• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendaftaran Indikasi Geografis Atas Barang-Barang Hasil Pertanian Perkebunan di Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendaftaran Indikasi Geografis Atas Barang-Barang Hasil Pertanian Perkebunan di Aceh"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEBERADAAN BARANG BERPOTENSI UNTUK DILINDUNGI INDIKASI GEOGRAFIS SESUAI DENGAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI ACEH

A. Dasar Hukum Indikasi Geografis

Di Indonesia saat ini, dasar hukum IG mengacu pada: Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2007 Tentang IG.

Pasal 56 UU Merek menyatakan “IG dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografisnya termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan”. Selanjutnya dalam pasal yang sama dinyatakan bahwa IG mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh lembaga yang mewakili masyarakat yang menghasilkan barang, lembaga yang diberi kewenangan atau kelompok konsumen.

Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran IG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2007, tentang IG. UU Merek juga mengatur sanksi pidana terhadap pelanggaran perlindungan IG, sebagaimana terdapat pada Pasal 92, 93, dan 94, dengan ancaman penjara paling lama satu sampai lima tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 sampai Rp800.000.000,00.

(2)

Negara-negara Eropa dan Asia Tenggara mengakui dan melindungi IG dengan pemahaman yang sama seperti kita memahami IG. Sementara Amerika dan Australia mengakui IG seperti halnya mereka mengakui dan melindungi merek.

Manfaat IG didaftarkan, perlindungan IG memiliki berbagai manfaat, baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Bagi produsen, manfaat keberadaan IG dari sisi ekonomi antara lain: Mencegah beralihnya kepemilikan hak pemanfaatan kekhasan produk dari masyarakat setempat kepada pihak lain, Memaksimalkan nilai tambah produk bagi masyarakat setempat, memberikan perlindungan dari pemalsuan produk, meningkatkan pemasaran produk khas, Meningkatkan penyediaan lapangan kerja, penunjang pengembangan agrowisata, Menjamin keberlanjutan usaha, Memperkuat ekonomi wilayah, Mempercepat perkembangan wilayah, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat50

Kenapa Kopi Gayo, dianggap sebagai IG, karena memiliki ciri khas, secara umum banyak potensi alam yang dapat dikategorikan sebagai IG di Aceh yang tentunya telah memiliki ciri khas dan karakteristik, namun untuk dapat dikategorikan sebagai IG haruslah dilakukan penelitian terlebih dahulu.51

Apa-apa saja produk hasil pertanian/perkebunan IG dari Aceh, IG hasil perkebunan/pertanian antara lain; nilam, kopi gayo, pisang siem, emping, jagung, tebu, pala dan cengkeh, hasil pertanian/perkebunan memiliki ciri-ciri dan kualitas yang berbeda dari yang lain.52

50

Wawancara dengan Jailani M. Ali Kabid. Pelayanan Umum Depkum HAM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tanggal 2 Desember 2013

51

Ibid

52

(3)

B. Pengertian Indikasi Geografis

Untuk pertama kalinya perundang-undangan merek di Indonesia mengatur tentang indikasi geografis dan indikasi asal. Pengaturan mengenai IG dan indikasi asal ini sebagai konsekuensi ditandatanganinyaAgreement on Trade Related Aspects Of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfiet Goods ( TRIPs).53

Belakangan ini, masyarakat dan perusahaan sering ingin menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari barang atau jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat, misalkan Kopi Toraja, Bika Ambon dll. Makna dari IG adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang tersebut. Agar dapat dilindungi oleh Undang-Undang, IG harus didaftarkan terlebih dahulu di kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia54

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang digunakan terhadap barang yang memiliki asal geografis tertentu dan juga memiliki kualitas atau reputasi yang ditimbulkan oleh tempat asal tersebut. Berbeda dengan perlindungan IG bersifat kolektif, yaitu merupakan perlindungan yang dberikan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu.55

53

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal 356

54

Lindsey dkk,Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, 2006. hal 28

55

(4)

Sedangkan pengertian IG menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 56 :

1. IG dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

2. IG mendapatkan perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :

a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas:

1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam.

2) Produsen barang hasil pertanian

3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil indrustri 4) Pedagang yang menjual barang tersebut

b. Lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu c. Kelompok konsumen barang tersebut.

(5)

kedua faktor tersebut) memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. ‘

Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus menerus sehingga dikenal sebagai tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan IG meliputi barang-barang yang dihasilkan oleh alam, barang-barang hasil pertanian, hasil kerajinan tangan, atau hasil industri tertentu lainnya.

Itu suatu tanda yang berkenaan dengan asal suatu barang karena factor lingkungan geografisnya termasuk faktor alam atau juga faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor ini. Adanya ciri khas dan kualitas tertentu suatu barang yang dihasilkan disuatu daerah tertentu. Hingga saat ini, pengertian indikasi geografis sendiri sesungguhnya amat bervariasi, baik dari definisi maupun lingkup perlindungannya. Salah satu sebabnya adalah karena indikasi geografis merupakan salah satu rezim hak kekayaan intelektual yang paling dipengaruhi oleh nilai-nilai masyarakat setempat atau budaya kelompok masyarakat atau bangsa dalam suatu negara.56

Dari pengertian di atas dapat diuraikan ciri atau unsur-unsur pokok Indikasi Geografis sebagai berikut:

1. Sebagai tanda yang diambil dari nama daerah yang merupakan ciri khas suatu produk atau barang yang diperdagangkan.

56

(6)

2. Sebagai tanda yang menunjukkan kualitas atau reputasi produk atau barang yang bersangkutan.

3. Kualitas barang tersebut dipengaruhi oleh alam, cuaca dan tanah didaerah yang bersangkutan.

Indikasi geografis merupakan bagian dari HKI merupakan konsep universal yang menunjukkan asal, kualitas dan karakteristik suatu barang. IG yang digunakan dalam hubungannya dengan produk adalah:57

1. Tempat dan daerah asal barang. 2. Kualitas dan karakteristik produk.

3. Keterikatan antara kualitas atau karakteristik produk dengan kondisi geografis dan karakteristik masyarakat daerah atau tempat asal.

