• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preparasi Dan Karakterisasi Plastik Konduktif Dengan Pemanfaatkan Limbah Kulit Singkong Dan Penambahan CuSO4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Preparasi Dan Karakterisasi Plastik Konduktif Dengan Pemanfaatkan Limbah Kulit Singkong Dan Penambahan CuSO4"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PENDAHULUAN

2.1. Polimer 2.1.1. Umum

Produksi bahan polimer mentah dan pengubahannya menjadi barang-jadi

merupakan kegiatan industri polimer setiap harinnya. Berbagai industri

polimer, misalnya industri mesin dan kimia yang menghasilkan peralatan dan

bahan yang diperlukan untuk memproduksi dan mengubah polimer. Di

samping itu komponen-komponen lainnya memanfaatkan bahan polimer,

antara lain industri motor dan alat listrik. Akibatnya industri polimer dapat

dipandang sebagai industri dasar dalam perekonomian negara industri.

Polimer merupakan kumpulan dari molekul-molekul kecil yang

menyerupai koloid, tetapi terikat bersama melalui suatu gaya sekunder yang

misterius. Polimer dihubungkan dengan molekul besar--suatu

makromelekul--yang strukturnya bergantung pada monomer makromelekul--yang dipakai dalam

preparasinya.

2.1.2. Sintesis Polimer

Sintesis polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer

baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer

dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan

polimer ke segala segi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan

sandang, pangan, papan yang nyaman memerlukan berbagai standar mutu

bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan

polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat

dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi. Lebih lanjut, molekul

(2)

reaksi dengan polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah

(Wirjosentono, dkk, tanpa tahun).Karakteristik dan sifat mekanis yang baru

dikembangkan adalah bagaimana mengubah polimer yang bersifat isolator

menjadi penghantar listrik yang baik. Untuk perkembangan polimer yang

memiliki sifat dapat menghantarkan listrik ini ada istilah yang menyebutnya

sebagai polimer konduktif.

Sifat konduktif suatu bahan dapat ditentukan berdasarkan struktur

elektroniknya.Pada suatu senyawa logam, terjadi overlap antara orbital-orbital

sejenis dengan atom berlainan untuk membentuk orbital molekul. Proses ini

akan membuat rapatan struktur yang tinggi pada logam, sehingga elektron

dapat mengalir secara terus-menerus pada logam. Pada logam celah pita

antara HOMO dan LUMO mendekati nol, sehingga dengan medan listrik

yang kecil sekalipun, elektron akan terdistribusi dengan mudah. Hal ini

membuat sifat logam menjadi lebih konduktor.Pada material semikonduktor,

celah pita antara HOMO dan LUMO lebih besar dibandingkan dengan logam.

Elektron akan lebih mudah mengalir bila terjadi peningkatan

temperatur pada material semikonduktor. Hal ini dikarenakan energi kalor

akan memaksa elektron dari HOMO menuju orbital LUMO, sehingga elektron

dapat mengalir. Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa material isolator memiliki

celah pita paling lebar dibandingkan dengan semikonduktor dan konduktor.

Perbedaan jarak yang relatif jauh antara orbital HOMO dan LUMO,

memperkecil kemungkinan perpindahan elektron. Perpindahan elektron

membutuhkan energi yang sangat tinggi, sehingga material seperti ini

digolongkan sebagai isolator.

Gambar 2.1 Perbedaan celah pita konduktor, semikonduktor, dan isolator

Prinsip kerja polimer konduktif adalah karena adanya ikatan rangkap

(3)

karbon lain dengan ikatan tunggal dan ganda secara bergantian yang dapat

mempengaruhi sifat konduktif pada polimer terkonjugasi. Penambahan

senyawa kimia berupa doping akan merubah kerapatan elektron pada ikatan π atau π* polimer tekonjugasi sehingga terjadi perubahan konduktivitas polimer

dari semikonduktif menjadi konduktif (Berlian, 2011).

