• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN. docx"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN

SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN SWISHMAX UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA KELAS X SMAN 3 MALANG

Aurora Kumala cahyaningtyas (1) Asim (2)

Dwi Haryoto (3)

Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No.5, Telp. (0341) 551-312

(1)e-mail: ay_nazhwha@yahoo.com (2) & (3) Dosen Fisika Universitas Negeri Malang

ABSTRAK: Berdasarkan hasil observasi di kelas X-5 SMAN 3 Malang, siswa masih kesulitan untuk memahami materi yang diberikan guru. Siswa juga jarang mengemukakan gagasan sehingga proses pembelajaran hanya sebatas transfer of knowledge

dari guru ke siswa. Ada banyak model pembelajaran, salah satunya adalah Children Learning in Science (CLIS) yang berfokus pada perubahan gagasan siswa. SWiSHmax merupakan salah satu program animasi berbasis flash yang dapat digunakan untuk mengamati langsung animasi dari materi yang diajarkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan SWiSHmax terbukti dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa.

Kata Kunci: CLIS, SWiSHmax, keterampilan proses, penguasaan konsep

(2)

Menurut penuturan guru, hasil belajar kognitif siswa selama ini masih kurang memuaskan. Siswa masih kesulitan untuk mencapai nilai sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan, yakni 77. Siswa yang lulus KKM pada kelas ini jumlahnya kurang dari setengah jumlah keseluruhan siswa yang ada di kelas sehingga harus diadakan ujian ulang untuk SK 3. Terkait dengan kegiatan hands on, laboran laboratorium fisika di SMAN 3 Malang menyatakan bahwa yang sering melakukan kegiatan praktikum adalah siswa kelas XII sebagai latihan untuk menghadapi ujian praktik akhir.

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri (Soehendro, 2006:43). Dari pernyataan ini dapat diartikan bahwa belajar fisika tidak hanya mendengarkan maupun menghafal rumus semata, tetapi siswa juga dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir yang tinggi untuk memecahkan masalah berdasarkan konsep atau hukum fisika yang diterima. Siswa akan lebih memahami pelajaran yang diajarkan jika ikut terlibat langsung dalam penelitian, pengamatan maupun pengukuran daripada hanya mendengar penjelasan dan mencatat rumus-rumus tanpa melakukan pengamatan.

Ada banyak model pembelajaran yang dilandasi oleh teori belajar konstruktivis yang dapat diterapkan guru di kelas. Salah satunya adalah CLIS yang merupakan akronim dari Children Learning in Science (Rustaman, 2010). Dengan menggunakan model ini, siswa dapat melatih keterampilan proses sains tanpa mengabaikan pencapaian aspek kognitifnya. Salah satu karakteristik proses belajar mengajar menurut kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional oleh

Direktorat Jenderal Mandikdasmen Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, Sekolah Bertaraf Internasional harus menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran. SWiSHmax merupakan salah satu program animasi berbasis

(3)

penguasaan konsep fisika siswa kelas X-5 SMAN 3 Malang, terutama pada materi Suhu dan Kalor.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Class Action

Research) yang terbagi dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yakni tahap perencanaan, tindakan, observasi, serta refleksi. Tindakan dalam penelitian ini berupa penerapan model pembelajaran Children Learning in Science berbantuan SWiSHmax untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa. Pendekatan penelitian tindakan kelas yang dilakukan mengarah kepada penelitian kualitatif.

Dalam penelitian ini, peneliti berindak sebagai instrumen, perancang, dan pemberi tindakan. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas X5 SMAN 3 Malang tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 17 siswa dan 18 siswai. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kolaboratif yang melibatkan kerjasama antara guru dan peneliti. Pelaksanaan penelitian ini melibatkan tiga orang pengamat, yaitu satu orang guru fisika SMAN 3 Malang dan dua mahasiswa Universitas Negeri Malang. Ketiga pengamat ini berperan untuk memonitor pelaksanaan penelitian tindakan kelas dan juga sebagai rekan diskusi, mulai dari pembuatan perencanaan hingga analisis dan refleksi.