Pasal 56 ayat (2) UU Merek No. 15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa tanda yang dapat digunakan sebagai indikasi dapat berbentuk etiket atau label nama tempat, kata, gambar maupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut. IG mendapat perlindungan setelah terdaftar atas permohonan yang diajukan oleh:

1. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas:

a. Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam

b. Produsen barang hasil pertanian

57

(7)

c. Membuat barang-barang kerajinan uangan atau hasil industri d. Pedagang yang menjual barang tersebut

2. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu 3. Kelompok konsumen barang tersebut

Pasal 56 ayat (7) UU Merek No. 15 Tahun 2001, menyebutkan bahwa indikasi geografis yang terdaftar akan mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada. Pasal 56 ayat (4) UU Merek No. 15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa permohonan pendaftaran indikasi geografis ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila tanda tersebut;

a. Bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum atau dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, cirri, kualitas, asal, sumber, proses pembuatan dan/atau kegunaanya.

b. Tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai IG

Hal ini adalah sesuatu yang telah dikedepankan dan diusulkan dalam Trade Releted Aspect Intellectual Property Right (TRIPs). Seperti diketahui dalam Trade Releted Aspect Intellectual Property Right (TRIPs) ada ketentuan yang jelas mengenai IG.

(8)

kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Pengaturan IG dalam instrumen hukum internasional sangat penting untuk menjadi guidelnes bagi hukum nasional dalam mengatur mengenai perlindungan IG ini. Sebagai norma ia bersifat mengikat bagi tiap-tiap individu untuk tunduk dan mengikuti segala kaidah yang terkandung didalamnya.58 Ketentuan mengenai IG diatur dalam berbagai perjanjian internasional seperti Konvensi Paris, Perjanjian Madrid, Perjanjian Lisabon, TRIPs dan sebagainya. Menurut I Wayan Parthiana, kehadiran perjanjian internasional akan membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum internasional.59

Dengan demikian perlindungan atas indikasi geografis pada dasarnya telah diperkenalkan dalam beberapa konvensi internasional sebagai aturan yang universal yang bertujuan memberikan perlindungan dari praktek perdagangan curang. Konvensi-konvnsi tersebut adalah :

1. The Paris Convention.

Konvensi Paris adalah perjanjian internasional yang meletakkan dasar dari prinsip protection against unfair competition yang diatur dalam ketentuan Pasal 10bis yang kemudian dipakai sebagai dasar dari pengaturan TRIPS tentang perlindungan IG pada Pasal 22 ayat (2)

2. The Madrid Agreement.

58

Sutarman,Cyber Crime Modus Operandi dan Penanggulangannya,(Yogyakarta: LaksBang Pressindo, 2007), hal 107

59

(9)

Perjanjian Madrid 14 April 1891(The Madrid Agreement of False or Deceptive Indication of Source on Goods)yang tidak hanya menyelaraskan dengan ketentuan konvensi Paris Pasal 10 tentang adanya keterangan palsu dari asal barang(false indication of source)tetapi juga memperluas aturan tentang indikasi yang menyesatkan/memperdaya yang kemudian dituangkan dalam ketentuan Pasal 1 (1) yang berbunyi

All goods bearing a false or deceptive indication by which one of the countries to which this agreement applies, or a place situated therein, is directly or indirectly indicated as being the country ar place of origin shall be seize on importation into any of the said countries

3. The GATT 1947

Pasal IX konsep perlindungan IG dapat terlihat pada Pasal IX: 6 yang berbunyi :

”The contracting parties shall cooperate each other with a view to preventing the use of trade names in such manners as to misrepresent the true origin of a product, to determent of such distinctive regional or geographical names of products of territory of a contracting party as are propected by its legislation. Each contracting party shall acoord full and sympathetic consideration to such requests or representations as may be made by any other contracting party regarding the application of the undertaking set forth in preceding sentence to names of products which have been communicate to it by the other contracting party”

(10)

negara anggota untuk melaksanakan kerjasama dalam merumuskan kertentuan hukum dalam peraturan hukumnya masing-masing terhadap perlindungan nama geografis.

Berkembangnya GATT membuat negara-negara internasional membuat suatu organisasi perdagangan internasional yang sekarang ini lebih dikenal dengan WTO

(World Trade Organization).60

Berdasarkan hal tersebut di atas konsekuensi keikutsertaan Indonesia menjadi anggota GATT/WTO adalah memposisikan Indonesia menjadi suatu negara yang siap melakukan persaingan pada era global.61

4. LisbonAgreement

Istilah “Appellation of Origin”yang tercetus dalamLisbon Agreement for Protection of Appellation of Origin and their International Registrationtahun 1958 ditenggarai sebagai perjanjian internasional yang memberikan perlindungan lebih luas terhadap perlindungan nama geografis (geographical names) dari perjanjian-perjanjian internasional sebelumnya. Dalam Pasal 2 (1) perjanjian-perjanjian ini dikatakan :

”….appelation of origin means the geographical name of a country, region or locality, which serves to designate a product originating therein, the quality and characteristics of which are due exclusively or essentially to the geographical environment, including natural and human factors.”

Perlindungan dalam perjanjian ini yang ditetapkan dalam Pasal 3 melingkupi :”Protection shall be ensuresd against any unsurpation or imitation, even if the true origin of product is indicated or if the appelation is used in translated

60

Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal 17

61

(11)

form or accompanied by terms such as ”kind, type, make, imitation or the like”.

Sehingga berdasarkan bunyi dari ketentuan tersebut disimpulkan terjadinya perluasan terhadap perlindungan yang menyangkut tidak hanya asal barang tetapi juga terhadap keterangan-keterangan yang menyesatkan seperti: jenis, tipe, dibuat berdasarkan, imitasi dari atau menyerupai yang dapat menyesatkan konsumen dan hal ini dikatagorikan sebagai pelanggaran kalaupun asal barang dicantumkan.62 Ketentuan ini juga diadopsi dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang IG.63

5. WIPO

Pada tahun 1974 dan 1975 WIPO berinisiatif menyelenggarakan persidangan untuk dibentuknya suatu perjanjian internasional baru tentang perlindungan IG yang kemudian menjadi langkah nyata dengan merevisi ketentuan yang terkait dengan indikasi geografis dalam Konvensi Paris yang kemudian menjadi suatu perjanjian internasional yang baru.

Sebagai bagian dalam taraf negoisasi dalam rangka merivisi Konvensi Paris pada tahun 1980 dan awal tahun 1990, para negara anggota mempertimbangkan untuk mengadopsi ketentuan tambahan(additional articles) quater addressing geographical indications.

62

Gayo Arabica Coffee style made in Malaysia, Peter CoffeeMalaysia, Toraja Coffee type atau Malaysian Java Coffee

63

(12)

Sebagai catatan berdasarkan laporan WIPO international bureau pendekatan yang dipandang dalam perlindungan indikasi geografis berdasar pada empat katagori pertimbangan hukum yaitu : (1) unfair competition and passing of, (2) collective and certification mark, (3) protected appellations of origin and registered geographical

indications dan (4) administratives schemes for protection.

