSAN WITH NANOCELLULOSE FROM STEM BUNCH
OF AMBON BANANAS (Musa acuminata cavendish) AS A WOUND
DRESSING MATERIALS
Riza Yanuar Renastyo¹, Bambang Sunendar Purwasasmita², Helmi Hirawan³
¹1Dental Medicine of Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Central Java 2
Department of Material Engineering, Bandung Technology Institute 3
Department of Oral Surgery, Jenderal Soedirman University
Adress of correspondence: Dental Medicine of Jenderal Soedirman University Purwokerto, Central Java, Indonesia, 53122
E-mail: rizayanuarr@gmail.com ABSTRACT
Chitosan is a material often used as an antibacterial agent, one of them on wound healing material. Chitosan produces a film layer that is fragile and less compact so in its application, chitosan is often combined with other polymers. One of them is with nanocellulose. Nanocellulose has the ability as a filler of polymer and membrane amplifiers, so that nanocellulose added materials are expected to have better physical ability. This study aims to determine the synthesis, salivation test and antibacterial test of chitosan with nanocellulose as the ingredient of wound dressing. Saliva resistance test used observation method and swelling test. Antibacterial test used diffusion method and liquid dilution This study used 5 groups consisted of 1: 1, 2: 1, 1: 2 ratio, positive control, and negative control. The results obtained, then analyze used one wa y ANOVA test followed by LSD post hoc test. The results showed that the highest salivary performance test wa s showed in the 1:2 ratio with the swelling degree of 36.61%. While the highest antibacterial test against Staphylococcus aureus bacteria wa s showed in a 2: 1 ratio with optica l
density of 0,059. The more nanoselulosa banana stem bunches on the wound
dressing materials the better the ingredients are against saliva resistance, while the more chitosan in the wound dressing materia ls the better the material a s antibacterial.
Keywords : Chitosan, nanocellulose, wound dressing, swelling test, antibacterial test.
1 PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan penyakit periodontal abses rekuren yang terjadi akibat
sisa makanan, plak, dan bakteri yang menginvasi pada poket mahkota ketika gigi
molar erupsi. Perikoronitis akut memiliki gejala sakit yang tajam dan berdenyut,
merah, bengkak, dan bernanah pada gigi molar ketiga yang mengalami inflamasi.1
Infeksi disebabkan karena flora normal dari rongga mulut dan adanya bakteri yang
berlebihan pada jaringan lunak perikoronal. Data prevalensi terjadinya perikoronitis
bervariasi antara 8 - 59%.2 Bakteri yang sering ditemukan pada kasus-kasus
perikoronitis adalah bakteri Streptoccus, Staphylococcus, Actinomyces, Pseudomona s, Peptostreptococcus, dan Fusobacterium.3 Penatalaksanaan perikoronitis ialah memotong jaringan operkulum yang menutupi gigi erupsi.
Pemotongan ini dapat dilakukan bila kondisi akut sudah teratasi.4 Penyebaran
infeksi pada proses penyembuhan luka akibat pemotongan jaringan tersebut juga
dapat diminimalisir. Setelah jaringan dipotong, dipasang periodontal pack (wound dressing).5
Prinsip dressing yaitu menciptakan suasana luka dalam keadaan lembab dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga meminimalisasi trauma dan
resiko pasca operasi dengan menggunakan bahan seperti hidrogel. Bahan dressing harus memiliki sifat biokompatibel yang baik, sifat antibakteri, tidak merangsang
reaksi alergi selama kontak dengan jaringan, secara fisik kuat bahkan saat keadaan
basah, dan dapat dibuat dalam bentuk steril.6 Seseorang yang mengalami luka
sangat rentan terkena infeksi sehingga memerlukan pengobatan yang cepat, tepat,
2
Luka merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh terputusnya kontinuitas
jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan.