Sumber data dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data dan Sumber Data

No Data Sumber Data Instrumen

1. Data keadaan awal kelas Guru kelas Lembar wawancara 2. Data untuk melihat

keterlaksanaan proses pembelajaran

Guru (peneliti) Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dan catatan lapangan

3. Data tentang keterampilan proses sains

Siswa Lembar pengamatan, LKS

4. Data tentang aspek kognitif Siswa Lembar soal tes siklus I dan II

(4)

kalimat yang menjelaskan aktifitas guru dan siswa) dan kuantitatif (berupa skor keterlaksanaan proses pembelajaran, skor pencapaian keterampilan proses, dan juga skor penguasaan konsep siswa). Data yang terkumpul direduksi sebelum disajikan dalam bentuk naratif agar dapat diambil kesimpulan dan refleksi dari temuan penelitian. Siklus II dilaksanakan dengan berpedoman pada kekurangan yang ada pada siklus I. Berdasarkan kekurangan siklus I, pada pelaksanaan perencanaan penelitian siklus II akan dilakukan perbaikan-perbaikan dengan harapan pada saat tahap penerapan tindakan dan observasi siklus II akan lebih baik dari siklus I.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan penelitian, pelaksanaan pembelajaran siklus I dan II mengalami peningkatan secara bertahap. Pada siklus I, siswa masih takut untuk bertanya maupun menyampaikan gagasan karena mereka takut kalau pertanyaan maupun gagasan yang diajukan salah. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pola pikir siswa yang takut disalahkan oleh guru maupun siswa yang lain.

Kendala terbesar pada siklus I adalah keterbatasan waktu karena 1 JP hanya 30 menit sehingga guru harus benar-benar dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Akan tetapi siswa belum terbiasa mengerjakan sesuatu dengan cepat sehingga banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan di LKS yang dibagikan pada awal tindakan siklus I. Padahal jika siswa bekerja secara efisien maka semua tahap model pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, siswa juga belum terbiasa dengan penerapan model pembelajaran CLIS

sehingga sebagian besar siswa yang belum terbiasa belajar secara mandiri

mengalami kesulitan ketika harus berkelompok untuk menemukan sendiri konsep yang mereka pelajari.

(5)

Tabel 2. Keterlaksanaan model pembelajaran CLIS siklus I dan II

No Tahapan Model Pembelajaran CLIS Persentase Keterlaksanaan Model (%)Siklus I Siklus II

1 Orientasi 64,2 86,67

2 Pemunculan gagasan awal 56,7 71,1 3 Penyusunan ulang gagasan 66,6 88,9

4 Penerapan gagasan 75 66,67

5 Pengkajian ulang perubahan gagasan 67,5 81,3

Berdasarkan Tabel 2, tahap penyusunan ulang gagasan mengalami peningkatan persentase yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena siswa benar-benar telah mempersiapkan diri ketika kegiatan KBM berlangsung. Jika pada siklus I siswa tidak mempersiapkan sumber belajar, baik buku cetak maupun sumber lainnya, pada siklus II siswa sudah membawa buku cetak dan modul yang disediakan sekolah. Namun pada siklus ini tahap penerapan gagasan mengalami penurunan persentase ketercapaian. Hal ini disebabkan adanya beberapa

pemotongan jam belajar pada beberapa pertemuan sehingga guru terkesan tergesa-gesa ketika untuk menutup pembelajaran. Peningkatan yang terjadi pada siklus II juga disebabkan karena adanya perbaikan-perbaikan tindakan pada siklus II berdasarkan kekurangan siklus I. Hal ini sesuai dengan pendapat Arends (2008), keterlaksanaan pembelajaran meningkat karena perbaikan dan pembenahan pembelajaran yang dilakukan guru.

Selain memberikan pengetahuan dan pengalaman, penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan SWiSHmax juga terbukti dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Sebagian besar siswa terlihat antusias ketika melakukan praktikum siklus I dan II. Peningkatan persentase keterampilan proses sains siswa dari siklus I ke siklus II dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1, peningkatan tertinggi terletak pada keterampilan mengkomunikasikan yang disusul oleh keterampilan merencanakan.

(6)

meren cana kan meram alkan meng amati melak sana kan meng guna kan mena fsirk an mene rapka n meng komu nika sikan 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Persentase Keterampilan Proses Sains Siswa (%)

siklus I siklus II

Gambar 1. Grafik Peningkatan Persentase Keterampilan Proses Sains Siswa Siklus I dan II

Masih banyak siswa yang ragu-ragu untuk menggunakan alat yang disediakan ketika praktikum siklus I, terlebih mereka praktikum dengan menggunakan api. Banyak siswa yang tidak mau melaksanakan praktikum jika tidak diawasi oleh guru. Cara siswa menggunakan termometer dan mematikan bunsen juga salah. Banyak siswa yang memegang badan termometer ketika mengukur suhu dan meniup bunsen untuk mematikannya.