6. TRIPS

Persetujuan TRIPs ini merupakan bagian dari persetujuan pembentukan badan/organisasi perdagangan dunia yang merupakan salah satu hasil perundingan putaran Uruguay yang berbicara mengenai HAKI sebagai bagian dari aspek-aspek perdagangan termasuk didalamnya perdagangan dari barang tiruan.

Indonesia adalah salah satu negara yang pada tanggal 15 April 1994 turut menandatangani persetujuan ini dan persetujuan ini disahkan dengan dibentuknya Undang-undang No. 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establising The World Trade Organization.

Trips merupakan perjanjian multilateral yang paling lengkap mengatur tentang Hak Kekayaan Intelektual termasuk didalamnya pengaturan tentang Indikasi geografis yaitu dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24.

Pasal 22.1 memuat definisi tentang IG, yaitu :

(13)

karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut.

Pasal 22 memuat ketentuan tentang sarana hukum bagi perlindungan semua produk IG dimana dapat disimpulkan bahwa indikasi geografis dilindungi sebagai upaya agar tidak terjadinya penyesatan publik dan mencegah persaingan curang

Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada barang barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, IG merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfung-sinya suatu tanda sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen.64

Perlindungan IG secara umum telah diatur dalam Pasal 22, 23 dan 24 tentang TRIP (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights Agreement). Pada Pasal 10 Paris Convention yang menegaskan larangan untuk memperdagangkan barang yang menggunakan indikasi geografis sebagai objek hak kekayaan intelektual yang tidak sesuai dengan asal dari daerah atau wilayah geografis tersebut.

Indikasi Geografis di Indonesia memuat perlindungan masyarakat dan tertuang dalam undang-undang Perlindungan IG terhadap suatu produk kepada masyarakat, bukan kepada individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional

64

(14)

perlindungan IG diatur dalam UU Merek No.15 Tahun 2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4 September 2007 keluarlah PP No.51 Tahun 2007 tentang perlindungan IG. IG terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas IG tersebut masih ada.

Menurut ketentuan TRIPs yang mengatur masalah HaKI secara global, HaKI dapat dikelompokkan menjadi delapan bagian yang masing-masing terdiri dari

:copyright and related rights, trademark, geographical indications, industrial design,

patents, layout design of integrated circuits, protections of undisclosed information

dancontrol of anti competitive Practise in contractual licences.65

Tuntutan adanya perlindungan terhadap IG dalam sistem hukum hak kekayaan intelektual adalahsuatu upaya untuk melindungi produk-produk masyarakat lokal dalam negeri. Suatu merek yang dipakai oleh pelaku bisnis untuk memperkenalkan produk, biasanya menggunakan nama tempat atau lokasi geografis yang menjelaskan dari mana barang tersebut berasal. Namun demikian, di Indonesia belum memiliki instrumen yang mengatur IG sebagai komponen HaKI.66

Akibatnya, banyak produk-produk lokal dalam negeri yang dieksploitasi secara komersial pihak-pihak asing tanpa perlindungan pemerintah. Demikian disampaikan oleh Maria Alfons dalam disertasinya yang berjudul Implementasi Perlindungan IG atas Produk-Produk Masyarakat Lokal dalam Perspektif Hak

65

Bambang Kesowo,GATT, TRIPs dan HaKI, (Jakarta: Mahkamah Agung, 1989), hal 1

66

(15)

Kekayaan Intelektual. Menurut Alfons, sebagai anggota WTO dan telah meratifikasi GATT (termasuk TRIPs), harusnya sudah membuat UU di bidang HAKI yang membawa implikasi bagi kepentingan negara dan kemudian dapat diterapkan, termasuk perlindungan terhadap IG.67

Alfons mengemukakan, dalam faktor substansi hukum, indikasi geografis tidak dicantumkan dalam ketentuan umum Undang-Undang Merek dan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa substansi hukum di bidang indikasi geografis sangatlah tidak memadai. Selain itu, faktor struktur juga sangat berpengaruh terhadap pendaftaran IG oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena para pejabat yang terkait di bidang tersebut belum melakukan sosialisasi yang opimal dan ini berakibat pada faktor kultur yaitu masyarakat tidak melakukan pendaftaran terhadap IG karena mereka tidak tahu konsep indikasi geografis tersebut.68

Upaya pemerintah mendorong masyarakat untuk melakukan pendaftaran IG atas produk-produk lokal untuk memperoleh perlindungan hukum dilakukan dengan berbagai cara yaitu: Ditjen Dikti harus dapat menjalankan tugasnya dalam mengelola HAKI khususnya membantu masyarakat untuk mendatangkan IG sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan pemerintah.

67

Anida Ramasari,Loc. Cit.

68

(16)

Dokumentasi merupakan suatu sarana yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam mempertahankan permasalahan apabila terjadi suatu tuntutan yang dilakukan dari pihak asing yang memanfaatkan produk-produk masyarakat lokal. Sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, baik itu warga masyarakat biasa maupun aparatur pemerintah sangatlah penting. Tujuannya adalah agar peraturan yang ditetapkan diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat.

Pada dasarnya bahwa banyaknya produk masyrakat lokal diambil oleh pihak luar dan dikomersialisasi untuk mendapatkan keuntungan, oleh karenanya produk-produk lokal sangatlah perlu dilindungi dengan IG untuk mencegah pengambilan yang dilakukan pihak luar. Tentunya dengan melindungi produk-produk masyarakat lokal tersebut masyarakat harus melakukan pendaftaran kemudian mempunyai hak milik atasnya, setidaknya dapat diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat di daerahnya karena mempunyai nilai ekonomis. Realisasi pengaturan dan implementasi IG, oleh karenanya harus segera dilaksanakan.69

Lembaga yang diberikan tugas dan kewenangan atas IG hendaknya lebih efektif membantu masyarakat dalam melakukan pendaftaran atas IG untuk melindungi produk lokal yang kita miliki, kemudian mendokumentasikannya agar tidak dimanfaatklan oleh pihak luar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dapat membangun budaya masyarakat khususnya pelaku bisnis di tiga lokasi penelitian agar melakukan pendaftaran IG untuk melindungi produk lokalnya. Salah

69

(17)

satunya dengan cara memperbanyak sosialisasi kepada masyarakat guna membangun kesadaran hukum masyarakat untuk memahami dan mematuhi hukum yang berlaku

C. Perlindungan Hukum atas Indikasi Geografis

Indikasi Geografis di Indonesia memuat perlindungan kolektif dan tertuang dalam Undang-Undang hak eksklusif Perlindungan IG terhadap suatu produk kepada masyarakat, bukan kepada individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional perlindungan IG diatur dalam UU Merek Nomor 15 Tahun 2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4 September 2007 keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Perlindungan IG.

