• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHAOAP TO KSISITA S KARBON TE TR A KLORIDA PADA HEPATOSIT TIKUS TERISOLASI DENGAN PARAMETER ENZIM GPT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TERHAOAP TO KSISITA S KARBON TE TR A KLORIDA PADA HEPATOSIT TIKUS TERISOLASI DENGAN PARAMETER ENZIM GPT"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

LILIK LESTYO BUDI UTOMO

P E N G A R U H P E M B E R I A N E K S TR A K B A W A N G P U TI H

( Allium sativum L . )

TE R H A O A P T O K S I S I T A S K A R B O N T E T R A K L O R I D A

P A D A H E P A TO S I T T I K U S TE R I S O L A S I

D E N G A N P A R A M E TE R E N Z I M G P T

f f

U / o

M 1 L I K

PERFUSI A k A A N ’UNIVERS1TAS A 1RJ.ANCCA"

S U R A B A Y A

F A K U L T A S F A R M A S I

U N I V E R S I T A S A I R L A N G G A S U R A B A Y A

(2)

P EN GAR UH P EM B ER I AN EK S TR AK BAW AN G P U TI H

{Allium sativum L.)

TE R H A D A P T 0 K 3 I S I T A S KAR BON TE TR A K LO R I D A

P A D A H E P A TO S I T TI K U S TE R I S O L A S I

D EN GAN P A R A M E TE R EN Z I M G P T

SKRIPSI

DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT

MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI

PADA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

1 9 8 9

Oleh :

LILIK LESTYO BUDI UTOMO

050410655

Disetujui oleh Pembimbing

(3)

KATA PEN

a

NTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tahan Yang Maha

Esa atas Rahmat dan Karunianya, sehingga kami dapat menye-

lesaikan skripsi ini untuk memenuhi tugas akhir sebagai

salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana farmasi pa­

da fakultas Farmasi Unuversitas Airlangga.

Terima kasih kami sampaikan kepada Almamater ter—

cinta, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah

memberi kesempatan kepada kami untuk belajar selama ini.

Tidak lupa pad^ kesempatan ini kami sampaikan pula

rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

- Bapak Drs. Ahmad Fuad, MS dari Laboratorium Fitokimia

Fakultas Farmasi Unair.

- Bapak Drs. Wahjo Dyatmiko Apt, dari Laboratorium Fi­

tokimia Fakultas Farmasi Unair.

- Bapak DR. Mulya Hadi Santosa dari Laboratorium Bio-

teknologi Fakultas Farmasi Unair,

yang telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan

dan semangat serta dorongan moral yang sangat berha'r—

ga dalam pelaksanaan hingga selesainya skripsi ini.

- Bapak DR. Gunawan Indrayanto sebagai Kepala Laborato­

rium Bioteknologi Farmasi Universitas Airlangga.

- Bapak DR. Noor Cholies sebagai Ketua Jurusan Biologi

Farmasi Universitas Airlangga.

, ivi I L I iv

(4)

- Laboratorium Medis Selamat Sejahtera Jember yang te­

lah memberikan fasilitas sehingga terse 1esainya tugas

ini .

- Bapak dan ibu dosen penguji yang telah berkenan mene-

rima dan memeriksa skripsi ini.

- Bapak dan ibu serta Saudara kami tercinta atas ban-

tuan baik moril maupun material sehingga tugas ini

dapat terselesaikan.

- Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang tidak da­

pat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan melimpahkan Rakh-

mat dan Hidayahnya kepada kita semua. Amin.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami berharap

semoga skripsi yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan, khususnya dunia ke-farmasian.

Surabaya, Desember 1989

Penyusun

(5)
(6)

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... ...43

1. Hasil preparasi hepatosit ... ...43

2. Hasil percobaan inkubasi sel dengan karbon tetra klorida ... ...44

3. Hasil percobaan inkubasi sel dengan ekstrak bawang putih ... ...46

4. Hasil percobaan inkubasi sel pada tikus 1 ... ...47

5. Hasil percobaan inkubasi sel pada tikus 2 ... ...50

6. Hasil percobaan inkubasi sel pada tikus 3 ... ...53

7. Hasil uji aktivitas enzimGPT oleh ekstrak bawang putih ... ... 56

BAB V. P E M B A H A S A N... ...58

BAB VI. KESIMPULAN ...61

BAB VII. SARAN-SARAN ...62

DAFTAR P U S T A K A ... ...63

(7)

D A F T A R G A M B A R sirkulasi media perfusi pada preparasi he— patosi t ... . ... 29

5. Skema situasi hewan dan alat perfusi untuk resirkulasi media perfusi pada preparasi hepatosit ... 30

6. Cara pensuspensian hepatosit ... 32

7.a. Penyaringan hepatosit ... . 33

7.b. Pemisahan hepatosit ... 34

8. Bidang-bidang dan garis dalam Neubauer .... 35

9. Hepatosit tikus secara mikroskopi dengan pewarnaan Trypan blue (perbesaran 75 kali). 43 10. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan CCl^ 0,2 mM ... 44

11. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan CCl 0,4 mM dan 0,8 mM ... 45

12. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium suspensi hepatosit pada penambahan ekstrak bawang putih ... 46

(8)

13. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit pada tikus 1 ... 48

14. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit pada ' penambahan CCl^

0,4 mM dan CCl^ 0,4 mM yang 1 jam

sebelum-nya diberi ekstrak bawang putih 0,1875pl/ml 49

15. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit pada tikus 2 ... 51

16. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit pada penambahan CCl^

0,4 mM dan CCl^ 0,4 mM yang 1 jam

sebelum-nya diberi ekstrak bawang putih 0,1875pl/ml 52

17. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit pada tikus 3 ... 54

18. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit pada penambahan CCl^

0,4 mM dan CCl 0,4 mM yang 1 jam sebelum-4

nya diberi ekstrak bawang putih 0,1875/jl/ml 55

19. Grafik prosentase hambatan aktivitas enzim

GPT pada berbagai konsentrasi ekstrak ba­

wang putih ... 56

(9)

D A F T A R L A M P I R A N

lampiran halaman

1. Komposisi media perfusi hepar tanpa

pengi-68

2. Komposisi media perfusi hepar dengan

ikat ion kalsium ...

peng

-69

3. Komposisi larutan Seglen-3 ... 70

4. Komposisi kit GPT optimized UV -*

Boehringen Mannheim GmBh ...

test dari

7. Data hasil percobaan inkubasi

tikus 1 ...

se 1 pada

74

8. Data hasil percobaan inkubasi

tikus 2 ...

sel pada

76

9. Data hasil percobaan inkubasi se 1 pada

78

10. Data hasil uji hambatan aktivitas enzim

GPT oleh ekstrak bawang putih ... 80

11 . Spektrogram ekstrak bawang putih

konsen-81

(10)

BA B I

P E N D A H U L U A N

Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral

dari pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan ter—

capainya kemampuan untuk hidup sehat bagi penduduk agar

dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (1). Obat

tradisonal yang merupakan warisan nenek moyang atau obat

dari bahan alam saat ini tetap digunakan oleh masyarakat

secara luas. Oleh karena itu dalam upaya pembangunan di

bidang obat harus pula mencakup pembangunan obat di bidang

obat tradisional atau obat dari bahan alam.

Kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan obat tradisi­

onal atau obat dari bahan alam akhir— akhir ini mengalami

peningkatan. Sebagai contoh telah beredarnya Soft Capsul

dari ekstrak bawang putih {Allium sativum L).

Azizawati dkk (2) menyebutkan bahwa Bawang putih me-

ngandung senyawa-senyawa organik tidak jenuh yang mempu—

nyai gugus fungsional sulfhidril dan jembatan disulfida,

seperti dialil disulfida, propil alii disulfida, glutation

sistein, sistin dan asam tioktat. Sedang obat - obat yang

digunakan sebagai anti hepatotoksik adalah senyawa-senyawa

yang mempunyai gugus fungsional sulfhidril dan jembatan

disulfida, seperti sistein, metionin, homosistein dan glu­

tation .

(11)

Ekstrak bawang putih (Alliun sativum L) mempunyai ke-

gunaan sebagai penurun kadar kolesterol dalam tubuh, di-

samping itu juga mempunyai kegunaan lain diantaranya, pe­

nurun tekanan darah, penurun gula darah (2).

HD Reuter (3) menyebutkan bahwa bawang putih juga da­

pat menghambat aktivitas enzim SGOT, SGPT, LDH, dan kolin—

esterase dalam tubuh dan juga mempengaruhi membran plasma.

