• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK TANAMAN TEBU SEBAGAI BAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KARAKTERISTIK TANAMAN TEBU SEBAGAI BAHAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KARAKTERISTIK

TANAMAN TEBU SEBAGAI

BAHAN BAKU BIOENERGI

{ Syukri M Nur }

PENGANTAR

Tanaman Tebu (Sacharum sp) merupakan tanaman yang digunakan sebagai bahan baku oleh pabrik gula. Tebu, selain sebagai bahan baku untuk pangan juga dapat didayagunakan sebagai bahan baku bioenergi. Terutama setelah tebu melalui proses ekstraksi atau pengambilan cairan tebu menjadi gula. Proses ini menghasilkan limbah pada yaitu ampas tebu atau bagas (bagasse) dan limbah cair.

Jika ampas tebu itu tidak dimanfaatkan oleh pabrik gula maka akan menjadi limbah dan mengurangi kualitas lingkungan karena aroma tidak sedap dan mencemari sumber air tanah. Sementara ini, ampas tebu dimanfaatkan sebagian kecil sebagai bahan bakar ke dalam tungku untuk boiler. Jumlah yang dimanfaatkan tersebut relatif masih kecil jika dibandingkan dengan produksi limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula.

Makalah ini berupaya mempelajari aspek bioenergi dengan cakupan bahasan penyediaan bahan baku, luas dan distribusi, produksi dan produktivitas tanaman tebu, serta karakteristik energi dari komponen tebu sebagai bahan baku bioenergi. Penulisan ini merupakan salah satu bagian penting dalam upaya Tim Penulis menyusun buku Bioenergi Utama Indonesia.

KLASIFIKASI ILMIAH DAN AGROEKOLOGI TANAMAN TEBU

(3)

Tanaman ini tumbuh baik dan berproduksi baik pada kisaran temperatur udara 25-26oC dengan kisaran curah hujan 1500-1800 mm/tahun, dan pada daerah yang kering dan panas, dibutuhkan curah hujan berkisar 2500 mm/tahun.

LUAS LAHAN DAN DISTRIBUSI TANAMAN TEBU

Berdasarkan data Statistik Pertanian (2013), dalam kurun waktu lima tahun dari 2009-2013, pertambahan luas panen tebu hanya mampu mencapai enam persen (6%) dengan pertambahan luas panen setiap tahun berkisar dua persen. Bahkan pada tahun 2010 ke 2011, terjadi penurunan luas panen yang juga mengakibatkan penurunan produksi (Gambar 2), dan juga dapat dilihat data lengkap perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas lahan tebu pada tahun 2009-2013 pada Tabel 1.

Tebu termasuk tanaman C4 sehingga memiliki banyak sifat-sifat positif seperti kandungan gula yang tinggi, kandungan serat rendah, daya adaptasi terhadap lingkungan sangat baik, dan tahan terhadap penyakit.

Berdasarkan kompilasi informasi dari El Bassam (2010), tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi iklim yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Artinya, pada masa pertumbuhan memerlukan cukup banyak air sehingga perlu hujan namun pada masa panen diharapkan tidak ada hujan.

Kisaran geograis tempat tumbuh tanaman tebu adalah antara 37o Lintang Utaradan 32o Lintang Selatan sehingga tanaman ini tumbuh baik pada wilayah tropis dan subtropis. Kendati tanaman tebu dapat dibudidayakan pada lahan yang memiliki kondisi tanah yang sangat bervariasi, namun tebu lebih mengutamakan tumbuh pada tanah yang cukup berat (banyak kandungan liat dan lempungnya) dan memiliki nutrisi tanah yang tinggi, serta kapasitas air tanah yang besar. Kemasaman tanah yang layak untuk tebu berkisar pada 5.5 sampai dengan 8.5 pada skala pH.

(4)
(5)
(6)

Pada tiga tahun terakhir ini (2011-2013), luas lahan dan produksi tanaman tebu mengalami peningkatan karena telah ada kesadaran Indonesia untuk menjaga kelangsungan produksi gulanya. Penyebabnya, kesadaran untuk memenuhi kebutuhan gula nasional dari produksi sendiri daripada melakukan impor.

Perkebunan tebu di Indonesia hanya dapat ditemui di sembilan provinsi yaitu: Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, dan DI Yogyakarta. Urutan penempatan ini menunjukkan wilayah yang yang memiliki lahan panen tebu yang paling luas hingga terkecil.PadaGambar 3 disajikan informasi urutan tersebut dan perkembangan luas lahan tebu yang dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2009 -2013.

