• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Perekonomian Wilayah Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Perekonomian Wilayah Provinsi Jawa Timur"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

ROSA DELIMA

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: Dinamika Sektor Industri Manufaktur Dalam Pembangunan Perekonomian di Provinsi Jawa Timur, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

Abstract

Role of Manufacturing Sectors in the Regional Economy of East Java Province in 2000 – 2004

(4)

Ringkasan

Provinsi Jawa Timur, adalah salah satu kawasan penting pertumbuhan industri dan perdagangan (bisnis) karena letaknya yang strategis yang menghubungkan kota-kota pertumbuhan di wilayah Tengah dan Timur Indonesia, sekaligus jembatan penghubung dengan wilayah Barat Indonesia. Posisi yang strategis tersebut menjadikan sektor industri manufaktur sebagai sektor yang penting bagi Jawa Timur.

Peranan sektor industri manufaktur dalam pembangunan memang tidak bisa dipungkiri mampu meningkatkan PDRB, menyerap tenaga kerja, serta keterkaitannya dengan sektor lain. Keterkaitan sektor industri dengan sektor lainnya merupakan salah satu isu regional dalam suatu perencanaan dan pembangunan wilayah. Guncangan perekonomian seperti krisis moneter maupun bencana yang terjadi di Indonesia serta berimbas ke Jawa Timur juga, menjadi ajang ujian alami sektor industri, industri yang memiliki daya saing kuat akan tetap eksis. Oleh karena itu adanya indikasi penurunan peranan sektor industri manufaktur ini harus diwaspadai.

Dari masalah tersebut peneliti akan mengkaji bagaimanakah dinamika peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Jawa Timur dilihat dari sisi output, permintaan akhir, nilai tambah, serta tenaga kerja yang akan dianalisis dengan analisis Input-Output (I-O) dan analisis tenaga kerja. Analisis I-O yang dilakukan dengan membandingkan Tabel I-O tahun 2000 dan 2004, Tabel I-O tahun 2004 dibangun dari Tabel I-O tahun 2000 dengan metode RAS. Selain itu peneliti juga mengkaji apakah terjadi deindustrialisasi di Jawa Timur, dan subsektor mana yang memiliki potensi besar deindustrialisasi, dengan menggunakan lima kriteria yaitu penurunan PDRB, output, ekspor, tenaga kerja, dan keterkaitan antar sektor.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa sektor paling dominan berdasarkan output, permintaan akhir, nilai tambah bruto dan tenaga kerja pada tahun 2000 adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan pada tahun 2004 adalah industri makanan, minuman, dan tembakau. Dilihat dari sisi keterkaitan antar sektor, sektor industri manufaktur memiliki pengaruh kedepan dan kebelakang paling kuat akan tetapi nilainya menurun, atau dapat dikatakan bahwa pengaruhnya terhadap perekonomian melemah.

(5)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

DINAMIKA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

ROSA DELIMA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Ilmu-ilmu Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Perdesaan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Halaman Pengesahan

Judul Penelitian : Dinamika Sektor Industri Manufaktur dalam Pembangunan Perekonomian Wilayah Provinsi Jawa Timur

Nama : Rosa Delima

NRP : A155050051

Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. D. S. Priyarsono, Ph.D Ketua

Muhammad Firdaus, M.Si, Ph.D Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekretaris Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(9)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, tesis ini berhasil diselesaikan pada bulan Februari 2009. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, antara lain:

1. Prof. Isang Goenarsyah yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan ilmunya.

2. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS sebagai Dosen Matakuliah, Dosen Penguji, serta Ketua Program Studi di Ilmu-ilmu Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Perdesaan Program Pascasarjana IPB.

3. Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D, dan Muhammad Firdaus, Ph.D. sebagai Komisi Pembimbing yang tidak hanya memberikan bimbingan, tetapi juga mendidik penulis menuju kepada pendewasaan pemikiran.

4. Seluruh Dosen di PWD, saya haturkan terima kasih yang mendalam akan ilmu yang telah diberikan.

5. Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi PWD.

Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua (Achmad Radjaram-Astichajah, Muhammad Arifin-Djunainah), kakak dan adik-adikku (Yogi, Sisi, Acid, Reza, Fifi, dan Farhan), suami tercinta Muhammad Ihwan Fahrurrazi dan putra tersayang Haidar Muhammad Ihsan Fahrurrazi, atas doa-doanya dan telah memberikan banyak pengorbanan menanti penulis selesai. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada.

Penulis menyadari keterbatasan dalam penulisan ini, sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya membangun. Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi berbagai pihak. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Februari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1980 di Surabaya, dari ayah Achmad Radjaram dan ibu Astichajah. Penulis merupakan anak kedua dari 5 (lima) bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya. Lalu meneruskan ke jenjang Diploma-1 jurusan Tehnik Sipil Institut Tehnologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu meneruskan ke jenjang Sarjana jurusan Pertanian, program studi Agribisnis dan lulus pada Januari 2004.

Pada tahun 2004 hingga tahun 2005, penulis dipercaya sebagai analysis staff di Pusat Studi Keberdayaan Rakyat (SPEKTRA) di Surabaya.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi …………...……….. i

Daftar Tabel ……… iv

Daftar Gambar ……….. vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 3

1.3. Tujuan Penelitian ………... 1.4. Manfaat Penelitian ………. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian …....………. 5 5 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritik 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah ……… 6

2.1.2. Pembangunan Industri ………….……… 8

2.1.3. Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Wilayah ……….. 10

2.1.4. Fenomena Deindustrialisasi ... 14

2.1.5. Keterkaitan Antar Sektor dalam Pembangunan Wilayah ……… 16

2.1.6. Pentingnya Analisis Input-Output dalam Perencanaan Pembangunan 17 2.2. Tinjauan Empirik (Penelitian Terdahulu) ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Umum Dasar Pemikiran ... 22

3.1. Kerangka Operasional Penelitian ... 24

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...……… 25

4.2. Sumber Data ………...………... 26

(12)

4.3.1. Dasar-dasar Analisis Input-Output ... ...………...

4.3.2. Membangun Tabel I-O Jawa Timur dengan Metode RAS ...…... 30

4.3.3. Analisis Deskriptif …...………... 33

4.3.4. Analisis Keterkaitan Antar Sektor ...………... 34

4.3.5. Analisis Pengganda ………...………... 35

4.3.6. Identifikasi Gejala Deindustrialisasi ... ……….... 36

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak Geografi ... 38

5.2. Pembagian Administratif... 39

5.3. Penduduk dan Tenaga Kerja ... 40

5.4. Perekonomian ... 41

5.5. Sektor Industri Manufaktur ... 42

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur (Analisis Deskriptif) 6.1.1. Struktur Output ... ………. 44

6.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto ……… 50

6.1.3. Struktur Permintaan Akhir ... ………... 58

6.1.4. Struktur Tenaga Kerja ...……….. 68

6.2. Analisis Input-Output (Keterkaitan Antar Sektor) ... 69

6.2.1. Keterkaitan Ke Depan ... ………... 70

6.2.2. Keterkaitan Ke Belakang ...………...………... 75

6.2.3. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan ... 78

6.3. Analisis Pengganda 6.3.1. Pengganda Output ... 82

6.3.2. Pengganda Pendapatan ... ………... 85

6.3.3. Pengganda Tenaga Kerja ...………...………... 87

6.4. Dinamika Perubahan Struktur Ekonomi (Identifikasi Gejala Deindustrialisasi) 6.4.1. Identifikasi Perubahan Nilai Tambah (PDRB) ... 88

6.4.2. Identifikasi Perubahan Output ... 91

6.4.3. Identifikasi Perubahan Nilai Ekspor ... 92

(13)