Dengan latar belakang zat kandungan dan aktivitas

biologis yang telah dilakukan peneliti diatas, maka dila­

kukan penelitian secara in vitro (tingkat seluler) terha-i

dap ekstrak bawang putih untuk mengetahui aktivitas biolo-

gisnya terhadap toksisitas CCl^ dengan menggunakan model

percobaan memakai suspensi hepatosit tikus terisolasi

Model percobaan memakai suspensi hepatosit tikus ter—

isolasi dipergunakan karena model percobaan ini mempunyai

keuntungan antara lain :

1. Lebih efektif dibanding percobaan in vivo jika di-

tinjau dari jumlah hewan yang diperlukan, yaitu

dengan satu organ hepar (satu hewan percobaan) da­

pat diperoleh suspensi sel (hepatosit) dalam jum­

lah yang cukup untuk satu rancangan percobaan (pe-

neli tian) .

2. Vitalitas dan kapasitas enzim pemetabolisme sus­

pensi sel (hepatosit) dapat diukur setiap saat ji­

ka dibanding percobaan tingkat organ atau potong-

(12)

3

Perfusi in situ organ hepar dengan cairan fisiologis

yang mengandung enzim kolagenase atau ion pengikat kalsium

akan dengan mudah mensuspensikan sel hepar dalam suatu me­

dia dan sel tetap dipertahankan hidup untuk percobaan se-

bagai sistem suspensi atau kultur sel. Pada penelitian ini

digunakan model percobaan memakai suspensi hepatosit ti­

kus terisolasi [5,6].

Penambahan karbon tetra klorida sebagai hepatotoksik

pada sistem suspensi atau kultur akan menyebabkao terjadi

peningkatan aktivitas enzim GOT dan GPT (enzyme leakage).

Pada kondisi percobaan yang sama peningkatan aktivitas

enzim GPT selalu lebih besar bila dibandingkan dengan ak­

tivitas enzim GOT, sehingga dalam penelitian ini digunakan

parameter enzim GPT. C7]

Ekstrak bawang putih akan diuji pengaruhnya pada efek

rembesan (enzyme leakage) enzim GPT yang disebabkan oleh

CCl^. Aktivitas enzim GPT ditentukan dengan spektrofoto-

meter pada panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan

suatu pereaksi baku (kit) GPT.

Dengan hasil penelitian ini akan diketahui lebih lan-

jut aktivitas biologis tingkat seluler bawang putih dan

dapat menambah informasi ilmiah bagi pemakaian tradisional

(13)

B A B U

TIN JA U A N P U S TA K A

2.1. Tinjauan tentang tanaman Allium sativum Linn.

C3,B,9,10,11,12,13,14 3.

bawang (Melayu), bawang putieh,

dasun (Minangkabau), bawang hendak

(14)

Kalimantan : Bawang basihong (Dayak ngaju),

uduh bawang (Kenya), Bawang puteh

(B u 1ungan), bawangpu1ak (Tarakan).

Jawa : Bawang bodas, bawang putih

(Sun-da), bhabang pote (Madura), bawang

(Jawa).

Nusa Tenggara : Kesuma (Bali), langsuma, lesune

(Sasak), neune (Bima), lansuna ma-

nura (Sangi), laisoma mabotiek

(Roti), balpeofoleae (Timor).

Sulawesi : Yantuna mapusi (Mongondo’w ) , lesuma

bado (Tonsoro), pia maputi (Goron-

talo), lasuma kebo (Makasar), le­

suma pute (Bugis).

Maluku : Kasai bati (uru), bawa davare

(Halmahera), bawa babudo (Terna-

te), bawaiso (Tidore).

2.1.2. Morfologi tanaman.

Tanaman herba dengan tinggi 30 - 60 cm, banyak

ditanam diladang di daerah pegunungan yang cukup

mendapat sinar matahari. Tumbuhan berumpun dengan

umbi batang yang disebut bulbus. Tiap bulbus ter—

bungkus kulit tipis. Daunnya berbentuk pita dan

berakar serabut, bunganya berwarna putih. Kalau ba­

wang putih itu diiris-iris, baunya sangat tajam dan

(15)

2.1.3. Kandungan tanaman.

- Minyak atsiri (allil disulfida, allil propil di­

sulfida) 0,1-0,9 7..

- Allisin.

- A 1 1iin.

- Enzim alliinase, mirosinase.

- Karbohidrat 0,2 */..

- Menurunkan tekanan darah.

- Menurunkan kaar gula darah.

- Mempengaruhi aktivitas enzim SGOT, SGPT, LDH dan

kolin esterase.

- Antelmintik.

- Hemorrhoid.

2.1.5. Simplisia yang digunakan.

- Bulbus segar dan bulbus kering.

2.1.6. Toksisitas.

/" I

- Jika digunakan secara topikal dapat lenyebabkan

iritasi kulit.

(16)

- Jika digunakan secara oral dapat menyebabkan

iritasi lambung.

2.2. Tinjauan tentang karbon tetra klorida

Nama kimia : Karbon tetra klorida.

Rumus molekul : CC14.

Berat molekul : 1 5 3 ,8 .

2.2.1. Sifat fisika kimia karbon tetra klorida.[153

Karbon tetra klorida berupa cairan yang berat,

jernih, tidak berwarna, tidak mudah terbakar.

Berat jenis : 1,592 - 1,595.

Kelarutan : 1 : 1500 air, larut dalam lemak dan

minyak menguap, bercampur dengan klo-

roform, eter, dan light petro- levm..

2.2.2. Absorbsi dan nasibnya dalam tubuh.[15}

Karbon tetra klorida segera diabsorbsi setelah

inhalasi, dan juga diabsorbsi dari saluran pencer—

naan. Karbon tetra klorida diekskresi secara perla-

han-lahan melalui paru-paru, urin dan faeses.

2.2.3. Pengaruh karbon tetra klorida terhadap kultur ja-

ringan sel hepar.[73

Bahan yang bersifat sitotoksis sering mempu-

nyai efek yang tidak spesifik dalam meningkatkan

permeabi1itas membran sel terhadap komponen-kompo-

nen dari sel tersebut. Sebagai contoh meningkatnya

aktivitas enzim SGOT dan SGPT dalam peredaran darah

yang berasal dari hepar pada pemberian karbon tetra

klorida pada binatang percobaan seperti pada tikus

dan anjing.

(17)

Metode kultur j a n n g a n sel hepar, dapat di —

gunakan untuk mDnentukan e + ek dari karbon tetra

klorida dengan bertambahnya pengeluaran enzim yang

berasal dari sel hepar. Enzim GOT dan GPT akan di —

sekresi secara normal pada medium kultur, dimana

dengan penambahan karbon tetra klorida akan mening-

katkan sekresi kedua enzim tersebut yang berasal

dari sel hepar ke dalam medium kultur karena penga—

ruh karbon tetra klorida terhadap membran sel ter—

sebut.' Sebagai catatan bahwa peningkatan enzim GPT

selalu lebih besar dari pada enzim GOT pada kondisi

percobaan yang sama [73.

Pada percobaan dengan Hepatic Tissue Culture

Cell dengan penambahan sebanyak 0,2 mM karbon tetra

klorida dalam medium kultur selama tidak lebih dari

48 jam akan menyebabkan peningkatan enzim GOT dan

GPT yang berasal dari sel hepar.

Kawaguchi dkk. telah melaporkan bahwa adanya

penurunan enzim dalam hepar (GOT dan GPT) dan ada­

nya peningkatan enzim GOT dan GPT dalam serum pada

pemberian karbon tetra klorida secara intra musku-

ler pada pengamatan selama 24 jam sampai 120 jam

pada tikus.

Sifat toksik dari karbon tetra klorida diduga

karena terbentuknya radikal bebas. Pada mulanya

terjadi pemisahan ikatan karbon — klorida yang akan

membentuk ion klorida dan trihlorometi1 radikal

( °CC1 ). Adanya 0 (oksigen) menyebabkan

te>rbentuk-3 2

(18)

9

nya triklorometil dioksida (triklorometi1 peroksi

radikal). Kemampuan bentuk radikal mengikat atom

hidrogen dari ikatan lerak tidak jenuh akan menye-

babkan integritas membran hilang sehingga sel hepar

mengalami mikrosis (mati) L16, 17}.

Disamping itu karbon tetra klorida juga mem-

pengaruhi membran dari mitokondria, dan membran da­

ri retikulum endoplasma pada struktur lemaknya. Or—

gan sel lain yang dipengaruhi adalah lisosom yang

ditandai den'gan pelepasan enzim dalam medium sus­

pensi karena adanya hambatan penggabungan leucin

membentuk protein (18).