Semenjak ditetapkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, secara otomatis undang-undang tersebut mengesahkan pula ketentuan-ketentuan yang diatur dalam TRIPs. Konsekuensinya, ketentuan undang-undang dibidang Hak Kekayaan Intelektual juga harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam persetujuan TRIPs, hal-hal baru yang diatur dalam TRIPs harus dimasukkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Hak Kekayaan Intelektual. Salah satunya menyangkut masalah perlindungan indikasi geografis. Ketentuan tersebut diatur dalam UU Merek melalui revisi Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 Tentang Merek dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.

(18)

Undang-Undang ini adalah hasil akhir dari perubahan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 juncto UU Merek No. 12 Tahun 1992. Pertama-tama, IG hanya diatur dalam peraturan sisipan. Kemudian, UU Merek No. 12 Tahun 1992 membentuk bab tersendiri untuknya, yakni Bab VII Bagian I tentang Indikasi Geografis dan Bab VII Bagian II tentang Indikasi Asal. Dengan cara pengaturan terakhir ini, IG dianggap sebagai bagian dari Merek atau Merek dengan karakter khusus. Hal ini mengandung risiko, bahwa cakupan IG ditafsirkan lebih sempit dari Merek, padahal belum tentu tepat.

Respon dari petani setempat dengan adanya pendaftaran IG, pada umumnya masyarakat hanya mengetahui bahwa kopi yang mereka tanam dan hasilkan dikenal oleh masyarakat luas.70

Dalam UU Merek No. 15 Tahun 2001, yang kini efektif berlaku, terdapat juga ketentuan baru diluar Bab IG, yang memperluas cakupan merek dan menyiratkan pengakuan atas keberadaan IG. Ketentuan ini adalah Pasal 6 (1) c Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yang menetapkan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak jika merek tersebut memiliki persamaan esensial atau persamaan pada pokoknya, atau persamaan secara keseluruhan, dengan IG yang telah dikenal. Sebagai bagian dari Merek, prinsip-prinsip perlindungan Merek juga berlaku bagi Indonesia. Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa UU Merek No. 15 Tahun 2001 menetukan adanya “kaidah penunjuk”. Pertama, dalam Pasal 56 ayat (3), ditentukan bahwa Pasal 21, 22, 23, 24 dan 25 yang mengatur pengumuman permohonan

70

(19)

pendaftaran Merek harus juga diaplikasikan secara mutatis mutandis kepada permohonan pendaftaran IG. Kedua, berdasarkan Pasal 60 ayat (6), sistem banding atas keputusan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual selaku pihak yang berwenang mendaftarkan IG, harus sesuai dengan sistem banding yang terdapat dalam sistem pendaftaran Merek yang diatur dalam Pasal 32, 33 dan 34 UU Merek No. 15 Tahun 2001. Ketiga, dalam penegakan hukum, Pasal 57 dan 58 Undang-Undang tersebut menentukan adanya hak untuk memperkarakan pemakaian illegal dan memproses upaya hukum untuk menahan agar kerugian tida k terus bertambah.

Subtansi hukum di bidang indikasi geografis, sangat penting dalam menentukan perlindungan hukum terhadap produk-produk yang terlindungi indikasi geografis tersebut. Pentingnya subtansi hukum dirumuskan Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage sebagai aturan main bersama(role of the game)

yang menempatkan hukum sebagai unsur utama dalam integrasi sistem. Hal ini juga didukung oleh Steemen yang membenarkan bahwa apa yang secara formal membentuk sebuah masyarakat adalah penerimaan umum terhadap aturan main yang normatif. Pola normatif inilah yang mestinya dipandang sebagai unsur paling teras dari sebuah struktur yang terintegrasi. Dalam kerangka Bredemeter ini, hukum difungsikan untuk menyelesaikan konflik-konflik yang timbul dimasyarakat.71

Dari uraian tersebut, tampak bahwa beberapa bagian dan tahap dari sistem perlindungan Merek adalah sama persis dengan bagian dan tahap sistem perlindungan

71

(20)

Indikasi Geografis. Meskipun demikian, terdapat sebuah ketentuan dalam UU Merek No. 15 Tahun 2001 yang cenderung melemahkan kemungkinan suatu IG untuk dilindungi sebagai Merek terdaftar. Ketentuan ini adalah Pasal 5 (d) UU Merek No. 15 Tahun 2001, yang menetapkan empat elemen yang menjadi dasar penolakan registrasi Merek. Keempat elemen itu adalah sebagai berikut :

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;

b. Tidak memiliki daya pembeda; c. Telah menjadi milik umum; atau

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

(21)

ditawarkan oleh undang-undang tersebut ternyata dilemahkan atau dilawan oleh salah satu ketentuan dalam undang-undang itu sendiri.72

Pada umumnya, IG terdiri dari nama produk yang diikuti dengan nama daerah atau tempat asal produk, tetapi ada pula yang mengaitkan nama produk dengan nama tertentu yang bukan nama daerah. Contohnya, Lada Putih Muntok (Muntok adalah nama pelabuhan di daerah Bangka). Indikasi Geografis secara internasional disepakati dalamAgreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs).Pasal 22TRIPsmenyebutkan bahwa

“Geographical Indications are, ..., Indications which identify a good as originating in the territory of a member, or a region or locality in that territority, where a given quality, reputation or other characteristic of the good is essentially attributable to its geographical origin”.

Sebagai pengikut TRIPsIndonesia menurutkan lagi aturan internasional ini ke dalam UU Merek No. 15 Tahun 2001. Dalam Pasal 56 dijelaskan tentang Indikasi Gografis, bahwa IG dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Tanda yang dilindungi sebagai IG adalah suatu identitas yang menunjukkan suatu barang berasal dari tempat atau daerah tertentu. Dan tempat atau daerah itu menunjukkan kualitas dan karakteristik suatu produk. Misalnya, merek kopi “Toraja”

72

(22)

yang menunjukkan karakteristik daerah Tanah Toraja sebagai penghasil kopi yang harmonis rasa asam dan pahitnya.