2.2. Polimer Alami

Polimer alam, seperti halnya selulosa, pati dan protein, telah dikenal dan

digunakan manusia berabad-abad lamanya untuk keperluan pakaian dan makanan,

sedangkan industri polimer merupakan hal yang baru. Karet alam digunakan

dalam tenunan berkaret sebelum Goodyear menemukan proses vulkanisasi pada

tahun 1839. Selulosa nitrat (dihasilkan dari reaksi kertas dengan asam nitrat)

pertama kali dibuat secara industri pada sekitar tahun 1870, damar fenolik, dan

lain-lain. Sejak saat itu sejumlah terobosan baru banyak dilakukan untuk

menciptakan berbagai sistem polimer yang telah ada. Hasilnya tampak sebagai

produk industri polimer yang begitu beragam sebagaimana yang terlihat saat ini

(Cowd, 1991).

2.3.Plastik

Plastik merupakan bahan polimer kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan

manusia. Hampir setiap produk menggunakan plastik baik sebagai kemasan atau

bahan dasar karena plastik mempunyai keunggulan seperti ringan, kuat,

trasnparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua

kalangan masyarakat (Susilawati, 2011).

Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik,

namun ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik terbentuk dari

kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain

untuk meningkatkan performa atau keekonomian. Hampir semua plastik sulit

(4)

tingkat kestabilan yang tinggi, sama sekali tidak dapat diuraika oleh

mikrooragnisme (Nugroho, 2012).

Film plastik yang bersifat konduktif juga bersifat alami atau disebut

biodegradabel adalah material polimer yang berubah kedalam senyawa yang berat

molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap pada proses degradasinya

melalui metabolisme organisme secara alami. Plastik biodegradabel biasanya

dibuat dengan menggabungkan plastik dengan bahan yang bersumber dari alam.

Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat plastik

biodegradabel adalah pati (Tutty dkk, 2013).

2.4.Preparasi Film Plastik

Berbagai metode dalam pembuatan film plastik dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1. Eksfolasi/adsorbsi

Sekumpulan lapisan mengalami pengelupasan dalam pelarut (air, toluena,

dll.) yang polimernya dapat larut pada pelarut tersebut. Setelah itu, polimer

diadsorbsi ke dalam permukaan lapisan satu demi satu dan setelah pelarut

menguap ketika pengendapan, lapisan tersebut satu demi satu teratur kembali.

2.4.2. Polimerisasi in Situ Interkalati

Pada metode ini, polimer dibentuk antara lapisan dengan mengembangkan

kumpulan lapisan dalam monomer cair atau larutan monomer sehingga

pembentukan polimer dapat terjadi antara lembar yang terinterkalasi.

Pembentukan polimer dapat dimulai dengan panas/radiasi difusi (Zhao,

2008).

2.4.3. Interkalasi larutan/Interkalasi Prepolimer dari Larutan

Metode ini didasarkan pada pengembangan sistem pelarut dimana biopolimer

(5)

(biasanya silikat). Pertama silikat berlapis dikembangkan di dalam suatu

pelarut seperti air, kloroform, atau toluena. Kedua, ketika biopolimer dan

larutan nanopartikel yang mengembang dicampur, rantai polimer akan

terinterkalasi dan menggantikan pelarut dalam interlayer dari silikat. Ketiga,

setelah penghilangan pelarut, struktur yang telah terinterkalasi akan tertinggal

dan akan membentuk bio-polimer/silikat berlapis bionanokomposit (Zhao,

2008).

2.4.4. Melt Intercalation

Proses pembuatan bionanokomposit pada metode ini tidak memerlukan

penambahan pelarut. Silikat berlapis dicampur dengan matriks polimer dalam

molten state, ikatan polimer akan bergerak perlahan-lahan ke dalam ruang

antar lapisannya. Proses penyebaran ikatan polimer ke dalam galeri lapisan

silikat menjadi bagian penting pada proses melt intercalation.

