• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN NARKOBA

Istilah “narkoba” adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Lama kelamaan disadari bahwa kepanjangan narkoba tersebut keliru sebab istilah obat “berbahaya” dalam ilmu kedokteran adalah obat-obatan yang tidak boleh dijual bebas, karena pemberiannya dapat membahayakan bila tidak melalui pertimbangan medis. Banyak jenis narkotika dan psikotropika memberi manfaat yang besar bila digunakan dengan baik dan benar dalam bidang kedokteran. Tindakan operasi (pembedahan) yang dilakukan oleh dokter harus didahului dengan pembiusan. Orang mengalami stres dan gangguan jiwa diberi obat-obatan yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh. Banyak jenis narkoba yang sangat bermanfaat dalam bidang kedokteran. Karenanya, sifat antinarkoba sangat keliru, yang benar adalah anti penyalahgunan narkoba (Partodiharjo, 2003: 10).

Selain itu “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah “NAPZA” atau “NAZA” yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif. Narkoba merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama

(2)

susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial.

Semua zat yang termasuk NAZA menimbulkan adiksi (ketagihan) yang pada gilirannya berakibat pada dependensi (ketergantungan). Zat yang termasuk NAZA memiliki sifat sebagai berikut :

a. K

einginan yang tak tertahankan (an over – powering desire) terhadap zat yang dimaksud, dan kalau perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

b. K

ecenderungan untuk menambah takaran (dosis) sesuai dengan toleransi tubuh.

c. K

etergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala – gejala kejiwaan seperti kegelisahan, kecemasan, depresi dan sejenisnya.

d. K

etergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian zat dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat (withdrawal symptoms). (Hawari, 2009: 6).

(3)

2.1.1 N arkotika

Dalam Undang-Undang RI no. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pengertian narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Jenis narkotika dibagi atas 3 golongan menurut Undang-Undang RI No.35 tahun 2009, yaitu :

a. N

arkotika golongan I : dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh : ganja, morphine, putaw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.

b. N

arkotika golongan II : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan

(4)

penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c. N

arkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

2.1.2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).

Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan menurut Undang-Undang RI No.5 tahun 1997, yaitu :

a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine

(5)

dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu – sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).

b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.

c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.

d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam.

Efek pemakaian psikotropika yaitu dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Pemakaian psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan

(6)

fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.

Meningkatnya populasi penyalahguna narkotika membuat pemerintah perlu mengambil langkah yang tepat untuk menurunkan jumlah penyalahguna dan menyelamatkan penyalahguna narkotika. Usaha tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyelamatan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika, pada pasal 54 di sebutkan bahwa “korban penyalahguna dan pecandu narkotika wajib direhabilitasi”.

Menurut Direktorat Bina Upaya Kesehatan, 2010 tercatat pula sebanyak 434 pasien rawat inap di Rumah Sakit karena gangguan mental dan perilaku yang disebabkan penggunaan alkohol. Dari jumlah tersebut, 32 pasien di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan laporan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), pasien rawat inap mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dalam 5 tahun terakhir. Efek negatif narkotika dan meningkatnya jumlah penyalah guna mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam penanggulangannya serta menentukan strategi yang tepat guna menanggulangi penyalahgunaan narkotika.

(7)

Berdasarkan data singkat mengenai peredaran narkoba di Indonesia, terlihat betapa mengkhawatirkannya ancaman narkoba bagi generasi muda Indonesia. Apalagi kalau melihat akibat-akibat yang ditimbulkannya. Padahal, narkoba hanyalah satu dari beberapa zat berbahaya bila disalahgunakan, di samping alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Sudah banyak usaha yang dilakukan dalam menangani fenomena ini. Dari segi pencegahan, pihak-pihak yang berwenang sudah melakukan berbagai tindakan untuk menangkal masuknya zat-zat terlarang itu ke Indonesia. Namun, terlepas dari hasil tindakan para aparat itu, keluarga sendiri dapat menciptakan kondisi di mana narkoba sulit untuk masuk. Sedangkan, bagi yang sudah terlanjur, ada banyak alternatif penanganan untuk pemulihan, baik dari segi medis, psikologis maupun spiritual. Tapi yang paling penting buat remaja sendiri dan orang tua yang anaknya belum terlibat, jangan menganggap bahwa hal ini tidak akan mengenai saya atau keluarga saya.