6.4.5. Identifikasi Perubahan Keterkaitan Antar Sektor ... 94

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... 97 7.2. Saran ... 98

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi presentase PDRB ADHK Jawa Timur Tahun 2000-2006 (persen) .. 3 2. Struktur Dasar Tabel Input-Output ... 26 3. Struktur Tabel Input-Output Wilayah ... 27 4. Klasifikasi Sektor Perekonomian di Jawa Timur ... 30 5. Struktur Output di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat 44 6. Nilai, Pangsa, dan Rasio Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan

2004 di Jawa Timur ... 46 7. Struktur Impor di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat ... 47 8. Nilai, Pangsa, dan Rasio Impor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan

2004 di Jawa Timur ... 48 9. Jumlah Unit Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa

Timur ... 49 10. Struktur NTB di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat ... 50 11. Nilai, Pangsa, dan Rasio NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan

2004 di Jawa Timur ... 52 12. Komposisi NTB Menurut Komponennya di Jawa Timur Tahun 2000 dan

2004 ... 53 13. Nilai, Pangsa, dan Rasio Upah dan Gaji Sektor Industri Manufaktur Tahun

2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 54 14. Nilai, Pangsa, dan Rasio Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun

2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 56 15. Nilai, Pangsa, dan Rasio Penyusutan Barang Modal Sektor Industri

Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 57 16. Nilai, Pangsa, dan Rasio Pajak Tak Langsung Neto Sektor Industri

Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 58 17. Struktur PA di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 Berdasarkan Peringkat ... 59 18. Nilai, Pangsa, dan Rasio Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur Tahun

(15)

19. Permintaan Akhir Berdasarkan Komponennya Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 62 20. Nilai, Pangsa, dan Rasio Konsumsi Rumah Tangga Sektor Industri

Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 63 21. Nilai, Pangsa, dan Rasio Ekspor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan

2004 di Jawa Timur ... 66 22. Nilai, dan Rasio Modal dan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun

2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 67 23. Jumlah dan Rasio Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan

2004 di Jawa Timur ... 68 24. Nilai, dan Rasio DFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di

Jawa Timur ... 71 25. Nilai DFL dan DIFL Di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ……….. 73 26. Nilai dan Rasio DIFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di

Jawa Timur ... 74 27. Nilai dan Rasio DBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di

Jawa Timur ... 76 28. Nilai dan Rasio DIBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di

Jawa Timur ... 77 29. Nilai DBL dan DIBL Di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ………. 78 30. Nilai IDK dan IDP di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ………. 79 31. Nilai dan Rasio IDP Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di

Jawa Timur ... 80 32. Nilai dan Rasio IDK Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di

Jawa Timur ... 82 33. Nilai Pengganda Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun

2000 dan 2004 ... 83 34. Nilai dan Rasio Pengganda Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000

dan 2004 di Jawa Timur ... 84 35. Nilai dan Rasio Pengganda Pendapatan Sektor Industri Manufaktur Tahun

(16)

36. Nilai dan Rasio Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur ... 88 37. Distribusi PDRB Sektoral Jawa Timur Tahun 2000-2006 (Persen) ... 89 38. Pangsa PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2005 di Jawa Timur

(Persen) ... 90 39. Nilai dan Rasio PDRB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2005 di Jawa

Timur ... 91 40. Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000-2004 ... 93 41. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Kedepan dan Kebelakang Sektor

Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ... 94 42. Subsektor Industri Manufaktur dengan Rasio Output, PDRB, Ekspor, Tenaga

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pangsa PDRB Tiga Sektor Terbesar di Indonesia Tahun 2003-2005 ... 2 2. Pangsa Tenaga Kerja Sembilan Sektor Utama Tahun 2000 dan 2005 di Jawa

Timur ... 4 3. Pangsa Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur .. 45 4. Pangsa NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ... 51 5. Struktur Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa

Timur ... 55 6. Struktur Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di

Jawa Timur ... 60 7. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sektor Industri Manufaktur Tahun

2000-2004 di Jawa Timur ... 62 8. Struktur Ekspor Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur 64 9. Sektor Dengan DFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa

Timur ... 70

10. Sektor Dengan DIFL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ...

74

11. Sektor Dengan DBL Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ...

75

12. IDP Sektor Industri Manufaktur Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ... 80 13. IDK Sektor Industri Manufaktur Jawa Timur Tahun 2000 dan 2004 ... 81 14. Pengganda Output Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa

Timur ... 84

15. Pengganda Pendapatan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ...

85

16. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000-2004 di Jawa Timur ...

87

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dinamika pembangunan perekonomian suatu negara dapat dilihat dari besarnya sumbangan masing-masing sektor terhadap pendapatan nasional dari waktu ke waktu. Kontribusi masing-masing sektor tersebut, memperlihatkan kenaikan atau penurunan peranan sektor-sektor dalam perekonomian dari tahun ke tahun, maka dapat diketahui bagaimanakah struktur perekonomiannya. Perubahan kontribusi sektor yang terjadi mengakibatkan perubahan struktur ekonomi, yang dapat diartikan pula sebagai perubahan kontribusi berbagai sektor dalam menciptakan produksi, struktur produksi nasional, serta penggunaan tenaga kerja. Susilawati (2003) berpendapat bahwa perubahan struktural yang terjadi di suatu negara merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri manufaktur atau jasa, dimana tiap-tiap perekonomian akan mengalami perubahan/transformasi yang berbeda-beda. Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri manufaktur.

Transformasi struktural yang terjadi di Indonesia mengalami perubahan saat terjadi krisis moneter. Pertumbuhan sektor industri manufaktur meningkat sebelum krisis moneter dan sebaliknya dengan sektor pertanian, tetapi setelah terjadi krisis, sektor industri manufaktur meskipun memegang sektor yang berkontribusi terbesar tetapi pangsa PDRB nya mengalami penurunan (Gambar 1), hal ini mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi. Keadaan ini juga terjadi di wilayah yang dilingkupinya, salah satunya adalah Provinsi Jawa Timur.

(19)

16.36

Posisi Jawa Timur yang strategis menyebabkan pertumbuhan sektor industri manufaktur sebagai sektor yang memiliki kontribusi terbesar, meskipun persentase distribusi sektor industri manufaktur manufaktur terhadap PDRB mengalami penurunan setelah krisis moneter (Tabel 1). Penurunan tersebut dimungkinkan karena saat krisis moneter banyak perusahaan di sektor industri manufaktur yang dicirikan dengan perusahaan padat modal, belum mampu mempertahankan usahanya, dan meskipun saat krisis moneter telah dilewati, sektor industri manufaktur masih belum stabil. Keadaan ini bertambah serius dengan terjadinya bencana luapan “Lumpur Lapindo” yang mengakibatkan jalur transportasi sebagai sarana penunjang sektor industri manufaktur terganggu.

Guncangan perekonomian seperti krisis moneter maupun bencana, menjadi ajang ujian alami. Industri yang memiliki daya saing kuat akan tetap eksis, yang tercermin dari nilai ekspor dan kemampuan bersaing dalam negeri, dan jika sektor industri manufaktur berkembang maka diharapkan sektor-sektor lain juga berkembang karena antara sektor satu dengan yang lain akan saling menguatkan (Sastrosoenarto, 2006).

Arsyad (2004) berpendapat bahwa pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan baku bagi sektor industri manufaktur. Industrialisasi juga akan mendorong pertumbuhan aktivitas sektor pertanian, jasa, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan sektor lainnya. Pertumbuhan sektor industri manufaktur bukan hanya akan memperluas peluang kerja

(20)

tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu peranan sektoral dalam suatu pembangunan wilayah sangat dibutuhkan, mengingat keterkaitan antar sektor yang berperan penting dalam perekonomian wilayah, yang berarti pula berpengaruh pada perencanaan pembangunan.