Penyembuhan luka dapat dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut
apabila penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu, sedangkan luka dikatakan kronis
apabila luka tidak ada tanda-tanda kesembuhan dalam jangka waktu 4-6 minggu.8
Kondisi luka yang lama sembuh tersebut memerlukan perawatan yang tepat apabila
menunjukkan tanda-tanda adanya infeksi. Pengobatan dan perawatan luka telah
mengalami perkembangan sangat pesat karena ditunjang dengan kemajuan
teknologi kesehatan.9 Pada dasarnya pemilihan produk yang tepat harus
berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), dan keamanan (safety).10
Bahan penyembuhan luka banyak memanfaatkan keanekaragaman hayati, baik
flora maupun fauna. Salah satunya yaitu kitosan dan nanoselulosa dari batang
tandan pisang. Kitosan merupakan polimer alam yang mempunyai sifat tidak
beracun, dapat didegradasi secara biologis, bioadhesif, non immunogenik, cocok
secara biologis dengan jaringan tubuh, dan mudah dimodifikasi secara kimia.11
Film kitosan dapat digunakan sebagai pembalut luka dan mampu mempercepat
penyembuhan luka serta menghambat pembentukan keloid. Kitosan memiliki
aktivitas antibakteri dan antifungi yang dapat menghambat infeksi, dalam bidang
3
biodegradable, penguat membran, pengental untuk dispersi, dan media pembawa obat serta implant.13
Serat batang tandan pisang merupakan suatu bahan potensial alternatif yang
dapat digunakan sebagai filler karena mempunyai jenis serat yang berkualitas baik.14 Nanoselulosa dari limbah batang tandan pisang dapat diperoleh melalui
tahap sintesis dengan tiga metode yang berbeda, yaitu metode mekanik, kimia, dan
biologis. Metode mekanik dapat dilakukan dengan cara ultrasonikasi, metode kimia
terdiri atas metode asam, organosolv, pelarut alkali, oksidasi, dan cairan ionik, sedangkan metode biologi (enzim) dilakukan dengan metode top down.15 Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan sintesis dan meneliti
karakterisasi sifat fisik bahan dengan uji ketahanan terhadap saliva dan uji
antibakteri kitosan berpenguat nanoselulosa yang dikombinasikan dengan teknik
casting pada pembuatannya sebagai bahan untuk aplikasi wound dressing. Karakterisasi sifat fisik untuk melihat keadaaan ketahanan fisik bahan kitosan
berpenguat nanoselulosa terhadap saliva yang diamati dan ditimbang dengan
menggunakan metode swelling test. Uji antibakteri untuk mengetahui bahan kitosan berpenguat nanoselulosa dapat membunuh bakteri dalam penggunaannya sebagai
bahan wound dressing.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan berupa penelitian eksperimental laboratoris dan
4
bulan Juli 2017. Proses pengumpulan sampel penelitian berupa pembuatan sampel
dilakukan di Laboratorium Advanced Materials Processing, Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung. Uji Antibakteri
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Farmasi Institut Teknologi Bandung. Uji
ketahanan saliva dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Farmasi Institut
Teknologi Bandung.
Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan rumus Federer untuk uji
ketahanan saliva dan rumus replikasi rancangan penelitian untuk uji antibakteri. Jumlah sampel untuk pengujian ketahanan saliva sebanyak 5 sampel pada setiap
kelompok sedangkan jumlah replikasi untuk pengujian antibakteri digunakan 4
replikasi pada setiap setiap kelompok. Penelitian ini menggunakan alat berupa
pisau, blender, gelas bekker, gelas kimia, hot plate stirrer, magnetic stirrer, timbangan digital, termometer, kulkas, pelat kaca, bunsen, oven, sentrifugator,
media pertumbuhan agar, inkubator serta bahan yang digunakan pada penelitian ini
berupa kertas saring, plastik wrap, lakban hitam, batang tandan pisang, serbuk
kitosan, akuades, asam nitrit (HNO3), sodium hidroksida (NaOH), sodium sulfit
(H2SO3), sodium hipoklorit (NaOCL), asam asetat (CH3COOH), natrium klorida
(NaCL), polyethylene glycol (PEG), mueller hilton agar (MHA), bakteri Staphylococcus aureus.
Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan larutan kitosan dengan cara
mencampurkan asam asetat, kitosan, PEG dan akuades. Serat batang tandan pisang
dilarutkan dalam larutan HNO3, NaOH, NaOCl dan H2SO4 untuk mendapatkan
5
larutan kitosan dengan nanoselulosa. Sampel dibagi menjadi lima kelompok, yaitu
kelompok perbandingan kitosan dengan nanoselulosa I (1 :1), kitosan dengan
nanoselulosa II (2 : 1), kitosan dengan nanoselulosa III (1 : 2), kontrol positif, dan
kontrol negatif. Sampel dicetak pada kaca cetakan sampel dengan ketebalan 0,4
mm. Sampel yang sudah menjadi film selanjutnya dilakukan pengujian uji
ketahanan saliva dan uji antibakteri.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Metode uji yang
digunakan untuk mengetahui normalitas data sebagai landasan untuk pengujian
lainnya adalah Saphiro wilk, karena sampel kurang dari 50. Uji homogenitas Levene test digunakan untuk mengetahui bahwa data berasal dari populasi dengan variansi yang sama. Selanjutkan dilakukan uji One WayANOVA (Analisys of Varian) untuk mengetahui perbedaan perbandingan setiap bahan wound dressing dan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan dilakukan uji
lanjut atau Post Hoc LSD.