Mekanisme kematian sel oleh karbon tetra klo­

rida :

CCl

karbon tetra klorida

CCl °CC1 COO Cl CO

3 3 2

trikloro metil trikloro metyl

peroksi radikal

fosgen

radikal

dengan lemak peroksidasi

(19)

t o

2.3. Model percobaan in vitro pada hepar.[A,27]

2.3.1. Macam model percobaan in vitro pada hepar di dalam

praktek dan penelitian pengenbangan antara lain :

2.3.1.1. Model percobaan menggunakan fraksi mikrosoma

hepar.

Fraksi mikrosoma hepar adalah salah satu frak­

si homogenitas jaringan hepar yang banyak mwngan-

dung enzim pemetabolisme. Untuk itu dilakukan

isolasi hepar dari tubuh hewan yang terbius, ke-

mudian hepar dipotong kecil-kecil lalu dihancur-

kan dengan homogenisator, sehingga akan didapat

suspensi fragmen sel (fraksi-fraksi subseluler).

Pemakaian fraksi mikrosoma ini mempunyai ko-

relasi dengan kondisi in vivo yang kuramg sekali.

tetapi sifatnya sederhana dan mudah dalam tahap

penyiapan dan perlakuan selanjutnya untuk pene-

1i tian.

2.3.1.2. Model percobaan menggunakan potongan jaringan

hepar.

Pemakaian potongan jaringan hepar sebagai

suatu model percobaan in vitro merupakan suatu

usaha pendekatan in vivo, yaitu masih adanya ko-

ordinasi dan kooperasi antar sel-sel,. Te*api mo­

del ini mempunyai kekurangan yaitu mudah terjadi-

nya nekrosa sel pada bagian dalam potongan ja­

(20)

Dapat diduga bahwa kualitas dan reproduksibi-

litas hasil dari percobaan memakai potongan jari­

ngan hepar ini kurang baik dan sangat tergantung

pelaksana percobaan, sehingga model percobaan ini

jarang dipakai.

2.3.1.3. Model percobaan menggunakan organ hepar terper—

fusi.

Pada model percobaan ini dibuat suatu sistim

sirkulasi tertutup (resirkulasi) melalui organ

hepar yang dipisahkan dari tubuh hewan percobaan

(terisolasd). Korelasi dengan kondisi in vivo ba­

ik sekali karena selama percobaan, keseluruhan

organ hepar masih intact, termasuk hepatosit be-

serta sistem kapiler hepar di dalamnya. Kekurang-

annya adalah bahwa dengan satu hepar (satu hewan

percobaan) hanya dapat dilakukan penelitian untuk

satu perlakuan, vitalitas preparat (hepar teriso-

lasi) selama percobaan sulit diperiksa dan dengan

satu preparat hanya dapat digunakan terbatas be-

berapa jam saja.

2.3.1.4. Model percobaan menggunakan hepatosit terisolasi.

Adalah suatu keberhasilan besar dalam ilmu

pengetahuan selama dekade terakhir bahwa dapat

dilakukan preparasi (isolasi) hepatosit (sel pa-

renkim hepar) yang masih intact dalam jumlah yang

cukup untuk tujuan penelitian jangka pendek serta

untuk kultur sel.

(21)

Ada banyak cara preparasi yang bervariasi pada

pada prinsip dan teknik isolasi sel dari jaringan

yang dapat dipakai sebagai metode preparasi/ iso­

lasi hepatosit dari hepar.

Umumnya preparasi dilakukan dengan cara per—

fusi tertutup (resirkulasi) organ hepar secara in

situ dengan cairan fisiologis simulasi yang me­

ngandung enzim proteolitik (kolagenase) atau se­

nyawa pengikat ion kalsium (EDTA, Na sitrat).

Setelah perfusi selesai dan organ hepar nampak

telah terdisintegrasi, selanjutnya hepar diiso-

lasi dari hewan dan sel-sel hepar tanpa banyak

kesulitan dapat tersuspensi setelah kapsula hepar

dapat dirobek-robek. Vitalitas dan kapasitas he­

patosit yang diperoleh dapat diukur setiap saat.

Dari satu organ hepar (satu hewan percobaan)

dapat diperoleh hepatosit dalam jumlah cukup be-

sar sesuai dengan besar hewan percobaan. Umumnya

yang sering dipakai hewan percobaan adalah tikus.

2.3.1.5. Model percobaan menggunakan kultur hepatosit.

Model percobaan memakai kultur sel merupakan

kelanjutan dari percobaan dengan suspensi hepa­

tosit terisolasi.

Pemakaian kultur hepatosit dimaksudkan agar :

- dapat dilakukan percobaan yang lebih lama.

- setiap akan melakukan percobaan tidak perlu se­

(22)

memakai/mengambi1 dari kultur sel yang ter—

sedia.

2.3.2. Prinsip cara preparasi hepatosit terisolasi.[4,5]

1. Prinsip disintegrasi mekanis.

2. Prinsip memakai zat pengikat ion kalsium

(chelator).

3. Prinsip memakai enzim proteolitik.

Disintegrasi mekanik adalam cara konvensional

yang sudah jarang dipakai. Jaringan hepar dipaksa-

kan (mekanik).melalui suatu kasa/filter dengan dia­

meter 100 pm, baik terbuat dari logam atau nilon.

Dapat diduga bahwa kualitas hasil preparasi tidak

baik dan jumlah sel yang didapat sangat sedikit.

Pemakaian zat pengikat ion kalsium, misalnya

EDTA, dipakai atas dasar bahwa ion kalsium yang

bervalensi dua men-jadi jembatan ikatan antar sel

hepar. Dengan hilangnya ion kalsium maka sel — sel

hepar terdisintegrasi.

Enzim proteolitik, misalnya kolagenase akan

bekerja pada matrik antar sel didalam jaringan

hepar, sehingga sel-sel hepar terdisintegrasi.

2.3.3. Teknis pelaksanaan prinsip pemakaian chelator atau

enzim proteolitik.[4,5]

1. Cara dispersi inkubasi.

(23)

2.3.3.1. Dispersi inkubasi.

Dilakukan inkubasi terhadap potongan-potongan

kecil jaringan hepar dalam media enzim atau zat

pengikat ion kalsium pada kondisi dan selama wak­

tu tertentu. Dengan demikian diperlukan pengaduk-

an dan media disentegrasi sering diganti yang

baru.

Cara dispersi inkubasi mulai ditinggalkan o-

rang karena cara disentegrasi perfusi lebih efek-

tif dalam arti lebih banyak diperoleh ' hepatosit

dengan vitalitas yang tinggi pula.

2.3.3.2. Disintegrasi perfusi.

Perfusi artinya suatu proses pemasukan cairan

ke dalam suatu sistem (hepar) secara kontinu de­

ngan kecepatan yang teratur. Perfusi hepar dila­

kukan dengan memasukkan cairan lewat vena porta

dan keluar melalui vena hepatica. Cara perfusi

memerlukan alat pen.ting yaitu pompa paristaltik.

Pompa ini mampu menyalurkan media dengan kecepat­

an yang dapat diatur. Hal penting selama dilaku­

kan preparasi hepatosit terisolasi adalah kondisi

simulasi fisologis untuk mempertahankan vitalitas

sel. Kondisi ini selain meliputi komposisi media

yang berkaitan dengan tonisitas dan pH, juga me­

liputi faktor temperatur.

(24)

2.4. Uji hepatoprotektif L4,19,20,21,22,23,24]

Dengan bertambahny«: ia.poran adanya kasus efek

samping bahan obat dan bahan kimia berupa hepatotok-

sisitas (toksik terhadap hepar dan fungsinya), maka

penelitian uji hepatoprotektif menjadi makin intensif

mencari bahan alam atau senyawa yang mempunyai akti­

vitas melindungi (protektif) hepar dari bahan hepato-

toksik. Hepatotoksisitas dapat disebabkan oleh fak-

tor— faktor antara lain:

1. Kondisi non fisiologis misalnya : konsentrasi yang

tinggi, perubahan pH atau tonisitas, yang merupa­

kan awal dari kematian sel.

2. Sifar merusak terhadap plasma membran sel dari

hepatosit. Kerusakan membran merupakan penyebab

awal dari kematian s e l .

3. Sifat menghambat dan merusak terhadap reaksi intra

seluler beserta zat yang terlibat dalam reaksi

tersebut.

4. Sifat merusak terhadap inti sel.

Bahan hepatotoksik bekerja baik secara ekstra

seluler atau intra seluler, dapat berupa bahan exogen

atau metabolit dari bahan obat, antara lain :

1. Zat kimia exogen : karbon tetra klorida, galakto-

samin, phalloidine, TOX (tertiary-buty1 dydroper—

oxide).