Tabel 1. Distribusi presentase PDRB ADHK Jawa Timur Tahun 2001-2006 (persen)

Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Pertanian 19.29 18.93 18.49 11.80 17.44 13.87

Pertambangan 2.04 2.02 1.98 1.25 1.96 2.27

Industri Manufaktur 29.43 28.11 28.13 18.39 27.55 27.03

Listrik, Gas, Air Bersih 1.26 1.44 1.59 1.14 1.73 1.88

Konstruksi 3.90 3.80 3.71 2.34 3.47 3.15

Perdagangan, Hotel, Restoran 25.45 26.52 27.42 18.60 29.08 32.44

Angkutan dan Komunikasi 5.01 5.61 5.29 37.80 5.66 5.99

Keuangan 5.01 4.99 4.88 3.21 4.94 5.21

Jasa 8.60 8.60 8.52 5.47 8.17 8.15

Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2006 dan Bank Indonesia, 2007

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan antar sektor merupakan salah satu isu strategis baik secara nasional maupun regional dalam pembangunan ekonomi wilayah. Terjadinya kesenjangan ekonomi akibat manfaat pertumbuhan ekonomi yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang saja, serta konsentrasi aktifitas ekonomi, dan berkurangnya kesempatan kerja, dapat memperburuk pembangunan di suatu wilayah. Dengan demikian dibutuhkan pengkajian yang holistik mengenai aktiftas ekonomi khususnya bagi sektor yang memiliki kontribusi besar, baik secara sektoral maupun hubungan yang terjadi antarsektoral, apakah sektor tersebut memiliki peranan penting bagi sektor lainnya, ataukah tidak.

(21)

kerjanya yang cukup besar maka penurunan peranannya dalam perekonomian perlu diperhatikan, apalagi sektor industri manufaktur di Jawa Timur merupakan sektor prioritas pembangunan. Dengan demikian indikasi deindustrialisasi ini patut dikaji lebih mendalam terutama mengenai peranan sektor industri manufaktur itu sendiri terhadap sektor-sektor yang lain.

0

Mengingat peranan sektor industri manufaktur dalam pembangunan memang tidak bisa dipungkiri mampu meningkatkan PDRB, mampu menyerap tenaga kerja, juga hubungan atau keterkaitan yang terjadi antara sektor industri manufaktur manufaktur dengan sektor lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan aktivitas di masing-masing sektor baik sektor industri manufaktur manufaktur ataupun sektor-sektor lainnya. Keterkaitan sektor industri manufaktur dengan sektor lainnya ini merupakan salah satu hal penting bagi pembangunan suatu wilayah serta perencanaan pembangunan wilayah, oleh karena itu jika sektor industri manufaktur terus menerus mengalami penurunan (deindustrialisasi) hal ini harus diwaspadai. Dari uraian tersebut, penelitian ini menitikberatkan mengenai dinamika sektor industri manufaktur serta peranannya baik terhadap perekonomian, terhadap sektor lain, maupun terhadap penyerapan tenaga kerja, yang diharapkan berguna untuk perencanaan dan penyusunan berbagai alternatif

(22)

kebijakan dalam pembangunan wilayah, maka perumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Jawa Timur?

2. Apakah terjadi deindustrialisasi di Jawa Timur dan subsektor industri manufaktur yang terindikasi deindustrialisasi paling kuat?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Jawa Timur. 2. Mengidentifikasi gejala deindustrialisasi Jawa Timur dan subsektor industri

manufaktur yang terindikasi deindustrialisasi paling kuat.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi di Jawa Timur yang potensial untuk dikembangkan peranannya dalam pembangunan wilayah. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan memberi wawasan masyarakat luas mengenai peranan sektor industri manufaktur dan keterkaitan antar sektor.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melihat perekonomian di provinsi Jawa Timur. Analisis yang dilakukan adalah analisis input-output (I-O) dan analisis deskriptif mengenai identifikasi deindustrialisasi. Analisis tersebut mengacu pada tujuan yang diambil dalam penelitian ini.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan adalah suatu konsep normatif yang menyiratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai realisasi potensi manusia. Pembangunan tidak dapat disamakan dengan modernisasi, sebab ada banyak segi pada tradisi yang meningkatkan potensi manusia dan memepertautkan kultur. Pembangunan juga merupakan proses multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat, dan lembaga-lembaga nasional, serta akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan, dan pemberantasan kemiskinan. (Bryant,1989)

Menurut Todaro (2003), pembangunan merupakan kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi berbagai proses sosial, ekonomi, dan institusional, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Komponen dari kehidupan yang lebih baik paling tidak memiliki tiga tujuan inti yaitu meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan, yang kedua adalah meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar kepada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tapi juga rasa percaya diri sebagai individu maupun bangsa, dan yang ketiga adalah memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa.

Menurut Sukirno (1985), pembangunan ekonomi memiliki tiga sifat penting, pertama yaitu pembangunan merupakan suatu proses, yang berarti perubahan yang terus-menerus, kedua adalah pembangunan merupakan usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita, dan ketiga adalah kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Pembangunan juga harus dipandang sebagai hubungan yang saling mempengaruhi antara faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi.

(24)

dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Pendapatan nasional per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan dari aspek ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional dengan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama, menjadi ekonomi modern yang didominasi oleh sektor non primer, khususnya sektor industri. (Tambunan, 2001).

Rosyidi (1999) berpendapat bahwa apapun sistem ekonomi yang dianut oleh suatu perekonomian, ada dua hal khusus yang pasti dihadapi oleh suatu negara dalam proses pembangunan, yaitu masalah keterbatasan sumber daya (limits of resources), dan masalah kependudukan (population problem). Begitu pula pendapat Kasliwal (1995), bahwa pembangunan suatu negara atau wilayah tidak terlepas dari masalah pertumbuhan ekonominya dan pertumbuhan penduduk. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan sulit untuk dicapai jika pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan perkapita, serta kesempatan kerja.

Pembangunan wilayah adalah proses pertumbuhan wilayah dan pola pemukiman yang didalamnya terdapat interaksi satuan-satuan sosial, politik, kelembagaan, dan ekonomi dalam kaitannya dengan lingkungan fisik. Kaitannya dengan hal tersebut suatu negara ataupun wilayah lebih kecil (region) harus mampu merencanakan sumber-sumber pembangunan secara tepat dan terarah, agar hasil dari pembangunan dapat dirasakan merata di seluruh wilayah. Hasil dari pembangunan yaitu penawaran dan permintaaan output, sarana-prasarana publik, maupun kesempatan kerja haruslah merata dirasakan oleh seluruh masyarakat, yang nantinya diharapkan proses pembangunan wilayah dapat menciptakan keunggulan komparatif baik sumberdaya fisik maupun sumberdaya manusianya.

(25)

pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah secara keseluruhan diarahkan pada peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, kesejahteraan sosial, serta taraf hidup masyarakat.

Pertumbuhan menyangkut perkembangan berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. Pertumbuhan berbeda dengan pembangunan ekonomi yang mengandung arti lebih luas dan mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh (Djojohadikusumo,1994). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, suatu wilayah mengalami perkembangan jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian bertambah besar pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, untuk melihat peningkatan jumlah barang yang dihasilkan maka pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan daerah pada berbagai tahun harus dihilangkan. Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah didasarkan atas harga konstan.

Laju pertumbuhan ekonomi pada suatu tahun tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :

%

Dimana Gt adalah tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang dinyatakan dalam

persen, Yrt adalah pendapatan daerah riil pada tahun t, dan Yrt-1 adalah pendapatan

daerah riil pada tahun t-1. (Widodo, 1990)

2.1.2. Pembangunan Industri

(26)

Tambunan (2003) menjelaskan bahwa selain perbedaan kemampuan dalam pengembangan teknologi dan inovasi, serta laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita ada faktor-faktor lain yang menyebabkan intensitas dari proses industrialisasi berbeda antarnegara, faktor-faktor tersebut adalah :

(1) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Suatu negara yang memiliki industri-industri dasar atau industri-industri primer (hulu) pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan negara-negara yang hanya memiliki industri-industri hilir.

