• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTEK GALA UMONG (GADAI SAWAH ) DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH | Safrida | OJS Center 1534 2949 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PRAKTEK GALA UMONG (GADAI SAWAH ) DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH | Safrida | OJS Center 1534 2949 1 SM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ARTICLE REVIEW

PRAKTEK GALA UMONG (GADAI SAWAH ) DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH STUDI KASUS DI DESA GAMPOENG DAYAH SYARIF

KECAMATAN MUTIARA KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH

Penulis buku/artikel : Safrizal

Reviewer : Meutia Safrida

Penerbit : Jurnal Ilmiah Islam Futura

Jumlah halaman : 20 halaman

A. Isi Buku / Artikel

Jurnal yang berjudul “ Praktek Gala Umong (Gadai sawah) Dalam Perspektif Syari’ah ( Studi Kasus di Desa Gampong Dayah Syarif Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Provinsi Aceh ini berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai

tradisi gala umong (gadai sawah ) yang masih sering terjadi dalam masyarakat Aceh.

Penulis artikel mengangkat judul praktek gala umong dalam Perspektif Syari’ah, untuk

diteliti guna melihat apakah dalam praktek gala umong yang terjadi dalam masyarakat

Desa Gampong Dayah Syarif Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Provinsi Aceh sudah

sesuai dengan konsep syari’ah atau ada konsep baru yang dapat dimunculkan untuk

mengakomodasi praktek tersebut agar dapat dilakukan oleh masyarakat.

Pada bab pendahuluan penulis lebih dahulu menjelasakan rumusan permasalahan

yaitu pengertian gala umong ( gadai sawah ) , sebab-sebab pemicu terjadinya praktek

gadai sawah dikalangan masyarakat, baik itu masyarakat yang tinggal di daerah

perkampungan maupun masyarakat perkotaan, dan apa saja dampak sosial yang

ditimbulkan dari praktek gala umong tersebut bagi masyarakat, khususnya bagi

pihak-pihak yang terlibat langsung dalam praktek gala umong ini.

Gala umong ( gadai sawah ) adalah salah satu praktek muamalah yang sudah

lama dipraktekkan oleh masyarakat Aceh. Baik itu dilakukan oleh masyarakat yang

tinggal di daerah perkampungan maupun masyarakat perkotaan. Penelitian yang

(2)

atan tidak. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam praktik gala umong (

gadai sawah ) yang dilakukan oleh masyarakat Desa Gampong Dayah Syarif Kecamatan

Mutiara Kabupaten Pidie Provinsi Aceh belum memenuhi rukun dan syarat-sayat dari

sebuah akad yang disebut gadai ( syarat_syarat Rahn ) . Diantara rukun yang belum

terpenuhi itu adalah pada akad gadai belum jelas tertera batas waktu pengembalian

hutang yang harus dilakukan oleh Rahin ( penggadai ) kepada Murtahin ( penerima

hutang ) , hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman antara kedua belah pihak ( rahin

dan murtahin ) di kemudian hari yang kemudian bisa memunculkan perkelahiaan antar

masyarakat. Selain itu ada juga hal lain pada akad gala umong yang belum sejalan

dengan kaidah akad Rahn, seperti pemanfaatan hasil marhun ( barang gadai atau barang

jaminan ). Dalam hal ini berupa tanah sawah produktif yang dimanfaatkan oleh penerima

gadai( Murtahin ). Ini memberi peluang kepada orang–orang kaya untuk mencari

kesempatan memanfaatkan kekayaannya untuk mendapatkan jaminan gadai dari orang

miskin untuk investasi mereka yang terus berkembang.

Secara konseptual praktik gala umong hampir menyerupai konsep Rahn yang ada

didalam fiqih mu’amalah , Rahn adalah menahan sesuatu disebabkan adanya hak yang

memungkin hak itu bisa dipenuhi dari sesuatu tersebut.

Rahn jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah gadai. Konsep gadai

menurut Imam Sudiat adalah penyerahan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah

uang secara tunai , dengan ketentuan : sipenjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya

dengan jalan menebusnya kembali.

Rahn pada dasarnya sebuah akad yang tujuan utamanya adalah untuk membantu

dan menolong kesulitan orang lain. Namun yang terjadi adalah ada oknum-oknum yang

sengaja memanfaatkan praktek gadai ini untuk kepentingan profit mereka. Inilah yang

terjadi di Desa Gampong Dayah Syarif Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Provinsi

Aceh, praktek gadai yang terjadi di desa ini adalah praktek gadai sawah yang barang

jaminan nya (marhun )dimanfaatkan oleh penerima gadai secara mutlak. Biasanya, sawah

yang dijadikan barang jaminan gadai (marhun) lansung dikelola oleh penerima gadai dan

hasilnya pun sepenuhnya dimanfaatkan oleh penerima gadai . pada dasarnya , pemilik

(3)

hal pemilik barang boleh memanfaatkan hasilnya, akan tetapi dalam beberapa hal dia

tidak boleh menjual, mewakafkan, atau menyewakan barang jaminan tersebut , sebelum

ada persetujuan dari penerima gadai.