HASIL
1. Uji ketahanan saliva
Uji ketahanan saliva dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi 1,5x1,5
cm. Setiap kelompok terdiri dari 5 sampel. Sampel diuji dengan Institut Teknologi
Bandung. Sampel dipotong kecil-kecil dengan ukuran cara dimasukkan ke dalam
tabung yang berisi 10 ml saliva buatan dan diamati selama 30 menit dan 60 menit.
Hasil pengamatan berupa perubahan bentuk, warna, dan keutuhan ditunjukkan
6
Tabel 1 Hasil pengamatan bentuk, warna, dan keutuhan
No.` Sampel Awal 30 menit 60 menit
1. Perbandingan 1:1 Persegi, putih
kecoklatan, utuh
Persegi, putih
kecoklatan, larut sebagian kecil
Bentuk tidak beraturan,
putih kecoklatan, larut
sebagian kecil
2. Perbandingan 2:1 Persegi, putih
kecoklatan, utuh
Bentuk tidak
beraturan, putih
kecoklatan, larut sebagian kecil
Bentuk tidak beraturan,
putih kecoklatan, larut
sebagian besar
3. Perbandingan 1:2 Persegi, putih
kecoklatan, utuh
Persegi, putih
kecoklatan, utuh
Persegi, putih kecoklatan, utuh
4. Kontrol positif Persegi, merah
muda, utuh
Persegi, merah
muda, utuh
Persegi, merah muda, utuh
5. Kontrol negatif Persegi, kuning
kecoklatan, utuh
kecoklatan, larut sebagian besar
Sumber : Data primer terolah, 2017
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji ketahanan saliva selama 30 dan 60 menit
pada kelompok perbandingan 1:2 dan kontrol positif (Periodontal dressing) tidak larut dalam saliva, sedangkan kelompok perbandingan 1:1 sebagian kecil larut pada
menit ke 30 maupun 60. Kontrol negatif menunjukkan hasil yang sama dengan
kelompok perbandingan 2:1 yaitu larut dalam saliva dengan jumlah kecil pada
menit ke 30, dan larut dalam jumlah besar pada menit ke 60. Selanjutnya dilakukan
7
Gambar 1 Diagram batang rerata hasil swelling test; P1) Perbandingan 1:1; P2) Perbandingan 2:1; P3) Perbandingan 1:2; K+) Kontrol positif; K-) Kontrol negatif
Sumber : Data primer terolah, 2017
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa rerata hasil swelling test kitosan dan nanoselulosa pada kelompok perbandingan P3 (1:2) mempunyai nilai paling
tinggi yaitu 36,61% dan pada kontrol negatif mempunyai rerata paling rendah yaitu
0,54%. Sedangkan pada kelompok perbandingan, kelompok perbandingan P2 (2:1)
mempunyai rerata paling rendah yaitu 9,12% dibandingan dengan kelompok
perbandingan P1 (1:1) dan P3 (1:2). Data nilai diuji normalitas menggunakan uji
Saphiro-wilk menunjukkan data terdistribusi normal (p>0,05) dan uji homogenitas menggunakan uji Levene menunjukkan data yang digunakan homogen (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p sebesar 0,00 (p<0,05) maka terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perbandingan,
kontrol positif dan kontrol negatif kemudian diuji lanjut menggunakan Post Hoc LSD yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
8 Tabel 2 Hasil LSD
Perlakuan Perlakuan Nilai p
P1
Keterangan : *terdapat perbedaan signifikan Sumber : Data primer terolah, 2017
2. Uji Antibakteri
Pengujian antibakteri dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar dan dilusi cair. Tujuan dilakukan pengujian aktivitas antibakteri yaitu untuk mengetahui
kemampuan dan efektivitas antibakteri pada semua kelompok dalam membunuh
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebagai salah satu bakteri penyebab perikoronitis. Pengujian untuk memastikan perbedaan aktivitas antibakteri pada
setiap sampel dengan metode perhitungan koloni untuk mengetahui jumlah bakteri
9
Tabel 3 Jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus
Kelompok Perbandingan Rerata Jumlah Koloni (105 cfu/ml)
K+ 26
K- 143,3
P1 55,5
P2 33,3
P3 45,3
Sumber : Data primer terolah, 2017
Hasil Uji antibakteri menggunakan metode perhitungan koloni bakteri
Staphylococcus aureus pada Tabel 3 menunjukkan jumlah koloni bakteri mengalami penurunan. Penurunan terjadi dari sampel kontrol negatif yaitu
143,3x105 cfu/ml menjadi 55,5x105 cfu/ml pada sampel kelompok perbandingan
1:1, 45,3x105 cfu/ml pada sampel kelompok perbandingan 1:2, 33,3x105 cfu/ml
pada sampel kelompok perbandingan 2:1, dan 26x105 cfu/ml pada kontrol positif.