(7)

Pada Gambar 3, hanya tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Lampung, dan Jawa Tengah yang memiliki lahan panen tebu di atas 30.000 hektar, kemudian enam provinsi lainnya memiliki lahan panen tebu kurang dari nilai tersebut. Luas panen tebu sekitar 30.000 hektar merupakan persyaratan minimum untuk mendapatkan kelayakan bisnis dalam pengelolaan satu pabrik gula. Berdasarkan kondisi ini, maka Pemerintah perlu mendayagunakan areal di luar pulau Jawa, terutama Kalimantan, Sulawesi, dan Papua untuk menjadi sentrabaru perkebunan tebu dan pabrik gula untuk mengantisipasi berkurangnya lahan panen akibat persaingan dengan komoditi lain.

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TEBU

Produksi dan produktivitas tanaman tebu Indonesia pada lima tahun terakhir (2009-2013) ditunjukkan pada Gambar 4 dimana produksi tebu mencapai 2,2 sampai dengan 2,5 juta ton/tahun (garis warna merah) dengan produktivitas berluktuasi dari 5.02 sampai dengan 5.70 ton/ha (kotak warna hijau).

(8)

Berdasarkan kondisi yang disajikan pada Gambar 4. Indonesia kesulitan mempertahankan produktivitas lahan tebu sehingga terjadi penurunan hasil secara nasional. Posisi ini perlu menjadi perhatian utama bagi pemegang kepentingan di sektor pertanian seperti pemerintah pusat c.q. Departemen Pertanian dan Departemen yang terkait lainnya, pemerintah Daerah (provinsi dan Kabupaten), serta pengusahan dan petani untuk mendayagunakan hasil penelitian, teknologi budidaya, bibit unggul, serta konsep ekonomi pertanian yang mampu memberikan peran kerja dan bagi hasil yang berimbang bagi pelaku bisnis pada komoditi ini. Karena tanpa perhatian dan upaya secara nasional, maka Indonesia tidak akan mampu mencapai swasembada gula dalam waktu singkat apalagi mempertahankannya.

Berdasarkan Gambar 5. Dari sembilan provinsi yang memiliki perkebunan tebu, provinsi Jawa Timur masih menjadi andalan lokasi perkebunan tebu di Indonesia. Kendati sempat mengalami penurunan produksi tebu pada tahun 2009, namun dalam kurun empat tahun terakhir (2010-2013) mampu meningkatkan kembali produksinya. Daerah lain yang mampu meningkatkan produksi tebunya mendekati angka 200 ribu ton adalah Jawa Tengah.

(9)
(10)
(11)

Dampak lanjutan dari penurunan luas panen tebu di Lampung adalah produktivitas lahan juga terpuruk, mulai dari angka 7,91 ton/ha pada tahun 2009 menjadi 5.76 ton/ha pada tahun 2013. Kendati produktivitas tebu di Lampung mengalami menurun namun masih di atas rata-rata produktivitas nasional yang mencapai kisaran 5.0-5.7 ton/ha.

Provinsi yang memiliki posisi stabil dan mendekati nilai rata-rata nasional adalah Jawa Timur (5.06-6.10 ton/ha) dan DI Yogyakarta (4.64-5.00 ton/ha). Posisi terendah dalam produktivitas adalah Sulawesi Selatan hanya mencapai kisaran nilai 1.4 – 2.06 ton/ha.

Gambar 7. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia menurut provinsi tahun 2009-2013. (Data diolah dari Statistik Pertanian RI, 2013).

POSISI INDONESIA DI INDUSTRI

GULA DUNIA

Berdasarkan data FAO(Food and Agriculture Organization of The United Nations) di website resminya di webiste www.fao. org seperti yang disajikan pada Gambar 8, tampak bahwa posisi Indonesia berada pada posisi kesembilan dari sepuluh negara penghasil gula dunia pada tahun 2012.

(12)

PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN TEBU DAN INDUSTRI GULA

Pertimbangan untuk mendayagunakan limbah tanaman tebu dan industri gula adalah untuk mendapatkan bahan baku bioenergi. Tahapan perolehan limbah dimulai dari lahan tebu yang menghasilkan daun tua atau muda hasil dari pertumbuhan atau hasil pembersihan panen, sedangkan dari industri gula akan diperoleh ampas tebu (baggasse) hasil penggilingan batang tebu. Secara skematik disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Proses

perolahan bahan baku bioenergi di tanaman tebu.