Salah satu pemicu terjadinya praktek gala umong di masyarakat Aceh pada

umumnya dan pada masyarakat Gampong Dayah Syarif Kecamatan Mutiara Kabupaten

Pidie Provinsi Aceh adalah karena adanya tuntutan kebutuhan ekonomi yang mendesak,

sehingga mayoritas orang yang melakukan gadai tanah atau sawah didesa tersebut adalah

orang-orang yang ekonominya rendah ( tergolong miskin) sementara yang menerima

gadai adalah rata-rata dari orang kaya. Yang terjadi didalam praktek ini adalah orang

kaya mengambil keuntungan diatas keterdesakan orang miskin, sehingga orang mskin

bisa saja karena terpaksa akan merelakan akan merelakan terhadap barang jaminannya

berupa sawah untuk dikelola oleh orang kaya yang menerima gadai tersebut. Tentunya ini

sangat merugikan orang miskin ,hal ini sangat jauh melenceng dari tujuan utama akad

rahn yaitu untuk saling tolong menolong dan bukan akad untuk mencari keuntungan

Pada bab pembahasan penulis juga menjelaskan secara rinci pengertian gala

umong (gadai sawah) secara istilah bahasa ataupun menurut definisi beberapa Ulama.

Gadai dalam istilah bahasa Arab disebut Rahn. Rahn artinya ats- Tsubut dan Ad_

Dawaam (tetap), ataupun dapat diartikan juga al Habsu (menahan ) sedangkan menurut

definisi beberapa ulama mempunyai makna yang berbeda-beda denagn kandungan makna

yang sama. Rahn yaitu menjadikan barang yang boleh dijulasebagai kepercayaan hutang

yang digunakan untuk membayar hutang jika terpaksa tidak bisa melunasi hutang

tersebut. Selain itu ada juga definisi gadai menurut KHU perdata. .

. Dalam konteks memanfaatkan marhun (barang jaminan ) oleh rahin atau

Murtahin, terdapat beberapa ketentuan :

1. Pemanfaatan marhun oleh rahin : ada dua pendapat ulama : yang pertama jumhur

ulama berpendapat tidak boleh bagi rahin memanfaatkan marhun. Pendapat kedua

yaitu Syafi’iyyah yang mengatakan bahwa boleh bagi rahin memanfaatkan

(4)

2. Pemanfaatan marhun oleh murtahin : Jumhur selain ulama an bilah berpendapat

bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan marhun.

Dalam melakukan penelitian praktek gala umong yang terjadi di masyarakat

AGampong Dayah Syarif Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Provinsi Aceh,

Penulis melakukan wawancara yang melibatkan narasumber dari pihak rahin maupun

Murtahin . dari hasil wawancara penulis dengan murtahin dan rahin tersebut, bisa

disimpulkan bahwa praktik gala umong yang umum terjadi dalam masyarakat disana

adalah gala umong dalam meuh ( gadai sawah dilakukan dalam bentuk emas ) dimana

setiap satu naleh sawah dihargai dengan 30 mayam emas , dengan syarat saat akad gadai

disaksikan oleh dua orang dan di tandatangani oleh Kepala Desa dan sawah menjadi hak

milik murtahin selama gala “ umong jeut hak milek tanyoe nye gala” kata seorang

narasumber di gampong Dayah tersebut.

Pada akhir tulisan , penulisan memaparkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan

yang berlaku dalam proses transaksi akad gadai sawah ini , dimana ada beberapa

syarat-syarat perjanjian akad gala umong ini tidak terpenuhi, contoh tidak adanya batas waktu

yang jelas berakhirnya akad gala umong ini. Penulis menyarankan adanya pembenahan

yang didakwahkan oleh ulama di daerah tersebut agar masyarakat dapat menjalankan praktek gala umong ( gadai sawah) dengan benar dan sesuai kaidah syari’at. Hal lain yang tidak sesuai dengan kaidah akad rahn adalah pemanfaatan hasil dari marhun (

barang jaminan) dalam hal ini sawah produktif yang dimanfaatkan oleh penerima gadai.

(murtahin) , akibat dari kejadian ini adalah menyebabkan si miskin akan semakin miskin

dan yang kaya akan semakin kaya karena mendapatkan hasil yang berlimpah dari

pemanfaatan ini.