(2) Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antar jumlah populasi dan tingkat pendapatan nasional per kapita. Pasar dalam negeri yang besar dan tingkat pendapatan yang besar merangsang pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi, termasuk industri (dengan asumsi faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestik kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu-satunya untuk mencapai produksi optimal.

(3) Ciri industrialisasi. Yang dimaksud disini adalah cara pelaksanaan industrialisasi, seperti tahapan dari implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor industri, dan insentif yang diberikan termasuk kepada investor.

(4) Keberadaan sumberdaya alam (SDA). Ada kecenderungan bahwa negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif rendah, dan negara tersebut cenderung tidak atau terlambat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan negara-negara yang kurang SDA.

(5) Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan (seperti tax holiday, bebas bea masuk terhadap impor bahan baku, pinjaman dengan bunga murah) yang digunakan dan cara implementasinya.

(27)

termasuk keuangan menjadi lebih penting dibandingkan sektor primer. Negara-negara di Asia Timur (seperti Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong), dan Asia Tenggara (yaitu Singapura) dapat dianggap sebagai negara-negara berkembang yang berhasil mentransformasikan struktur ekonomi mereka dengan tingkat efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama periode yag cukup panjang. (Tambunan, 2001)

Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi yang didominasi oleh sektor industri. Dalam Tambunan (2001), Kuznets menjelaskan bahwa perubahan struktur ekonomi dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), produksi dan penggunaan faktor produksi (seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Todaro (2003) menjelaskan bahwa kajian mengenai perubahan struktural memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomoian yang lebih modern, perekonomian yang memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor-sektor jasa yang lebih tangguh

Penelitian yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari semula yang mengandalkan pertanian (atau sektor pertambangan), menuju sektor industri. Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output agregat atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan produk domestik bruto, atau produk nasional bruto atau pendapatan nasional. (Tambunan, 2001)

2.1.3. Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Wilayah

(28)

pertumbuhan ekonomi, seperti Libya dan Kuwait dari sektor pertambangan minyak. Indonesia sendiri sejak Pelita I pada tahun 1969 sampai terjadinya krisis moneter hingga 1997, melakukan proses industrialisasi sehingga pendapatan masyarakat per kapita meningkat cukup pesat setiap tahunnya, karena jika hanya mengandalkan pertanian dan pertambangan (migas), maka Indonesia tidak pernah mencapai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% dan tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 pada pertengahan tahun 1997. Industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir meskipun penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, melainkan hanya merupakan suatu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita yang tinggi. (Tambunan, 2001)

Faried (1992) berpendapat bahwa di hampir semua negara, tingkat pendapatan di sektor industri adalah sekitar dua kali lipat tingkat pendapatan di sektor pertanian oleh karena itu diharapakan dengan menempuh strategi industrialisasi maka taraf hidup akan naik dengan cepat. Strategi industrialisasi yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang hasilnya banyak yang kurang memuaskan, hal tersebut dikarenakan proses infudtrialisasi dilakukan dengan mengorbankan pertanian sebagai sektor yang merupakan penghasil bahan baku bagi sektor industri. Dari uraian tersebut maka dibutuhkan program industrialisasi yang dilakukan dengan terarah dan tidak tergesa-gesa.

Pada dasarnya pembangunan sektor industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, serta meningkatkan mutu perlindungan terhadap tenaga kerja. Sutrisno (1985) menjelaskan pula bahwa pembangunan sektor industri merupakan cara yang telah banyak dipakai oleh semua negara atau wilayah, hal ini dikarenakan telah disadarinya oleh para perencana pembangunan bahwa kesempatan kerja bukanlah hasil samping dari tujuan utama pembangunan (yaitu pertumbuhan pendapatan nasional), akan tetapi merupakan salah satu tujuan utama yang harus dirumuskan secara tepat.

(29)

pertanian. Ditinjau dari aspek lokasinya, menurut Perroux dalam Arsyad (2004), berpendapat bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah tidak merata dan cenderung terjadi proses aglomerasi pada pusat pertumbuhan, dan pada gilirannya pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan mempengaruhi daerah-daerah yang lambat perkembangannya. Terjadinya aglomerasi industri memiliki keuntungan tertentu, yaitu keuntungan skala ekonomis (usaha dalam jumlah besar) dan keuntungan penghematan biaya, karena industri-industri pemimpin akan memperluas aktivitasnya dengan memunculkan industri-industri pendukungnya. Dalam skala ekonomis keuntungan tersebut dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

(1) Keuntungan internal perusahaan

Keuntungan ini timbul karena faktor-faktor produksi yang tidak dapat dibagi yang hanya diperoleh dalam jumlah tertentu, dan jika dipakai dalam jumlah banyak maka biaya produksi per unit akan lebih rendah dibandingkan jika dipakai dalam jumlah sedikit.

(2) Keuntungan lokalisasi (localization economies)

Keuntungan ini berhubungan dengan sumber bahan baku atau fasilitas sumber, yaitu dengan menumpuknya industri, maka setipa industri merupakan sumber atau pasar bagi industri yang lain.

(3) Keuntungan ekstern (keuntungan urbanisasi)

Aglomerasi beberapa industri dalam suatu daerah akan mengakibatkan banyak tenaga kerja yang tersedia baik tenaga memiliki kemampuan dan pengetahuan maupun tenaga kasar. Disamping itu aglomerasi juga akan mendorong didirikannya perusahaan jasa pelayanan yang dibutuhkan untuk industri, misalnya, listrik, air minum, perbankan dalam skala yang besar, sehingga pembangunan fasilitas pendukung industri dalam skala besar dapat menekan biaya. Selain itu aglomerasi juga memiliki keuntungan lain yaitu menurunkan biaya transportasi. Karena penumpukan industri pada suatu daerah akan mendorong didirikannya perusahaan jasa angkutan dengan segala fasilitasnya, sehingga industri-industri tersebut tidak perlu mengusahakan jasa angkutan sendiri.

(30)

dan proses berbagai pengambilan keputusan secepat mungkin. Faktor-faktor lainnya adalah faktor bahan baku/bahan mentah, mudahnya akses tenaga kerja khususnya tenaga kerja terampil, pengangkutan dan komunikasi, harga tanah, bantuan dan rangsangan dari pemerintah untuk investasi di sektor industri, dan daktor lingkungan seperti iklim, topografi, maupun sifat geografiknya. Industri-industri dengan bobot lokasi (jumlah berat pemindahan bahan mentah dan bahan jadi) tinggi maka indeks materialnya (proporsi berat dari bahan mentah terhadap berat produksi yang dihasilkan) juga tinggi, sehingga lokasi industrinya akan berorientasi kea rah sumber bahan mentah. Industri-industri yang bobot lokasinya rendah akan mengarah kepada pasar, sedangkan bahan-bahan murni tidak pernah mengikat produksi kepada lokasi. Oleh karena itu dalam proses industrialisasi dibutuhkan perencanaan yang matang dan strategi yang tepat, agar tujuan-tujuan industrialisasi tercapai, dan tidak mengakibatkan ekternalitas negatif yang merugikan bukan hanya masyarakat dan lingkungan tetapi juga perusahaan industri sendiri.

Pada dasarnya pembangunan di sektor industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, serta meningkatkan mutu dan perlindungan terhadap tenaga kerja, dimana proses industrialisasi dan pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatakan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju, maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain bahwa peran sektor industri dalam pembangunan merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan hanya kegiatan yang mandiri yang hanya sekedar mencapai fisik saja.

(31)

yang terserap di sektor industri, dan sumbangan komoditi industri terhadap ekspor barang dan jasa.