2. Bahan obat atau metabolitnya : Hidrazin (metabolit

(25)

Untuk menguji aktivitas hepatoprotektif diper—

lukan pengetahuan tentang parameter pengukur hepato-

toksisitas. Parameter tersebut tercakup pada metode-

metode sebagai berikut :

1. Integritas membran plasma, yaitu uji vitalitas sel

dengan pewarnaan trypan blue, uji aktivitas enzim

LD H , GOT dan GPT.

2- Fungsi metabolisme, yaitu aktivitas sintetis albu­

min atau gllserol, uji aktivitas enzim pemeta-

bolisme sitokrom P —450, uji kandungan GSH (reduced

gJutation).

3- Mutagenicity Testing, yaitu mengukur efek terhadap

kromosom/DNA dan manifestasi perubahannya.

Uji hepatoprotektif tidak lain adalah meneliti

pengaruh zat yang diuji terhaap aktivitas (toksisi—

tas) zat hepatotoksik tertentu meXalui parameter yang

sesuai. Jenis parameter ini menentukan jenis inter—

pretasi sifat hepatoprotektif. Apakah protektif ter—

hadap kerusakan membran plasma, atau protektif ter—

hadap fungsi— fungsi metabolisme hepar ataupun pro­

tektif terhadap mutagenitas.

Uji hepatoprotektif dapat dilakukan melalui

uji in vivo atau in vitro. Uji in vitro memakai hepa­

tosit terisolasi sebagai percobaan tingkat seluler

mempunyai kelebihan bahwa secara spontan dapat dike—

(26)

17

langsung mengukur parameter hepatoprotektif. Percoba­

an uji hepatoprotektif menggunakan hepatosit dilaku­

kan dengan melakukan inkubasi bahan uji bersama zat

hepatotoksik dalam sistein suspensi (untuk percobaan

jangka waktu 1—4 jam) atau dalam sistem kultur hepa-

tosit (untuk jangka waktu lebih dari 24 jam).

Telah banyak diketahui atau diketemukan pene-

liti bahan— bahan yang bersifat hepatoprotektif. Seba­

gai contoh beberapa zat hepatoprotektif yang dibagi

dalam dua golongan :

1. Bahan sintetis, contoh : Asam amino, misalnya cis-

tein dan metionin (karena kandungan gugus SH) ;

senyawa dipeptida, misalnya : arginil-aspartat,

orniti1—aspartat, arginil— ketoglutarat (zat ini

sebagai aktifator siklus urea) ; senyawa tripep-

tida,misalnya : glisin-histidin-1isin (sebagai

liver growth faktor).

2. Bahan alam, yang merupakan metabolit sekunder ta­

naman. Saat ini sedang banyak dilaporkan tentang

berkhasiatnya beberapa metabolit sekunder tanaman

sebagai hepatoprotektif. Misalnya tanaman Allium

sativum, Liquidambar formosana, Eliptica alba, Mu­

sa acuminata9 Rehmania glutinosa, Casia tora9

Cap-paris spinosa.

Metode pendekatan pencarian tanaman berkhasiat

hepatoprotektif dapat melalui pendekatan etnofarma-

(27)

t s

traditional yang dapat dikaitkan dengan obat/jamu un-

tuk hati) atau pendekatan kemotaksonomi dan SAR (di-

cari tanaman yang mengandung metabolit sekunder seje-

nis atau mirip dengan zat yang telah diketahui mem-

punyai aktivitas).

Belum ada cara baku untuk rancangan uji hepa-

toprotektif. Yang umum dicoba peneliti adalah ran­

cangan inkubasi bersama (zat hepatotoksik dan zat

yang diuji) atau rancangan penambahan zat yang diuji

sebelum dan sesudah inkubasi zat hepatotok&ik. Inku­

basi dapat pada sistem suspensi hepatosit atau sistem

ku1tur.

2.5. Enzim GPT (25)

Dikenal dua jenis enzim transferase yang lazim

dipakai untuk menilai adanya gangguan fungsi sel hati

yaitu aspartat amino transferase dan alanin amino

transferase. Alanin amino transferase membawa gugus

amino alanin ke asam alfa ketoglutarat menghasilkan

asam glutamat dan asam piruvat, sehingga lebih dike-

nal dengan nama glutamat piruvat transferase (GPT).

Enzim GPT mengkatalis reaksi sebagai berikut :

(28)

Gp T terutama terdapat dalam hati dan sedikit

terdepat daiam ginjal dan otot bergaris, yang ter-

larut dalam sitoplasma. Oleh karena itu kenaikan

aktivitas enzim dalam serum lebih khas menunjukkan

adanya gangguan sel-sel hati.

Pada gangguan yang ringan pada membran sel ha­

ti, enzim sitoplasma akan merembes ke dalam serum,

terutama GPT. Oleh karena itu GPT sangat cocok untuk

mengenal terjadinya gangguan sel hati walaupun de—

rajat gangguannya ringan.

2.6. Uji Alanin amino transferase (ALT/GPT) [263

Metode : Ultra violet, Kinetik, GSCC

Prinsip :

ALT/GPT

Alanin + 2-0xoglutarat --- . » Piruvat + Glutamat

+ l d h +

Piruvat + NADH + H --- =•♦ 1-Lactat + NAD

Kecepatan penurunan absorbansi pada 334, 340, atau

365 nm karena terbentuknya NAD yang berasal dari ter—

bentuknya piruvat dan ini digunakan sebagai pengukur—

(29)

BA B III

— Kit GPT dari Boehringer Mannhein. Komposisi kimia­

nya tertera pada lampiran 4.

— Heparin 5000 IU/ml.

— Serum kontrol untuk u j 1 pereaksi kit GPT optimized—

UV test.

dapar ini diseimbangkan

5. Komposisi kimianya

%

dapar ini diseimbangkan

5. Komposisi kimianya

(30)

- Hewan percobaan :

Hewan : Tikus putih.

strain : Wistar.

berat badan : 150 - 300 gram,

jenis kelamin : jantan.

Umur : ± 5 bulan (dewasa).

Hewan diperoleh'dari Laboratorium Hewan Universitas

Indonesia.

3.2. Alat-alat vano digunakan

- Seperangkat alat operasi hewan.

- Pompa peristaltik.

- pH-meter.

- Behring Elisa Photometer.

- Hemasitometer : Improve Neubauer.

- Mikroskop.

- Seperangkat alat untuk perfusi hepar.

- Shaker Water Bath.

- Alat penghitung (counting clock).

- Alat suntik 'Terumo syringe disposable/steri 1 non

pyrogenic' ukuran 1,0 ml.

- Surflo IV catheter sterile, Terumo 16 G x 2.

- Surflo IV catheter sterile, Terumo 20 G x 2.

3.3. Metode Penelitian [5,6]

3.3.1. Persiapan alat

Disiapkan susunan peralatan perfusi seperti

(31)

-> r<

hepar sebelum digunakan dialiri dengan gas 0 : CO

2 2

- 95 s 5 v/v dan suhu media dibuat 37 °C.

Tikus dianestesi dengan ether. Selama melaku-

kan anestesi ketenangan tikus perlu dijaga, misal-

nya cara memegang tikus harus hati-hati (tidak

terlalu kasar) sehingga tidak terjadi stress pada

tikus. Stress pada tikus terlihat bila tikus

menjadi gelisah dan bahkan sampai terkencing-

kencing, karena stress pada tikus dapat menyebabkan

vasokonstriksi pada pembuluh darah khususnya pada

hepar. '

3.3.2. Persiaoan tikus

Tikus dipuasakan selama sehari (tidak diberi

makan tapi masih diberi minum), Hal ini dimaksudkan

agar pada hari isolasi, hepatosit tikus dalam

kondisi metabolisms nonhiperaktif. Kemudian tikus

tersebut ditimbang.

3.3.3. Pelaksanaan preoarasi

Tikus yang . telah teranestesi diletakkan

terlentang pada papan operasi hewan dengan keempat

kakinya diikatkan pada papan operasi tersebut. Pada

daerah ventral dilakukan sterilisasi lokal dengan

alkohol 70 Disuntikkan secara intravena 0,25 ml

larutan Heparin 5000 IU/ml pada ekornya. Hal ini

ditujukan untuk menghindari pembekuan darah.

Dilakukan pembukaan rongga peritonial, dibuat

(32)

penge-lupasan kulit, baru kemudian dilakukan irisan pada

dinding peritonial. Cara pembuatan irisan dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Irisan berbentuk huruf U pada dinding peritonial.

Irisan dinding peritonial diangkat ke atas dan

diikatkan pada tempat operasi. Maka seluruh organ

di dalam rongga peritonial akan nampak. Selanjutnya

dilakukan penyisihan organ usus dan lainnya ke arah

sebelah kiri, sehingga nampak jelas pembuluh darah

porta dan vena cava inferior.