Namun begitu, karakteristik suatu produk IG tidak selalu dipengaruhi faktor alam. Faktor campur manusia pun bias menentukan kekhasan suatu produk. Misalnya, kerajinan Batik Jawa atau Batik Pekalongan. Seperti halnya pemegang Hak atas merek, pemegang Hak atas IG dapat melarang pihak lain untuk menggunakan IG yang sama. Perlanggaran terhadap aturan ini menyebabkan pemegang Hak IG dapat menuntut ganti rugi kepada pihak lain. Berbeda dengan kepemilikan hak milik intelektual lainnya pada umumnya bersifat individu, IG kepemilikan haknya bersifatkolektif. Tiap orang yang berada dalam daerah penghasil produk dan mereka yang diizinkan untuk itu, dimungkinkan untuk bersama-sama memiliki hak dan menggunakan nama IG pada produksinya sepanjang syarat-syarat yang telah ditentukan secara bersama dalam buku persyaratan bisa dipenuhi.

(23)

keoriginalitasannya dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi daerah lain dan Keempat berdasarkan perjajian TRIPs IG ditetapkan sebagai bagian dari hak milik intelektual yang hak kepemilikannya dapat dipertahankan dari segala tindakan melawan hukum dan persaingan curang. 73

Pada Pasal 56 ayat (2) PP No. 51 Tahun 2007 tentang IG menentukan bahwa yang berhak mengajukan permohonan adalah :

a) Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang/yang bersangkutan yang terdiri atas :

1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;

2) Produsen barang hasil pertanian;

3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau kekayaan alam;

4) Pedagang yang menjual barang tersebut. b) Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu c) Kelompok konsumen barang tersebut.

Dalam penjelasan pasal ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk mendaftarkan IG dan lembaga itu merupakan lembaga pemerintah atau lembaga resmi lainnya seperti koperasi dan asosiasi.

73

(24)

Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan lain yaitu merek dapat dimiliki secara perorangan atau perusahaan. Adapun IG dapat dimiliki secara terbuka oleh suatu lembaga mewakili masyarakat atau kelompok konsumen tertentu. Buku persyaratan merupakan suatu syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi tiap-tiap pihak yang akan mendaftarkan produk IG. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (9) PP No. 51 Tahun 2007 tentang IG, buku persyaratan adalah : ”suatu dokumen yang memuat informasi tentang kualitas dan karakteristik yang khas dari barang yang dapat digunakan untuk membedakan barang yang satu dengan barang yang lainnya yang memiliki kategori sama”

Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) PP No. 51 Tahun 2007 tentang IG, buku persyaratan harus memuat :

a. Daftar isi;

b. Nama IG yang dimohonkan pendaftarannya; c. Nama barang yang akan dilindungi IG;

d. Uraian karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang lain, dimana memiliki kategori yang sama dan menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan;

e. Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan;

(25)

g. Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian IG untuk memadai barang yang dihasilkan di daerah tersebut termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai IG tersebut;

h. Uraian yang mengjelaskan tentang proses produksi, proses pengelolaan dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut dapat memproduksi, mengolah atau membuat barang terkait; i. Uraian mengenai metode yang digunakan untuk mengkaji kualitas barang yang

dihasilkan;

j. Label yang digunakan pada barang dan memuat IG sebanyak sepuluh lembar maksimal 9 x 9 cm dan minimal 5 x 5 cm;

k. Daftra pustaka, rujukan yang digunakan dalam penulisan buku persyaratan; dan l. Daftar lampiran.

Perlindungan IG pada dasarnya tidak terbatas pada produk pertanian saja, semua produk yang memiliki keterkaitan dengan faktor geografis termasuk faktor alam dan/atau manusia sebagai dominasi terbentuknya ciri khas dan kualitas serta telah dikenal keberadaannya dapat dilindungi dengan IG.

(26)

pendaftaran IG dapat diterima untuk didaftar karena permohonan pendaftaran IG ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila tanda tersebut:

a. Bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum atau dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan dan/atau kegunaannya;

b. Tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai IG.74

Walapun ada kemungkinan pendaftaran IG ditolak oleh Direktorat Jenderal, terhadap penolakan tersebut dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Merek. Sementara itu, ketentuan mengenai banding terhadap penolakan pendaftaran merek berlaku secaramutatis mutandis bagi permintaan banding terhadap penolakan permohonan pendaftaran IG.75

Berbeda dengan jangka waktu perlindungan hak merek yang berlaku hanya selama sepuluh tahun dan masih dapat diperpanjang, IG terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas IG tersebut masih ada.

Apabila sebelum atau pada saat dimohonkan pendaftaran sebagai IG suatu tanda telah dipakai dengan itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar, pihak yang beritikad baik tersebut tetap dapat menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu dua tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai IG. Hal ini merupakan keringanan bagi orang yang tidak berhak menggunakannya karena IG ini

74

Ahmadi Miru,Hukum Merek, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005), hal. 75.

75

(27)

bukan hak pribadi sebagaimana halnya dengan hak merek. Toleransi penggunaan IG orang tidak berhak yang beritikad baik tersebut tidak dikenal dalam penggunaan merek oleh orang yang tidak berhak, walaupun dia beritikad baik.

Pemegang hak atas IG dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai IG yang tanpa hak, berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket IG yang digunakan secara tanpa hak tersebut. Selain itu, untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim padat memerintahkan pelanggaran untuk menghentikan kegiatan pembuatan dan perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket IG yang digunakan secara tanpa hak tersebut. Walaupun ketentuan di atas tidak menegaskan bahwa ketentuan itu hanya berlaku bagi pemakai IG yang beritikad buruk, apabila memerhatikan ketentuan sebelumnya yang memberi kesempatan kepada pemakai tanpa hak yang beritikad baik selama dua tahun untuk menggunakan IG tersebut, ini berarti bahwa ketentuan tentang gugatan tersebut hanya berlaku terhadap pihak yang secara tanpa hak dan beritikad buruk menggunakan IG tersebut.

Dalam hal terjadi pelanggaran IG, untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi pihak yang dirugikan, maka dikenal pula penetapan sementara yang berlaku terhadap pelanggaran hak atas merek berlaku secara mutatis mutandis

terhadap pelaksanaan hak atas IG.76

76

(28)

Seiring dengan pengupayaan produk-produk unggulan daerah sehingga dapat dikembangkan dengan mendapatkan IG maka tidak lepas dari tugas dan kewajiban pemerintahan yang dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Aceh.

