• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kasus Poligami Terhadap Hukum I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Kasus Poligami Terhadap Hukum I"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kasus Poligami Terhadap Hukum Islam (Syariat/Fiqih) Dan Hukum Positif Indonesia (Undang-Undang Perkawinan)

(Studi Kasus Pria Tinggal Serumah Dengan Tiga Orang Istri Di Jember) Oleh : Dwi Fathurohman (153005)

Mahasiswa Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan STKIP PGRI Jombang dwifathurohman@gmail.com

Abstrak

Di Indonesia Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dalam pandangan hukum islam seorang laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari satu istri namun dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. Tujuan penulisan paper ini untuk mengetahui pagaimana pandangan Fiqih dan hukum positif Indonesia tentang poligami dan akibat hukum yang terjadi.

Kata kunci : Hukum islam, Hukum positif Indonesia, Poligami A. Pendahuluan

Pernikahan merupakan suatu perkara yang disunahkan oleh Allah kepada semua makhluk. Pernikahan merupakan fitrah dan kebutuhan bagi semua makhluk hidup untuk keberlangsungan hidupnya. Dalam kamus bahasa Indonesia, Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang berarti menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan di Indonesia juga sering disebut pernikahan, berasal dari kata “Nikah” yang berarti menurut bahasa artinya mengumpulkan.

(2)

yang selalu berdampingan dengan pernikahan ialah poligami, beberapa berpendapat bahwa poligami sah, beberapa berpendapat polgami pemicu retaknya hubungan suami istri.

Poligami berasal dari bahasa Yunani, poli atau polus yang artinya banyak, dan kata gamien atau gamos yang artinya kawin atau perkawinan. Maka jika digabungkan maka poligami bermakna Perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dengan lebih satu orang wanita. Musdah (2007) menyatakan bahwa poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak suami mengawini lebih dari satu istri dalam jangka waktu yang bersamaan.

Penulis menemukan satu kasus poligami yaitu seorang Pria tinggal satu rumah dengan ketiga istrinya di Jember, Jawa Timur)

(sumber berita : http://aceh.tribunnews.com/2017/12/13/poligami-3-istri-tinggal-serumah-pria-ini-tetap-hidup-rukun-dan-harmonis-apa-rahasianya?page=3)

Pria tersebut menikahi istrinya yang pertama pada tahun 1997, istrinya yang kedua tahun 2007 dan yang ketiga pada tahun 2010 tanpa menceraikan istri sebelumnya. Namun rumah tangga dapat dijalani dengan harmonis.

(3)

B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Poligami

Salah satu sumber hukum Islam adalah Al-qura’an yang juga merupakan sumber pertama dari hukum islam. Pada dasarnya asas pernikahan dalam Islam adalah monogami, yang tercantum dalam Al-qur’an. Surat an-nisa ayat 3 menyebutkan :

“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Qs. An-nisa, 3)

Dari penjelasan ayat diatas dapat diartikan bahwa Allah memerintahkan laki-laki untuk menikahi seorang wanita yang di senanginya, namun Allah juga membolehkan seorang laki-laki untuk menikahi sampai empat wanita tetapi dengan suatu ketentuan. Poligami dalam penjelasan ayat ini boleh dilakukan oleh laki-laki namun terikat oleh kewajiban, yaitu laki-laki wajib berlaku adil kepada pasangan yang dinikahinya, dan perkara poligami menjadi tidak boleh apabila laki-laki tersebut tidak dapat berlaku adil kepada pasangan-pasanganya.

“dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara

isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang

(4)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa berlaku adil bukan lah syarat melakukan poligami tetapi kewajiban suami ketika melakukan poligami. Adil dalam ayat ini merupakan syarat agama bukan syarat hukum kebolehan berpoligami (Hosen, 1971 dalam Reza, 2015). Maka pada dasarnya kebolehan berpoligami adalah mutlak dan adil merupakan kewajiban suami, syarat-syarat dan alasan-alasan hukum kebolehan berpoligami yang ditemui sekarang merupakan hasil dari Ijtihad para ulama dalam lingkup kajian fiqih, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk di transformasikan kedalam hukum positif. Kompilasi hukum Islam disusun dalam rangka pembentukan unifikasi hukum islam yang berlaku bagi muslim Indonesia.