Dibuat beberapa ligatur (simpul ikatan) yang

longgar {tampak pada gambar 2) yaitu :

- vena porta, dibuat dua buah dan berjarak 5 mm,

serta 10 mm dari hepar (pangkal vena porta pada

(33)

24

~ e.r t e n 8bflominahs untuk mencegah aliran darah

ciasuK ke usus.

- vena cava inferior, pada posisi sesudah (ke arah

jantung) vena renal is.

Ligatur dibuat dari benang berwarna putih setebal

0,5 mm dan sepanjang 20 cm.

Gambar 2. Masuknya sistem perfusi pada vena porta

Disiapkan aliran media perfusi dengan kecepat-

an pelan (10 ml/menit), kanula No. 20 disiapkan

sehingga dengan cepat dapat diletakkan pada posisi

stabii sedemikian sehingga dapat mencapai tepat

pada vena porta.

(34)

Telunjuk kiri diletakkan di bawah vena pcrta,

sedangkan ibL jari menjepit dua benang ligatur,

narrpak jelas vena porta di sebelah ibu jari. Dengan

posisi ini diharapkan pada waktu dilakukan peng-

ikatan ligatur pada vena porta setelah kanula dapat

dimasukkan, cukup dilakukan penarikan dua benang

ligatur lainnya dengan tangan kanan (memakai

pinset). Posisi tangan dan hewan seperti tampak

pada gambar 3 :

Tangan kanan dengan memakai gunting memotong

perlahan (robekan kecil) vena cava pada posisi

sebelum (ke arah jantung) vena renalis, selanjutnya

segera pula dilakukan pemotongan vena porta pada

posisi 2 mm sebelum (ke arah hepar) ligatur tef—

akhir, kemudian gunting segera dilepaskan, ambil

kanula, masukkan dengan benar pada vena porta me-

lalui posisi vena porta yang terpotong, sampai

kanula masuk sejauh 2 mm setelah ligatur pertama,

tetapi tidak sampai menembus hepar. Setelah jelas

(35)

26

pertama (hal ini dapat dilihat dengan adanya per-

ubahan warna hepar dari merah coklat menjadi coklat

muda yang menunjukkan telah terjadinya perfusi he­

par walaupun belum dilakukan pengikatan kedua liga-

tur pada vena porta). Posisi kanula distabilkan

tanpa harus dipegang tangan kanan (kedudukan stabil

kanula beserta pipa saluran media perfusi sangat

penting), segera dilakukan pengikatan ligatur de­

ngan tangan kanan dengan bantuan pinset. Setelah

ligatur diikat, barulah tangan kiri melepaskan pe-

gangan pada posisi dibawah vena porta. Pelepasan

ini harus hati-hati, yakin bahwa tidak akan menye­

babkan keluarnya kembali kanula dari vena porta.

Lalu dilakukan ikatan kedua kalinya pada kedua li­

gatur vena porta dan pangkal kanula (atau pipa sa­

luran perfusi) difiksir pada hewan dan tempat ope­

rasi untuk menstabilkan posisi kanula. Hal ini

untuk mencegah keluarnya kanula dari vena porta ka­

rena pergerakan kanula. Sampai disini selesailah

tahap perfusi hepar dengan memasukkan cairan per­

fusi melalui vena porta dan keluar melalui vena ca­

va inferior.

Dilakukan pembukaan rongga dada. Mula-mula di­

lakukan perobekan kulit ke arah leher, kemudian di­

buat irisan dari arah ventral ke arah kranial sam­

(36)

diafragma, sehingga nampak. semua organ di rongga

dada terutama jantung dan vena cava inferior.

Dibuat ligatur dengan ikatan longgar pada vena cava

inferior sejauh 10 mm dari pertemuan vena hepatica

dengan vena cava inferior, disiapkan kanula No 16

dengan pipa saluran sepanjang minimal 30 cm. Cari

posisi yang stabil sehingga nantinya dapat dengan

cepat dan mudah kanula masuk pada vena cava infe­

rior di rongga dada dan kedudukannya mudah untuk

difiksir agar stabil.

Tangan kiri memegang satu benang ligatur,

tangan kanan mengambil gunting dan membuat robekan

k.ecil pada bilik kanan jantung, gunting dilepas,

ambil kanula, masukkan pada vena cava inferior me­

lalui lubang robekan pada bilik kanan jantung.

Setelah yakin bahwa kanula masuk pada vena cava

inferior sampai mendekati hepar (atau pertemuan

vena cava inferior dan vena hepatica), benang liga­

tur yang lain ditarik dengan tangan kanan untuk

membuat ikatan pada ligatur. Dibuat ikatan sekali

lagi, kemudian sisa benang difiksirkan pada pangkal

kanula. Hal ini untuk mencegah keluarnya kanula

dari vena cava inferior kalau terjadi pergerakan

pada kanula.

Dilakukan pengikatan erat ligatur pada posisi

vena cava inferior sesudah vena renalis (ke arah

(37)

2S

fusi melalui posisi tersebut. Kemudian dilakukan

penambahan kecepatan aliran perfusi sampai

50 ml/menit, maka akan tampak terjadi aliran keluar

perfusi dari hepar melalui kanula yang dipasang

pada vena cava inferior dalam rongga dada.

Aliran keluar perfusi dapat ditampung pada

labu erlenmeyer 50 ml dan dari sini dapat dihisap

disirkulasikan kembali masuk ke dalam labu perse-

diaan media perfusi dengan pompa peristaltik. De­

ngan sistem perfusi resirkulasi ini cukup' disedia-

kan larutan perfusi 1 liter. Jika tidak memakai

sistem resirkulasi, maka dibutuhkan media perfusi

sejumlah 3 liter dengan perhitungan 50 ml/menit

dikalikan 60 menit perfusi.

Perfusi hepar dengan pengikatan ion kalsium

dilakukan sebagai berikut :

Mula-mula menggunakan media perfusi hepar yang ti­

dak mengandung pengikat ion kalsium. Setelah pre-

parasi berhasil dengan baik baru dilakukan perfusi

dengan menggunakan media perfusi hepar yang mengan­

dung pengikat ion kalsium (EDTA - Na sitrat

glisin). Perfusi hepar dengan menggunakan media

yang mengandung pengikat ion kalsium dilakukan 30 -

40 menit tergantung pengamatan apakah semua bagian

hepar telah terdesintegrasi. Hal ini nampak jika

dilakukan penekanan pada hepar dengan spatel, maka

(38)

ja-ringan hepar telah lunak, tidak kenyal lagi, dan

tampak j a n n g a n telah terdispersi di dalam selaput

hepar.

Situasi hewa'n serta alat perfusi untuk resir-

kulasi media perfusi dapat dilihat pada gambar 4

dan gambar 5 berikut.

(39)

30

Gambar 5. Skema situasi hewan dan alat perfusi untuk resirkulasi media perfusi pada preparasi hepatosi t .

Keterangan gambar 5 :

A. Media perfusi hepar dalam suatu labu yang berada

dalam inkubator air. Media disetimbangkan de­

ngan gas □ :C0 = 95 : 5 v/v dan suhu media

y a 2 2

dibuat 37 °C.

B. Pompa peristaltik yang mampu mengalirkan media

dari bejana A ke arah hewan percobaan dengan

(40)

C. Posisi ligatur pada vena porta tempat masuknya

kanula dan media perfusi menuju hepar.

D. Posisi pemotongan vena cava inferior.

E. Posisi ligatur pada vena cava tempat masuknya

kanula dan keluarnya media perfusi.

F. Posisi ligatur pada vena cava untuk mencegah

T. Beker glass sebagai penampung media perfusi.

3.3.4. Pensuspensian dan pencucian hepatosit

Hepar yang telah didesintegrasikan secara pe­

ngikatan ion kalsium dengan EDTA - Na sitrat - gli-

sin diisolasi dari tikus secepat mungkin. Dengan

menggunakan pinset di tangan kiri hepar dipegang

pada bagian vena porta ( bekas kanula 1 ), direndam

dalam media Seglen-3 sambil dirobek - robek selaput

(kapsula) heparnya memakai pisau (atau ujung gun­

ting). Hepar digerakkan naik-turun dengan pinset di

dalam media untuk mencoba secara mekanis mensuspen-

sikan hepatosit (lihat gambar 6). Selama pelaksana-

an pensuspensian hepatosit ini temperatur media

Seglen-3 harus 0 - 4 °C, yang dapat dipersiapkan

(41)

Gambar 6. Cara pensuspensian hepatosit.