Melt intercalation merupakan metode yang ramah lingkungan karena

tidak digunakannya pelarut organik yang nantinya dapat menjadi limbah,

sementara metode eksfoliasi, polimerisasi in situ interkalatif dan interkalasi

larutan menggunakan pelarut tersebut. Selain itu, melt intercalation juga

kompetibel dengan proses industri seperti pada injection molding. Pada melt

intercalation, pembuatan bionanokomposit dilakukan dengan tujuan untuk

menguatkan material, yaitu dengan cara memanaskan dan mendinginkan

material.

2.5.Pati (Starch)

Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang

berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang

berikatan dengan ikatan α-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati

merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa

(6)

linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (α)-1,4-glukosa.

Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (α)-1,4-glukosida

dan membentuk cabang pada ikatan (α)-1,6-glukosida untuk plastik biodegradasi.

2.5.1. Amilosa dan Amilopektin

Granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.

Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut

amilopektin. Pola difraksi sinar-x granula pati adalah bukti bahwa terdapat

daerah kristalinitas atau misela pada granula pati. Misela merupakan bagian

molekul linier yang berikatan dengan rantai molekul terluar molekul cabang.

Ikatan ini terjadi apabila bagian-bagian linier molekul pati berada paralel satu

sama lain, sehingga gaya ikatan hidrogen akan menarik rantai ini bersatu. Di

antara misela terdapat daerah yang renggang atau amorf.Daerah amorf ini

kurang padat, sehingga mudah dimasuki air.

Menurut Rahman (2007), amilosa memiliki kemampuan membentuk

kristal karena struktur rantai polimernya yang sederhana. Strukturnya yang

sederhana ini dapat membentuk interaksi molekular yang kuat. Interaksi ini

terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa. Pembentukan ikatan hidrogen

ini lebih mudah terjadi pada amilosa daripada amilopektin (Rahman, 2007).

(7)

Gambar 2.3 Struktur Amilopektin

Pati mengandung dua macam polimer yang struktur dan massa molekul

nisbinya berbeda, yakni amilosa dan amilopektin. Amilosa yang menyusun

20-50% pati alam dibentuk dari kesatuan glukosa yang bergabung melalui

ikatan α-1,4. Massa molekulnya sangat beragam bergantung pada sumbernya. Komponen pati lainnya adalah amilopektin, yaitu polimer rantai bercabang

yang mempunyai ikatan glikosida α-1,6 di samping α-1,4 (Cowd, 1991).

2.5.2. Sumber Pati

Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil tanaman sumber pati seperti jagung,

ubi kayu, ubi jalar, sagu, padi dan tanaman umbi lainnya. Produksi untuk tanaman

jagung dan ubi kayu untuk tahun 2009 saja adalah 43,9 juta ton. Kandungan pati

yang terdapat di berbagai sumber tanaman pati dapat di lihat pada tabel berikut.

Table 2.1 Sumber-sumber pati

Bahan pangan Pati (% basis kering)

Biji gandum 69

Beras 89

Jagung 57

Biji sorghum 72

Kentang 75

Ubi jalar 90

Ubi kayu 90

Sumber : Heri, 2012

Pati alami bersifat rapuh dan sulit untuk diperoses menjadi bahan lain

karena mempunyai temperatur transisi glass yang relatif tinggi (Tg, sekitar

230oC), ini sering di atas temperatur degradasi. Polimer alami mempunyai

sifat hidropolik yang membuat film yang dihasilkan sensitif terhadap

kelembaban lingkungan namun pati dapat dimodifikasi untuk mendapatkan

material dapat mencair dibawah temperatur dekomposisi. Sehingga dapat

diproses dengan teknik konvensional seperti injeksi, ektrusi dan moulding.

(8)

plasticizer pada temperatur tinggi (90-180o

Yang lebihmenarik lagi adalah bahwa salah satu sumber pati lainnya

adalah dari kulit umbi kayu. Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk

tanaman ubi kayu (Manihot Esculenta Cranz) merupakan limbah utama

pangan di negara-negara berkembang. Semakin luas areal tanaman ubi kayu

diharapkan produksi umbi yang dihasilkan semakin tinggi yang pada

gilirannya semakin tinggi pula limbah kulit yang dihasilkan (Akbar, dkk,

2013).