C. Pandangan Hukum Positif Terhadap Poligami

Poligami merupakan ranah dari pengadilan agama, pasal 49 Undang-undang nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan undang-undang nomor 50 tahun 2009 menyatakan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

(5)

yang diberikan kepada pengadilan agama sepanjang subjek hukumnya adalah orang islam dan perkawinan yang dilakukan menurut syariat islam.

Kemudian yang menjadi alasan dan syarat berpoligami yang ditentukan ooleh undang-undang dapat ditemukan dalam pasal 4 ayat 2 dan pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan :

1) Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri

2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

(6)

D. Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Poligami

Setiap perbuatan hukum yang dilakukan pasti memiliki akibat hukum atas perbuatan tersebut, termasuk juga poligami. Poligami yang dilakukan dengan cara sah dan sesuai ketentuan hukum dan melalui prosedur dari pengadilan memiliki asas kepastian hukum. Kepastian ini termasuk juga dalam pembagian waris, pencatatan akta kelahiran dan semua hubungan perdata dari pihak suami ke istri-istrinya dan ke anak-anaknya.

Sementara poligami yang tidak berdasarkan ketentuan pasal 5 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan tidak melalui proses di pengadilan agama, maka memiliki akibat hukum juga. Akibat hukum dari pernikahan poligami yang dilangsungkan tanpa izin dari pengadilan agama yaitu, pertama perkawinan yang dilakukan tidak sah menurut negara, kedua terhadap pembagian harta bersama, istri yang tidak sah tidak mendapat bagian terhadap harta bersama menurut hukum, dan ketiga terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah maka akan menjadikan anak berstatus menjadi anak tidak sah.

E. Penutup

Pendapat Penulis Tentang Perkawinan Poligami

(7)

Allah kepada semua makhluk. Bagi yang kontra terhadap poligami mereka berpendapat bahwa poligami adalah perusak bagi keharmonisan rumah tangga.

Penulis berpendapat, sudah seharusnya masalah poligami disosialisasikan kepada masyarakat melalui KUA baik dari segi legalitas hukum maupun kepastian hukum sesudah melakukanya, banyak masyarakat yang melakukan pernikahan poligami tanpa melalui izin dari pengadilan agama, hal ini akan merugikan bagi pihak istri dan keturunanya, maka dari kasus ini penulis berpendapat agar KUA melakukan pendataan ke rumah-rumah guna mengetahui keadaan rumah tangga tersebut apakah melakukan praktik poigami atau tidak atau bahkan melakukan praktik nikah sirih, dengan hal itu akan membantu masyarakat yang sudah terlanjur melakukan pernikahan poligami tetapi tidak tahu akibat hukum yang terjadi

F. Daftar Pustaka

Depag RI. 1997. Bahan Penyuluhan Hukum. Jakarta : Ditbinbaga Islam

Saleh Ridwan M. 2010. Poligami di Indonesia. Al-risalah Vol No. 2, November 2010. UIN Alauddin Press

Siti Musdah Mulia. 2007. Islam Menggugat Poligami. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Indonesia.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti melihat bahwa development and governance adalah upaya yang paling berpengaruh dalam pemberantasan perompakan bersenjata dan pembajakan Somalia karena

Pada rentang waktu reaksi 3- 24 jam hanya terjadi hidrogenolisis THFA menjadi 1,5-PeD karena THFA terbentuk sebagai produk tunggal dari hidrogenasi FFR. Hal ini

Apakah interaksi antara suhu dan waktu pemanasan pada modifikasi tepung ganyong dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik

Butter cookies parut merupakan produk kue kering yang dibuat dari tepung komposit tepung pisang kepok dan tepung umbi garut dengan proporsi berbeda. Penelitian

o Briket arang serbuk gergaji kayu meranti memenuhi syarat sebagai bahan bakar alternatip kebutuhan rumah tangga, baik dari segi kandungan Nilai kalor pembakaran,

Disusun pola interaksi teman sebaya pada subyek dengan menggunakan teori Piere mengenai interaksi teman sebaya yang terdiri dari keterbukaan, kerjasama dan

Tämä liittyy myös työntekijöiden ja keskijohdon välisiin eroihin asenteissa, koska kuljettajat ovat tottuneet miettimään yhdessä asioita ja kuvaavat

Pengukuran geolistrik konfigurasi schlumberger di Pulau Gili Ketapang telah dilakukan pada 8 titik pengukuran dengan dengan kedalaman pengukuran 100 meter di bawah