Setelah dirasa cukup mensuspensikan semua he­

patosit yang artinya hanya tersisa sedikit saja

jaringan ikat yang terpegang pada pinset, maka sus-

pensi hepatosit kita lewatkan kasanilan 100 m, se-

perti dalam gambar 7.a. Penyaringan dapat diulang

lagi dengan kasanilon 50 m. Setelah tahap penyari­

ngan ini selesai, maka dalam suspensi hepatosit

terdapat komponen sebagai berikut :

— Hepatosit yang vital.

— Sel non parenk.im.

— Sel—sel yang mati.

— Fragmen sel.

Semua komponen ini terdapat dalam suspensi

dengan berbagai ukuran dan masa jenis. Jumlah yang

terbesar adalah hepatosit yang vital. Hepatosit

yang vital ini kemudian dipisahkan dengan cara de-

(42)

Cara dekantasi adalah cara yang sederhana. Se­

lama 10 menit hepatosit yang vital akan tersedimen-

tasi di dasar labu sehingga dengan penghisapan su-

pernatan akan dip’eroleh fraksi hepatosit vital di

dasar labu. Hal ini dapat dilakukan sebanyak tiga

kali untuk mencuci suspensi hepatosit.

PEN'.'ftR I N‘3AN ntF'ftTOi IT

----)

(43)

34

AIR ES

Gambar 7.b. Pemisahan hepatosit.

3.3.5. Penghitungan hepatosit dan tes vitalitas

- Dari 50 ml suspensi hepatosit, diambil -500 fjl dan

dipindahkan pada tabung reaksi kecil.

- Ditambahkan larutan trypan blue 0,4 */. dalam NaCl

fisiologis (0,9 V.) sebanyak 500 ^1 ke dalam ta­

bung reaksi tersebut.

- Di pipet, diletakkan di at'as Neubauer Chamber

yang telah disiapkan, yaitu gelas penutup dile­

takkan di atas kamar penghitung sehingga menutupi

kedua daerah penghitung.

Cara meletakkan pipet ditempatkan pada tepi gelas

penutup dan larutan dikeluarkan.

- Kamar penghitung diletakkan di bawah mikroskop

dan penghitungan dilakukan dengan menggunakan

(44)

3.3.5.1. Cara menahituna hepatosit.

-1 Bidang

Gambar 8, Bidang-bidang dan garis dalam Neubauer

1. Daerah penghitung tersebut mempunyai panjang

Z mm, lebar 3 mm dan dalam 0,1 mm.

Dihitung jumlah hepatosit yang terdapat dalam

16 bidang pada sudut Neubauer Chamber.

Luas satu bidang » 0,25 mm x 0,25 mm

= 0,0625

mm2-i *

Luas 16 bidang *= 16 x 0,0625 mm — 1 mm

2 9

Volume 16 bidang * 1 mm x 0,1 mm - 0,1 mm

(45)

2. Misalnya jumlah hepatosit yang terdapat dalam

dari terjadinya penghitungan ulang dari sel.

Cara menghitung sel-sel juga harus sistematik.

3.3.5.2. Tes vitalitas

3.3.6. Pembuatan ekstrak bawano outih

— Timbang lOO gram bawang putih.

— Gerus dalam mortir sedikit demi sedikit.

— Kumpulkan hasil gerusan dalam kasa penyaring, ke—

mudian diperas.

— Filtrat dikumpulkan dalam wadah (erlemeyer), ke-

mudian ditutup dan disimpan di tempat yang dingin.

(46)

3.3.6.1. Pembuatan ekstrak bawang putih 250 p 1/ml.

- pipet 500 p 1 ekstrak bawang putih.

- tambahkan 500 pi Seglen-3.

- diencerkan dengan supernatan hepatosit dengan

volume sama.

3.3.6.2. Pembuatan ekstrak bawang putih 63,3 pl/ml.

- pipet 500 pi ekstrak bawang putih.

- tambahkan 2.5 ml Seglen-3.

- diencerkan dengan supernatan hepatosit dengan

volume sama.

3.3.6.3. Pembuatan ekstrak bawang putih 45.55 pi/ml.

- pipet 500 pi ekstrak bawang putih.

- tambahkan 5 ml Seglen-3.

- diencerkan dengan supernatan hepatosit dengan

volume sama.

3.3.6.4. Pembuatan ekstrak bawang putih 31,8 pl/ml.

- pipet 700 pi ekstrak bawang putih pada konsen-

trasi 45,55 pl/ml.

- tambahkan 300 pi seglen-3.

3.3.6.5. Pembuatan ekstrak bawang putih 22,75 pl/ml.

- pipet 500 pi ekstrak bawang putih pada konsen-

trasi 45,55 pl/ml.

- tambahkan 500 pi Seglen-3.

3.3.6.6. Pembuatan ekstrak bawang putih 7,5 pl/ml.

- pipet 300 pi ekstrak bawang putih .

(47)

38

- diencerkan dengan supernatan hepatosit dengan

volume sama.

- Encerkan larutan ini dengan menambahkan larutan

Seglen-3 sampai volumenya 20 ml.

3.3.8. Model percobaan yang dilakukan

3.3.8.1. Dengan CCl 0,4 mM

untuk diperiksa aktifitas enzim GP.T-nya.

(48)

- Tentukan aktifitas enzim GPT-nya.

3.3.8.2. Dengan bawang putih 0,1875 pl/ml.

- Dipipet dari hasil pengenceran 0,03 ml ekstrak

bawang putih sebanyak 2,5 ml, kemudian masukkan

dalam erlemeyer 100 ml.

- Tambahkan hepatosit dari hasil preparasi seba­

nyak 4,0 ml.

- Tambah serum darah tikus 0,2 ml dan larutan

Seglen-3 sampai volume total 20,0 ml.

- Kocok, d’ipipet 1,5 ml ke dalam tabung venoject

untuk diperiksa aktifitas enzim GPT-nya.

- Kemudian diinkubasi pada shaker water bath pada

- Tentukan aktifitas enzim GPT-nya.

3.3.8.3. Dengan bawang putih 0,1875 pl/ml dan CCl^ 0,4 mM

- Model percobaan ini dibagi dalam dua bagian.

- Bagian pertama, dilakukan percobaan dengan

bawang putih dan CCl^ sebagai berikut :

- Tambahkan larutan tersebut dengan hepatosit

(49)

40

- Tentukan aktifitas enzim GPT-nya.

- Bagian kedua dilakukan percobaan dengan ekstrak

yang diinkubasi selama satu jam.

- Dipipet 1,5 ml (pemipetan dilakukan pada me­

nit ke-0 dan menit ke-60).

- Diperiksa aktifitas enzim GPT-nya.

- Inkubasi dilanjutkan dengan ditambah CCl^

0,4 mM.

- Pada menit ke-120, menit ke-180 dan menit ke-

240 dipipet 1,5 ml.

- Tentukan aktifitas enzim GPT-nya.

3.3.8.4. Dengan hepatosit

- Dipipet 4,0 ml hepatosit hasil preparasi.

- Ditambah serum darah tikus 0,2 ml dan larutan

Seglen-3 sampai volume total 20,0 ml.

- Dikocok, dipipet 1,5 ml dalam tabung venoject.

(50)

- Suspensi diinkubasi pada shaker water bath pada

suhu 37 °C dengan dialiri gas 0^ : CO^ = 95 : 5

- Dipipet sebanyak 1,5 ml dengan interval waktu

satu jam (60 menit) sebanyak tiga kali (menit

ke-60, menit ke-120 dan menit ke-180).

- Tentukan aktifitas enzim GPT-nya.

3.3.9. Uji hambatan aktivitas enzim GPT dengan ekstrak

bawang putih.

- sel hepatosit yang telah disimpan selama satu

ha-ri dalam alm^ha-ri pendingin disentha-rifuge

- supernatan dikumpulkan (aktivitas enzim GPT tinggi)

- dipipet 1 ml supernatan sel hepatosit

- dipipet 1 ml ekstrak bawang putih sesuai dengan

konsentrasi yang diinginkan

- tentukan aktivitas enzim GPT nya.

3.3.10. Pemeriksaan aktifitas enzim GPT. (26,28)

A l a t : Behring Elisa Photometer.

Panjang gelombang : 340 nm.

Faktor koreksi : 1905.

S u h u : 30 °C

Cara pemeriksaan :

- Hasil pemipetan 1,5 ml dalam tabung venoject di­

sentrifuge selama lima menit.

- Ambil supernatannya dan pindahkan dalam tabung

venoject lain.

(51)

42

Dipipet ke dalam kuvet

Larutan Reagen 500

Sampel percobaan 50 Vl

Dicampur dan diinkubasi satu menit pada 30 °c

Larutan alfa-oksoglutarat 50 Vi

Dicampur kemudian dimasukkan ke dalam alat Behring

(52)

43

H A S I L P E N E L I T I A N

4 . 1 . H a sil p re p a ra s i h e p a t o s it .