Dalam percakapan sehari-hari, sering digunakan istilah narkoba, NAZA maupun Napza. Secara umum, kesemua istilah itu mengacu pada pengertian yang kurang-lebih sama yaitu penggunaan zat-zat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan ketergantungan (adiksi). Namun dari maraknya

(8)

berbagai zat yang disalahgunakan di indonesia akhir-akhir ini, penggunaan istilah narkoba saja kurang tepat karena tidak mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat yang banyak dipakai di indonesia yaitu zat psikotropika. Karena hal itu, istilah yang dianggap tepat untuk saat ini adalah NARKOBA : narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Beberapa jenis Napza yang populer digunakan di Indonesia (Waspadji, 1997:23):

a. Putau : tergolong heroin yang sangat membuat ketergantungan, berbentuk bubuk.

b. Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berbentuk tanaman yang dikeringkan.

c. Shabu-shabu : kristal yang berisi methamphetamine

d. Ekstasi : methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul

e. Pil BK, megadon dan obat-obat depresan sejenis.

Pada awalnya, zat-zat ini digunakan untuk tujuan medis seperti penghilang rasa sakit. Namun apabila zat-zat ini digunakan secara tetap, bukan untuk tujuan medis atau yang digunakan tanpa mengikuti dosis yang seharusnya, serta dapat

(9)

menimbulkan kerusakan fisik, mental dan sikap hidup masyarakat, maka disebut penyalahgunaan narkoba (drug abuse)

Salah satu sifat yang menyertai penyalahgunaan narkoba adalah ketergantungan (addiction). Misalnya heroin yang ditemukan oleh Henrich Dresser tahun 1875, digunakan untuk menggantikan morfin dalam pembiusan karena diduga heroin tidak menimbulkan ketergantungan. Padahal keduanya berasal dari opium-heroin justru menimbulkan ketergantungan yang sangat kuat. Sejarah juga menunjukan bahwa banyak tentara Amerika pasca perang Vietnam menjadi ketergantungan heroin karena zat ini sering digunakan sebagai penghilang rasa sakit selama perang berlangsung.

2.1.3 Ciri-ciri ketergantungan narkoba (BNN, 2004:56):

1. Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi salah satu atau lebih zat yang tergolong Napza.

2. Kecenderungan untuk menambah dosis sejalan dengan batas toleransi tubuh yang meningkat.

3. Ketergantungan psikis, yaitu apabila pengguna Napza dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan gejala psikis lain.

(10)

4. Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakai dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut gejala putus zat (withdrawal syndrome).

2.1.4 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa seseorang menyalahgunakan narkoba dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak dalam perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang berperan pada penyalahgunaan narkoba, yaitu: (BNN,2004:79)

a. Faktor keluarga

Dalam percakapan sehari-hari, keluarga paling sering menjadi “tertuduh” timbulnya penyalahgunaan narkoba pada anaknya. Tuduhan ini tampaknya bukan tidak beralasan, karena hasil penilitian dan pengalaman para konselor di lapangan menunjukan peran penting dari keluarga dalam kasus-kasus penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe

(11)

keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba:

1. keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.

2. keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak).

3. keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.

4. keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.

5. keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

(12)

6. keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

b. Faktor Kepribadian

Kepribadian penyalahguna narkoba juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja biasanya penyalahgunaan narkoba memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengakspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif dan cenderung depresi juga turut mempengaruhi.

Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang dependen (terkekang) dan tidak mandiri memainkan peranan penting dalam memandang narkoba sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi.

(13)

c. Faktor kelompok teman sebaya

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berprilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya semua orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan. Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olahraga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan narkoba dapat muncul.

d. Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu. Indonesia yang sudah menjadi pasar narkoba internasional, menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media masa melansir bahwa para penjual narkoba

(14)

menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk dampai di SD.

Berdasarkan beberapa faktor yang sudah diuraikan, tidak ada faktor yang satu-satu berperan dalam setiap kasus penyalahgunaan narkoba. Ada faktor yang memberikan kesempatan, dan ada faktor pemicu. Biasanya, semua faktor ini berperan. Karena itu, penanganannya pun harus melibatkan berbagai pihak, termasuk keterlibatan aktif orang tua.

2.1.5 Akibat Penyalahgunaan Narkoba

Paling tidak terdapat 3 aspek akibat langsung penyalahgunaan narkoba yang berujung pada menguatnya ketergantungan, yaitu : (BNN,2004:76)

1. Secara Fisik

Penggunaan narkoba akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini terlihat dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala putus obat. Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terus-menerus mengkonsumsi nerkoba.

(15)

2. Secara Psikis

Berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah, malu dan perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi narkoba. Cara yang kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi mental itu adalah dengan mengkonsumsi lagi narkoba.

3. Secara Sosial

Dampak sosial yang memperkuat pemakaian narkoba. Proses ini biasanya diawali dengan perpecahan di dalam kelompok sosil terdekat seperti keluarga, sehingga

muncul konflik dengan orang tua,

teman-teman, pihak sekolah atau pekerjaan. Perasaan dikucilkan pihak-pihak ini kemudian menyebabkan si penyalahguna bergabung dengan dengan kelompok orang-orang serupa yaitu para penyalahguna narkoba juga.

Semua akibat ini berujung pada meningkatnya perilaku penyalahgunaan narkoba. Beberapa dampak yang sering terjadi dari peningkatan ini adalah sebagai berikut: (Waspadji, 1997:46)

1. Dari kebutuhan untuk memperoleh narkoba terus-menerus menyebabkan penyalahguna sering melakukan

(16)

pelanggaran hukum seperti mencuri dan menipu orang lain untuk mendapatkan uang membeli Napza.

2. Menurun bahkan menghilangnya produktivitas pemakai, apakah itu di sekolah maupun di tempat kerja. Penyalahguna akan kehilangan daya untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

3. Penggunaan jarum suntik secara bersama meningkatkan resiko tertularnya berbagai macam penyakit seperti HIV. Peningkatan jumlah orang dengan HIV positif di indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan meningkatnya penyalahgunaan narkoba.

4. Pemakaian narkoba secara berlebihan menyebabkan kematian. Gejala over dosis pada penyalahguna narkoba menjadi lebih besar karena batas toleransi seseorang sering tidak disadari oleh yang bersangkutan.

2.1.6 Ciri-ciri Pengguna Narkoba

Secara medis dan hukum, penyalahguna narkoba harus melewati satu atau serangkaian tes darah orang yang diduga menyalahgunakannya. Tetapi, sebagai orang tua dan guru, penyalahguna narkoba dapat dikenali dari beberapa ciri fisik, psikologis maupun perilakunya. Beberapa ciri tersebut adalah sebagai berikut (BNN, 2004:82)

(17)

a. Fisik

1. Berat badan turun drastis.

2. Mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman.

3. Buang air besar dan air kecil kurang lancar. 4. Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas. 5. Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk

dan ada bekas luka sayatan.

6. Terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan.

7. Sering batuk-pilek berkepanjangan. 8. Mengeluarkan air mata yang berlebihan. 9. Mengeluarkan keringat yang berlebihan 10. Kepala sering nyeri, persendian ngilu.

b. Emosi

1. Sangat sensitif dan cepat bosan.

2. Jika ditegur atau dimarahi malah membangkang. 3. Mudah curiga dan cemas.

4. Emosi naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau berbicara kasar kepada orang disekitarnya, termasuk

(18)

kepada anggota keluarganya. Ada juga yang berusaha menyakiti diri sendiri.

c. Perilaku

1. Malas dan sering melupakan tanggung jawab atau tugas rutin.

2. Menunjukan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga. 3. Di rumah waktunya dihabiskan untuk menyendiri di

kamar, toilet, gudang, kamar mandi, ruang-ruang yang gelap.

4. Nafsu makan tidak menentu. 5. Takut air, jarang mandi. 6. Sering menguap.

7. Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba bersikap manis jika ada maunya, misalnya untuk membeli obat.

8. Sering bertemu dengan orang-orangyang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam.

9. Selalu kehabisan uang, barang-barang pribadinya pun hilang dijual.

(19)

11. Sering mencuri baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun pekerjaan.

2.2 REHABILITASI NERKOBA 2.2.1 Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah fasilitas/program yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkoba adalah tempat yang memberikan pelatihan keterampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba (Soeparman, 2000:37).

Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu :

a. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.

b. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Pusat atau lembaga Rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi persyaratan antara lain :

(20)

1. Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung, akomodasi, kamar mandi/WC yang higienis, makanan dan minuman yang bergisi dan halal, ruang kelas, ruang rekreasi, ruang konsultasi individual maupun kelompok, ruang konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olahraga, ruang keterampilan dan lain sebagainya.

2. Tenaga profesional (psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja sosial, perawat, agamawan/rohaniawan dan tenaga ahli lainya/instruktur). Tenaga profesional ini untuk menjalankan program yang terkait.

3. Manajemen yang baik.

4. Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan kebutuhan.

5. Peraturan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun kekerasan.

6. Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran Narkotika di dalam pusat rehabilitasi (termasuk rokok dan minuman keras) (Hawari, 2009: 132).

2.3 PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON 2.3.1 Pengertian Metadon

(21)

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, metadon adalah obat yang digolongkan dalam narkotika golongan dua. Metadon merupakan suatu agonis sintetik opioid yang kuat dan diserap dengan baik secara oral dengan daya kerja jangka panjang, digunakan secara oral dibawah supervise dokter dan digunakan untuk terapi bagi pengguna opiate. Metadon bekerja pada reseptor mu (µ) secara agonis penuh, dengan efek puncak 1-2 jam setelah diminum.

Paruh waktu metadon pada umumnya sekitar 24 jam. Penggunaan secara berkesinambungan akan diakumulasi pada berbagai bagian tubuh, namun khususnya pada hati. Proses akumulasi ini sebagian menjadi alasan mengapa toleransi atas penggunaan metadon berjalan lebih lambat daripada penggunaan morfin atau heroin. Efek analgesik dirasakan dalam 30-60 menit setelah diminum dan terjadi konsentrasi puncak di otak dalam waktu 1-2 jam setelah diminum, hal ini membuat konsumsi metadon tidak segera menimbulkan perasaan euphoria sebagaimana heroin/morfin. Metadon dilepas dari lokasi ikatan ekstra vascular ke plasma secara perlahan, sehingga penghentian penggunaan metadon secara mendadak tidak langsung menghasilkan gejala putus zat. Gejala putus zat baru akan dirasakan

(22)

setelah beberapa waktu kemudian dan dialami beberapa hari lebih lama daripada gejala putus zat heroin (Permenkes Nomor 57 Tahun 2013).

Metadon bukan terapi untuk menyembuhkan ketergantungan heroin. Tetapi metadon memberikan kesempatan kepada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil, mengurangi resiko terkait penggunaan narkoba suntik dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan.

2.3.2 Pengertian Program Terapi Rumatan Metadon Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonersia Nomor : 494/MENKES/SK/VII/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelin Uji Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon Serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon, Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) adalah kegiatan memberikan metadon cair dalam bentuk sediaan oral kepada pasien sebagai terapi pengganti adiksi opioida yang biasa mereka gunakan.

Metadon dipilih sebagai terapi utama substitusi karena memiliki efek menyerupai morfin dan kokain dengan

(23)

masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari yang penggunaannya dengan cara diminum. Efek yang ditimbulkan metadon mirip dengan yang ditimbulkan heroin, namun efek “fly”-nya tidak senikmat heroin, sifat ketergantungannya tidak seburuk heroin dan gejala putus obatnya tidak seberat heroin (BNN, 2008).

2.3.3 Tujuan Terapi Metadon

Menurut Preston penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan narkoba yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, mengurangi tindak kriminal karena tingkat kecanduan yang dapat menyebabkan seorang pengguna menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan narkoba misalnya dengan mencuri atau merampok dapat ditekan, selain itu metadon juga bertujuan untuk mengurangi dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba itu sendiri.

Dalam Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) disebutkan tujuan dari terapi rumatan metadon adalah untuk mengurangi dampak buruk kesehatan, sosial dan ekonomi

(24)

bagi setiap orang dan komunitas serta bukan untuk mengedarkan napza. Selain itu tujuan yang lain adalah : 1. Mengurangi resiko tertular atau menularkan HIV/AIDS

serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah (Hepatitis B dan C).

2. Memperkecil resiko overdosis dan penyulit kesehatan lain.

3. Mengalihkan dari zat yang disuntik ke zat yang tidak disuntikan.

4. Mengurangi penggunaan napza yang beresiko, misalnya memakai peralatan suntik bergantian, memakai bermacam-macam napza bersama (polydrug use), menyuntikkan tablet atau disaring terlebih dahulu.

5. Mengurangi dorongan dan kebutuhan pecandu untuk melakukan tindakan kriminal.

6. Menjaga hubungan dengan pengguna napza

7. Mengevaluasi kondisi kesehatan klien dari hari ke hari. 8. Memberi konseling rujukan dan perawatan.

9. Membantu pengguna napza menstabilkan hidupnya dan kembali ke komunitas umum.

2.3.4 Manfaat Terapi Metadon

Menurut preston terapi metadon memiliki beberapa manfaat, diantaranya :

(25)

1. Mengembalikan kehidupan pengguna sehingga mendekati kehidupan normal.

2. Pasien yang menggunakan metadon dapat selalu terjangkau oleh petugas karena pemakaian metadon yang digunakan secara oral atau diminum langsung didepan petugas.

3. Pasien berhenti/mengurangi penggunaan heroin.

4. Pasien baerhenti/mengurangi menggunakan jarum suntik.

5. Meningkatkan kesehatan fisik dan status gizi karena pola hidup yang teratur.

6. Dapat membuat hubungan antara pasien dan keluarga menjadi labih baik dan stabil.

7. Masa kerja dari metadon lebih panjang dibandingkan dengan heroin dan putaw.

8. Harga metadon tidak mahal atau murah dirah dibandingkan dengan heroin dan putaw.

9. Metadon bersifat legal sehingga pasien tidak merasa takut tertangkap oleh polisi.

Berdasarkan hasil uji coba Program Terapi Rumatan Metadon di RS Sanglah dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), diperoleh hasil yang positif yaitu perbaikan kualitas hidup dari segi fisik, psikologi, hubungan sosial dan

(26)

lingkungan, penurunan angka kriminalitas, penurunan depresi dan perbaikan kembali ke aktivitas sebagai anggota masyarakat (Depkes RI, 2007).

2.3.5 Dosis Terapi Metadon

Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering kali terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40mg. pasien harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat, maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan (Kepmenkes Nomor 494/MENKES/SK/VII/2006).