2.1.4. Fenomena Deindustrialisasi

Deindustrialisasi merupakan isu regional, Schnorbus (1998) menerangkan bahwa hal ini dikarenakan setiap wilayah (region) dalam suatu negara memiliki sejarah ekonomi, spesialisasi produk, dan sensitivitas terhadap perekonomian nasional maupun internasional yang berbeda-beda, maka jika suatu negara terindikasi deindustrialisasi, wilayah yang dinaunginya juga terindikasi deindustrialisasi pula. Deindustrialisasi menurut Clingingsmith (2004) ada dua macam, yaitu deindustrialisasi lemah dan deindustrialisasi kuat. Deindustrialisasi lemah jika nilai share sektor industri dalam perekonomian menurun, dan deindustrialisasi kuat jika nilai absolut sektor industri dalam perekonomian menurun.

Deindustrialisasi adalah menurunnya peran industri dalam perekonomian secara menyeluruh. Menurunnya peran industri dalam perekonomian ini dapat dilihat dari berbagai sisi, misalnya menurunnya jumlah pekerja di sektor industri, menurunnya hasil produksi, serta menurunnya sektor industri dibandingkan sektor lainnya. Penyebab dari deindustrialisasi dapat dikarenakan hilangnya keunggulan kompetitif dari sektor industri di suatu wilayah/negara, jika keunggulan kompetitif produk industri di suatu negara hilang maka produk negara tersebut akan kalah di pasar internasional. Fenomena deindustrialisasi ini telah terjadi di negara-negara maju, dimana peranannya dalam menciptakan kesempatan kerja dan sumbangannya terhadap Gross Domestic Product menurun. (Kuncoro, 2007)

(32)

beberapa negara saja, di Afrika yang teridentifikasi deindustrialisasi adalah Sierra Leone, Afrika Selatan, Zambia, dan Zimbabwe, sedangkan di Amerika Latin adalah Brazil, Meksiko, Peru, dan Bolivia, dan Asia adalah Myanmar, Philipina dan India.

Menurut Ruky (2008), adanya deindustrialisasi bukan berarti tidak ada industri yang tumbuh, deindustrialisasi juga bukan kinerja sesaat yang mundur akibat suatu kebijakan, misalnya kenaikan BBM. Deindustrialisasi menunjukkan gejala yang menetap dalam beberapa tahun dan konsisten di banyak indikator. Deindustrialisasi juga bisa merupakan bagian dari suatu siklus panjang proses pembangunan ekonomi. Suatu negara, dapat secara sengaja berupaya mengalihkan kegiatannya di sektor lain karena sektor itu, misalnya lebih memberikan prospek yang lebih baik terhadap perekonomian secara keseluruhan. Suatu negara dapat beralih untuk mengembangkan sektor-sektor lain ketika sektor industri telah mapan dan tumbuh, sehingga peran sektor industri dalam PDB menurun, ini juga merupakan salah satu gejala deindustrialisasi, dan jika kondisi ini disertai dengan menurunnya tingkat penggangguran maka disebut deindustrialisasi dalam pengertian positif.

(33)

ini yang terjadi adalah reindustrialisasi meskipun secara perlahan. Menurut Alagh (2009), saat ini India terus berusaha untuk mengatasi deindustrialisasi, meskipun banyak hambatan, seperti lahan yang semakin sempit, dan upah tenaga kerja yang semakin rendah.

Dalam Ramaswamy (1997) dan David (2006) diterangkan bahwa deindustrialisasi di negara-negara agraris yaitu Cina, dan Korea pada tahun 1990 dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang terlatih di bidang industri, selain itu perkembangan teknologi yang kurang progresif.

Deindustrialisasi di Indonesia berdasarkan Aswicahyono (2004) terlihat sejak tahun 2000, dengan pertumbuhan sektor industri manufaktur periode 2000-2003 sebesar 3.8 persen, sedangkan periode 1993-1997 sebesar 10 persen. Kuncoro (2007) menjelaskan bahwa deindustrialisasi di Indonesia khususnya secara nyata terjadi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah terjadi gempa, dan ditambah dengan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan upah minimum regional, isu formalin-boraks. Menurutnya hal ini wajar karena dengan adanya gempa tektonik berkekuatan 6,3 skala richter bukan hanya rumah yang rusak, tetapi juga pabrik, bahan baku, barang jadi, barang siap ekspor, serta peralatan usaha.

2.1.5. Keterkaitan Antar Sektor dalam Pembangunan Wilayah

Pembangunan dalam suatu wilayah tidak hanya bertumpu pada satu sektor saja, meskipun sektor tersebut merupakan sektor andalan di daerah tersebut. Keterkaitan antar sektor yang terjadi justru akan memacu sektor-sektor lainnya untuk berkembang, apalagi jika sektor tersebut merupakan leading sector bagi sektor lainnya. Seperti pendapat Arsyad (2004), bahwa perkembangan leading sector akan merangsang investasi di sektor lainnya, karena sangat dimungkinkan bahwa sektor lain merupakan penyuplai inputnya, ataupun pengguna outputnya, sehingga aktivitas ekonomi di tiap sektor akan semakin berkembang.

(34)

sehingga dibutuhkan program industrialisasi yang dilakukan dengan terarah dan tidak tergesa-gesa.

Sektor industri merupakan leading sector juga dikarenakan dengan pembangunan sektor industri maka dapat memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, serta meningkatkan mutu perlindungan terhadap tenaga kerja. Sutrisno (1985) menjelaskan bahwa pembangunan sektor industri banyak dipakai oleh semua negara dikarenakan telah disadarinya oleh para perencana pembangunan bahwa kesempatan kerja bukanlah hasil samping dari tujuan utama pembangunan (yaitu pertumbuhan pendapatan nasional), akan tetapi juga merupakan salah satu tujuan utama yang harus dirumuskan secara tepat.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antar sektor sangat penting dalam pembangunan wilayah, karena saat suatu sektor terkait dengan sektor lain maka diindikasikan terjadi peningkatan aktivitas, dan dapat memperluas aktivitas sektor, baik keterkaitan dengan sektor lain, perluasan peluang kerja, serta bertambahnya nilai tambah suatu output, yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan output total wilayah.

2.1. 6. Pentingnya Analisis Input-Output dalam Perencanaan Pembangunan Tabel Input-Output pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi/sektor dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Sebagai suatu model kuantitatif, tabel I-O akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai :

(1) Struktur perekonomian nasional/regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor.

(2) Struktur input antara, yaitu penggunaan barang dan jasa oleh sektor-sektor produksi.

(3) Struktur penyediaan barang dan jasa baik merupakan produksi dalam negeri maupun impor.

(35)

Rustiadi (2006) menjelaskan bahwa tabel I-O juga dapat memperlihatkan interaksi yang terjadi antar sektoral baik dalam suatu wilayah maupun antar wilayah, dimana terjadi keterkaitan sektoral antar wilayah secara dinamis maka dibutuhkan adanya mekanisme interaksi intra- dan inter- wilayah secara optimal, sehingga keterbatasan sumberdaya serta aktivitas-aktivitas sosial-ekonomi yang tersebar secara tidak merata dan tidak seragam dapat dimanajemen dengan baik. Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional, dan lain-lain), selain itu setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, serta aktivitas sektor-sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, sumberdaya buatan (infrastruktur) dan sumberdaya sosial yang ada. Dari uraian tersebut maka dipahami bahwa di setiap wilayah/daerah erdapat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan. Dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak berkembangnya sektor-sektor lainnya, dan secara spasial berdampak secara luas di seluruh wilayah sasaran. Karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral, serta keterkaitan intersektoral dan interregional dalam perekonomian wilayah tersebut, secara teknis dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis Input-Output walaupun dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu.

Pada dasarnya Tabel I-O adalah gambaran lebih rinci dari sistem neraca ekonomi wilayah/nasional (neraca konsumsi, neraca akumulasi kapital/investasi, dan neraca eksternal wilayah/luar negeri). Dalam perekonomian wilayah Tabel I-O dapat digunakan untuk:

(36)

untuk tingkat wilayah/daerah), pendapatan masyarakat, kebutuhan tenaga kerja, pajak (PAD untuk tingkat daerah), dan sebagainya.

