• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Tubuh Perempuan dalam Media Sosial: Studi Kasus Aksi Vulgar di Media Sosial Bigo Live T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Tubuh Perempuan dalam Media Sosial: Studi Kasus Aksi Vulgar di Media Sosial Bigo Live T1 BAB IV"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Bigo Live merupakan aplikasi live streaming yang diluncurkan oleh

perusahaan asal Singapura. Sejak kemunculannya pada Mei 2016, aplikasi ini menuai

banyak kontroversi. Salah satunya adalah penyalahgunaan aplikasi yang merujuk

pada penyebaran konten pornografi1. Tentu hal itu melanggar undang-undang

terutama di Indonesia, hingga akhirnya ramai pemberitaan di media. Akibat

maraknya pemberitaan mengenai penyalahgunaan aplikasi live streaming Bigo Live,

pemerintah Indonesia berencana untuk memblokir aplikasi tersebut2. Tindakan itu

dilakukan guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat tersebarnya

konten pornografi. Mengingat kasus pemerkosaan yang terjadi pada awal tahun 2016

yang menimpa perempuan dibawah umur, diduga merupakan akibat dari pengaruh

pornografi3. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengungkap latarbelakang

terjadinya permasalahan tersebut, terutama berkaitan dengan komodifikasi tubuh

perempuan pada aplikasi live streaming Bigo Live.

Mengawali penelitian ini, penulis melakukan observasi dengan mengamati

pengguna (perempuan) aplikasi Bigo Live yang menempati enam urutan tertinggi

pada top rank. Proses pengamatan dimulai sejak awal Januari hingga pertengahan

April 2017. Pada aplikasi Bigo Live, posisi Top Rank dibagi kedalam tiga kategori

yaitu, Last 7 Days, Last 24 Hours dan This Hour. Setelah proses pengamatan, penulis

1

http://www.harianjogja.com/baca/2016/08/24/duh-bigo-live-kerap-dipakai-tayangkan-adegan-mesum-747244

(2)

menemukan bahwadari ketiga kategori posisi top rank tersebut tidak didominasi oleh

pengguna yang melakukan aksi vulgar. Melainkan ditempati oleh pengguna yang

memiliki jumlah akumulasi beans followers dan share siaran tertinggi yang

menempati posisi top rank. Selain itu, peneliti menemukan kesulitan dalam

memperoleh akses langsung kepada pengguna aplikasi Bigo Live khususnya

pengguna (perempuan) yang melakukan aksi vulgar di aplikasi tersebut. Hingga

akhirnya didapat akses melalui subjek (bukan pengguna) yang memang memiliki

relasi dengan pengguna aplikasi Bigo Live di kota Semarang.

Gambar 4. Kategori Top Rank yang dibagi berdasarkan waktu.

Sumber :Screen capture,Top Rank di aplikasi Bigo Live. Diunduh pada 1 Juli 2017 pukul 11.40

Usai mendapatkan informasi untuk menghubungi salah satu pengguna aplikasi

Bigo Live, peneliti melakukan wawancara dengan pengguna berinisial NC yang

berasal dari kota Semarang. Dari hasil wawancara pada tanggal 23 Maret dan 15 Mei

2017, didapat bahwa pada awal kemunculan aplikasi ini, memang belum banyak

diketahui dan penggunanya masih sangat jarang terutama di kalangan mahasiswa.

(3)

berkomunikasi terutama ketika sedang berkumpul bersamadi dunia nyata. Ketika

menggunakan aplikasi tersebut, NC dapat menghabiskan waktu hingga 3 – 6 jam

disetiap livesetiap harinya. Selain itu, rata-ratakuota internet yang dihabiskan dapat

mencapai 2 Giga Byte setiap harinya. Jika dilihat, konsumsi kuota internet untuk live

di aplikasi Bigo Live tidak sedikit jika dibandingkan dengan konsumsi kuota internet

untuk aplikasi chat lainnya sepeti Line, Whatsapp dan Blackberry Messanger4.

Pendapat lain yang diutarakan NC adalah,

“Kalo aku sih, lebih mengutamakan temen sama relasi daripada beans… di

situ bisa tuker pikiran, aku aja tu di Bigo ada, ada grup family. Nah, memang sih kalo grup family itu pasti banyak drama dan banyak masalah. Cuman, karena aku psikologi, jadi aku bisa menilai orang..gini.. gini.. gitu. Ini aku aja

kerja disini kan aku… bukan kerja sih, aku partneran sama temen, kenal nya

juga karena Bigo. Aku kenal sama orang dan maksudnya bener -bener aku

percaya orang ini real dan bisa aku trust, aku berani buat bareng… Aku

seneng nya itu sih.”

Dari penuturannya tersebut, dapat dilihat jika alasan ketertarikan menggunakan

aplikasi ini yaitu untuk mencari teman walaupun pada awalnya hanya untuk

iseng-iseng saja. Relasi pun menjadi semakin luas karena setiap menggunakan aplikasi ini,

biasanya pengguna memperoleh teman baru. Penambahan teman di aplikasi Bigo Live

dilakukan dengan carafollowing yang kemudian orang yang di-follow akan

melakukan followback. Namun tak jarang ketika orang yang di-follow tidak

melakukan followback karena alasan tertentu. Setelah itu masing-masing dari mereka

akan mendapatkan notifikasi ketika salah satunya nya melakukan Live. Terlepas dari

following dan followback, pengguna yang sudah merasa yakin dan ada kecocokan

dalam pertemanan biasanya bertukar kontak yang dilakukan di luarLive. Pengguna

akan bertukar kontak seperti nomor handphone, nomor WA, ID Line maupun ID

Instagram. Selain itu, beberapa pengguna biasanya membentuk grup yang disebut

(4)

dengan istilah family5. Masing-masing grup ini memiliki nama khas yang

ditambahkan di user name akun masing-masing pengguna seperti layaknya marga

dalam suku. Tidak hanya berinteraksi di aplikasi saja, para pengguna

bahkanmelakukan gathering untuk berkumpul bersama. Dengan begitu, para

pengguna dapat bertukar pikiran secara langsung yang salah satunya mengenai dunia

bisnis. Hal ini dialami oleh NC yang pada akhirnya iadapat bekerjasama untuk

menjalankan suatu usaha. Itu merupakan salah satu keuntungan yang diperoleh ketika

menggunakan aplikasi live streaming Bigo Live.