KARAKTERISTIK BIOENERGI TANAMAN DAN LIMBAH INDUSTRI GULA

Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentiikasi secara biokimia dan bioisik. Identiikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku menjadi biofuel seperti biodiesel, sedangkan secara bioisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolid seperti dibuat pelet, biochar, atau kombinasinya.

(13)

Laman ini juga memiliki data dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar 3.000 data bahan baku bioenergi yang dirangkum dari publikasi para peneliti dari seluruh dunia. Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) Proximate Analysis; (2) Ultimate Analysis; (3) Biomass Analysis. Ketiganya digunakan untuk identiikasi sifat-sifat bahan bakar dari biomassa.

PROxIMATE ANAlySIS

Kadar abu (Ash):

Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai bahan yang diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu pembentukan abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan ar dan kering terkait dengan kadar air:

Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%))

Kadar Air (Water content):

Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk dicatat bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air pada saat analisis. Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama penyimpanan.

Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and ixed carbon) :

Jumlah bahan mudah menguap (volatil) ditentukan oleh metode standar. Jumlah volatil dinyatakan dalam % berat bahan kering, seperti yang diterima materi atau kering dan bebas materi abu.

Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh metode standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut:

ar ixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar) dry ixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry)

(14)

Analisis Ultimate (Ultimate analysis):

Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), luor (F) dan bromin (Br) konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf) dan sebagai bahan yang diterima (wt% ar).

Deinisi

ar C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100 dry C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100

daf C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100

Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari 100. Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena kesalahan eksperimental dalam analisis.

Nilai Kalori (Caloriic value) (MJ/kg):

Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah (Lower Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang terbentuk dari hidrogen dalam material dan kelembaban:

Singkatan English Indonesia

• Higher Heating Value • Nilai Pemanasan tertinggi HHV • Gross heating value • Nilai pemanasan bruto

• Caloriic value • Nilai Kalori

• Heat of combustion • Panas Pembakaran

LHV • Lower heating value • Nilai Pemanasan Terendah • Net heating value • Nilai Pemanasan Bersih

Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV juga dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne:

(15)

di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai kalor untuk bahan kering di MJ/kg.

Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w (wt% ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung.

HHVar = HHVdry • (1-w/100) HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100)

LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100 LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100

LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100}

Komposisi abu (Ash composition- wt% ash):

Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini dinyatakan sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang sebenarnya dari komponen.

Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr) dinyatakan dalam mg/kg abu.

Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry):

Kandungan unsur-unsur penyusun tebu seperti dinyatakan dalam mg/kg bahan kering.

Biochemical composition (wt%):

Komposisi biokimia bahan dinyatakan dalam % berat bahan kering (selulosa, hemi-selulosa, lignin, lemak, protein, pektin, pati, ekstraktif, C5 dan C6 gula, karbohidrat total non-struktural). Jika analisis gula diterapkan, selulosa dan hemiselulosa = glukan = sum C5 + C6 sum - glukan - rhamman.

“Jumlah total abu + biokimia” memberikan jumlah abu, selulosa, hemiselulosa, lignin, lipid, protein, ekstraktif EtOH / toluena, ekstraktif 95% EtOH, ekstraktif air panas, pati, pektin, rhamnan, dan jumlah non-struktural carbo-hidrat (TNC).

Nilai Kalori

(16)

Hasil Analisis

Berdasarkan analisis proksimat untuk tujuh jenis limbah tebu, baik pada jenis yang belum diolah maupun yang sudah diolah oleh proses konversi biomassa menjadi bioenergi, terdapat perbedaan nilai kandungan abu, bahan volatil, dan ixed carbonnya seperti yang disajikan pada Gambar 10. Keenam limbah tersebut adalah arang bagas, sampah tebu, daun, seluruh tebu, bagas, serabut, dan minyak pirolisa dari bagas.

Gambar 10. Analisis proksimat pada enam jenis limbah/komponen tebu.

(17)

Perubahan kandungan unsur penyusun limbah tersebut juga terjadi jika dibandingkan antara kondisi alami (tanpa melalui proses konversi) dengan kondisi setelah melalui proses konversi biomassa menjadi bioenergi. Perubahan ini terjadi pada bagas alami yang hanya memiliki nilai 47.2% untuk karbon kemudian menjadi 81.5% telah diubah menjadi arang bagas(Gambar 11). Perubahan bagas menjadi arang bagas juga mengakibatkan penurunan jumlah oksigen.