(2) Mengetahui komposisi penyediaan dan penggunaan barang atau jasa sehingga mempermudah analisis tentang kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

(3) Memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis input-output merupakan analisis yang penting dalam suatu perncanaan pembangunan wilayah, karena dengan analisis input-output maka perencana pembangunan dapat mengetahui sektor-sektor kunci, maupun sektor-sektor yang lemah, sehingga dapat membuat kebijakan atau langkah-langkah untuk merangsang pertumbuhan sektor-sektor yang lemah, maupun meningkatkan kontribusi sektor kunci dalam pembangunan wilayah.

2.2. Tinjauan Empirik (Penelitian Terdahulu Mengenai Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur)

(37)

berdasarkan orientasi pertumbuhan dan keterkaitan selama periode 1994-2000, perekonomian Jawa Timur masih tetap mengandalkan sektor industri manufaktur (manufacture) sebagai sektor kunci, terutama untuk sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Sektor-sektor yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan pada tahun 2002 adalah sektor perdagangan; industri tekstil, pakaian dan kulit; pengangkutan, industri rokok; industri makanan dan tanaman bahan makanan, sedangkan sektor-sektor rawan yang tidak berhasil mencapai sasaran yang diinginkan adalah sektor perikanan; industri minuman; kehutanan; industri barang lainnya; sektor penggalian dan pertambangan non migas serta sektor pertambangan migas dan pengilangan minyak.

Handoyo (2005) juga menegaskan dalam penelitiannya bahwa tahun 1996-2000 sektor industri di Jawa Timur memiliki kontribusi yang kuat, dan dengan menggunakan analisa Tabel I-O Jawa Timur tahun 2000, dan simulasi permintaan akhir dengan peningkatan 10 persen, menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki keterkaitan kebelakang (backward lingkages) dan keterkaitan kedepan (forward lingkages) terbesar diantara sektor lainnya, yang dikarenakan dukungan kebijakan dari pemerintah daerah untuk merangsang pertumbuhan sektor industri, khususnya industri pupuk, pestisida, semen, kertas, mesin, peralatan elektronik, dan mesin/industri perkapalan. Hal ini diindikasikan bahwa sektor industri manufaktur mampu meningkatkan pertumbuhan PDRB, dan juga dapat diindikasikan bahwa sektor industri manufaktur mampu menyerap tenaga kerja lebih baik dari pada sektor lainnya, sehingga pemerintah daerah Jawa Timur memberi dukungan kepada sektor industri manufaktur.

(38)

pertumbuhan tertinggi dan terendah adalah sebesar 1,00 dan 0,12 persen masing-masing idari 83,40 persen tahun 1993 menjadi 81,43 persen tahun 2002.

Dari penelitian Oesman (2006) mengenai kinerja usaha kecil dan menengah di Jawa Timur juga didapatkan bahwa sektor industri memiliki kontribusi besar bagi pembangunan. Sektor perekonomian lainnya yang berkontribusi dalam pembangunan di Jawa Timur adalah sektor perdagangan, dan pertanian dimana memiliki potensi usaha kecil menengah cukup besar antara tahun 2000-2004, dan dari sembilan sektor yang ada jumlah usaha kecil menengah sebanyak 6,63 juta unit usaha kecil menengah. Peranan ini sangat penting untuk diketahui sebagai upaya penyusunan dasar perencanaan pembangunan ekonomi daerah, ditambah jika suatu sektor terus bertambah kontribusinya, hal ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan sektor lainnya.

Pada dasarnya pembangunan di Jawa Timur memperlihatkan pertumbuhan yang cukup cepat. Dengan tumbuhnya sektor-sektor kunci diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja, sehingga mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pengentasan kemiskinan. Dalam penelitian Soebeno (2005) tentang analisis pembangunan manusia di Jawa Timur, didapatkan bahwa daerah Gerbangkertosusila sebagai kawasan industri di Jawa Timur memiliki interaksi spasial yang kuat yang mampu menarik daerah penyangganya, akan tetapi meskipun Surabaya memiliki interaksi spasial yang kuat dengan kabupaten Gresik dan Sidoarjo, tetapi belum berhasil menarik Kabupaten Bangkalan untuk berkembang.

(39)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Umum Dasar Pemikiran Penelitian

Perekonomian suatu wilayah yang relatif maju ditandai oleh semakin besarnya peran sektor industri manufaktur dan jasa dalam menopang perekonomian wilayah. Sektor industri manufaktur telah menggantikan peran sektor tradisional (pertanian) dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan wilayah. Begitupula pada perekonomian Indonesia yang berkembang cukup pesat sejak memasuki awal periode pembangunan orde baru, khususnya sektor industri manufaktur sebagai sektor utama yang lambat laun menggantikan peran sektor pertanian. Pada awal tahun 1980-an Indonesia adalah salah satu negara industri penting di antara negara-negara sedang berkembang. Proses industrialisasi di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang cukup berarti dengan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB yang terus meningkat dari di bawah 10 persen pada awal tahun 1970-an sampai mencapai di atas 18 persen pada tahun 1989. Perkembangan industri manufaktur yang pesat di Indonesia ternyata bias ke pulau Jawa. Pada tahun 1999, pulau Jawa menyumbang 81.07 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja dan 81.08 persen terhadap total nilai tambah industri besar dan sedang di Indonesia. Sumbangan sektor manufaktur terhadap PDRB di pulau Jawa sendiri cukup bervariasi antar propinsi, dan provinsi Jawa Timur masih menjadi provinsi yang paling berkembang industrinya di Indonesia sampai tahun 1984, dengan sektor manufaktur menyumbang hampir 15 persen PDRB. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1999 sumbangan Jawa Timur mengalami peningkatan dengan menyumbangkan 27,37 persen terhadap PDRB, walaupun peningkatannya masih di bawah Jawa Tengah dan Jawa Barat.

(40)

Timur dengan pangsa rata-rata sekitar 28 persen, disusul sektor perdagangan-hotel-restoran (21 persen), sektor pertanian (17 persen), dan sektor jasa-jasa (11 persen).

Pertumbuhan sektoral ekonomi Jawa Timur terdapat perubahan sumber pertumbuhan antara sebelum dan setelah krisis. Sebelum krisis sumber pertumbuhan dikuasai oleh sektor industri manufaktur, perdagangan, bangunan, angkutan, dan keuangan, yang kelimanya memberikan sumbangan pertumbuhan hingga 90 persen. Setelah krisis, khususnya sejak tahun 2000, sumber pertumbuhan sektoral ekonomi Jawa Timur bergeser ke sektor perdagangan, industri, angkutan, jasa, dan listrik-gas-air, kelima sektor tersebut sudah memberikan sumbangan pertumbuhan sekitar 89 persen.

(41)

3.2. Kerangka Operasional Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya, fokus penelitian ini adalah pada perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor industri manufaktur. Peneliti akan mengkaji bagaimanakah keterkaitan sektor industri manufaktur dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Jawa Timur dengan menggunakan Analisis Input-Output tahun 2004, Tabel Output tahun 2004 tersebut merupakan hasil updating Tabel Input-Output tahun 2000. Updating Tabel I-O tersebut menggunakan tehnik RAS.

Tujuan pertama yaitu peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian di Jawa Timur akan dijawab dengan analisis I-O tahun 2000 dan 2004, dan analisis deskriptif mengenai tenaga kerja. Analisis-analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dari tabel dasar I-O (output, nilai tambah, dan permintaan akhir), serta analisis deskriptif tenaga kerja, analisis keterkaitan kebelakang/kedepan baik secara langsung maupun tidak langsung, Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan, serta analisis pengganda (pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja).

Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui apakah terjadi deindustrialisasi di Jawa Timur dan pada subsektor industri manufaktur mana deindustrialisasi paling kuat terindikasi, digunakan lima kriteria yaitu :

1. Menurunnya PDRB sektor industri manufaktur dengan membandingkan PDRB tahun 2000-2005.

2. Menurunnya nilai output sektor industri manufaktur, dengan membandingkan nilai output tahun 2000 dan 2004.

3. Menurunnya nilai ekspor sektor industri manufaktur dengan membandingkan nilai ekspor tahun 2000 dan 2004.

4. Menurunnya pekerja di sektor industri manufaktur dengan membandingkan jumlah tenaga kerja tahun 2000 dan 2004.

(42)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jawa Timur yang terdiri dari 37 kabupaten/kota. Pengambilan data dilaksanakan mulai bulan September 2007 sampai Desember 2008.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini semaksimal mungkin memanfaatkan data sekunder yang ada di BPS Pusat, BPS Provinsi, dan departemen serta lembaga terkait, seperti Bank Indonesia, dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, serta media massa, karena media massa dianggap mampu memberikan kondisi aktual mengenai topik serta kondisi wilayah penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel I-O Jawa Timur 2000, PDRB Jawa Timur, Data Ketenagakerjaan Jawa Timur serta data lainnya yang mendukung penelitian. Dikarenakan Tabel I-O Jawa Timur yang tersedia pada bulan September 2007 adalah Tabel I-O tahun 2000 maka dilakukan updating, dan berdasarkan data pendukung untuk melakukan updating Tabel I-O, maka dilakukan updating Tabel I-O Jawa Timur ke tahun 2004 dengan menggunakan metode RAS. 4.3. Metode Analisis

4.3.1. Dasar-dasar Analisis Input-Output

Model input-output ini dikembangkan oleh Profesor Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Beliau mengembangkan suatu teori umum berdasar produksi pada notion keterkaitan sektor ekonomis dan diterapkan pada sistem perekonomian Amerika yang dikenal sebagai model input-output (I-O). Model yang dikemukakan ini dikenal sebagai model input-output linear Leontief. Isard (1998) menjelaskan bahwa model I-O dapat memberikan gambaran menegnai ekonomi dan keterkaitan antar sektor di suatu wilayah serta memberikan masukan sebagai alternatif kebijakan dan program pembangunan wilayah.

(43)

ekonomi. Sebagai metode kuantitatif, Tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang:

(1) Struktur perekonomian negara/wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

(2) Struktur input antara berupa transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor produksi.

(3) Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri (produksi Jawa Timur), maupun barang impor atau yang berasal dari negara/propinsi lain.

(4) Struktur permintaan barang dan jasa, meliputi permintaan oleh berbagai sektor produksi di Jawa Timur dan permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Secara sederhana struktur tabel I-O terbagi atas empat kuandran, yaitu intermediate quadrant (Kuadran I), final demand quadrant (Kuadran II), primary input quadrant (Kuadran III) dan primary input to final demand quadrant (Kuadran IV), seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Struktur Dasar Tabel I-O

Permintaan Antara Permintaan Akhir (Y)

Input Antara Kuadran I (n×n) Kuadran II (n×m) Nilai Tambah Kuadran III (p×n) Kuadran IV (p×m)

Keterangan:

n : banyaknya sektor/agregasi jenis lapangan usaha dalam sistem ekonomi

m : banyaknya jenis/agregasi jenis permintaan akhir, yang meliputi: pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi (pembentukan barang modal, dan perubahan stok), dan ekspor.

p : banyaknya jenis/agregasi jenis input primer diluar impor, yang meliputi: upah dan gaji, pajak tak langsung, dan surplus usaha.

(44)

menyebabkan adanya reaksi ekonomi pada sektor lain yang ada dalam tabel melalui keterkaitan ekonomi.

Kuadran II menunjukkan matriks permintaan akhir terhadap output masing-masing sektor. Total permintaan akhir terhadap output suatu sektor sama dengan jumlah dari permintaan konsumsi rumah tangga (household consumption), pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor untuk output sektor yang bersangkutan.

Kuadran III menunjukkan matriks nilai tambah (added values) masing-masing sektor faktor produksi (plus impor). Kuadran ini mendaftar input-input ‘awal’ setiap sektor dalam sistem produksi. Input-input awal ini meliputi gaji dan upah, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung neto dan subsidi, dan impor. Nilai tambah bruto (PDB untuk level nasional, atau PDRB untuk level regional) dari suatu sektor merupakan penjumlahan dari input-input tersebut kecuali impor.

Kuadran IV merupakan transfer nilai tambah antar institusi yang meliputi: rumah tangga, pemerintah, perusahaan swasta, dan institusi eksternal wilayah atau luar negeri. (Bendavid-Val, 1991)

Tabel 3. Struktur Tabel I-O Wilayah

Permintaan Internal Wilayah

Permintaan Antara Permintaan

Akhir

xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

xi : total output sektor i; xj : total input sektor j; untuk sektor yang sama (i=j), total

output sama dengan total intput (xi=xj)

(45)

gi : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap output

sektor i

ii : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor i; output

sektor i yang menjadi barang modal

ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspor/dijual ke luar

wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i (yi=ci+gi+ii+ei)

wj : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang

dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j tj : pendapatan pemerintah (pajak tak langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j

yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j

sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha

mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh/dibeli dari luar

wilayah

Tiap kuadran dalam Tabel I-O dinyatakan dalam bentuk matriks, dengan dimensi seperti pada Tabel 2. Susunan dalam bentuk matriks tersebut memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengait antar sektor. Dalam Tabel I-O terdapat suatu patokan yang amat penting, yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya, ilustrasi Tabel I-O seperti pada Tabel 3.

Seperti telah disinggung sebelumnya, Tabel I-O merupakan alat analisis untuk melihat struktur keterkaitan (linkages) ekonomi antar sektor dalam suatu perekonomian. Untuk keperluan analisis, parameter yang paling utama adalah koefisien teknologi aij

yang secara matematis diformulasikan sebagai berikut:

aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (=Xij)

terhadap total input sektor j (=Xj).

(46)

atau

Dengan notasi matriks dirumuskan sebagai berikut: AX + Y = X

Matriks A merupakan matriks koefisien hubungan langsung antar sektor (koefisien teknologi), dengan demikian maka:

X – AX = Y (I – A)X= Y X = (I – A)-1.Y

Matriks (I–A) dikenal sebagai matriks Leontief, merupakan parameter penting di dalam analisis I-O. Invers matriks tersebut, matriks (I-A)-1 atau B adalah matriks invers Leontief (matriks saling hubungan langsung dan tidak langsung antar sektor). Karena

(

IA

)

−1Y =BY, maka peningkatan produksi (X) merupakan akibat tarikan permintaan akhir Y, dan gradien peningkatannya ditentukan oleh elemen-elemen matriks B.

Yang perlu diperhatikan dalam analisis I-O adalah, bahwa Tabel I-O disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

(1) Prinsip Homogenitas: aktifitas-aktifitas ekonomi yang dikategorikan kedalam suatu sektor tertentu diasumsikan memiliki karakteristik sistem produksi yang homogen yakni struktur input dan output yang homogen dan tidak ada substitusi input antar aktifitas satu dengan aktifitas lainnya.