Untuk memperoleh teman baru tentunya tidak mudah, NC harus bisa bersikap

dewasa dalam menghadapi viewers. Tidak jarang ketika ia sedang live, beberapa

viewersmelontarkan komentar atau bahasan yang vulgar. NC menanggapi hal tersebut

dengan santai dan cenderung membuat itu sebagai bahan candaan. Namun, jika

viewers memaksa ingin melanjutkan dengan bahasan yang vulgar, NC mempersilakan

untuk keluar dari room6 nya. Selain obrolan yang vulgar, viewers pun pernah

melakukan aksi porno. Hal ini diungkapkan oleh NC bahwa,

“Pernah..jadi jangan kan di room orang, di room ku sendiri aja iyaa. Jadi

waktu itu ada yang minta VC kan… minta VC, „VC dong‟… sebenernya aku ngerti sih maksudnya ini orang apa..„Yaudah, bentar…. aja… ini aku pengen nunjukin. Bagus deh…‟. Pas aku emang lagi jahil aja, ya aku ladenin aja VC

nya, terus bener… dia nunjukin itu… alat kelamin laki-laki kan… digoyang

-goyangin. Aku sih nanggepinnya cuman mukanya datar…Terus habis itu,

„udah ya mas jangan lama-lama… nanti aku ke-ban‟. Aku mantiin aja. Tapi

kalo aku gak mute juga, soalnya menurut aku… eee… selama… apa yaa? Kalo

menurut aku, selama dia gak attack aku secara verbal yang bener -bener…

misalnya kasarannya, „eh, emutin dong!‟ atau apa-apa gitu-gitu. Kalo aku sih

malah buat becandaan, buat naikin viewers ku… pernah aku digituin, aku

ngambil gunting, „Mana mas? Sini aku gunting?‟. Aku bcandain aja sih.

5 Family : Istilah ini digunakan untuk menyebut ikatan suatu grup dalam lingkungan sosial Bigo Live yang

ditandai dengan penambahan kata pada username.

6

(5)

Pada salah satu kasus yang diungkapkannya itu,dapat dilihat jika NC memang

menanggapinya dengan santai dan cenderung menjadikannya sebagai bahan candaan.

Walaupun begitu, NC tidak mentolerir jika viewers sudah keterlaluan bahkan hingga

membawa isu SARA dalam obrolan.

Jika melihat kembali pada kasus penyalahgunaan aplikasi yang merujuk pada

komodifikasi tubuh perempuan. NC pernah melihat broadcaster lain yang melakukan

aksi vulgar ketika live.

“Itu kalo yang temen aku sendiri, dia itu cuman… gak nunjukin uting, tapi

dia cuman udah kaya separo udah mau keliatan gitu lah…”

Broadcaster yang melakukan aksi vulgar ini, kebetulan adalah teman dari NC sendiri.

Saat live, broadcaster menunjukan dada bahkan hampir menunjukan putingnya untuk

menarik viewers. NC mengakui jika broadcaster yang seperti itu bertujuan untuk

memperoleh banyak beans dan viewers. Sebelumnya peneliti memiliki anggapan

bahwa posisi top rank dapat mudah diperoleh dengan melakukan aksi vulgar. Namun

hal tersebut tidak dapat terjadi, karena untuk mendapatkan posisi tersebut tidak dapat

diraih hanya dengan melakukan aksi vulgar.

itu kan rangking nya kan dalam satu bulan. Jadi kalo misalnya mereka

mau kaya gitu (beradegan vulgar) berarti mereka harus setiap hari kaya gitu. Soalnya gak gampang mau masuk rangking satu sampe sepuluh. Soalnya kan

aku dukung… aku support temen ku sendiri... yang ikut GL (Golden List)7

sama SL (Silver List)8itu… Mereka aja udah empot-empotan, apalagi mereka

baru rangking duapuluhan.…karena kan satu sisi aja pasti udah sering di

-ban. Nah..kan tadi diawal juga aku udah cerita, di-ban itu kalo udah

berkali-kali… kemungkinan besar kan permanent. Kalo dia udah, eee… tutup akun,

ke-ban permanent, pasti dia harus bikin lagi… dari nol lagi.”

Menurut NC untuk menjadi top rank itu tidak mudah. Pengguna harus dapat

memperoleh beans, viewers dan share yang tidak sedikit secara berturut-turut.

7

(6)

Kemudian semua itu akan diakumulasikan selama satu bulan hingga akhirnya

pengguna dapat memperoleh posisi top rank. Maka, pengguna ingin memperoleh

posisi top rank dengan cara melakukan aksi vulgar tidak akan berhasil. Alih-alih,

akun pengguna akan terus diblokir bahkan hingga diblokir secara permanent. Jika hal

tersebut terjadi, bukan saja akun pengguna yang terblokir, melainkan pengguna sudah

tidak dapat mengunduh aplikasi Bigo Live lagi. Memang pada kenyataannya dengan

melakukan aksi vulgar, pengguna dapat memperoleh banyak beans dan viewers.

Namun, pengguna tidak akan bisa memperoleh posisi sebagi top rank. Seperti yang

diungkapkan oleh NC ketika ia melihat salah satu live yang memperlihatkan aksi

sedang berhubungan intim. Banyak viewers yang menonton dan beans yang

bertaburan, komentar vulgar pun muncul silih berganti.

kalo secara pribadi pasti aku gak setuju lah. Istilahnya, dia juga nurunin

harganya… perempuan gitu lho… kan istilahnya kaya gitu Cuma segelintir

orang, tapi dicap cewek yang main bigo pasti kaya gitu. Aku ngerasain juga…

orang sekarang dicapnya aja cewek yang main Bigo, pasti kalo gak BO9, LC10

atau apa-apa… kaya gitu.”

Dari penuturannya itu, NC berpendapat bahwa aksi vulgar yang dilakukan oleh

pengguna telah menurunkan harga diri seorang perempuan. Hal itu pun berdampak

pada pengguna lainnya terutama perempuan yang menggunakan aplikasi Bigo

Live.Muncul anggapan bahwa perempuan yang memakai aplikasi ini adalah

perempuan yang disamakan dengan cewek BO atau LC.