C), yang menghasilkan phase

kontinyu dalam bentuk suatu viskos melt. Proses thermoplastik mengurangi

interaksi dari rantai molekul dan memecah struktur dari pati sehingga

menghasilkan semikristalin dari pati dan granular diproduksi menjadi material

plastik (Nuryetti, dkk, 2012).

Sumber : bisnisukm

Gambar 2.4 Kulit singkong yang di ekstraksi menjadi pati

Proses pembuatan pati kulit singkong tidaklah sulit, tahapan yang

dilakukan dalam pembuatan pati dari limbah kulit singkong adalah dengan

membersihkan limbah kulit singkong kemudian di hancurkan hingga menjadi

bubur kulit singkong setelah itu disaring dan diendapkan untuk mendapatkan

patinya. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik pati dicuci dengan air bersih

dan diendapkan kembali kemudian dikeringkan dengan suhu 70o

Dari strukturnya terlihat bahwa pati bersifat tidak mereduksi.Dengan

iod, pati memberikan zat berwarna biru-hitam.Sifat ini menjadikan larutan pati

merupakan indikator yang baik dalam analisis volumetrik yang berkenaan

dengan iod.

C (Anita,

(9)

2.5.3. Sifat-Sifat Pati

Daya kembang pati atau swelling power didefinisikan sebagai pertambahan

volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air Swelling power dan

kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul

pati. Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akankeluar

dari granula pati dan larut dalam air. Ketikamolekul pati sudah benar-benar

terhidrasi, molekul-molekulnya mulaimenyebar ke media yang ada di luarnya

dan yang pertama keluar adalahmolekul-molekul amilosa yang memiliki

rantai pendek. Semakin tinggisuhu maka semakin banyak molekul pati yang

akan keluar dari granulapati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan

granula pati, sehinggapati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan

lebih banyakmengeluarkan amilosa.

Kelarutan pati semakin tinggi denganmeningkatnya suhu, serta

kecepatan peningkatan kelarutan adalah khasuntuk tiap pati. Pola kelarutan

pati dapat diketahui dengan cara mengukurberat supernatan yang telah

dikeringkan dari hasil pengukuranswellingpower. Solubilitas atau kelarutan

pati tapioka lebih besar dibandingkan pati dari umbi-umbi yang lain

(Muhammad, 2007).

2.6. CuSO4 (Copper (II) Sulphat)

Tembaga (Cu) merupakan unsur yang jarang ditemukan di alam (precious

metal). Tembaga umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa yaitu bijih

mineral, chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite

(Cu2O), malachite (Cu2(OH)2CO3) dan malaconite/tenorite (CuO). Logam

tembaga bereaksi hanya dengan campuran asam sulfat dan asam nitrat pekat

panas (aqua regia). Bilangan oksidasi tembaga adalah +1 dan +2. Ion Cu+

kurang stabil dan cenderung mengalami disproposionasi yaitu reaksi redoks

yang reduktor dan oksidatornya merupakan zat yang sama. Reaksi yang terjadi

(10)

2Cu+(aq) Cu (s) + Cu2+

Tembaga (II) bersifat paramagnetik dan berwarna sedangkan untuk senyawa

hidrat yang mengandung ion Cu

(aq)

2+

berwarna biru. Beberapa contoh senyawa

yang mengandung tembaga (II) adalah CuSO4.5H2O (biru), CuS (hitam), CuO

(hitam). Tembaga dioksida merupakan senyawa yang terdiri dari Cu dan O

dalam senyawa mineral CuO atau tenorite, salah satu dari senyawa oksida

tembaga disamping Cu2

Karakteristik tembaga dioksida dapat dilihat dari Tabel 2.2.

O (cupric). Tembaga dioksida ini termasuk tembaga

yang bereaksi dengan oksigen membentuk oksidanya, berwarna kristal hitam

yang diperoleh melalui pirolisis dari garam yang lain, dan memiliki struktur

kristal monoklinik.