(18)

Pada Gambar 12disajikan nilai kalor dari tujuh jenis limbah tebu. Berdasarkan pada data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses konversi biomassa akan mengubah nilai kalor menjadi lebih besar. Pernyataan ini didukung dari data tebu dimana pada bagas alami hanya memiliki HHV milne sebesar 18.2 MJ/kg dan kemudian bertambah menjadi 30.6 MJ/ kg ketika diubah menjadi arang bagas.

Gambar 12. Nilai kalor limbah tebu (MJ/kg)

KOMPOSISI BIOKIMIA

(19)

PENUTUP

Makalah ini merupakan langkah awal untuk memahami energi terbarukan yang berbasis pada biomassa, dan untuk mendayagunakannya sebagai sumber energi masih memerlukan langkah lanjutan seperti pilihan teknologi, target produk, lokasi pabrik, kebutuhan lokasi dan lain-lain. Alternatif lanjutan ini akan dibahas pada artikel lain.

BACAAN

Castañeda, R. E. Q and J.L.F. Mallol. 2013. Hydrolysis of Biomass Mediated by Cellulases for the Production of Sugars.In Sustainable Degradation of Lignocellulosic Biomass - Techniques, Applications and Commercialization, Dr. Anuj Chandel (Ed.), ISBN: 978-953-51-1119-1, InTech, DOI: 10.5772/53719. Available from: http://www.intechopen.com/books/sustainable-degradation-of-lignocellulosic- biomass-techniques-applications-and-commercialization/hydrolysis-of-biomass-mediated-by-cellulases-for-the-production-of-sugars.

El Bassam, N. 2010. Handbooks of Bioenergy Crops: A complere reference to species, development and applications. London. Earthscan. 516p.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Statistik Pertanian. Jakarta.

Larissa. C.et al., 2012. “Bioconversion of Sugarcane Biomass into Ethanol: An Overview about Composition, Pretreatment Methods, Detoxiication of Hydrolysates, Enzymatic Sacchariication, and Ethanol Fermentation,” Journal of Biomedicine and Biotechnology, vol. 2012, Article ID 989572, 15 pages, 2012. doi:10.1155/2012/989572 M. Garcìa-Pèrez, A. Chaala, C. Roy (2002). Vacuum pyrolysis of sugarcane bagasse. J.

Anal. Appl. Pyrolysis 65 111-136: #2342.

M. Garcìa-Pèrez, A. Chaala, C. Roy. 2002. Co-pyrolysis of sugarcane bagasse with petroleum residue. Part II. Product yields and properties. Fuel 81 893-907: #2278.

(20)

M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966.  Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986. 

Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993 melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis, Jerman, Jepang, dan Austria.

Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA.

Penghargaan yang pernah diperoleh    LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman, Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan di IPB.

Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis dan Agroindustri.

Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur di PT. Kutai Mitra Energi Baru.

Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian, teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.

AlAMAt leNgkAp:

Gambar

Gambar  1 Klasiikasi ilmiah tanaman tebu (wikipedia org/wiki/sugar cane).
Gambar  2 Perkembangan luas panen dan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2009-2013 (Sumber: diolah dari Statistik Pertanian, 2013).
Gambar 3. Perkembangan luas panen tebu (ha) di Indonesia menurut Provinsi tahun 2009-2013
Gambar  4. Produksi dan produktivitas lahan tebu di Indonesia pada tahun 2009-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahap pengujian program merupakan proses akhir dari pengembangan program. Di tahap ini program akan di ujikan ke 25 murit kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 2

Razia yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) terhadap sarana/toko, klinik/salon kecantikan tersebut dalam rangka meminimalisir angka peredaran

Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau

sosial. HASIL DAN KESIMPULAN Film “Sang Pencerah” ini menguak tentang seorangpemudausia 21 tahun yang gelisah atas pelak sanaan syariat Islam yang melenceng kearah sesat, Kyai

Dalam kaitannya dengan manajemen SDM bahwa strategi adalah langkah-langkah yang akan diambil dalam rangka pengembangan sumber daya manusia untuk menyukseskan

Dalam prakteknya, ketika pada saat produk/jasa dihasilkan dan ternyata masih ada barang yang cacat atau pelayanan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan maka kesalahan

memasyarakatkan jaminan perlindungan kesehatan masyarakat di Kota Bogor, (7) kebijakan menyelenggarakan pelayanan bermutu, merata dan terjangkau dengan sasaran tersedianya

Bagi Skinner, ilmu pengetahuan tentang tingkah laku manusia tidak berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya yang berorientasi pada data, tujuannya adalah meramalkan dan