Setelah mendapatkan informasi mengenai hal-hal seputar aplikasi Bigo Live,

NC merekomendasikan temannya yang juga merupakan pengguna. NC bersedia

untuk mempertemukan peneliti dengan temannya tersebut untuk dilakukan

wawancara. Narasumber tersebut berinisial QN dan NR, keduanya bertempat tinggal

di kota Semarang. Seperti hal nya NC, alasan menggunakan aplikasi Bigo Live adalah

9

BO : Booking Out merupakan sebuah transaksi seks dengan cara menjemput gadis yang sudah dipesan.

10

(7)

untuk iseng-iseng saja dan mengisi waktu luang. Cukup banyak teman baru yang

mereka dapatkan di dunia maya, khususnya sesama pengguna. Mereka juga

menyampaikan bahwa aktivitas yang dilakukan ketika live tidak jauh dari hal yang

dilakukan sehari-hari yang umum hingga beberapa hal-hal pribadi.

Kalo aku tuh, biasanya dengerin orang curhat, malah ngoceh-ngoceh sendiri.

Misal satu hari aku dapet masalah apa, aku luangin ke mereka. Biar mereka tau, siapa tau mereka kaya bisa ngasih solusi yang baik. Nyanyi juga, sama

dia, dia, sama temen-temen aku.”

NR mengatakan bahwa ketika live, ia biasanya membagikan curahan hati kepada

pengguna lain dengan tujuan agar mereka mendapatkan tanggapan atau solusi dari

komentar yang dilontarkan viewers. Berbicara mengenai family, QN dan NR

mengaku jika mereka tidak tergabung dalam family tertentu. Walaupun begitu mereka

tetap mengikuti aktivitas bersama dengan sesama pengguna aplikasi Bigo Live.

Seperti yang diungkapkan oleh NC bahwa tidak jarang mereka melakukan aktivitas di

luar ruangan seperti hang out, makan bersama dan mengadakan gathering dengan

sesama pengguna lainnya di luar kota.

Ketika dimintai pendapat mengenai konten vulgar di aplikasi Bigo Live,

mereka menyatakan hal yang serupa dengan NC. QN menyampaikan kekesalannya

saat ada beberapa viewers yang bersikap seolah-olah telah mengenal dekat dengan

dirinya. Tidak jarang, viewers tersebut melontarkan ajakan untuk melakukan sesi

video call. Hal ini tentu saja membuat QN tidak nyaman dan menanggapinya secara

negatif, kemudian ia mengakhiri sesi tersebut.

Buka-buka buka gitu. Yang kaya gitu nanti viewersnya dia bakal masuk di

room mu dan melakukan hal yang sama. Kaya gitu biasanya. Kita langsung

kicked off”.

Aplikasi Bigo Live merupakan aplikasi media sosial yang bertujuan untuk

(8)

kegiatan dengan tujuan negatif. Kekesalan juga diungkapkan oleh NR tentang

pengalamannya ketika menggunakan aplikasi Bigo Live.

“…kadang aku jengkelin gitu kadang .Kaya di suruh buka dong-buka dong.

Buka mata lu! Kaya gitu dong. VC buka dong.Aku diemin.Biarin aja kaya gitu.

Ga usah di baca kan bisa.”

Betul saja, ketika pengguna (perempuan) melakukan live, tak jarang para viewers

melontarkan komentar dengan perkataan yang tak pantas.

Gambar 5. Komentar vulgar yang dilontarkan oleh para viewersketika live.

Sumber :Screen capture,komentar vulgar ketika livedi aplikasi Bigo Live

NR menyikapi nya dengan memberikan teguran langsung kepada viewers. Tak hanya

itu, terkadang viewers yang membuatnya tidak nyaman akan di-kick-out (diusir) dari

(9)

Data yang diperoleh dari NC, QN dan NR telah dirasa jenuh dan peneliti

memutuskan untuk tidak mencari data lanjutan dari QN dan NR. Mengingat bahwa

NC pernah merekomendasikan pengguna yang cukup terkenal dengan harapan

pengguna tersebut dapat menghubungkan peneliti dengan narasumber kunci.

Kemudian peneliti melakukan pengamatan terhadap pengguna berinisial BD yang

direkomendasikan oleh NC. Seperti yang telah dilakukan dalam pengamatan

sebelumnya, peneliti melakukan interaksi terhadap BD ketika live. Hanya saja

interaksi saat ini dilakukan lebih intens disertai dengan keikutsertaan peneliti ketika

BD meminta Video Call. Selama hampir dua minggu pengamatan dilakukan dan

hasilnya adalah, peneliti memperoleh akses menuju narasumber kunci dari salah satu

viewers berinisial IM. Karena sudah lumayan sering mengunjungi room BD, IM pun

sudah mulai akrab dengan peneliti. Maka peneliti mengirimkan pesan melalui Direct

Message untuk meminta kontak lain yang dapat dihubungi diluar aplikasi Bigo Live.

Maksud dari bertukar kontak adalah menjalin komunikasi yang lebih dalam, melihat

Bigo Live bukan aplikasi yang khusus digunakan untuk berbincang antar pribadi.

Pada awalnya, peneliti membangun komunikasi seperti layaknya orang yang

baru saja berkenalan, tanpa ada maksud ingin memperoleh data untuk penelitian.

Seiring berjalannya waktu, peneliti berbagi informasi baik dari hal yang sifatnya

umum hingga hal yang lebih pribadi. Disitulah peneliti mengungkapkan jika selama

ini sedang melakukan proses penelitian. Mendapat respon yang baik, akhirnya IM

bersedia untuk membantu menghubungkan peneliti kepada narasumber kunci.

Keseharian IM yang memang terbiasa dengan kehidupan malam dan gemerlapnya

kota metropolitan, membuat dirinya memiliki relasi cukup luas. Akses terhadap

narasumber kunci dalam penelitian ini diakui memang sulit, karena merupakan kajian

yang cukup sensitif. Peneliti didampingi IM menemui narasumber kunci pada tanggal

23 dan 28 Juni 2017 di café daerah Jakarta Selatan. Awalnya memang narasumber

(10)

merupakan penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Kemudian peneliti berusaha

untuk meyakinkan narasumber serta menjelaskan maksud dari pertemuan ini.