2.3.6 Efek Pemberian Metadon

Penelitian menunjukkan bahwa efek samping metadon adalah konstipasi, berkeringat, kadang-kadang adanya pembesaran (edema) persendian pada perempuan dan perubahan libido pada laki-laki dan juga perempuan, yang dapat diatasi dengan medika simtomatik. Efek samping yang umumnya dirasakan dalam waktu lama adalah konstipasi, berkeringat secara berlebihan dan keluhan berkurangnya libido dan disfungsi seksual. Namun demikian efek samping ini dilaporkan semakin dapat diatasi seiring

(27)

dengan retensi pasien berada dalam program (Permenkes Nomor 57 Tahun 2013).

2.3.7 Pelayanan Terapi Metadon

Pelayanan metadon memiliki prosedur yang harus diikuti oleh seluruh pengguna metadon. Prosedur tersebut meliputi :

1. Pendaftaran pasien, dimana petugas administrasi mencatat data pasien di status pasien lalu mencatat kembali ke buku registrasi dan membuat kartu status pasien.

2. Pencatatan identitas, dimana pekerja sosial/perawat melakukan pencatatan lengkap identitas pasien pada status pasien.

3. Penilaian klinis yang dilakukan oleh dokter dengan membuat rencana terapi dan menerangkan keadaan pasien kemudian memberikan resep metadon dan obat lain bila diperlukan, dokter mencatat setiap rencana pemberian metadon dan terapi lainnya ke status pasien dan dokter berhak memberikan Take Home Dose dengan persyaratan yang berlaku. Adapun penilaian yang dilakukan oleh perawat dengan memberikan KIE kepada pasien baru dan membuat tagihan pembayaran metadon, dan yang dilakukan oleh pasien adalah

(28)

menyerahkan fotokopi KTP dan pas foto 3×4 sebanyak 1 lembar.

4. Pembayaran metadon, yang dilakukan oleh petugas kasir adalah menerima pembayaran metadon dari pasien dan memberikan bukti pembayaran kepada pasien.

5. Pemberian metadon yang dilakukan oleh petugas farmasi dengan menerima bukti pembayaran metadon kemudian petugas menyiapkan, memberikan, dan menyaksikan pasien minum metadon, kemudian petugas mencatat pemberian metadon dan menandatangani bukti pemberian metadon yang dilakukan oleh perawat adalah menanyakan keluhan pasien sebelum minum metadon, menyaksikan, dan memastikan pasien minum metadon, kemudian mencatat pemberian metadon dan mengingatkan pasien untuk datang kembali sesuai jadwal. Pada pemberian metadon yang dilakukan oleh pasien adalah minum metadon di depan petugas dan menandatangani bukti pemberian metadon (Depkes RI, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Silverthorne dan Chen (2008) pada para auditor yang bekerja di Taiwan memberikan hasil bahwa kepuasan kerja, kinerja serta tekanan kerja

Penangan mata kering pada penderita glaukoma dapat dilakukan melalui penggunaan obat tanpa pengawet, kombinasi obat yang mengandung dengan yang tidak mengandung pengawet

Offce Boy 1 Computer Operator 3 Computer Technician Assistan OM Book Kepper 1 Billingual Secretary Secretary Computer Operator 2 Book Kepper 2.. BREAKDOWN OF REIMBURSABLE

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian dan pengambilan data pada sistem pengendali otomatis kualitas kolam air ikan dengan RFM12-433S adalah sistem

StrToBool Mengkonversikan data bertipe String yang berisi nilai TRUE, FALSE, atau angka menjadi data bertipe boolean. StrToBool akan bernilai TRUE jika

PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep, dalam menjalankan kegiatan produksi semen selama ini maka perusahaan menggunakan anggaran statis sebagai alat pengendalian

Abstrak: Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan yang paling mematikan didunia. Hipertensi pada dasarnya memiliki sifat yang cenderung tidak stabil

C. Hasil Observasi Peneliti terhadap Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa Siklu I ...113. D. Hasil Peningkatan Kepedulian Peserta