Selanjutnya dilakukan uji antibakteri tahap II dengan metode dilusi cair untuk
melihat penurunan derajat kekeruhan. Hasil dari uji antibakteri tahap II dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2 Diagram absorbansi rerata penurunan tingkat kekeruhan antara sebelum dengan sesudah perlakuan; P1) Perbandingan 1:1; P2) Perbandingan 2:1; P3) Perbandingan 1:2; K+) Kontrol positif; K-) Kontrol negatif
10
Hasil uji antibakteri menggunakan metode dilusi cair terhadap bakteri
Staphylococcus aureus pada Gambar 2 menunjukkan derajat kekeruhan mengalami penurunan paling rendah berturut-turut yaitu kontrol negatif, kelompok
perbandingan P3 (2:1), kelompok perbandingan P1 (1:2), kelompok perbandingan
P2 (1:1), dan kontrol positif. Data nilai diuji normalitas menggunakan uji Saphiro-wilk menunjukkan data terdistribusi normal (p>0,05) dan uji homogenitas menggunakan uji Levene menunjukkan data yang digunakan homogen (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p sebesar 0,00 (p<0,05) maka terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perbandingan,
kontrol positif dan kontrol negatif kemudian diuji lanjut menggunakan Post Hoc LSD yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Hasil LSD
Perlakuan Perlakuan Nilai p
P1
11 PEMBAHASAN
1. Analisis Hasil Uji Ketahanan Saliva
Dari kedua uji ketahanan saliva tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin
banyak nanoselulosa batang tandan pisang yang ditambahkan kedalam kitosan,
maka semakin baik bahan tersebut terhadap ketahanan saliva. Hal ini berkaitan
dengan penelitian sebelumnya bahwa pemanfaatan kitosan dalam formulasi
biomembran belum bisa sepenuhnya digunakan secara tunggal.16 Kitosan
mempunyai sifat fisik mudah larut ke dalam suatu larutan. 17 Kitosan menghasilkan
lapisan film yang rapuh dan kurang kompak sehingga pada aplikasinya, sehingga
kitosan sering dikombinasikan dengan polimer lain. Kitosan yang dihasilkan dari
kombinasi dengan polimer lain memiliki sifat fisik yang lebih baik18. Kitosan yang
dikombinasikan dengan polimer lain dapat menyerap saliva lebih banyak dalam
selang waktu 80-100 menit daripada tidak dikombinasikan dengan polimer lain.
Sampel wound dressing dengan komposisi nanoselulosa yang lebih tinggi terdapat banyak gugus fungsi O-H dan C-O sehingga berinteraksi baik dengan saliva dan
menyebabkan sampel mudah berdifusi terhadap saliva.19
2. Analisis Hasil Uji Antibakteri
Hasil uji Antibakteri tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan
kitosan, maka semakin tinggi pula daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.
Dalam dunia kedokteran, kitosan banyak dimanfaatkan sebagai bahan
12
hemostatik, fungistatik, antitumor, antibakteri, dan antikolesterol. Kitosan
memberikan efek penghambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus. 20 Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang memiliki struktur dinding bakteri yang relatif sederhana, sehingga senyawa antibakteri mudah untuk
menemukan sasaran pada saat bekerja. Kitosan dapat berikatan dengan lipid yang
terdapat pada permukaan dinding sel bakteri, bakteri Gram positif mengandung
peptidoglikan yang tinggi dan lipid yang rendah dibandingkan dengan bakteri Gram
negatif. Kitosan mempunyai sifat polikationik yang dapat mengikat lipid dan
menyebabkan rusaknya lipid pada sel bakteri dan mengakibatkan rusaknya
pertahanan sel. 21
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
akhir penelitian sebagai berikut.