Berhasil melakukan proses wawancara, penulis memperoleh data dari dua

orang perempuan yang berinisial AH dan KS. Keduanya bekerja di tempat hiburan

malam di Jakarta. AH menuturkan bahwa alasan menggunakan aplikasi Bigo Live.

“…asik banget sih pake Bigo. Yaaa… iseng sih, yaa… sekalian cari temen, gebetan hahaha… biar ngikutin tren gitu. Menurut gue… aplikasi Bigo ini… tu... lumayan bisa bikin gua eksis sih, yaaa… minimal kalo lagi Live banyak

viewers nya lah. Lumayan bisa dapet duit tambahan… Gua pake Bigo tuh…

yaa… cuma gua pake buat promosi. Selebihnya… ya pake aplikasi lain. Temen

gua malah ada… yang ampe BO (Booking Out).”

Ia mengakui bahwa aplikasi ini membantunya untuk menambah penghasilannya

sebagai penari serta AH menggunakan aplikasi Bigo Live sebagai sarana promosi. Hal

yang dimaksud disini adalah mempromosikan pekerjaan lain diluar profesinya

sebagai penari yaitu, penyedia jasa Sex Video Call. Pada saat melakukan live¸AH

sangat memperhatikan penampilannya. Hal ini diungkapkan AH bahwa,

“Ya jelas lah… gua keluar modal dong. Setiap live, gua kudu make up dulu,

pake baju… ga asal-asalan. Masa yang lain… apalagi cowo-cowo dapet

gretongan liat gue?? Nih ya…. gua kasih tau, kebanyakan… kalo liat gue live

tu… cowok… otaknya rata-rata pada ngeres. Yaaa… Sekalian aja… gua

pancing.Pake tank top sama duduk… selimutan aja mintanya udah pada aneh

-aneh.”

Dari penuturannya tersebut, dapat dilihat bahwa semua hal itu sangat mempengaruhi

penampilan AH saat menjadi host di Bigo Live. Segala hal seperti makeup yang

digunakan, tatanan rambut, pemilihan pakaian, sampai pencahayaan merupakan hal

yang penting untuk menarik viewers.

Ketika ada viewers yang tertarik untuk melakukan video call bersama host,

(11)

“…kan pikiran cowok kalo dah ngeres gimana? Bener gak?? Hahaha… pada minta VC (Video Call) lah… minta line lah… IG (Instagram) lah… Awalnya…

gua oke-oke aja.Awal kali… namanya jg udah dikenal… di dunia Bigo. Tapi

gue kepikiran, lama-lama gua dijadiin bahan buat ko**ol mereka doang. Gua

sih ga masalah… lagi VC mereka lebih liar… beda daripada kalo gak VC.

Tapi kan gua ngerasa digimanain gitu…enak aja… dapet gratisan… Gua

minta dong… eee… jadi gini deh.Yang follow gua kan banyak, yang pikirannya

ngaco apalagi. Nah… setiap live, pasti aja ada… yang minta VC. Nah… disitu gua bilang… pas live, „yang mau privat sama aku minta kacangnya dong‟ atau „aduh mau ngemil kacang nih..uncchh‟ rata-rata udah pada ngerti.. gitu....

Nanti... kalo ada yang nanya… ya gua sebut aja, „king nya tiga ya‟ atau „yang mau parkir boleh‟ gitu.Nah… kalo udah dikasih… gua baru deh kasih VC.”

Ia mengatakan bahwa banyak viewers yang memiliki pikiran kotor dan mudah

terpancing birahinya. Kemudian viewers yang sedang birahi tersebut diberikan

penawaran apakah ingin melakukan video call di luar Bigo Live. Yaitu, melakukan

sex video call menggunakan aplikasi media sosial lainnya. Jika viewers tersebut

setuju, maka AH meminta gift dengan jumlah besar sebagai harga untuk memberikan

ID media sosial lain yang digunakan untuk sesi tersebut.

“…Nah abis gua goda-goda, gua tawarin dah dia, mau VCS (Video Call Sex)

gak? sama gua atau nggak… Kalo mau yaa… gitu… hahaha.”

AH menjelaskan jika gift sudah diterima maka ID akan diberikan ID melalui Direct

Message, lalu sesi sex video call dengan viewers tersebut dimulai.

Kesan negatif diterimanya selama menggunakan aplikasi Bigo Live.Tidak

sedikit viewers yang berbicara kasar dan vulgar kepada dirinya. Bahkan ia pun

beberapa kali di-ban (diblokir) karena sering mendapatkan report dari viewers.

(12)

“…di-banned ya..kalo takut sih pasti. Makanya… sebelum mamerin… eee…

gua suruh mereka janji dlu ga bakal report gua. Lagian… gua pamerinnya

uting11 apa meki12 juga bentar-bentaran, gak lamaaa… gitu.”

Selama menggunakan Bigo Live, AH mengakui jika pengguna lain pun banyak yang

melakukan buka-bukaan karena ia sesekali masuk ke room orang lain untuk melihat.

Namun menurutnya, dia pun tidak mau peduli dengan apa yang dilakukan oleh

pengguna lain karena ia pun melakukan hal yang sama. Asalkan selama ia tidak

mengganggu orang lain dan hal itu juga tidak merugikan dirinya.

Selain AH, peneliti juga mewawancarai narasumber lain dengan inisial KS.

Perempuan yang berprofesi sebagai penyanyi café ini menyatakan bahwa ia bisa

menghabiskan waktu kira-kira 5-6 jam untuk live. Senada dengan AH, alasan KS

menggunakan aplikasi Bigo Live adalah untuk mempromosikan diri guna menunjang

kebutuhan ekonominya yang dirasa kurang sebagai penyanyi café.

“…dari satu hari perform itu kadang yang perform ga cuma aku. Ada

penyanyi lain, band atau perkusi gitu deh. Jadi aku butuh uang tambahan... Ya bisa dibilang pekerjaan kotor. Kita bisa nukerin beans atau barang-barang

(gift) yang kita dapat dari Bigo kan ya. Yang dikasih sama viewers gitu.”