B. Pembahasan dan Analisis

Menurut analisa sederhana saya, topik gala umong yang diangkat oleh penulis

dalam artikel ini adalah sangat menarik. Selain topik ini luput dari perhatian masyarakat

bahkan ulama setempat, persoalan tentang hukum akad gala umomg ini menarik untuk

(5)

Akad gala umong (gadai sawah) pada dasarnya adalah akad transaksi utang

putang yang melibatkan dua pihak yaitu rahin dan murtahin. Dikarenakan ada nya

kebutuhan ekonomi yang mendesak, pihak rahin (penggadai ) menggadaikan sawahnya (

marhun ) kepada murtahin ( penerima gadai ) sampai rahin mampu menebusnya kembali.

Sebenarnya akad gala atau gadai ini bertujuan baik yaitu untuk saling menolong antara

sesama manusia yang saling membutuhkan. Namun dalam prakteknya, akad gala umong

ini adalah menjadijalan Karena pada hakikatnya , sudah hukum alam dan takdir manusia

sebagai makhluk sosial, didunia ini terdapat sebagian dari mereka ditakdirkan menjadi

kaya, dan sebagian yang lain hidup miskin. Sikap saling membutuhkan diantara mereka

adalah fitrah. Namun yang terjadi dalam prakteknya, akad gala umong ini keluar dari

tujuan semula yang baik, dimana pemberian piutang kepada yg membutuhkan adalah

untuk meringankan kebutuhan si rahin , yang terjadi adalah ada pihak pihak tertentu yang

menganggap ini sebagai sebuah peluang untuk mencari keuntungan.1

Walaupun ditinjau dari pengertiannya, gala dan rahn adalah sama, yaitu gadai.

Namun dalam prakteknya dilapangan , gala umong tidak sesuai dengan Rahn yang

disyari’atkan dalam agama. pada praktek gala umong ada syarat-syarat yang tidak

terpenuhi seperti halnya pada syarat sahnya Rahn. Diantaranya tidak ada nya batas waktu

( tempo) yang disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara pihak rahin dan murtahin ,

dan juga keuntungan yang diperoleh oleh murtahin dalam akad gala umong ini sungguh

banyak dan berlipat-lipat, keadaan rahin yang hanya bisa pasrah merelakan harta mereka

yang menjadi jaminan gadai untuk menjadi milik murtahin karena ketidak mampuan

melunasi hutang-hutang mereka adalah satu bentuk ketidak adilan.

Ada sebuah kaidah : “semua bentuk utang yang menghasilkan keuntungan adalah

riba “.Dalam praktek gala umong ini kita dapati bahwa kesengajaan sebagian pihak untuk

mencari keuntungan diatas kesulitan pihak lain adalah jelas tampak, dan ini merupakan

salah satu dari bentuk riba yang dilarang Allah. Seperti yang dipaparkan penulis

berdasarkan wawancara beliau dengan seorang narasumber didesa setempat, biasanya

dalam praktik akad gala umong sinaleh sawah dihargai 30 mayam emas, dan setelah

1

(6)

transaksi gala maka otomatis sawah akan menjadi milik si murtahin ( penerima gadai).

Jika dalam perhitungan matematika, satu petak sawah dihargai Rp 50 juta dan jumlah

utang 30 mayam emas. Harga satu mayam emas Rp 1,5 juta jadi total hutang Rp 45 juta.

Jika penerima gadai menggarap sawah dan mendapatkan hasil Rp 14 juta per tahun

dengan asumsi dua kali garap setahun, jika akad rahid baru dilunasi pada tahun kelima

maka murtahin telah mendapatkan keuntungan dari hasil garap sawah sebesar rp 14 juta

dikali 5 tahun sama dengan Rp 70 juta.harga tersebut telah melewati harga sawah (

marhun ) dan jumlah utang (marhun bih) itu sendiri.

Hal ini sudah termasuk memakan riba “seperti firman Allah dalam surat Ali Imran

ayat 130 “ hai orang-orang yang beriman , janganlah kamu memakan harta riba secara

berlipat ganda dan takutlah kepada Allah mudah-mudahan kamu menang “ ( QS Ali

Imran ayat 130)

Mengambil keuntungan yang berlipat ganda disini termasuk hal yang sangat

dilarang dalam syari’at islam, apalagi yang menjadi korban disini adalah orang-orang

miskin yang tidak mempunyai penghasilan atau solusi lain untuk keluar dari kemelut

masalah ekonomi yang sedang mereka hadapi selain dari menggadaikan harta yang

mereka punya.2

Disamping itu hutang yang dipraktikkan dalam masyarakat Gampong Dayah

Syarif adalah berupa utang emas, ada hal yang dikhawatirkan disini, jika penebusan

hutang dilakukan dengan uang tetapi harus sesuai dengan kurs emas. maka hal ini akan

sungguh memberatkan pihak rahin (penggadai ), karena nilai dan harga emas akan

berubah seiring bertambahnya tahun. Dan Rahin akan semakin kesulitan untuk menebus

sawah mereka. Ini sudah termsuk riba fadl, yaitu berlebih salah satu dari dua pertukaran .