Political willyang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam wujud peraturan daerah yang merupakan produk hukum yang mencerminkan demokratisasi di daerah sekaligus memperkokoh kepastian hukum. Penetapan produk unggulan daerah dalam peraturan daerah akan memfokuskan pemerintah dalam pengelolaannya yang berbasis pada potensi daerah. Kajian mengenai potensi daerah apalagi dikaitkan dengan daya saing daerah baik nasional maupun lintas nasional dewasa ini banyak dilakukan dengan mengambil konsep knowledge bases economy. Jadi merupakan hal yang

qonditio sine qua non atau hal yang tidak boleh tidak atau pun mutlak bagi pemerintah daerah Aceh untuk menetapkan potensi yang sudah diinventarisir sebelumnya khususnya dalam rangka menarik investasi daerah untuk kemudian ditetapkan dalam peraturan daerah mengenai produk unggulan daerah. Penetapan produk unggulan daerah ini akan memudahkan dalam melakukanthe next stepberupa analisa atas produk-produk dari bidang/sektor pertanian, hutan dan perkebunan, perikanan, pertambangan, industri dan perdagangan serta seni dan budaya yang memenuhi kualifikasi dari syarat pemberian perlindungan IG.

(29)

geografis pada masyarakat dataran tinggi Gayo sangat perlu dilakukan, agar masyarakat tidak salah mengerti akan adanya IG. Peran sosialisasi ini dapat dilakukan oleh Dinas terkait, Forum Kopi Aceh dan lembaga-lembaga lainnya. Membentuk Masyarakat IG Setelah masyarakat mengetahui dengan benar terhadap perlindungan indikasi geografis, saatnya membentuk Masyarakat IG Dataran Tinggi Gayo. Studi, para akar juga terlibat dalam melakukan study tentang hubungan faktor geografis terhadap mutu kopi yang dihasilkan didataran tinggi Gayo. Verifikasi, dalam tahapan ini, verifikasi/validasi dilakukan oleh Pemeritah Kabupaten dan Provinsi dan Batas Wilayah, penentuan batas wilayah geografis yang akan mendapat perlindungan IG, dilakukan oleh masyarakat serta dibantu oleh para pakar/ahli..77

Kalau tidak didaftarkan IG kenapa, karena IG dimiliki oleh masyarakat yang memiliki kepentingan langsung dengan IG bersangkutan dalam kerangka perlindungan hukum, perlindungan IG memerlukan upaya yang proaktif dari pihak yang berkepentingan (komunitas pemilik) berupa pendaftaran dalam rangka alas kepemilikannya. Kalau sudah didaftarkan bagaimana IG, Produk lokal yang telah didaftarkan pada IG memiliki payung hukum yang kuat sehingga apabila ada produsen lain yang menggunakan merk yang sama dengan merk produk yang telah terdaftar pada IG, maka merk baru tersebut dapat diancam hukuman denda dan hukuman penjara. Produk yang akan didaftarkan IG dapat diajukan oleh produsen maupun kelembagaan masyarakat tertentu dan Selain itu, memiliki nilai ekonomis di

77

(30)

pasar ekspor mancanegara, serta berpotensi untuk meningkatkan devisa pemerintah daerah dan pusat karena dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang subur maka diharapkan hal ini juga dapat membantu menarik minat investor asing untuk menumbuhkan infrastruktur perekonomian yang baik.78

Perlindungan IG memiliki berbagai manfaat, baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Bagi produsen, manfaat keberadaan IG dari sisi ekonomi antara lain:79 1. Mencegah beralihnya kepemilikan hak pemanfaatan kekhasan produk dari

masyarakat setempat kepada pihak lain

2. Memaksimalkan nilai tambah produk bagi masyarakat setempat 3. Memberikan perlindungan dari pemalsuan produk

4. Meningkatkan pemasaran produk khas 5. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja 6. Menunjang pengembangan agrowisata 7. Menjamin keberlanjutan usaha. 8. Memperkuat ekonomi wilayah

9. Mempercepat perkembangan wilayah. 10. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Dari sisi ekologi, manfaat IG antara lain:

1. Mempertahankan dan menjaga kelestarian alam. 2. Meningkatkan reputasi kawasan.

78

Ibid

79

(31)

3. Mempertahankan kelestarian plasma nutfah Dari sisi sosial budaya, manfaat IG antara lain: 1. Mempererat hubungan antarpekebun

2. Meningkatkan dinamika wilayah, dan

3. Melestarikan adat istiadat, pengetahuan serta kearifan lokal masyarakat

Dari sisi hukum, manfaat IG adalah memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi produsen. Bagi konsumen, manfaat perlindungan IG antara lain:

1. Memberi jaminan kualitas berdasarkan hukum sesuai harapan konsumen terhadap produk IG.

2. Memberi jaminan hukum bagi konsumen apabila produk tidak sesuai dengan standar yang diharapkan.

Apakah Perlindungan IG hanya terbatas pada produk pertanian. Perlindungan IG pada dasarnya tidak terbatas pada produk pertanian saja, semua produk yang memiliki keterkaitan dengan faktor geografis termasuk faktor alam dan atau manusia sebagai dominasi terbentuknya ciri khas dan kualitas dapat dilindungi dengan IG.80

Eksistensi kopi gayo Aceh memang tidak dapat diragukan lagi baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, secara kuantitas dataran tinggi gayo tempat asal budidaya kopi merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia bahkan dunia. Demikian juga secara kualitas, citarasa dan aroma kopi gayo sudah sangat terkenal di dunia sehingga memiliki pasar luas di berbagai negara. Secara legalitas

80

(32)

hukum pun, eksistensi kopi gayo juga sudah memiliki sertifikasi IG yang disahkan pada Tanggal 28 April 2010 dengan nomor ID G 000000005. Dengan eksistensi kopi gayo yang begitu kuat apakah realitasnya telah memberikan dampak dan kesejahteraan petani kopi gayo di tingkat lapangan.81

Produk-produk IG tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum setelah terdaftar dalam daftar IG pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Setelah terdaftar, produk IG tersebut maka tidak dapat berubah menjadi milik umum karena penggunaan atas tanda atau produk IG terdaftar oleh pihak lain harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Buku Persyaratan IG. Produk-Produk IG terdaftar diberikan perlindungan atas IG tersebut masih ada. Dengan demikian perlindungan IG tidak mengenal batas waktu, hanya saja perlindungan akan berakhir apabila tidak memiliki karakteristik dan kualitas yang dapat disebabkan bencana alam atau perubahan alam sehingga struktur tanah, iklim menjadi berubah dan berakibat terjadinya perubahan terhadap produ IG tersebut.

Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang adalah lembaga yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk mendaftarkan IG dan lembaga itu merupakan lembaga pemerintah atau lembaga resmi lainnya seperti koperasi dan asosiasi.82

81

Wawancara dengan Iskandar Kabid Perindustrian dan Perdagangan Kota Banda Aceh, tanggal 4 Desember 2013

82

(33)

D. Keberadaan Barang berpotensi untuk Dilindungi Indikasi Geografis pada Masyarakat Aceh

Pemerintah selama ini telah memberikan suatu tindakan yang positif dalam didaftarkannya suatu IG khas masyarakat Aceh! Pemerintah daerah setelah didaftarkannya IG tersebut hanya meninjau setahun sekali keberadaan masyarakat setempat dan perkebunan kopi rakyat, monitoring atau pengamatan hanya dilakukan oleh Dinas Perkebunan di Aceh untuk melihat sejauh mana perkembangan, penjualan dan labelisasi dari Kopi Gayo ini. Selain itu pemerintah juga mendirikan koperasi di wilayah desa kami dengan koperasi Serba Usaha yang lahir dari Lembaga Keuangan di Kampong sebagai penghasil kopi Gayo memiliki 75 kepala keluarga yang keseluruhannya sangat bergantung kepada hasil penjualan kopi Gayo, selain itu keberadaan Koperasi sangat mempengaruhi, karena beradaan koperasi adalah tempat penjualan hasil pertanian kampong disini.83

Kopi Arabika dari dataran tinggi Gayo berpeluang untuk mendapatkan perlindungan indikasi geografis. Hal ini bisa dilihat dari reputasi kopi Gayo yang sudah terkenal baik dipasar domestik maupun pasar internasional. Salah seorang pakar kopi internasional, Kenneth Davids, mengatakan bahwa di Sumatera, kopi Gayo dan Lintong Mandailing pada tahun 1996 telah di petakan, ini menunjukkan bahwa kopi Gayo sudah dikenal di manca negara.

Selain telah memiliki reputasi yang baik, kopi Gayo juga memiliki citarasa yang khas, seperti hasil uji citarasa yang dilakukan oleh Christopher Davidson salah

83

(34)

seorang cupper internasional. Christopher mengatakan bahwa bahwa kopi Gayo memiliki keunikan tersendiri yang tidak tergantikan oleh jenis-jenis kopi lainnya, keunikan dari kopi Gayo ini dikenal dengan istilah ”heavy body and light acidity”

yakni sensasi rasa keras saat kopi ditenguk dan aroma yang menggugah semangat. Faktor geografis dataran tinggi Gayo dan pengetahuan tradisional masyarakat dalam mengolah kopi juga menjadi peluang yang sangat besar untuk mendapatkan sertifikat IG. Dengan ketinggian rata-rata 1.000 dpl serta tanah yang subur, dataran tinggi Gayo sangat cocok ditanami kopi jenis Arabika. Selain itu juga teknik pengolahan secara semi washed dan full washed yang dilakukan oleh masyarakat dataran tinggi Gayo merupakan keunikan tersendiri, teknik ini telah dilakukan masyarakat selama turun temurun dan teknik pengolahan seperti ini tidak ditemukan pada daerah penghasil kopi lainnya. Dengan faktor-faktor diatas jelaslah bahwa dataran tinggi Gayo telah memenuhi beberapa komponen utama untuk mendapatkan perlindungan IG.84

1. Kopi Arabika Gayo

Daerah Penghasil : Kab. Aceh Tengah, Bener Meriah.

Kopi Gayo (Gayo Coffee) merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1926 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi

84

(35)

terluas di Indonesia, yaitu seluas 73.782 hektar. Mayoritas masyarakat Suku Gayo yang mendiami kedua kabupaten ini berprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabika mendominasi jenis Kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Kopi dari wilayah ini umumnya diolah di tingkat perkebunan, menggunakan metode semi-wet tradisional. Karena proses pengolahan basah tersebut, kopi Pegunungan Gayo memilikitoneyang lebih tinggi dan bodyyang lebih ringan dari kopi Lintong dan Mandheling yang berasal dari wilayah Timur Sumatra.

Dataran Tinggi Gayo merupakan daerah penghasil kopi Arabika terbesar di Indonesia dengan luas Areal 84 ribu hektar yang ditanam di tiga kabupaten, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Areal produktif mencapai 45 ribu hektar dengan produksi rata-rata 31 ribu ton per tahun atau 680 kg/ha. Kopi Arabika Gayo dikenal didunia dengan cita rasa dan cirri khas aroma, perisi (flavor) kompleks dan kekentalannya(body)yang kuat.

(36)

Faktor geografis dataran tinggi Gayo dan pengetahuan tradisional masyarakat dalam mengolah kopi juga menjadi peluang yang sangat besar untuk mendapatkan sertifikat IG. Dengan ketinggian rata-rata 1.000 dpl serta tanah yang subur, dataran tinggi Gayo sangat cocok ditanami kopi jenis Arabika. Selain itu juga teknik pengolahan secara semi washed dan full washed yang dilakukan oleh masyarakat dataran tinggi Gayo merupakan keunikan tersendiri, teknik ini telah dilakukan masyarakat selama turun temurun dan teknik pengolahan seperti ini tidak ditemukan pada daerah penghasil kopi lainnya.

Negara tujuan eksport: Amerika Serikat merupakan negara paling besar yang mengimpor kopi Aceh hingga September 2008 yakni mencapai 14,946 juta dollar (4,129 ribu ton) atau 70,30 persen dari total ekspor komoditi tersebut.Kemudian, negara pengimpor lainnya Kanada dengan nilai 1,742 juta dollar (434,7 ton), Meksiko 1,164 juta dollar (288 ton), Australia 130,8 ribu dollar (37,2 ton), dan Selandia Baru senilai 126,171 ribu dollar (36 ton).Selain itu, negera tujuan ekspor kopi Aceh juga ke Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), yakni Inggris, Berlgia, Jerman, Norwegia, Swedia, Auburn, dan Newserlan. Negara pengimpor terbesar adalah Jerman dengan dengan nilai 916.775 dollar (291,96 ton, disusul Auburn 694.449 dollar (180 ton), Swedia 430.021 dollar (108 ton), sedangkan negara lainnya dibawah 300.000 dollar.85

1. Nilam Aceh (Pogestemon cablinBenth)

85

(37)

Nilam Aceh (Pogestemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting sebagai penyumbang devisa. Areal pertanaman nilam dalam sepuluh tahun terakhir terus meningkat, dari 9.065 ha pada tahun 1992 menjadi 21.602 ha,pada tahun 2002.

Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dengan kontribusi 90%. Ekspor minyak nilam tahun 2002 sebesar 12,95 ton dengan nilai US $ 22,526 juta. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai peluang yang baik karena permintaan selalu meningkat dan sampai sekarang belum ada produk substitusinya (Ibnusantosa,2000). Minyak nilam dibutuhkan antara lain dalam industri parfum, kosmetik (Dummond, 1968) terutama karena bersifat fixsatif yaitu dapat mengikat minyak atsiri lainnya sehingga harumnya dapat bertahan lama.