Dari penuturannya itu, KS menggunakan Bigo untuk memperoleh penghasilan lain

diluar pekerjaan utamanya. Cara untuk memperoleh penghasilan ini kurang lebih

sama seperti AH. Sebelum melakukan live ia memperhatikan penampilannya, karena

itu merupakan daya tarik untuk para viewers agar masuk ke room. Ketika live, tidak

sedikit viewers yang ingin melakukan video call bersama. KS tentunya meminta

sejumlah gift sebelum ia menyetujui untuk video call. Ketika live, ia mengakui jika

sesekali mempertontonkan bagian tubuh yang mengundang birahi user.

“…kadang mereka iseng nanya : ‟udah punya pacar belum?‟ atau gak „kapan

-kapan keluar bareng yuk atau liburan bareng yuk‟. Dari situ aku liat-liat dulu

11 Uting : Merupakan istilah kekinian untuk menyebutkan putting payudara. 12

(13)

orangnya. Karakternya sekilas gimana, trus mukanya gimana, banyak yang

aku perhatiin. Terus kalo ngerasa dia orangnya oke, aku tawarin lebih „boleh

pergi bareng tapi bayarin semua ya‟ atau „berani bayar berapa?‟ nah abis itu

udah mulai pada kepancing.”

Ia menganggap bahwa mengundang birahi para viewers terutama laki-laki adalah hal

yang lucu. Pesan pun akan membanjiri kotak pesan nya yang sebagian besar ingin

mengajaknya berkenalan bahkan ingin bertemu untuk sekedar melakukan hubungan

seks. Pada bagian inilah, KS menawarkan diri sebagai pekerja seks komersial (PSK).

“Aku tawarin „mau kenal lebih deket sama gue ga?‟ atau aku tembak aja „Mau

kapan? Mau kemana?‟ Biasanya abis itu aku minta saweran lagi sama mereka,

itung-itung beli foto pribadiGak sampe disitu aja. Nanti kan mereka dengan

sendirinya minta kontak pribadi. Aku bilang, „kasih gift lagi‟. Abis mereka kasih, aku kasih nomer WA (WhatsApp). Nanti hubungan lebih lanjutnya pake

nomer WA yang aku kasih.”

Seperti hal nya AH, kontak media sosial lain tidak diberikan cuma-cuma tetapi harus

dibayar dengan jumlah gift sebagai harga. Setelah itu, foto-foto pribadi beserta nomor

yang dapat dihubungi akan diberikan. Selanjutnya transaksi seks akan dilakukan di

luar aplikasi Bigo Live tentunya.

Pada akhir wawancara, peneliti menanyakan pendapatnya mengenai kehadiran

aplikasi Bigo Live pasca terjadinya kasus pemerkosaan pada awal tahun 2016.

Keduanya memang mengetahui jika pada waktu tersebut terjadi kasus pemerkosaan

bahkan pada waktu sebelum itu pun mereka mengakui jika telah banyak terjadi

pemerkosaan.

Kalo menurut gue, kemungkinan dipengaruhin pornografi sih tetap ada ya.

Tapi kalo menurut gue yang berperan besar itu keadaan sekitar sama niat dari

si pelakunya…”

Menurut AH, pemerkosaan terjadi bukan hanya dipicu oleh pornografi saja melainkan

(14)

“Pornografi jelas pengaruh banget. Tapi kalo menurut aku, semua itu balik ke orangnya masing-masing. Aku yakin banyak orang yang seneng liat hal-hal semacam video porno. Tapi ga semua sampe punya keinginan buat perkosa

kan?”

Namun ia juga menjelaskan jika memang pornografi menyebabkan terjadinya

pemerkosaan, namun hal itu kembali lagi kepada orang tersebut apakah memiliki akal

sehat atau nafsunya jauh lebih besar. Mengenai kehadiran aplikasi Bigo Live yang

membawa dampak negatif baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

“…pornografi ataupun pornoaksi seperti yang gue lakuin sedikit banyak pasti

bisa kasih pengaruh ke orang-orang untuk bertindak lebih jauh. Gue yakin

pasti viewers Bigo Live pasti banyak yang seneng dengan user yang berani seperti gue. Tapi gue ga yakin kalo mereka juga menginginkan hubungan yang lebih jauh, kalo boleh dibilang mereka Cuma mau ngejer sensa si nya aja,

lewat aplikasi ini.”

AH berpendapat jika aksi vulgar yang ada di Bigo Live hanya untuk mencari sensasi

saja dan ia kembali menegaskan bahwa pemicu pemerkosaan bukan hanya dari

pornografi. Begitu juga KS yang mengungkapkan jika selama ini ia tidak pernah

merasakan dampak negatif nya.

“…soalnya pengalaman aku sejauh ini, ga pernah ngerasain dampak nya dari

pake Bigo. Semua yang berhubungan lebih lanjut sama aku itu ga pernah

pemaksaan. Kita sama-sama buat begituan, jadi semuanya pake duit.”

Ia mengakui jika adapun kebanyakan pengguna menggunakan aplikasi ini untuk

melakukan hubungan yang lebih jauh lagi atau memang jika hubungan (seks) itu pun

diinginkan, kaitannya adalah dengan materi.

4.2. Analisis Data

Penelitian ini berupaya untuk menjawab rumusan masalah mengenai

(15)

aplikasi media sosial Bigo Live. Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui

wawancara, berikut adalah analisinya. Namun, sebelum menjawab rumusan masalah,

peneliti ingin mengetahui terlebih dahulu apakah aplikasi Bigo Live benar-benar

termasuk kedalam media sosial. Menurut Ellison (2007), media sosial merupakan

layanan berbasis jaringan yang memungkinkan individu membuat profil publik dalam

sebuah system yang dibatasi, menampilkan daftar pengguna lainnya dan dengan siapa

mereka berkomunikasi. Bigo Live merupakan aplikasi media sosial yang dapat

digunakan melalui smartphone maupun personal computer. Aplikasi ini diciptakan

untuk menghubungkan penggunanya agar dapat saling berbagai kegiatan dan hobi.

Kemudian, peneliti melakukan analisis berdasarkan unsur-unsur media sosial, yaitu :

a. Layanan berbasis jaringan

Aplikasi Bigo Live merupakan aplikasi berbasis video live streaming

yang memerlukan koneksi internet untuk tetap online. Sehingga jaringan

atau koneksi internet sangat diperlukan agar penggunanya dapat

menggunakan layanan yang terdapat di dalam aplikasi ini.