1. Pada penelitian ini hanya memakai 3 kali replikasi saja untuk uji antibakteri.
2. Pada penelitian ini hanya membandingkan 3 kelompok perbandingan saja,
3. Proses pembuatan film dengan metode casting masih dengan cara manual menjadi keterbatasan pada penelitian ini karena menghasilkan sampel yang
tidak rapi dan tidak rata.
SIMPULAN
13
casting.Hasil menunjukkan perbedaan bahan wound dressing hasil casting kitosan berpenguat nanoselulosa batang tandan pisang pada perbandingan kelompok 1:2
mempunyai kekuatan paling tinggi terhadap uji ketahanan saliva dibandingkan
dengan kelompok yang lain. Hasil menunjukkan perbedaan bahan wound dressing hasil casting kitosan berpenguat nanoselulosa batang tandan pisang pada
perbandingan kelompok 2:1 mempunyai daya bunuh bakteri yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok yang lain.
REFERENSI
1. Akpata, O., 2007, Acute pericoronitis and the position of the mandibular third molar in nigerians, Journal of Biomedical Science, 2(3):1-2.
2. Richardson, M. E., 1992, Changes in lower third molar position in the young adult, Journal of Orthodontic Dentofacial, 102(2):320-327.
3. Sixou, J. L., Magaud, C., Jolived, G. A., Cormier, M., Bonnauer, M. M., 2003, Evaluation of the mandibular third molar pericoronitis flora and its susceptbility to different antibiotics prescribe in France, Dental Surgery Journal, 3(2):12-14.
4. Glickman, I., 1972, Clinical Periodontology, Prevention, Diagnosis and Treatment of Periodontal Disease in The Practice of General; Dentistry 4th ed, WB Saunders, Philadelphia, p.143-157.
5. Archer, W, H., 1975, Oral Surgery, A Step by Step Atlas of Operative Techniques, 4th ed, WB Saunders Company, Philadelphia, p.157-223.
6. Cahyono, .B., Suharjo, J. B., 2007, Manajemen ulkus kaki diabetik, Dexa Media, Jakarta, 3(20)103-108.
7. Al-Waili, N. S., Salom, K., Al-Ghamdi, A., 2011, Honey for wound healing, ulcers, and burns; data supporting its use in clinical practice, The Scientific World Journal, 3(11):76-78.
8. Singer, A. J., Clark, R. A. F., 2008, Mechanisme of disease: cutaneous wound healing, EnglandJournal Medicine, 341(10):46-48.
9. Casey, G., 2000, Modern wound dressings, Nursing Standard Journal, 15(5):47-51.
10. Kane, D., 2001, Chronic wound healing and chronic wound management health care professionals, Journal of Plastic Reconstructive and Aesthetic Surgery, 4(3):10-12.
11. Phillips, G. O., Williams, P. A., 2000, Handbook of Hydrocolloid, Cambridge, p.189-217.
14
13. Ioelovich, M., 2012, Optimal conditions for isolation of nanocrystalline cellulose particles, Nanoscience and Nanotechnology Journal, 2(2):9-13. 14. Rahman, H., 2006, Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Uter (Musa paradisiaca
Linn) Pascapanen dengan Proses Soda, Skripsi, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
15. Effendi, D. B., Rosyid, N. H., Nandiyanto, A. B. D., Mudzakir, A., 2015, Review: sintesis nanoselulosa, Jurnal Integrasi Proses, 5(2):61-74.
16. Prisiska, F., 2012, Pengaruh kitosan terhadap sifat elongasi dan kekuatan regang biomembran penutup luka, Farma sains, 1(5):252-257.
17. Mello, K.G.P.C, Bernusso, L.C., Pitombo, R.N.M, Polakiewicz, B., 2006, Synthesis and physicochemical characterization of chemically chitosan by succcinic anhydride, Brazilian archives of biology and technology, 4(49):665-668.
18. Kolybaba, K., Tabil, L. G., Panigrahi, S., Crerar, W. J., Powell, T,m Wang, B., 2003, Biodegradable polymers: past, present and future, The society for Engineering in Agricultural, Food and Biological Systems, Canada, p.91-95. 19. David, R., Ashveen, V. N., Jagjit, R. K., 2004, Swelling properties of chitosan
hydrogels, Dental Material Journal, 11(2):32-35.
20. Rismana, E., 2006, Serat Kitosan Mengikat Lemak, BPTT, Jakarta, h.21-24. 21. Nurainy, F., Rizal, S., Yudiantoro., 2008, Pengaruh konsentrasi kitosan