Pada penelitian ini dilakukan tiga kali preparasi (3

tikus) dengan jumlah sel dan vitalitas tertera pada

tabel 1.

TABEL 1

J U M L A H D A N VITALITAS SEL BAB IV

C

r

r* \

Gambar 9. Pengamatan hepatosit secara mikroskopi dengan perbesaran 75 kali

a. hepatosit vital.

(53)

4.2.Hasil percobaan inkubasi sel dengan karbon tetra suspensi hepatosit terisolasi pada penambahan CCl^ 0,2 mM.

Keterangan : A = Hepatosit tanpa penambahan zat lain {Kontrol)

B = Hepatosit + CCl^ 0,2 mM.

(54)

400

*

D

suspensi hepatosit terisolasi padapenambahan

(55)

4.3. Hasil percobaan inkubasi sel dengan ekstrak bawang

suspensi hepatosit terisolasi pada penambahan

(56)

Aktivitas enzim GPT dari hasil inkubasi sel pada

tikus 1 dengan 4 macam perlakuan digambarkan pada

gambar 13.

Sedangkan aktivitas enzim GPT dari hasil

inkubasi sel pada tikus 1 pada penambahan CCl^ mM dan

CCl^ 0,4 mM yang satu jam sebelumnya diberi ekstrak

bawang putih 0,1875 pl/ml digambarkan pada gambar 14.

(57)

46

Gambar t3. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi terisolasi hepatosit pada tikus 1.

(58)

4 9

> =

B

u 8B

1*

N

1

I 7 0

-T 60

1

y

P 50

y

E

/

R 40

.£?r./

L 30

D ‘

I 20

T

E 10

R

n * * 1

i i— - — > ,--- --- ,---, i

0

!

a

1

i

7

WfiKTU (JflM)

Gambar t4. Kurva selisih pelepasan GPT dalam -medium sus­

pensi hepatosit terisolasi pada penambahan CCl^

0,4 mM C B ' ) dan CC14 0,4 mM yang 1 jam sebe-

lumnya diberi ekstrak bawang putih 0,1875 pl/ml

(59)

Aktivitas enzim GPT dari hasil inkubasi sel pada

tikus 2 dengan 4 macam perlakuan digambarkan pada

gambar 15.

Sedangkan aktivitas enzim GPT dari hasil inku­

basi sel pada tikus 2 pada penambahan CCl^ mM dan

CCl^ 0,4 mM yang satu jam sebelumnya diberi ekstrak

bawang putih 0,1875 pl/ml digambarkan pada gambar 16. 50

(60)

5t

Gambar 15. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit terisolasi pada tikus 2.

(61)

52

W

f l KTU ( J AM)

Gambar t6. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium sus­

pensi hepatosit terisolasi pada penambahan CCl^

0,4 mM (B") dan CCl^ 0,4 mM yang i jam sebe-

lumnya diberi ekstrak bawang putih 0,1875 fj1/ml

(62)

Aktivitas enzim 6PT dari hasil inkubasi sel pada

tikus 3 dengan 4 macam perlakuan digambarkan pada

gambar 17.

Sedangkan aktivitas enzim GPT dari hasil inku­

basi sel pada tikus 3 pada penambahan CCl^ 0,4 mM dan

CCl^ 0,4 mM yang satu jam sebelumnya diberi ekstrak-

bawang putih 0,1875 fj1/ml digambarkan pada gambar 18. 55

(63)

54

Gambar 17. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

sus-pensi hepatosit terisolasi pada tikus 3.

Keterangan : A"' = Hepatosit tanpa penambahan zat

lain (kontrol).

B"' = Hepatosit + CCl^ 0,4 mM

C"' = Hepatosit + e b p 0,1875 pi/ml

E"' = Hepatosit + e b p 0,1875 pl/ml

bersama-sama CCl^ 0,4 mM

e b p = ekstrak bawang putih

(64)

6 8

Gambarld. Kurva selisih pelepasan GPT dalam medium

suspensi hepatosit terisolasi pada penambahan

CCl^ 0,4 mM (B"') dan CCl^ 0,4 mM yang 1 jam

sebelumnya diberi ekstrak bawang putih 0,1875

(65)

4.7. Hasil uji hambatan aktivitas enzim GPT oleh

ekstrak bawang putih.

Karena adanya dugaan bahwa ekstrak bawang putih

mampu menghambat aktifitas enzim GPT, maka diper—

kan uji prosentase hambatan aktivitas enzim GPT se-

perti terlihat pada gambar 19.

56

l

100

9 0

8 0

7 0

6 0

H

A

H 5 0 B

0 4 0

3 0

20

10

0

fl I B ii C II D 11 E 11 F H fi I H

K O N S E N TR f i S I

Gambar t9. Grafik prosentase hambatan aktivitas

enzim GPT pada berbagai macam

(66)

Keterangan :

A - Hambatan 100 7,

B = Ekstrak bawang putih 250 p/l/ml

C = Ekstrak bawang putih 83,33 /^1/ml

D = Ekstrak bawang putih 45,55 pl/ml

E = Ekstrak bawang putih 31,8 fjl/ml

F = Ekstrak bawang putih 22,75 jjl/ml

G = Ekstrak bawang putih 7,5 /jl/ml

H = Ekstrak bawang putih 0,1875 pl/ml

(67)

BA B V

P E M B A H A S A N

Penambahan karbon tetra klorida dengan konsentrasi

0,2 mM (gambar 10) menunjukkan aktivitas enzim GPT yang

mempunyai profil kurva yang mirip dengan keadaan suspensi

hepatosit tanpa penambahan zat lain. Efek dari karbon te­

tra klorida 0,2 mM pada suspensi hepatosit baru terlihat

pada menit ke-90.

Peningkatan konsentrasi karbon tetra klorida dari

0,2 mM menjadi 0,4 mM dan 0,8 mM dengan tujuan agar dida-

pat perbedaan aktivitas enzim GPT dengan aktivitas enzim

GPT pada kontrol (A). Pada gambar 11 terlihat adanya perbe­

daan profil kurva pada A (kontrol) dengan kurva C (CCl^

0,4 mM) dan D (CCl 0,8 m M ). 4

Pada keadaan C dan D terjadi pelepasan enzim GPT yang

lebih banyak dari pada keadaan A. Ini disebabkan karena

terbentuknya radikal bebas dar?i terlepasnya ikatan karbon-

klorida pada CCl^. Bentuk radikal ini akan mengadakan ika­

tan kovalen dengan membran mikrosomal lemak dan protein,

disamping itu bentuk radikal ini dapat mengikat atom hi-

drogen dari ikatan lemak tidak jenuh. Organ sel yang dipe-

ngaruhi seperti lisosom akan melepaskan enzim dalam medium

suspensi (16, 17, 18).

Pelepasan enzim pada keadaan C dan D menunjukkan pro­

fil kurva yang hampir sama, karena dengan penambahan

(68)

sentrasi CCl^ yang lebih tinggi akan menyebabkan peng-

hambatan sintesa protein pada jaringan sehingga akan me-

nurunkan aktivitas dari enzim GPT, dan pada penelitian ini

digunakan CCl^ dengan konsentrasi 0,4 mM 118).

Penambahan ekstrak bawang putih sejumlah 0,375 pl/ml

(F) dan 0,1875 pl/ml (G) pada suspensi hepatosit teriso-

lasi (gambar 12) menggambarkan bahwa pada aktivitas enzim

GPT pada kurva F lebih rendah daripada kurva G, sedang

kurva E sebagai kontrol (E).

Dengan demikian ekstrak bawang putih diduga mempunyai

kemampuan memberikah kondisi yang lebih baik melalui pe-

ngaruhnya pada membran sel atau ekstrak bawang putih aieng-

hambat aktivitas enzim GPT, sehingga pada kurva G mempu­

nyai kondisi yang lebih baik untuk digunakan pada perco­

baan ini.

Hasil percobaan preparasi hepatosit terisolasi dengan

menggunakan tikus 1, 2, 3 terlihat pada gambar 13 - 18.

Pada pemberian CCl^ 0,4 mM (kurva B gambar 13, 15, 17),

menunjukkan aktivitas enzim GPT yang paling tinggi. Pada

pemberian bersama-sama ekstrak bawang putih 0,1875 pl/ml

(69)

Hasil percobaan terakhir ini sekali lagi menunjukkan

bahwa pada pemberian ekstrak bawang putih ditemukan akti-

vitas enzim GPT dalam medium lebih rendah daripada yang

disebabkan oleh CCl^. Efek antihepatotoksik ini masih me-

merlukan pembuktian lebih lanjut, karena mungkin ekstrak

bawang putih dapat menghambat enzim GPT (enzim bloking)

sesuai yang dikutip H.D. Reuter (3). Untuk ini dilakukan

percobaan berikutnya yaitu uji pengaruh ekstrak bawang pu­

tih pada aktivitas enzim GPT in vitro.