Gambar 6. Bigo Live merupakan aplikasi media sosial berbasis video live streaming

Sumber :https://www.bigo.tv

b. Profil publik

Untuk dapat menggunakan aplikasi Bigo Live, pengguna harus

(16)

public tersebut merupakan identitas yang dapat dilihat oleh pengguna

aplikasi Bigo Live lainnya.

Gambar 7. Profil Publik yang berisikan data diri pengguna Bigo Live

Sumber :Screen capture,Profiledi aplikasi Bigo Live

c. Sistem yang dibatasi

Tidak semua pengguna media sosial dapat menggunakan aplikasi Bigo

Live. Hanya pengguna yang memiliki akun dan sudah terdaftar dalam

sistem aplikasi Bigo Live yang dapat menikmati layanan dan fitur yang

(17)

Gambar 8. Pengguna harus memiliki akun yang terdaftar untuk bisa menggunakan aplikasi Bigo Live

Sumber :Screen capture,Log Indi aplikasi Bigo Live

d. Menampilkan daftar pengguna lainnya

Ketika sudah memiliki akun dan masuk ke dalam aplikasi Bigo Live,

pengguna dapat melihat pengguna lain yang sudah tergabung ke dalam

aplikasi tersebut.

Gambar 9. Pengguna dapat melihat pengguna lainnya

(18)

e. Dengan siapa mereka berkomunikasi

Aplikasi Bigo Live menampilkan pengguna yang sedang live yang

didalam nya terdapat interaksi antara host dengan viewers. Masing-masing

dari mereka berinteraksi berdasarkan identitas masing-masing yang

dimiliki khususnya di aplikasi Bigo Live.

Gambar 10. Interaksi dengan sesama pengguna ketika live dan pengguna dapat melihat daftar pengguna yang sedang berinterkasi

Sumber :Screen capture,Explore di aplikasi Bigo Live

Setelah peneliti melakukan analisis kedalam unsur-unsur media sosial,

dapat dinyatakan bahwa aplikasi Bigo Live termasuk kedalam media sosial,

karena memenuhi unsur-unsur yang membuat aplikasi tersebut dapat

dikatakan sebagai media sosial.

Jika sebelumnya peneliti telah melakukan analisis berdasarkan unsur-unsur

media sosial, maka untuk menjawab rumusan masalah, peneliti melakukan analisis

(19)

bahwa, komodifikasi dimaknai sebagai upaya mendahulukan peraihan keuntungan

dibandingkan tujuan-tujuan lain. Dengan kata lain, keuntungan merupakan hal yang

lebih penting untuk diperoleh.Suatu bentuk transformasi dari hal-hal yang tidak

memiliki unsur-unsur komersil, menjadi hal yang dapat dipasarkan13. Menjadikan

sesuatu yang tidak bernilai menjadi hal yang dapat diperdagangkan, kemudian

diperoleh keuntungan. AH mengungkapkan bahwa,

“Ooohh..yaa.. kalo gua apa yaa.. ya jelas lah kalo gua pake Bigo Live. Gue

bisa popular.. terkenal…alasan gua mau… kaya ngelakuin hal-hal gini,

yaaaa… murni duit sih… sedih ya gua.. hahaha… ya jadi ya cuma duit, ga ada

alesan lain… jujur aja. Terus… ya… itulah.”

Senada dengan KS yang mengungkapkan bahwa,

Ya bisa dibilang pekerjaan kotor. Kita bisa nukerin beans atau

barang-barang yang kita dapat dari Bigo kan ya. Yang dikasih sama viewers gitu.”

Mengacu pada keterangan yang diberikan oleh AH dan KS, tujuan mereka

menggunakan aplikasi Bigo Live adalah demi mendapatkan keuntungan dalam bentuk

gift/beans. Selain itu, di luar penggunaan aplikasi tersebut, kedua narasumber

menggunakan media lain untuk mendapatkan sejumlah uang baik melalui ID media

sosial maupun transaksi seksual. Perilaku yang dilakukan AH dan KS merujuk pada

kegiatan komodifikasi. Mengapa demikian, karena aplikasi Bigo Live memiliki fungsi

untuk berkomunikasi dan berbagi hobi. Namun berbeda dengan AH dan KS yang

tidak menggunakan aplikasi tersebut hanya untuk berkomunikasi. Tetapi, untuk

memperoleh keuntungan baik dari aplikasi Bigo Live maupun diluar aplikasi. Video

Call dan ID media sosial merupakan komunikasi yang kemudian diberi nilai agar bisa

diperdagangkan di aplikasi Bigo Live. Pemberian gift/beans adalah keuntungan yang

diperoleh oleh AH dan KS.

(20)

Vincent Mosco (2009) juga mengemukakan jika komodifikasi merupakan

proses mengubah barang dan jasa,termasuk komunikasi, yang nilai kegunaannya

menjadi komoditas serta dinilai karena apa yang akan mereka berikan di pasar. Dalam

aplikasi Bigo Live, AH dan KS menjadikan komunikasi sebagai produk yang

diperjual-belikan. Video Call yang secara fungsi untuk berkomunikasi tatap wajah,

diberikan nilai seksual agar dapat dijual kepada viewers yang ingin merasakan

kenikmatan seksual secara virtual. Begitu juga ID media sosial untuk akses

berkomunikasi, diberi nilai yang seakan akses itu sulit didapatkan sehingga dapat

dijual kepada viewers yang ingin berbincang secara pribadi dengan host.

…Nah disitu gua bilang, pas live, „yang mau privat sama aku minta

kacangnya dong‟ atau „aduh mau ngemil kacang nih..uncchh‟ rata-rata udah

pada ngerti. Nanti kalo ada yang nanya, ya gua sebut aja, „king nya tiga ya‟

atau „yang mau parkir boleh‟ gitu… Beneran lah, buka-bukaan, kan tadi udah

gua jelasin. Jadi gini, pas VC di Bigo, gue kan tawarin tuh macam plus-plus

nya. Nah, kalo mau, ya tinggal kasih gift, minimal parkir lah.”