(2) Prinsip Linieritas/Proporsionalitas: proporsi input-input suatu sektor bersifat tetap, tidak bergantung pada skala produksi/output (constant return to scale). (3) Prinsip Aditivitas: kinerja sistem produksi suatu sektor ditentukan oleh kinerja

(47)

4.3.2. Membangun Tabel I-O Jawa Timur dengan Metode RAS

Tahap awal dalam proses membangun Tabel I-O adalah mengklasifikasikan sektor yang bertujuan agar memudahkan kegiatan perekonomian yang akan diidentifikasi. Dalam penyusunan Tabel I-O yang merupakan metode kuantitatif maka masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengidentifikasi secara jelas kegiatan-kegiatan ekonomi yang sangat beragam, maka untuk memudahkan pengidentifikasian dilakukan penyederhanaan dimana seluruh kegiatan perekonomian diklasifikasikan menjadi 23 sektor, seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Sektor Perekonomian di Jawa Timur

No Sektor Inisial

1 Pertanian PERT

2 Perkebunan PERK

3 Peternakan PET

4 Kehutanan KHUT

5 Perikanan PERIK

6 Pertambangan migas MIG

7 Pertambangan non migas NMIG

8 Industri makanan, minuman, dan tembakau IMMT 9 Industri textil, barang dari kulit, dan alas kaki ITEX 10 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya IBKH 11 Industri kertas, barang dari cetakan dan penerbitan IKBC 12 Industri pupuk, kimia, dan barang dari karet IPKK 13

Industri semen, dan barang galian non logam, kecuali minyak

bumi dan batu bara ISGNL

14 Industri logam dasar besi dan baja ILDB 15 Industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya IAMP 16 Industri barang industri manufaktur lainnya IML

17 Listrik, gas, air bersih LGA

18 Konstruksi KONS

19 Perdagangan, hotel, restoran PHR

20 Transportasi TRAN

21 Komunikasi KOM

22 Keuangan,persewaan,jasa perusahaan KEU

(48)

Setelah pengklasifikasian sektor maka tahap selanjutnya dalam analisa data adalah membangun (updating) Tabel I-O, dikarenakan Tabel I-O Jawa Timur yang tersedia adalah Tabel I-O Jawa Timur tahun 2000, maka berdasarkan data-data pendukung yang tersedia, peneliti membangun Tabel I-O Jawa Timur ke tahun 2004, dengan asumsi bahwa kondisi perekonomian di Jawa Timur pada tahun 2000-2004 tidak banyak berubah. Metode yang dilakukan dalam membangun adalah metode RAS. Secara sederhana metode ini memperkirakan matriks koefisien baru dari koefisien input tahun dasar, berdasarkan BPS (2000a) maka metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Persiapan Tabel I-O dasar yaitu Tabel I-O Jawa Timur tahun 2000, dimana koefisien input tahun 2000 tersebut adalah A(0) = {aij(0)}, i,j = 1,2,…,n, n

adalah sektor-sektor yang akan dilihat.

(2) Persiapan Tabel I-O hipotetik yaitu Tabel I-O Jawa Timur tahun 2004, yang nantinya akan diperkirakan dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R adalah matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh substitusi (menunjukkan seberapa jauh komoditi i dapat digantikan oleh komoditi lain dalam proses produksi), dan S adalah matriks diagonal yang elemennya menggambarkan pengaruh fabrikasi (seberapa jauh komoditi j dapat menyerap masukan antar dari total masukan yang tersedia). Pada langkah ini Tabel I-O hipotetik disiapkan dengan melengkapi kuadran II dan kuadran III Tabel I-O tahun 2004, dan kuadran I adalah kuadran yang akan dicari dengan menggunakan matriks A(0).

(3) Menentukan matriks A(0), yaitu menentukan matriks diagonal output atau input tahun 2004 dengan rumus :

n

Xij : jumlah input sektor ke-i sebagai output sektor ke-j tahun 2000

Xj : jumlah output sektor ke-j tahun 2000

(4) Menentukan matriks A(0)X’, matriks X’ adalah matriks diagonal output sektor j pada tahun 2004.

(49)

n

X : jumlah permintaan antara sektor ke-i tahun 2004

. 1

i

X : jumlah permintaan antara sektor ke-i matriks A(0)X’ (6) Menentukan matriks R1. A(0)X’.

(7) Menghitung matriks diagonal pengaruh fabrikasi (S1), dimana diagonalnya dihitung sebagai berikut :

j

Jika pada perhitungan tahap ini nilai R1 dan S1 adalah sama dengan matriks diagonal 1 atau matriks identitas, maka nilai pada kuadran I yang dicari telah ditemukan pada matriks R1. A(0)X’. akan tetapi jika nilai R1 dan S1 belum sama maka dilakukan perhitungan lagi hingga matriks R1 = matriks S1 = matriks identitas.

Hasil updating Tabel I-O tahun 2000 ke tahun 2004 ini nantinya berguna untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada perekonomian Jawa Timur pada periode tersebut. Hasil updating ini digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan kedua.

(50)

4.3.3. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif yang dilakukan adalah untuk melihat perekonomian dari sisi output (produksi) serta input baik modal maupun ketenagakerjaan. Variabel atau indikator yang dianalisis dalam penelitian ini, adalah:

(1) Struktur Output

Output merupakan nilai produksi (barang/jasa) yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di suatu negara. Dengan menelaah besarnya output masing-masing sektor maka akan dapat diketahui sektor mana yang memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk output secara keseluruhan.

(2) Struktur Nilai Tambah Bruto (NTB)

Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Besarnya nilai tambah di tiap-tiap sektor ditentukan oleh besarnya output (nilai produksi) yang dihasilkan dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, maka jika suatu sektor memiliki nilai tambah yang besar belum tentu memiliki nilai output yang besar pula. Menganalisis NTB berarti pula menganalisis input yang digunakan sektor-sektor dalam perekonomian, karena komponen NTB dalam Tabel I-O sama dengan komponen input primer. Input primer dalam tabel I-O dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto.

(3) Struktur Permintaan Akhir

Barang dan jasa selain digunakan oleh sektor produksi dalam rangka proses produksi (memnuhi permintaan antara), juga digunakan untuk memenuhi permintaan oleh konsumen akhir seperti konsumai rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal, ekspor, dan perubahan stok.

(4) Struktur Tenaga Kerja

(51)

4.3.4. Analisis Keterkaitan Antar Sektor

Analisis keterkaitan antar sektor yang digunakan adalah:

(1) Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (DBL): menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut.

(2) Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (DFL): menunjukkan efek langsung dari perubahan output (tingkat produksi) suatu sektor terhadap total tingkat produksi sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut.

=

j ij

i a

a*

(3) Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (direct and indirect backward linkage) (DIBL): menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor tertentu, pada peningkatan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan suatu sektor dalam mendorong peningkatan seluruh sektor perekonomian, secara matematis diformulasikan sebagai berikut:

(4) Kaitan langsung dan tak langsung ke depan (direct and indirect forward linkage) (DIFL):

dimana bijadalah elemen-elemen invers matriks Leontief B=(I-A)-1.

(5) Indeks Derajat Kepekaan (IDK) kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir atau indeks daya kepekaan, dimana menunjukkan sumbangan relatif suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian, dengan persamaan sebagai berikut :

Gambar

Tabel 3. Struktur Tabel I-O Wilayah
Gambar 4. Pangsa NTB Sektor Industri Manufaktur Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Gambar 5. Struktur Surplus Usaha Sektor Industri Manufaktur  Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
Tabel 18. Nilai, Pangsa, dan Rasio Permintaan Akhir Sektor Industri Manufaktur  Tahun 2000 dan 2004 di Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari kuisioner pada tabel 2 tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan adanya sistem pendukung keputusan penentuan warga miskin dapat membantu kegiatan di kelurahan

Nilai standar deviasi dari CR sebesar 1,5329076 lebih kecil dari nilai rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam CR mempunyai sebaran yang kecil yang

Sedangkan cluster 3 merupakan kelompok aksesi aren dengan karakter fenotip yang sesuai untuk memproduksi nira (bahan baku gula aren) dari mayang bunga jantan.. Kata kunci

Benih Penjenis : Dipertahankan di BPTP Karangploso, Balitkabi, dan Puslitbang Tanaman

Indikasi terapi bedah sendiri dikerjakan bila secara klinis maupun neurologis tidak ada perbaikan atau cenderung memburuk dengan pemberian medikamentosa OAT fase

[r]

Di samping itu, keberadaan kelompok penghayat Kapribaden di dusun Kalianyar juga bisa dikatakan sebagai kelompok Islam abangan. Konsep abangan pertama kali diperkenalkan

Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai hasil belajar Bahasa Indonesia sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) diberikan perlakuan