Mengatasi hal tersebut, LKS pada siklus II dibuat lebih kontekstual dengan memperlihatkan gambar-gambar pada langkah percobaan. Guru juga menjelaskan maksud LKS sebelum siswa melaksanakan praktikum siklus II. Hal ini menyebabkan keterampilan merencanakan dan menggunakan alat/bahan juga mengalami kenaikan persentase yang cukup signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiyarti (2012) juga mengungkapkan hal yang serupa. Dari penelitian yang ia lakukan, terbukti bahwa model pembelajaran

Children Learning in Science dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Siswa terlihat lebih antusias ketika melakukan praktikum dan hasilnya adalah tingkat kreativitas mereka juga bertambah.

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, penerapan model pembelajaran

(7)

diterapkannya tindakan, siswa hanya memperoleh persentase sebesar 64,4%. Akan tetapi setelah diterapkannya tindakan berupa penerapan model pembelajaran CLIS

berbantuan SWiSHmax, persentase nilai siswa meningkat sebesar 19% menjadi 83,4% pada akhir siklus I dan erus meningkat menjadi 95,1% pada akhir siklus II. Hasil belajar kognitif siswa ini mengalami peningkatan kriteria dari sedang sebelum diterapkannya tindakan menjadi baik pada siklus I dan terus meningkat menjadi sangat baik pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan model serta metode yang tepat dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa.

CLIS merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivis yang memiliki tahapan-tahapan untuk membangkitkan perubahan konseptual siswa (Syafrina, 2000). Perubahan konsep siswa sangat jelas terjadi pada beberapa pertemuan di siklus I dan II. Pada pertemuan pertama siklus I, siswa beranggapan bahwa kuantitas berpengaruh terhadap suhu benda. Siswa menyatakan bahwa seember es memiliki suhu yang lebih dingin daripada segenggam es. Hal ini sesuai dengan kesalahan konsep yang diungkapkan oleh Erickcon dalam Sözbilir (2003), ia menyatakan bahwa “Pupils believed that the temperature of an object is related to its size, more than 76 children thought that a large ice cube would have a lower temperature than a small one”.

Pada pertemuan lainnya, siswa juga beranggapan bahwa semakin tinggi suhu suatu benda maka kalor yang dikandung benda tersebut semakin besar. Hal tersebut sama dengan hasil penelitian beberapa ahli. Dalam penelitian Su-Yuen Mak dan Young yang diungkapkan oleh Sözbilir (2003), siswa beranggapan bahwa “Heat is CONTAINED inside a body and which flows from a hotter to a cooler body when the two are in contact with each other”. Cukup sulit untuk menjelaskan ke siswa bahwa kalor bukanlah sesuatu yang terkandung dalam suatu benda karena hal ini merupakan hal yang abstrak dan sulit untuk dibuktikan secara kasat mata.

(8)

melting or boiling”. Akan tetapi setelah siswa praktikum, siswa dapat membuktikan sendiri bahwa suhu benda tidak selalu naik jika dipanaskan.

Peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II dapat terjadi dari perbaikan-perbaikan yang dilaksanakan selama siklus II. Salah satunya adalah pemberian latihan tambahan bagi siswa di luar jam pelajaran. Selain itu, tes akhir siklus II dilaksanakan setelah siswa UTS sehingga siswa memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan diri. Perbandingan penguasaan konsep fisika siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

C1 C2 C3 C4

0 20 40 60 80 100

Persentase Skor Pemahaman Konsep Siswa (%)

siklus I Siklus II

Gambar 2. Grafik Peningkatan Persentase Skor Pemahaman Konsep Siswa Siklus I dan II

Berdasarkan Gambar 2, ranah kognitif C4 mengalami peningkatan yang sangat signifikan akan tetapi ranah C2 mengalami sedikit penurunan dari 94,3% menjadi 91,9%. Jika dibandingkan dengan ranah kognitif yang lain, C4

merupakan ranah dengan persentase terendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (1) Perbedaan kemampuan kognitif peserta didik, (2) Materi tes dan distribusi soal berdasarkan ranah kognitif yang berbeda, (3) Peserta didik masih masih belum mengerti materi yang diajarkan, (4) Peserta didik

(9)

model CLIS juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan Sutarno (2008) yang menerapkan model pembelajaran CLIS berbantuan e-media pada mata kuliah elektronika dasar di UNIB.