Berikut adalah hal yang diutarakan AH untuk bisa menikmati Video Call dengan

sensasi seksual. Perlu adanya pemberian gift/beans dengan nilai tertentu sebagai alat

tukar. Hal yang senada juga diungkapkan oleh KS,

“…Kalo lagi mood ya diladenin semua. Nanti aku minta gift untuk video call

sama aku… Gak sampe disitu aja. Nanti kan mereka dengan sendirinya minta

kontak pribadi. Aku bilang, „kasih gift lagi‟.Abis mereka kasih, aku kasih

nomer WA (WhatsApp).Nanti hubungan lebih lanjutnya pake nomer WA yang

aku kasih.”

Ia juga mensyaratkan sejumlah unit pertukaran yang harus diberikan yaitu gift/beans

dengan nilai tertentu. Tidak hanya memperjual-belikan ID media sosial, KS juga

menggunakannya untuk mempromosikan dirinya agar viewers dapat BO (Booking

Out) dengan dirinya. Dari kedua pernyataan tersebut, dapat dilihat jika tujuan

digunakannya aplikasi Bigo Live oleh AH dan KS adalah untuk memperoleh

(21)

Komunikasi menjadi produk yang dapat diperjualbelikan dengan menambahkan

unsur seks virtual serta memberikan akses pada transaksi seksual.

Selain itu, terdapat bentuk-bentuk komodifikasi yang dikemukakan oleh

(Mosco dalam Halim, 2012), yaitu komodifikasi isi, komodifikasi khalayak dan

komodifikasi pekerja. Dalam hal ini, peneliti mencoba untuk menganalisis data

wawancara yang telah diperoleh kedalam bentuk-bentuk komodifikasi. Berikut adalah

analisis nya :

a. Komodifikasi Isi

Komodifikasi isi adalah komodifikasi yang erat kaitannya dengan

konten yang ada pada media komunikasi. Proses tersebut terjadi ketika pelaku

menyampaikan pesan melalui teknologi yang kemudian pesan tersebut

disajikan sebagai pesan yang memiliki nilai jual dipasaran. Cara ini digunakan

oleh AH yang menjadikan konten seks secara virtual sebagai pesan yang

Gua sih ga masalah… lagi VC mereka lebih liar… beda daripada kalo

gak VC. Tapi kan gua ngerasa digimanain gitu…enak aja… dapet

gratisan.”

Dari penuturannya itu, ia mengakui jika para viewers yang kebanyakan adalah

laki-laki memiliki kecenderungan untuk tergoda secara seksual. Sehingga AH

memanfaatkan hal tersebut untuk memperoleh keuntungan. Ia menambahkan

konten seks pada Video Call, sehingga lebih diminati dan diincar oleh viewers

laki-laki. Kemudian, teknologi yang digunakan adalah Video Call, dan pasar

(22)

“…gua pamerin uting apa meki juga bentar-bentaran, gak lamaaa… gitu. Nah abis gua goda-goda, gua tawarin dah dia, mau VCS (Video

Call Sex) gak?sama gua atau nggak… Kalo mau yaa… gitu… hahaha.”

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui jika ia menggunakan aplikasi Bigo

Live untuk menyentuh pasar dimana ia dapat melakukan promosi. AH

mengundang atau membujuk para viewers dengan kalimat seperti, „yang mau

privat sama aku minta kacangnya dong‟ atau „aduh mau ngemil kacang ijo

nih…uunncchh‟. Kalimat ini digunakan AH untuk memberikan tanda bahwa

untuk mendapatkan akses video call, para viewers harus memberikan

sejumlah gift/ beans. Maka dari situlah ia akan mendapatkan keuntungan,

yaitu dari perolehan gift/beans. Hal senada pun diungkapkan oleh KS,

“Pas gue lagi live, kan banyak tuh ya viewers-viewers yang komen-komennya vulgar. Padahal aku seringnya cuma nyanyi-nyanyi. Tapi

banyak juga yang minta private chat atau video call. Nanti aku minta

gift untuk video call sama aku. Selama video call kadang mereka iseng

nanya:‟udah punya pacar belum?‟ atau gak „kapan-kapan keluar

bareng yuk atau liburan bareng yuk‟. Dari isitu aku liat-liat dulu orangnya.Karakter nya sekilas gimana, trus mukanya gimana, banyak yang aku perhatiin. Terus kalo ngerasa dia orangnya oke, aku tawarin

lebih „boleh pergi bareng tapi bayarin semua ya‟ atau „berani bayar

berapa?‟ nah abis itu udah mulai pada kepancing.

Dari pernyataan nya tersebut, hampir serupa dengan AH yang juga menyadari

bahwa banyak viewers yang tergoda secara seksual. Dari situ KS

memanfaatkannya dengan menjual konten private video call. Selain itu ia juga

menjual akses media sosial untuk dapat berkomunikasi secara pribadi.

“Aku tawarin „mau kenal lebih deket sama gue ga?‟ atau aku tembak aja „Mau kapan?Mau kemana?‟… Nanti kan mereka dengan sendirinya minta kontak pribadi. Aku bilang, „kasih gift lagi‟.Abis mereka kasih,

aku kasih nomer WA (WhatsApp).Nanti hubungan lebih lanjutnya pake

(23)

Dari pernyataan tersebut dapat dilihat jika ia menggunakan nomor WA

sebagai hal yang dapat diperdagangkan. Nomor WA adalah ID media sosial

yang digunakan sebagai akses komunikasi antar pribadi. Namun KS

menjadikannya sebagai sesuatu yang langka, sehingga komunikasi antar

pribadi menjadi konten yang dapat ia jual dipasaran. Media sosial WA adalah

tekhnologi yang ia gunakan dan aplikasi Bigo Live merupakan media untuk

menyentuh pasaran. Semua itu semata-mata mereka lakukan karena perolehan

keuntungan dan materi. Seperti pernyataan AH bahwa,

“…Karena serius ya..gua.. ee.. alasan gua mau… kaya ngelakuin hal

-hal gini, yaaaa… murni duit sih… sedih ya gua.. hahaha… ya jadi ya

cuma duit, ga ada alesan lain… juju raja. Terus… ya… itulah.”