Hasil uji pengaruh bawang putih berbagai konsentrasi

pada aktivitas enzim GPT secara in vitro dapat dilihat pa­

da gambar 19. Hambatan pada aktivitas enzim GPT mulai ter—

lihat pada konsentrasi 7.5 pl/ml (G), yaitu sebesar 3,55 ’/.

Sedangkan pada konsentrasi jauh lebih kecil, yaitu sebesar

0,1875 fj1/ml, tidak menunjukkan hambatan (hambatan sebesar

0,99 */.). Konsentrasi terakhir ini adalah konsentrasi yang

terpakai untuk uji pengaruhnya pada toksisitas CCl (kon-4

sentrasi ekstrak bawang putih 10 mg/ml sudah ada hambatan

[3] ) .

Dengan demikian, hasil percobaan yang menunjukkan

bahwa pada pemberian ekstrak bawang putih bersama CCl^

atau pada pemberian CCl^ 1 jam setelah pemberian ekstrak

bawang putih (lihat gambar 13-18), ditemukan aktivitas

enzim GPT yang lebih rendah daripada yang disebabkan oleh

CC 1 ^, tidak dapat ditelusuri atau dikaitkan sebabnya mela-

lui efek hambatan enzim GPT. Masih ada kemungkinan bahwa

ekstrak bawang putih mempengaruhi membran plasma hepato­

sit. (3)

(70)

B A B V I

K E S 1 M P U L A N

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka da-

pat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ekstrak bawang putih sejumlah 0,1875 pl/ml tidak

menghambat aktivitas enzim GPT pada percobaan se­

cara in vitro.

2. Ekstrak bawang putih sejumlah 0,1875 pl/ml dapat me-

nekan rembesan enzim GPT yamg disebabkan oleh karbon

(71)

8A B V I I

S A R A N - S A R A N

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,

disaran-kan :

- Perlu diadakan penelitian lebih jauh dengan meng­

gunakan kultur hepatosit.

- Digunakan zat hepatotoksik selain CCl^ dan parameter

selain S P T .

(72)

D A F T A R P U S T A K A

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Cara

Pembuatan Simplisia, hal. iii.

2. Azizawati, Chairul Anwar, Moh. Sadikin, 1989, Pengaruh

Bawang putih (Xi lilum. sativtun Linn.) terhadap Zat Hepa-

totoksik Karbon Tetra Klorida, Proceeding Kongres

Nasional XIII & Kongres IImiah VII ISFI.

3. Reuter, H.D., Knoblauch sativum.), 1986, Neue-

pharmacologesche Ergebnisse einer uralten Arzneip-

flanze, Zeitschrift fiir Phytotherapie 7, hal. 99-106.

4. Santosa, M.H., 1989, Hepatosit Isolasi dan Penggunaan-

nya, Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Farmasi Uni-

versitas Airlangga, Surabaya.

5. Seglen P.O., 1976, Preparation of isolated Rat Liver

Cells, Mett. Cells Biol. vol. XIII, hal. 29 - 64.

6. Wang, S e_t al. , 1985, Isolation of Rat Hepatocytes

with EDTA and Their Metabolic Function in Primary

Culture, In Vitro Cellular and Developtment Biol., 21,

h a l . 526 - 527.

7. Watiinabe, A. et. al_. , 1977, Transaminases of Hepatic

Culture Cells and the Effect of Carbon Tetra Chloride

or Their Leakage, Chem. Pharm. Bull. 25, hal. 1089 -

1093

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1981, Peman-

faatan Tanaman O b a t , Edisi II, hal. 56 & 77.

(73)

1 0 .

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Tanaman Obat

Indonesia, Jilid I.

Guierrez, Hermes, 1980, An Illustrated Manual of Phi­

lippines Materia Medica, National Research Counsil of

Philippines, hal. 35 - 36.

Concha, S, 1982, Philippines National Formulary, Na­

tional Science and Tecnology Authority, hal. 30.

British Herbal Pharmacopoeia, 1983, British Herbal

Medicine Assosiation, hal. 20.

Backer C.A. and R.C. Bakhuizen van Den Brink Jr., 1968,

Flora of Java, vol. IIIj Noordhaff NV - Groningen - The

Netherlands, hal. 130 - 132.

Reynold J.E.F., 1982, Martindale, The Extra Pharmaco­

poeia, 28th Ed., The Pharmaceutical Press, London,

hal. 89.

Injury With Hepatotoxic Chemicals, Pharmacological

Reviews, 36(2), hal 71.S - 75S.

64

(74)

18. Gabriel L Plaa, 1980, Toxic Respons of The Liver,

Hidrazine in Isplated Rat Hepatocytes, Chem. Pharm.

Bull 35, hal 2538 - 2544.

22. Tanbouly N.E., e_t al_« j 1988, Antihepatotoxic Effect of

Aqueous Extract from Caparis spinosa, Planta Medica 65

hal 95.

23. Wong S.M., e_t al_* » 1988, Hepatoprotec ti ve Activities

of Coumestans Anthraquinones, Naphtopyrone Glycosides

and Iridoid Glycosides, Planta Medica, 54.

24. Konno Y., et a K , 1988, Anthepatotoxic Principles of

Liquidambar Farmosana Fruits, Planta Medica, 54, hal

417 - 419.

25. Yusetyani L., 1985, Pemberian Infus Daun Katu (Saura-

pus androgynus Merr.) Terhadap Aktifitas Enzim SGPT,

SG0T dan SGGT Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina,

Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga,

Surabaya, hal. 14 - 15.

26. Sigma Diagnostics, 1987, Catalog, Sigma Chemical Co.,

St. Louis.

(75)

66

27. Muller-Wellensiek A, 1987, Anwendung der Elektrisch

Induzierten Zell Fusion und Kryokan Servierung zur

Herstedlung Frendstoff metabolisierendrer in vitro

systeme, Dissertation, Universitaet Tuebingen, West

Germany, hal. 1 - 11, 23.

28. Boehringer Mannheim GmbH, Diagnostica, January, 1987,

(76)

R I N G K A S A N

Preparasi hepatosit terisolasi dari hepar tikus

strain Wistar dengan berat 150 - 300 gram dilakukan dengan

cara resirkulasi menggunakan media pengikat ion kalsium

yaitu campuran EDTA, Na Sitrat dan Glysin yang berfungsi

untuk disintegrasi jaringan. Kemudian dilakukan penghitu-

ngan sel dan uji vitalitas sel. Uji vitalitas dilakukan

dengan pewarnaan Trypan blue.

Untuk mengetahui efek dari ekstrak bawang putih ter-

hadap toksisitas karbon tetra klorida pada hepatosit ter—

isolasi, maka dari suspensi sel yang didapat diinkubasi

selama waktu 0 - 180 menit dengan penambahan ekstrak ba­

wang putih dan CCl^. Untuk mengetahui hasilnya dilakukan

uji aktifitas dari enzim GPT yang dikeluarkan ke dalam me­

dium oleh sel hepar yang diinkubasi tersebut dengan spek-

trofotometer pada panjang gelombang 340 nm.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak

bawang putih dapat menahan pelepasan enzim GPT pada pembe­

rian karbon tetra klorida.

Karena masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pene­

litian ini, maka perlu digunakan metode lain yang lebih

baik (kultur hepatosit) demi untuk perbaikan • dalam pene-

1 itian ini.

Gambar

Grafik prosentase hambatan aktivitas enzim
Gambar 2. Masuknya sistem perfusi pada
tabel 1.TABEL 1
Gambar 11. Kurva
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa : Berdasarkan jumlah sampel yang diteliti, ibu yang bersalin dengan tindakan seksio sesarea sebanyak 52 orang (59,8%), Berdasarkan

Rekomendasi bagi guru diharapkan selain dengan pemberian teknik token untuk dapat memotivasi anak untuk meningkatkan kedisiplinan anak, maka selain pemberian teknik token

RSUD Dr. Keadaan gawat darurat merupakan suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan tindakan medis segera guna menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih

Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini telah diatur sedemikian rupa agar seimbang antara yang satu dengan yang lainnya oleh Allah. Apabila salah satunya

Proses tersebut antara lain adalah kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), kebebasan pers, kebebasan berserikat, meningkatnya peran parlemen, berlangsungnya pemilihan

Senyawa fenol akan berikatan dengan ergosterol yang merupakan penyusun membran sel jamur sehingga menyebabkan terbentuknya suatu pori pada membran sel. Terbentuknya

[r]

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ” Upaya