SIMPULAN DAN SARAN

Penerapan model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS)

berbantuan SWiSHmax di kelas X5 SMAN 3 Malang sudah terlaksana dengan baik dan terbukti dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa. Keterampilan proses sains siswa pada siklus II sudah meningkat jika dibandingkan siklus I. Siswa sudah benar dalam membuat kesimpulan serta dalam hal penggunaan alat/ bahan. Cara siswa mengkomunikasikan hasil

temuannya juga sudah meningkat cukup pesat jika dibandingkan siklus I. Penguasaan konsep siswa yang tercermin dari hasil tes akhir siklus juga mengalami peningkatan. Jika sebelum diterapkannya tindakan guru harus mengadakan ujian ulang karena siswa yang lulus KKM jumlahnya kurang dari setengah jumlah siswa, pada siklus I jumlah siswa yang tidak lulus KKM

berkurang dan semakin berkurang lagi pada siklus II. Pada siklus II, kemampuan siswa untuk memecahkan soal analisis teori juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan beberapa saran antara lain sebaiknya guru mata pelajaran fisika dapat menerapkan model pembelajaran Children Learning in Science berbantuan SWiSHmax sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses dan penguasaan konsep siswa. Bagi semua pihak yang ingin melaksanakan

(10)

mencoba alat yang akan digunakan dan juga melaksanakan praktikum sebelum siswa melaksanakan praktikum.

DAFTAR RUJUKAN

Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.

Diana, M. 2011. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) di SMPN 1 Tanjungraja Semester Genap Tahun Ajaran 2010/2011. Tesis Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Unnes.

Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional. Direktorat Jenderal Mandikdasmen Departemen Pendidikan Nasional. (Online),

(http://www.gurupembaharu.com), diakses 25 September 2012.

Rustaman, N. 2010. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Soehendro, B. 2006. BSNP, Panduan Penyususnan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sutarno. 2008. Penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) Berbantu E-Media Pada Mata Kuliah Elektronika Dasar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa. Tesis Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UNIB.

Sözbilir, M. 2003. Boğazici University Journal of Education, Vol. 20 (1) 2003. A Review of Selected Literature on Students’ Misconceptions of Heat and Temperature.

Syafrina, A. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran CLIS untuk Sekolah

Dasar pada Konsep Hewan dan Benda. Tesis Tidak diterbitkan. Program

Pascasarjana UPI.

Gambar

Tabel 1. Data dan Sumber Data
Gambar 1. Grafik Peningkatan Persentase Keterampilan Proses Sains Siswa Siklus I dan II
Gambar 2. Grafik Peningkatan Persentase Skor Pemahaman Konsep Siswa Siklus I dan II

Referensi

Dokumen terkait

9 Masnun, S.Ag., M.Ag IAIN Mataram Nusa Tenggara Barat UIN Yogyakarta Hukum Islam dan Dinamika Sosial (Studi atas Pemikiran Para Tuan. Guru Seputar Isu-Isu Hukum Islam di Pulau

Membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade) Berbicara untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan maksudnya berbicara bertujuan untuk kalau

Interaksi pemberian pupuk hayati dan tepung cangkang telur berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah yang diamati, namun cenderung meningkatkan jumlah dan bobot

Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih

Padapertemuan ketiga ini guru mengadakan ulangan siklus I tentang operasi hitung penjumlahan pecahan. Soal ulangannya berbentuk essay yang terdiri atas 10 soal dan

Bagaimana hubungan Situs Geger Sunten dalam hegemoni politik dengan Kerajaan Bojong Galuh pada masa pemerintahan Tamperan (732-739) Metode penelitian yang digunakan

Kerajaan turki usmani merupakan Negara yang sangat luas, dengan luasnya wilayah ini telah membantu pemasukan perekonomian kerajaan turki usmani, baik itu dari

Hasil penelitian menunjukkan belanja modal berpengaruh positif terhadap infrastruktur sedangkan pada pengembangan ekonomi berpengaruh negatif.Pengelolaan keuangan