Dari pengungkapan nya itu, terlihat jika alasannya menggunakan Bigo Live

untuk memperoleh keuntungan dan tidak ada alasan lain selain itu. Dari

seluruh pernyataan tersebut dapat diketahui jika AH dan KS menggunakan

aplikasi Bigo Live untuk media promosi dan tempat dimana mereka dapat

memperjualbelikan konten berupa video call sex dan akses komunikasi antar

pribadi di media sosial WA. Kemudian mereka akan mendapatkan

keuntungan dalam bentuk gift/beans.

b. Komodifikasi Khalayak

Komodifikasi khalayak adalah proses di mana media menjual

khalayak kepada para pengiklan melalui program-program yang diciptakan.

Media dalam hal ini adalah aplikasi Bigo Live, sedangkan untuk khalayaknya

adalah pengguna itu sendiri. Program-program yang diciptakan berupa siaran

live yang dilakukan oleh host dan dinikmati oleh viewers. Pada bagian ini

memang tidak terlalu memiliki keterkaitan dengan komodifikasi pada tubuh

perempuan. Namun peneliti perlu untuk menganalisis pada bagian ini karena

(24)

NR bahwa rata-rata mereka bisa menghabiskan waktu selama 3 -6 jam setiap

harinya. Jika saja dalam satu jam live, pengguna dapat menghabiskan kuota

internet hingga 700 – 800 Mega Byte14. Maka setiap harinya satu orang

pengguna dapat menghabiskan kuota internet hingga 4,2 – 4,8 Giga Byte.

Jumlah yang tidak sedikit, apalagi jika dilipatgandakan dengan ribuan

pengguna aplikasi Bigo Live lainnya. Hal ini tentu menguntungkan bagi

penyedia layanan internet dengan melihat jumlah konsumsi kuota internet

seperti itu. Peningkatan jumlah pengguna dan konsumsi kuota internet

memungkinkan pihak Bigo Live bekerjasama dengan pihak penyedia layanan

internet. Sehingga terjadi komodifikasi khalayak karena jumlah pengguna

yang besar dapat dijual kepada penyedia layanan internet. Kemudian akan

dilakukan promosi kuota internet yang akan meningkatkan jumlah penjualan.

Namun kembali lagi, hal tersebut belum dapat dipastikan mengingat

penelitian ini terfokus pada komodifikasi oleh pengguna perempuan.

c. Komodifikasi pekerja

Komodifikasi pekerja memiliki dua hal yang menjadi perhatian,

Pertama, komodifikasi tenaga kerja dilakukan dengan memanfaatkan sistem

komunikasi dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan penguasaan

tenaga kerja yang kemudian mengkomodifikasi seluruh proses penggunaan

tenaga kerja. Kedua, dalam ekonomi politik dijelaskan bahwa komodifikasi

tenaga kerja terjadi ketika pekerja melakukan proses mengkomodifikasi yang

kemudian disaat yang bersamaan mereka pun dikomodifikasi. Jika melihat

analisis sebelumnya yaitu pada komodifikasi isi dan komodisikasi khalayak,

dapat dilihat jika komodifikasi pekerja terjadi disana. Pada komodifikasi

tenaga kerja yang pertama, pemanfaatan sistem komunikasi dan teknologi

14

(25)

dilakukan oleh aplikasi Bigo Live yang kemudian digunakan untuk

meningkatkan jumlah pengguna yang kemudian mengkomodifikasi seluruh

pengguna itu sendiri. Mengapa dalam hal ini pengguna dapat dikatakan

sebagai tenaga kerja, karena pengguna memperoleh keuntungan dari fasilitas

teknologi komunikasi yang diberikan oleh aplikasi Bigo Live, Begitu juga

keuntungan diperoleh aplikasi Bigo Live dari transaksi diamond15 dan

gift/beans. Pengguna yang dikatakan sebagai tenaga kerja adalah official

host16 yang secara resmi direkrut oleh pihak Bigo Live yang kemudian akan

mendapatkan gaji. Terlepas dari itu, pengguna lain pun dikatakan sebagai

tenaga kerja, karena pihak Bigo Live masih diuntungkan dari pembelian

diamond dan transaksi gift/beans. Lalu yang kedua, komodifikasi tenaga kerja

terjadi ketika peengguna melakukan proses komodifikasi yang kemudian

disaat yang bersamaan pengguna dikomodifikasi oleh pihak Bigo Live.

Gambar 11.Proses pembelian diamond yang kemudian dapat ditukar dengan gift untuk diberikan kepada host.

Sumber : Screen capture, Pembelian diamonddi aplikasi Bigo Live

(26)

Seperti halnya AH dan KS yang melakukan komodifikasi dengan

menggunakan aplikasi Bigo Live. Secara langsung mereka juga

dikomodifikasi untuk terus melakukan siaran, dengan begitu pembelian

diamond akan meningkat karena viewers yang ingin memberikan gift harus

membeli diamond terlebih dahulu yang kemudian dapat ditukar dengan gift

untuk diberikan kepada host. Maka dapat dilihat jika AH dan KS adalah

pengguna yang melakukan komodifikasi, sekaligus menjadi pengguna yang

Gambar

Gambar 4. Kategori Top Rank yang dibagi berdasarkan waktu.
Gambar 5. Komentar vulgar yang dilontarkan oleh para viewersketika live.
Gambar 6. Bigo Live merupakan aplikasi media sosial berbasis video live streaming
Gambar 7. Profil Publik yang berisikan data diri pengguna Bigo Live
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bagi hasil pembiayaan musyarakah dan pendapatan fee based service berpengaruh terhadap tingkat

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingginya tingkat kepadatan ( Optical Density) tidak berpengaruh terhadap ekspresi protein rekombinan yang dihasilkan melalui

[r]

Data analyses were conducted over the course of the study and after the completion of the overall program that were based on each session of classroom

A small subgroup of children ( n ⫽ 48) (data not shown) were exclusively breast-fed beyond 6 mo of age, and had substantially lower cognitive ability than other children pre-

UU Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Banguan (BPHTB) merupakan undang-undang yang pertama kalinya mengatur BPHTB secara jelas

CRITICAL LITERACY IN THE TEACHING OF WRITING HORTATORY EXPOSITION TEXT BASED ON GENRE PEDAGOGY APPROACH.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, diharapkan agar Saudara dapat hadir tepat waktu dengan membawa dokumen asli dan 1 (satu) rangkap fotocopy untuk setiap data yang telah