Tiap tahun, banyak negara mengimpornya. Misalnya, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Swiss, Jerman, Belanda, Singapura, dan India. Dengan kebutuhan lebih dari 200 ton per tahun, Amerika Serikat menjadi importer minyak nilam terbesar di dunia. Urutan berikutnya ditempati lima negara Eropa, yaitu Inggris 45 ton-60 ton per tahun, Prancis dan Swiss 40 ton-50 ton per tahun, Jerman 35 ton-40 ton per tahun, serta Belanda 30 ton per tahun.

(38)

Selain Kopi Gayo, Nilam apa saja yang belum didaftarkan indikasi geografis, ada beberapa hasil pertanian/perkebunan yang masih sedang diupayakan pendaftarannya misalnya Mie Aceh, Emping dan Kerawang Gayo.86

Ada beberapa produk pertanian/perkebunan IG dari Aceh antara lain, minyak nilam, kopi gayo, emping, pala, cengkeh, pisang siem, kepala sawit, jagung, coklat dan lada87

Apa alasan Kopi Gayo dianggap IG, karena Produk khas wilayah memiliki kualitas yang baik sehingga menarik bagi konsumen.kondisi ini rawan akan pemalsuan nama, kualitas maupun produk. Pemalsuan akan mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan konsumen terhadap produk khas, sehingga akan berakibat pada keengganan konsumen untuk membeli produk khas dengan harga yang baik. Akibatnya produsen produk khas tidak dapat menikmati pendapatan yang lebih baik dari keunggulan produknya.88

Hambatan setelah memperoleh IG antara lain: Mempromosikan produk IG kedalam dan keluar negeri, Menjaga keberlanjutan produksi dan kualitas produk IG, Mengawasi produksi, distribusi, dan pemasaran produk indikasi geografis dan Meningkatkan manfaat indikasi geografis bagi anggota kelembagaan masyarakat penghasil produk IG.89

86

Wawancara dengan Jailani M. Ali Kabid. Pelayanan Umum Depkum HAM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tanggal 2 Desember 2013

87

Ibid

88Ibid 89

(39)

Upaya pemerintah Aceh untuk mendorong pengembangan perekonomian daerah yang berkelanjutan, pemerintah tidak hanya mengandalkan sektor industri berbasis padat teknologi, tetapi berupaya mengembangkan investasi berbasis bahan baku lokal (Local based Investment) dengan pendekatan yang dilakukan mengacu pada konsep pengembangan ekonomi lokal. Pengembangan ekonomi lokal aspek penanganannya meliputi :

1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, yang diiringi dengan upaya peningkatan kualitas produksi dan pengembangan pemasaran hasil produksi dan produk unggulan daerah;

2. Pelibatan dan peningkatan daya saing (keahlian) dan jiwa kewirausahaan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam;

3. Peningkatan dan pengembangan daya dukung sumber daya buatan (prasarana dan sarana) dalam menunjang pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan kualitas masyarakat.90

No Barang yang Indikasi Geografis Ciri dan Kulitas 1 Nilam Aceh (Pogestemon

cablinBenth)

1. Iklim yang dikehendaki dengan curahhujan sekitar 2.300 – 3.000 mm per tahun dan kelembaban lebih dari 60 %.

2. Ketinggian yang paling baik adalah 10 – 400 m dpl.

3. Lahan tidak tergenang air

(40)

berproduksi minyak dengan otimal.

5. Tanah subur, gembur dan

mengandung bahan

organicdengan pH 6 – 7

6. Suhu lingkungan paling ideal 18 – 29o C. 9. Iklim yang dikehendaki adalah

iklim sedang dengan curah hujan rata-rata 3000 mm /tahun.

10. Lahan harus bebas dari penyakit terutama penyakit layu bakteri, budog dan nematoda.

11. Nilam Aceh memiliki kualitas kualitas terbaik karena kandungan kadar atsirinya paling tinggi, 2,5%-5%

2 Kopi Gayo 1. Tumbuh di dataran tinggi

2. Kopi luwak Gayo memiliki ciri

kekentalan yang baik

3. Memiliki aroma bunga dan buah 4. Bila diminum rasanya tertinggal

dimulut, lembut dan halus. 5. Kopi luwak Gayo ini memiliki

keunikan.

6. Apabila kopi dalam bentuk bubuk dikemas, ia akan mengalami proses ekstraksi selama tiga hari

7. Saat itu, aroma maupun rasa kopi biasanya akan menurun

8. Setelah proses tersebut berakhir, aroma dan rasa akan kembali sempurna

3 Cengkeh 1. Tumbuh di tanah yang subur

(41)

bisa juga di pegunungan daerah tropis.

2. Pohon cengkeh dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang cukup lama

3. Daun trifoliate yang biasanya terdiri dari 5-7 biji daun tertutup. 4. Memiliki stipula adnate yang

merajut ke tangkai daun

5. memiliki kepala bunga dengan ukuran kecil berwarna merah, ungu, putih, atau kuning

4 Lada 1. Hitam sangat berlainan

2. Mempunyai aroma lebih wangi, lembut, dan segar daripada lada putih yang beraroma lebih tajam 3. Merupakan tanaman tumbuh

dengan merambat

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini untuk menemukan sumber-sumber sejarah digunakan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan di perpustakaan, didalam perpustakaan

Responden adalah penerima pelayanan publik yang pada saat pencacahan sedang berada di lokasi unit pelayanan dan telah menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara

Berdasarkan analisis aspek teknik, proyek pembuatan tempat relaksasi spa ini layak untuk direalisasikan, karena peralatan dan perlengkapan serta sumber daya yang

Dewan Hisbah pada tahun 1991, menetapkan enam poin kesimpulan: Pertama, riba adalah kelebihan atau tambahan pembayaran baik sedikit maupun banyak dari jumlah pinjaman

Lalu LSPB 6 tentang Kita Sebagai Manajer Penanggulangan Bencana karena pertambangan jika tidak sesuai dengan prosedur akan berakibat pada rusaknya alam yang menyebabkan

Sekolah Huishoudschool (sekolah rumah tangga) ini terletak di timur perempatan Tumenggungan muka Prodia. Tahun 1945 sekolah ini diketuai oleh Ibu Sulastri dan sekretarisnya

Untuk informasi kesehatan dan keselamatan untuk komponen masing-masing yang digunakan dalam proses manufaktur, mengacu ke lembar data keselamatan yang sesuai untuk

Dalam kegiatan belajar motivasi sangat diperlukan, karena siswa yang tidak memiliki motivasi akan sangat sulit untuk melakukan aktivitas dalam belajar. Motivasi dan