Tabel 2.2 Karakteristik tembaga dioksida.

Karakteristik Nilai

Rumus molekul CuO

Struktur kristal dan

parameter kisi

Permitivitas relatif 12,0

Pita valensi lubang masa (me) 0,54-3,7

Resistivitas (ohm/cm) 105

2.7. Pembuatan Film Plastik (Polimer) Pati-CuSO4

Dalam proses pembuatan film plastik (polimer) harus memperhatikan

aturan-aturan yang telah ditetapkan serta mampu meningkatkan efektivitas biaya

(11)

dan sifat mekanis serta membakukan mutu bahan polimer yang diperlukam

teknik analisis dan karakterisasi yang cermat dan teliti (Wirjosentono, dkk).

Polimer-polimer pada umumnya dibentuk melalui salah satu dari tiga

teknik dasar, yaitu pencetakan, ekstrusi, atau penuangan. Ketiga teknik ini

dikerjakan pada suhu-suhu yang lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk

membentuk baja, aluminium, atau kaca, dan oleh karenanya efisiensi

merupakan salah satu ciri yang menarik dari pembuatan polimer. Akan tetapi

polimer-polimer memiliki satu kekurangan yang inheren, yaitu konduktivitas

termalnya yang jelek dan lembar meleburnya.Untuk memperkecil masalah

ini, peralatan ban berjalan digunakan untuk mengangkut polimer, dengan

demikian memungkinkan serbuk-serbuk polimer dipanaskan secara merata

melalui kombinasi pemanas luar dan pemanas gesekan yang ditimbulkan

selama pengangkutan (Stevens, 2001).

2.8.Karakterisasi Plastik

2.8.1. Karakterisasi Sifat Fisis a. Densitas

Densitas merupakan pengukuran massa suatu benda per unit volum.

Dimana pengujian densitas dilakukan dengan mengambil bagian

tengan dari lebaran film plastik dengan ukuran berbentuk persegi

panjang dan dapat dihitung dengan persamaan:

ρ =��

Densitas film plastik secara teori dapat dihitung dengan

menggunakan hukum pencampuran (Rule Of Mixture) yaitu: ).

ρ� =ρ��� +ρ��� ... ... (2.2)

Untuk fraksi volum dirumuskan sebagai berikut:

�� = �� ��/ρ� ρ�

(12)

Keterangan :

mm

m

: massa matriks (gram)

f ρ

: massa filler (gram)

m : densitas matriks (gram/cm3

ρ

2.8.2. Karakterisasi Sifat Mekanik a. Kuat Tarik

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat

kekuatan-tarik (σt

��� =��� ... ... ... (2.4)

) menggunakan alat ukur tensometer atau dinamometer, bila

terhadap benda diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan-tarik

diartikan sebagai besarnya beban maksimum yang dibutuhkan untuk

memutuskan spesimen bahan. Penghitungan kekuatan tarik dapat

dilakukan dengan rumus:

MoE : modulus elastisitas (Mpa); TS : Tensile Strenght (Mpa); E :

Elongation

2.8.3. Karakterisasi Sifat Termal

Karakterisasi termal bertujuan untuk mengetahui sifat termal suatu bahan

tersebut khususnya suhu pelelehan dan suhu degradasi dari masing-masing

polimer sebagai matriksnya sehingga dapat diperoleh data ketahanan termal

yang optimum dari bahan campuran (Sugiantoro, 2006).

Thermal analysis merupakan teknik untuk mengkarakterisasi sifat

material yang dipelajari berdasarkan respon material tersebut terhadap

temperatur.Untuk menentukan sifat termo-fisiknya metode yang biasa

digunakan salah satunya adalah differential thermal analysis (DTA).Dalam

(13)

mempelajari transisi fasa yang terjadi dibawah pengaruh atmosfer, temperatur,

laju pemanasan atau pendinginan.

Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik di mana

suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert. Suhu dari sampel

dan pembanding pada awalnya sama sampai ada kejadian yang

mengakibatkan perubahan suhu seperti pelelehan, penguraian, atau perubahan

struktur kristal sehingga suhu pada sampel berbeda dengan pembanding. Bila

suhu sampel lebih tinggi daripada suhu pembanding maka perubahan yang

terjadi adalah eksotermal, dan endotermal bila sebaliknya (Onggo, D, 1999).

Gambar 2.4Posisi sampel dan pembanding (kanan: sampel, kiri: pembanding)

2.8.4. Karakterisasi Sifat Listrik Konduktivitas Listrik

Konduktivitas listrik adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan

arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung

sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah dan

menghasilkan arua listrik. Konduktivitas listrik merupakan sifat penting suatu

bahan sehubungan dengan medan magnet luar. Ketika suatu medan listrik

diberikan pada sebuah dielektrik , akan terjadi polarisasi terhadap dielektrik

tersebut. Tetapi jika medan tersebut diberika kedaerah yang memiliki muatan

bebas tersebut akan bergerak dan timbul arus listrik sebagai ganti polarisasi

medium tersebut. Tidak suluruhnya zat merupakan konduktor listrik dan

diantaranya zat-zat yang menghantarkan arus listrik tidak semua mengikuti

(14)

Konduktivitas merupakan sifat listrik yang diperlukan dalam berbagai

pemakaian sebagai penghantar tenaga listrik; dan sebagaimana diketahui

mempunyai rentang harga yang sangat luas.Logam/material yang merupakan

penghantar lisrik yang baik dengan orde 107 (ohm.meter)-1. Sebaliknya,

material isolator memiliki konduktivitas listrik yang sangat rendah, yaitu 10

-10

– 10-20 (ohm.meter)-1

Pengukuran konduktivitas bahan tersebut menggunakan alat yang

didisain khusus sesuai dengan jenis sampel yang akan diukur yaitu

berbentuk lembaran film dan ukuran yang pakai disesuaikan dengan tempat

sampel yang akan diuji: .

Gambar 2.6 skematis chamber

Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk menghasilkan nilai yang lebih

relevan, dan hasil pengukuran berupa nilai R ;

Sehingga relativitas dapat dirumuskan dengan:

� =��

� ... ... ... (2.5)

Untuk konduktivitas listrik suatu bahan dapat dirumuskan dengan:

�= 1 � =

1

��= ��� ... ... (2.6)

Dimana A: Luas penampang film plastik (cm2

Gambar

Gambar 2.1  Perbedaan celah pita konduktor, semikonduktor, dan isolator
Table 2.1 Sumber-sumber pati
Tabel 2.2 Karakteristik tembaga dioksida.
Gambar 2.4Posisi sampel dan pembanding (kanan: sampel, kiri: pembanding)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan prosedural matematika adalah pengetahuan mengenai langkah- langkah dalam menyelesaikan masalah matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

Pengujian fungsionalitas mencari data rumah pompa dilakukan terdiri dari dua skenario, yaitu skenario mencari data rumah pompa berdasarkan nama yang dapat dilihat

Mata kuliah tersebut adalah matu kuliah (satu) Perencanaan Sumber Daya Perusahaan yang bertujuan untuk memberi pemahaman dan kemampuan mahasiswa dalam melakukan

Which CFA Institute Code of Ethics or Standards of Professional Conduct did Chandarana least likely violate?. Reference to the

Laju deposisi pembuatan lapisan tipis tipe p sebagai fungsi laju H 2 pada temperatur 210ºC ditunjukkan pada gambar 4.2 dari grafik bahwa laju deposisi menurun

Bilamana wakil perusahaan yang hadir pada pembuktiaan kualfikasi tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka perusahaan tersebut dinyatakan belum melakukan pembuktian

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG..

Keunikan masyarakat Nias Selatan bukan semata-mata lingkungan alamnya, tetapi lebih dari itu adalah warisan budaya yang dimilikinya dalam bentuk rumah tradisional yang