Dalam Alqur’an Allah berfirman “ maka yang bagimu adalah sebanyak pokokmu yang

semula, kamu tak boleh menganiaya dan dianiaya “(Qs al Baqarah :279) ini adalah dalil

tegas yang mengaharamkan mengambil riba dalam bentuk transaksi apapun termasuk

dalam persoalan utang piutang atau akad gadai.

2M. Hasbi A iruddi , PEMIKIRAN I“LAM KONTEMPORER DALAM BENTURAN BUDAYA,

Jurnal

(7)

Maka dapat dilihat bahwa dalam akad gala umong yang terjadi di Gampong

Dayah Syarif tersebut belum sesuai dengan kaidah akad gadai berdasarkan syaria’at

Islam.

C. Simpulan

Kelebihan dari artikel ini :

1. Topik permasalahan yang diangkat oleh penulis artikel ini sungguh menarik,

tulisan ini bisa menginspirasi para penulis lain agar bisa mengangkat

permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, bukan hanya pada permasalahan

umum seperti hukum jual beli atau tentang bunga bank yang artikel atau buku –

buku yang mengupas hal tersebut sudah cukup banyak dijumpai.

2. Penulisan bahasa aceh yang disalin sebagai hasil wawancara dengan narasumber

dalam artikel ini sangat baik dan ditulis dengan sangat teliti. Ini menggambarkan

bahwa penulis adalah seorang putra Aceh yang sangat fasih berbahasa Aceh .

3. Artikel ini menginformasikan bahwa masih banyak masyarakat

dikampung-kampung maupun masyarakat perkotaan di daerah Aceh ini yang masih sangat

kurang pemahaman mereka tentang ilmu agama serta bagaimana pelaksanaan

akad dan muamalah muamalah yang sesuai dengan kaidah syari’at Islam.

4. Kesan saya setelah membaca artikel ini sangat bermanfaat, isi tulisan ini sangat

informatif, sangat baik dibaca oleh semua kalangan, terlebih bagi tokoh-tokoh

kampung dan ulama ulama di Aceh.

Kekurangan

1. Sayangnya penulis hanya sedikit saja memberi masukan bagaimana sebaiknya

praktek akad gala umong yang sering terjadi di Gampong Dayah Syarif ini

(8)

2. Penulis juga kurang menginformasikan kepada pembaca, apa pernah terjadi kasus

dimana pihak rahin tidak sanggup lagi melunasi sawah mereka,dana apa yang

kemudian terjadi?

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, M. Hasbi. “PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER DALAM BENTURAN

BUDAYA.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 13, no. 2 (2014): 201–12.

Al Fauzan, Saleh.2005.Fiqih sehari-hari( judul asli : Al- Mulakhkhasul Fiqhi, Saudi

Arabia, Daar Ibnu Jauzi ). Jakarta: Gema Insani.

Hasan, M. Ali.2003.Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Maulana, Muhammad. “JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN

SYARIAH DI INDONESIA (ANALISIS JAMINAN PEMBIAYAAN

MUSYĀRAKAH DAN MUḌĀRABAH.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 14, no. 1

(2014): 72–93.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, HEC-6 digunakan untuk memperkirakan perubahan dasar Sungai Citanduy di Jawa Barat dengan menggunakan parameter data lapangan yang tersedia

Dalam frame devices, cathchphrases diberitakan bahwa Sergi Ramos di sebut kecewa dengan manajemen Los Blancos yang tak kunjung memberikan tawaran komtrak baru, itu

 PC yang telah dirakit diuji tampilan dan berfungsi dengan baik  PC dapat digunakan sesuai dengan kriteria unjuk kerja  pada unit kompetensi HDW.OPR.10 1.(1).A atau

Dari uraian di atas, salah satu implikasi murāqabah adalah ketaatan dan bisa memelihara diri dari dosa, merasa malu kepada- Nya, berhati-hati dalam berucap, bersikap dan

Berdasarkan hasil pengukuran pada sampel hari ke-6 dan ke-7 untuk parameter BER dan C/N pada satelit Palapa-D dan NSS-6 pada gambar di bawah, dapat

• Tanpa menggunakan metode PFC konverter AC to DC satu fasa akan terlihat seperti sumber harmonisa dengan arus input tidak sinus lagi hal ini tampak pada nilai THD yang besar

Nampak terlihat bahwa Konverter tipe buck dengan kendali P mampu mengendalikan level tengangan sesuai referensi untuk beban RL(100Ω, 20m), sedangkan untuk beban

Pada tahap refleksi awal ini dilakukan deskripsi situasi. Sesuai data yang ada ternyata tingkat pemahaman konsep Menjalankan nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam