• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMODELAN GAYABERAT DUA DIMENSI UNTUK

MENGETAHUI STUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN

DAN POTENSI PANASBUMI DI DAERAH SUWAWA

KABUPATEN BONE BOLANGO-GORONTALO

Ringkasan Skripsi

ABDUL KARIM

0906516146

DEPARTEMEN FISIKA PEMINATAN GEOFISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2013

(2)

ABSTRAK Nama : Abdul Karim

Program Studi : Fisika

Judul :

Area prospek panasbumi Suwawa terletak di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Secara umum penyebaran batuan di daerah panasbumi Suwawa di bagian Utara disusun oleh batuan plutonik seperti granit dan diorit. Sedangkan di bagian Selatan didominasi batuan produk Bilungala dan batuan vulkanik Pinogoe berumur Tersier Atas-Kuarter Bawah. Manifestasi panasbumi di daerah Suwawa berupa air panas Libungo dan Pangi yang memiliki tipe air klorida-sulfat, dan air panas Lombongo yang memiliki tipe air sulfat. Pemetaan struktur geologi bawah permukaan dan perkiraan potensi panasbumi di daerah Suwawa telah dilakukan dengan menggunakan metode gayaberat. Didapatkan rata-rata densitas di daerah survei sebesar 2.70 gr/cc. Berdasarkan hasil pemodelan gayaberat 2-dimensi yang dikorelasikan dengan data geologi, geokimia, dan geofisika (metode magnetotellurik) mengidentifikasikan adanya sistem panasbumi yang berasosiasi dengan struktur graben. Struktur graben tersebut disebabkan oleh sesar Libungo di bagian Selatan dan sesar Lombongo di sebelah Utara. Sistem panasbumi di daerah Suwawa ini merupakan tipe sistem vulkanik tua. Sumber panas sistem panasbumi Suwawa ini diperkirakan berasal dari tubuh batuan vulkanik Pinogoe yang sudah tua dan aktif karena proses tektonik. Temperatur reservoir diperkirakan memiliki suhu sekitar 188oC. Berdasarkan temperatur reservoirnya, sistem panasbumi

Suwawa ini merupakan sistem dengan tipe moderate temperature. Kata kunci :

xiii+90 halaman : 55 gambar; 3 tabel Daftar Acuan : 28 (1949-2013)  

Pemodelan Gayaberat Dua Dimensi untuk Mengetahui Struktur Geologi Bawah Permukaan dan Potensi Panasbumi di Daerah Suwawa Kabupaten Bone Bolango-Gorontalo

 

Suwawa, Metode Gayaberat, Panasbumi, Densitas, Struktur, pemodelan 2-dimensi  

(3)

Two-Dimensional Gravity Modeling to Estimate Subsurface Geological Structure and Geothermal Potential in Suwawa Area Bone Bolango Regency-Gorontalo

Suwawa, Gravity method, geothermal, Density, Structure, 2-dimensional modeling  

ABSTRACT Name : Abdul Karim

Study Program : Physics

Title :

Suwawa geothermal prospect area is situated in Bone Bolango regency, Gorontalo Province. In general deployment of geothermal Suwawa formations, in the Northern area the geological formation is composed of plutonic rocks such as granite and diorite. However, in the Southern area the formation is dominated by products of Bilungala and Upper Tertiary-Lower Quaternary Pinogoe volcanic formation. Geothermal manifestations in Suwawa area are hot water of Libungo and Pangi with sulfate chloride water type, and hot water of Lombongo with sulfate water type. Mapping of subsurface geological structures and estimating the geothermal potential in Suwawa area are achieved using gravity method. The average of density in this survey area was obtained to be 2.70 g/cc. Based on 2-dimensional gravity modeling results which was correlated with geological data, geochemical data, and geophysical data (magnetotelluric method) identified the presence of geothermal system associated with graben structure. The graben structure was formed by Libungo fault in the South and Lombongo fault in the North. The origin of the heat source is estimated from the body of old Pinogoe volcanic formation which was activated by tectonic process. The temperature of the reservoir was estimated about 188oC. Based on reservoir temperature, Suwawa geothermal system belongs to moderate temperature type.

Keywords :

xiii+90 pages : 55 figures; 3 tables Bibliography : 28 (1949-2013)          

(4)

1. PENDAHULUAN

Konsumsi dan kebutuhan minyak bumi di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pemakaian energi untuk keperluan industri, transportasi dan rumah tangga. Ketersediaan sumberdaya energi bahan bakar minyak bumi (BBM) tersebut semakin berkurang seiring dengan berjalannya waktu [3]. Sumberdaya energi lain seperti bahan bakar gas (BBG) juga keberadaannya tidak jauh berbeda seperti BBM karena keduanya bersifat tidak dapat diperbaharui (non renewable). Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang bersifat berkelanjutan guna mendapatkan energi alternatif yang mampu menggantikan energi yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) tersebut, salah satunya adalah dengan energi panasbumi.

Gorontalo merupakan salah satu provinsi yang relatif baru dan masih muda terletak di bagian tengah tangan Utara Pulau Sulawesi. Provinsi ini tidak mempunyai sumber energi fosil seperti minyak bumi, gas, dan batubara [7]. Oleh karena itu, dalam mencukupi kebutuhan energinya, harus memasok bahan bakar dari daerah lain yang menyebabkan nilai subsidi yang diberikan menjadi lebih mahal. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat, diperlukan sumber energi alternatif yang dihasilkan dari daerah sendiri. Salah satu energi alternatif tersebut adalah energi panasbumi.

Dalam rangka pengupayaan dan pemanfaatan energi panasbumi perlu dilakukan penyelidikan pendahuluan guna mengetahui besarnya prospek sumber daya/cadangan panasbumi secara hipotesis yang terkandung di di Provinsi Gorontalo ini. Banyak metode geofisika awalan yang mampu mendeliniasi struktur geologi bawah permukaan, seperti seismik, gayaberat, magnetik, ataupun resistivitas [2]. Diantara metode-metode gayaberat tersebut, metode gayaberat memiliki suatu kelebihan untuk survei awal karena dapat memberikan informasi yang cukup detil tentang struktur geologi berupa sesar dan kontras densitas batuan. Selain itu, metode gayaberat mampu menjangkau kedalaman yang lebih dalam dan luasan survei yang lebih luas dibandingkan metode resistivitas. Metode gayaberat juga lebih mudah dilakukan dan relatif murah dibandingkan dengan metode geofisika yang lainnya seperti halnya metode seismik.

(5)

Penelitian menggunakan metode gayaberat ini dilakukan di Provinsi Gorontalo tepatnya di daerah Suwawa Kabupaten Bone Bolango. Daerah ini diduga memiliki potensi panasbumi sekitar + 61,2 Mwe [4]. Dalam eksplorasi energi panasbumi, metode gayaberat dapat mendeteksi perbedaan densitas batuan di bawah permukaan yang membentuk suatu sistem panasbumi. Di mana, daerah sumber panas dan akumulasinya di bawah permukaan bumi dapat menyebabkan perbedaan densitas dengan massa batuan disekitarnya. Metode gayaberat juga dapat digunakan untuk membuat model struktur bawah permukaan yang akan dijadikan sebagai acuan untuk melakukan interpretasi. Dengan melakukan interpretasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran yang lebih baik tentang kondisi daerah prospek panasbumi pada daerah Suwawa.

2. GEOLOGI UMUM

Peristiwa tektonik di pulau Sulawesi telah berlangsung mulai Tersier awal oleh penunjaman Sulawesi Utara, menghasilkan tegasan Utara-Selatan. Pada masa ini terjadi pengangkatan dan kegiatan magmatisma yang menghasilkan batuan plutonik dan gunung api yang tersebar luas di daratan Sulawesi Utara dengan pola sebaran berarah Barat Barat laut–Timur Tenggara. Periode kedua ditandai dengan terbentuknya sesar-sesar mendatar menganan berarah Barat Laut-Tenggara. Sesar terbesar adalah sesar Gorontalo yang menghasilkan fault trap dan kemudian membentuk depresi graben dengan memotong struktur yang terbentuk sebelumnya [1]. Periode ketiga dicirikan dengan munculnya penunjaman Sangihe Timur dengan arah tegasan hampir Barat-Timur sampai Utara-Selatan yang diduga mulai aktif pada Kuarter Awal dan menghasilkan lajur gunung api Kuarter yang tersingkap di daerah Selatan. Periode selanjutnya adalah terbentuknya sesar-sesar muda yang memotong dan rejuvenasi dari struktur yang terbentuk sebelumnya di mana tegasan yang membentuk struktur muda ini merupakan resultan dari dua gaya yang ada dan juga menghasilkan gaya releasing yang diduga kuat sebagai pemunculan manifestasi panasbumi pada daerah panasbumi Suwawa.

Hasil pemetaan di lapangan menunjukkan bahwa urutan batuan di daerah panasbumi Suwawa dapat dibagi dalam 8 satuan batuan yang terdiri dari 4

(6)

(empat) batuan vulkanik, 2 (dua) batuan Plutonik (Granit-Diorit), 1 (satu) batuan sedimen dan 1 (satu) batuan endapan permukaan [6].

Batuan-batuan vulkanik di daerah panasbumi Suwawa tersebut diperkirakan berasal dari satu titik pusat erupsi, yaitu Pinogoe-Balangga. Batuan sedimen berupa gamping kristalin (kalkarenit), sedangkan endapan permukaan yang terdapat di daerah ini digolongkan ke dalam satuan aluvium (Qa).

Urut-urutan batuan dari tua ke muda adalah sedimen/batu gamping, batuan vulkanik tua, batuan non vulkanik/plutonik, batuan vulkanik muda dan endapan permukaan ditunjukan pada Gambar 2.1.

(7)

Gambar 2.2. Susunan stratigrafi daerah panasbumi Suwawa [6] 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Anomali Bouguer

Data gayaberat dari lapangan Suwawa yang telah diolah akan didapatkan nilai anomali gayaberat atau anomali Bouguer. Luas daerah penelitian yang dilakukan sekitar 17x16 km2 dengan jarak antar stasiun sekitar 250 m dan interval antar kontur yang digunakan adalah 2 mgal. Terdapat sebanyak 286 titik pengukuran yang tersebar dari Tenggara ke Barat laut. Gambar 3.1 merupakan kontur anomali gayaberat di daerah Suwawa.

Gambar 3.1 Kontur anomali Bouguer daerah Suwawa-Gorontalo mgal

(8)

Nilai anomali Bouguer berkisar dari 72 s.d-106 mgal. Pada peta anomali Bouguer (Gambar 3.1) di atas dapat dilihat bahwa pola anomali pada umumnya berarah Tenggara-Barat Laut atau mendekati Barat-Timur. Di bagian Barat daerah penyelidikan kelurusan dan gradien kontur anomali cukup rapih (tidak terlalu bervariasi). Sedangkan di bagian Timur daerah penyelidikan kelurusan dan gradien kontur anomali cukup bervariasi dan terdapat beberapa pole-pole.

Harga anomali Bouguer yang didapatkan di atas dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian yaitu: (1) anomali rendah yang lebih kecil dari 80 mgal, (2) anomali rendah cenderung sedang sekitar 80 s/d 94 mgal, (3) anomali sedang cenderung tinggi sekitar 94 s/d 96 mgal, dan (4) anomali tinggi sekitar lebih besar dari 96 mgal (Gambar 3.1).

Secara umum, harga anomali tinggi terdapat di bagian Utara/Timur laut dan di bagian Selatan daerah penyelidikan, sedangkan harga anomali sedang dan rendah secara teratur mengecil dari Utara dan Selatan kearah tengah daerah penyelidikan. Pola kontur anomali gayaberat yang kurang bervariasi di bagian Barat daerah penyelidikan dimungkinkan sebagai defleksi batuan bawah permukaan yang cukup jauh dari proses panasbumi (hidrotermal), sehingga tidak merubah sifat fisik (densitas) batuan asal. Harga anomali yang paling rendah yang terlihat di bagian Barat diperkirakan merupakan defleksi batuan yang didominasi oleh sediman/alluvial. Pola kontur anomali gayaberat yang cukup bervariasi di bagian Timur diperkirakan akibat adanya pengaruh panasbumi (proses hidrotermal) yang relatif tidak jauh dari batuan bawah permukaan. Dengan demikian, pengaruh panasbumi di bagian Timur daerah penyelidikan tersebut telah merubah sifat fisik (densitas) batuan bawah permukaan dari sifat asalnya. B. Analisa Spektrum

Analisa spektrum digunakan untuk memperkirakan kedalaman benda anomali di bawah permukaan sehingga membantu dalam pemodelan yang akan dibuat. Dalam analisa spektrum ini, mampu mendapatkan kedalaman anomali regional maupun anomali residual. Untuk melakukan analisa spektrum, input yang butuhkan adah jarak antar titik pengukuran dan nilai anomali gayaberat hasil slice dari kontur anomali gayaberat. Pada penelitian ini, dilakukan sebanyak 8

(9)

(delapan) kali slice di mana menyesuaikan dengan panjang dan arah dari stasiun pengukuran yang dilakukan. Pada Gambar 3.2 ditunjukan kontur anomali Bouguer, di mana telah terdapat 8 slice yang akan digunakan untuk mengestimasikan kedalaman regional di daerah pengukuran.

Gambar 3.2 Lintasan slice 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 pada peta anomali gayaberat untuk menentukan kedalaman anomali regional

Berdasarkan kurva hasil analisa spektrum pada peta anomali Bouguer di atas, didapatkan hasil estimasi kedalaman benda anomali regional dan anomali lokal atau residual untuk masing-masing slice. Adapun hasil kedalaman dari setiap slice tersebut ditampilkan lebih jelas oleh Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Estimasi kedalaman anomali Reginal dan Residual pada setiap slice1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8

Slice ke- Kedalaman Regional (m) Kedalaman Residual (m)

1 2192.6 133.32 2 1898.6 156.23 3 2117.2 145.52 4 3656.7 237.36 5 2921.6 189.40 6 2948.8 127.68 mgal

(10)

7 2969.6 147.51

8 1688.7 73.320

Rata-Rata 2549.23 151.293

C. Anomali Regional

Kontur anomali regional memiliki kontur yang cukup rapi dan berarah dari Barat laut hingga Tenggara. Adapun secara umum harga anomali regional ini dapat dikelompokan menjadi empat bagian yakni: (1) anomali rendah di bawah 86 mgal, (2) anomali rendah cenderung sedang yakni sekitar 86 s.d 96 mgal, (3) anomali sedang cenderung tinggi sekitar 96 s.d 100 mgal, dan (4) anomali tinggi yang lebih besar dari 100 mgal.

Gambar 3.3 Kontur anomali regional daerah Suwawa-Gorontalo

Kontur anomali regional tersebut terlihat adanya harga anomali rendah yang sangat jelas dan berangsur-angsur membesar ke arah Barat. Anomali paling tinggi terdapat pada sebelah Utara dan Selatan daerah pengukuran. Peta kontur anomali gayaberat regional ini merupakan defleksi batuan bawah permukaan yang didominasi oleh batuan basemen (batuan yang dalam) yang memiliki densitas relatif lebih besar dibandingkan dengan densitas batuan di atasnya. Oleh karena itu, sifat densitas dari batuan asalnya tidak terlalu berubah meskipun dekat dengan sumber panasbumi. Kontur sedang yang terdapat pada sebelah Timur daerah penyelidikan, merupakan defleksi batuan bawah permukaan yang telah mengalami perubahan akibat proses hidrotermal.

(11)

D. Anomali Residual

Kontur anomali residual dapat dilihat bahwa pola anomali pada umumnya masih sama berarah Barat Laut-Tenggara atau mendekati Barat-Timur. Kelurusan dan gradient kontur anomali pada peta ini cukup bervariasi. Harga anomali residual secara umum dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian yaitu: (1) anomali rendah yang lebih kecil dari -5 mgal, (2) anomali rendah cenderung sedang sekitar -5 s.d -1 mgal, (3) anomali sedang cenderung tinggi sekitar1 s/d 7 mgal, dan (4) anomali tinggi yang memiliki nilai lebih besar dari 7 mgal.

Gambar 3.4 Kontur anomali residual daerah Suwawa-Gorontalo

Bagian Timur daerah penyelidikan kelurusan dan gradien kontur anomali lebih bervariasi bila dibandingkan dengan di bagian Barat daerah penyelidikan, dan terdapat beberapa pole-pole yang didominasi oleh anomali tinggi. Pole-pole (pengkutuban-pengkutuban) anomali tinggi pada peta ini diperkirakan sebagai defleksi batuan intrusi, sedangkan pengkutuban anomali rendah diperkirakan defleksi batuan bawah permukaan yang didominasi oleh batuan yang telah mengalami alterasi kuat.

Kontur anomali residual ini merupakan defleksi batuan bawah permukaan yang relatif dangkal. Pola anomali sisa ini mempunyai gradien dan kelurusan kontur yang sangat bervariasi, diperkirakan sebagai akibat banyaknya struktur-struktur patahan, dan adanya gejala panasbumi yang mengakibatkan sebagian batuan bawah permukaan telah mengalami alterasi kuat terutama di bagian Timur.

(12)

E. Analisa Derivative

First Horizontal Derivative (FHD) anomali gayaberat merupakan perubahan nilai anomali gayaberat dari satu titik ke titik lainnya secara horizontal dengan menggunakan jarak tertentu. FHD dapat digunakan untuk mengetahui batas suatu struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat yang diinginkan. Sedangkan Second Vertical Derivative (SVD) sendiri merupakan efek dangkal dari pengaruh regional yang mampu digunakan untuk mengetahui jenis struktur seperti patahan naik atau turun (normal). Pada penelitian ini, peta anomali SVD yang digunakan adalah filter Rosenbach, sesuai yang ditunjukan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Peta kontur SVD dengan filter Rosenbach daerah panasbumi Suwawa-Gorontalo

Upaya untuk mengidentifikasikan adanya patahan dan jenisnya, maka dilakukan analisa penampang FHD serta SVD dari lintasan di bagian yang dirasa menarik di daerah panasbumi Suwawa ini. Pada Gambar 3.5 di atas dilakukan slice dari A ke A’. Adanya patahan dapat dilihat dari penampang FHD dengan melihat nilai maksimum dan minimumnya dan dihubungkan pada penampang SVD, sehingga dapat diketahui nilai maksimum dan minimum pada penampang SVD. Apabila nilai harga mutlak minimal second derivative selalu lebih besar daripada harga maksimalnya maka jenis patahannya adalah patahan naik. Sedangkan untuk apabila harga mutlak minimalnya lebih kecil daripada harga

(13)

maksimalnya, maka dapat diinterpretasikan sebagai patahan normal atau turun. Hasil FHD dan SVD dali slice A-A’ dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Analisa derivative pada lintasan A-A’ (a) FHD (b) SVD

Gambar 3.6 di atas, terlihat pada analisa penampang SVD yang di bawah menunjukan nilai absolut anomali SVD yang relatif lebih kecil dari nilai anomali SVD maksimumnya. min 2 2 2 2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ Δ ∂ > ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ Δ ∂ z g z g maks

Maka, dapat diinterpretasikan bahwa pada slice A-A’ terdapat patahan yang diindentifikasikan sebagai patahan normal di sisi kanan dan kirinya. Untuk nilai yang lebih jelas, ditampilkan pada Tabel 3.2.

-0.01 -0.008 -0.006 -0.004 -0.002 0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 mGal Jarak (m) Series1 0.05705602 -0.017721593 -0.001547847 0.036694666 -0.04 -0.03 -0.02 -0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 mGal Jarak (m) Series1

(a)

(b)

A

A’

A

A’

1 2

(14)

Tabel 3.2 Menentukan jenis patahan pada analisa derivative

Pada kotak Jenis Patahan

1 0.05705602 -0.017721593 Normal/turun 2 0.036694666 -0.001547847 Normal/turun F. Pemodelan Struktur Bawah Permukaan 2- Dimensi

Metode gayaberat ini, memiliki banyak ambiguitas. Sehingga data pendukung amat sangat berguna untuk meminimalisir kesalahan dalam pembuatan model geologi bawah permukaan. Oleh karena itu, dalam pembuatan model struktur geologi bawah permukaan ini, harus mengacu pada data pendukung baik itu data geologi (geologi regional daerah penelitian), data geokimia, maupun data geofisika (dalam hal ini hasil inversi data magnetotelluric) seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.9. Harapan dari pemodelan ini adalah mendapatkan hasil pemodelan struktur bawah permukaan yang sesuai dengan kondisi geologi di lapangan. Adapun lintasan slice A-A’ yang digunakan untuk pemodelan struktur geologi bawah permukaan diplot pada peta geologi regional seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Kontur anomali residual dengan lintasan slice A-A’ untuk pemodelan struktur bawah permukaan

A’

A

mgal maks z g ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ Δ ∂ 2 2 min 2 2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ Δ ∂ z g

(15)

Gambar 3.8 Peta geologi regional daerah penelitian-Suwawa, Gorontalo (dimodifikasi dari Rezky, dkk., 2005)

Gambar 3.9 penampang vertikal MT [4]

A

A’

(16)

Gambar 3.10 Pemodelan struktur bawah permukaan pada lintasan A-A’ daerah penelitian panasbumi Suwawa

Pemodelan dengan menggunakan Grav2D di atas, didapatkan 7 (Tujuh) macam jenis batuan. Batuan dengan densitas 2.70 gr/cc pada bagian tengah dan membentang dari Utara hingga Selatan (bewarna orange) merupakan lava andesit dasitan Bilungala (Tmbv). Batuan dengan densitas 2.82 gr/cc yang berada di sebelah Selatan daerah pengukuran (bewarna coklat) merupakan batuan lava andesit pinogoe tua (Tqpv1). Batuan yang memiliki densitas 2.81 gr/cc yang muncul di permukaan dan berada di sebelah Selatan (bewarna pink) merupakan lava andesit pinogoe muda (Tqpv3). Batuan dengan densitas 2.80 gr/cc yang terletak di sebelah Utara daerah pengukuran (bewarna pink tua) merupakan batuan diorit bone (Tmdb). Batuan yang berada di tengah-tengah daerah slice pengukuran yang memiliki densitas 2.15 gr/cc (bewarna kuning) diinterpretasikan sebagai batuan aliran piroklastik pinogoe (Tqpv2) dan yang memiliki densitas 2.2 gr/cc (bewarna hijau) diduga kuat sebagai batuan alluvial (Qa). Sedangkan untuk batuan yang memiliki densitas sebesar 2.10 gr/cc (bewarna biru) diduga sebagai kemunculan clay cap, yakni batuan ubahan dari batuan aliran piroklastik pinogoe (Tqpv2) yang telah mengalami alterasi karena proses hidrotermal, hal ini didukung dengan penampang MT yang dilakukan oleh Maryadi (2013).

(17)

G. Hidrogeologi dan Model Panasbumi Suwawa 1. Hidrogeologi

Daerah penelitian panasbumi Suwawa ini termasuk daerah yang subur karena masa turun hujan mulai dari bulan Oktober hingga bulan Juni setiap tahunnya, serta tingkat curah hujan di atas 1500 mm pertahun. Air hujan yang turun langsung menyerap ke dalam tanah melalui sesar-sesar, rekahan serta pori-pori batuan menjadi air tanah. Daerah resapan air hujan terdapat pada perbukitan bergelombang lemah hingga kuat yang tersebar kurang lebih 65% areal. Hal tersebut mengakibatkan cadangan air permukaan dan bawah permukaan di daerah Suwawa relatif banyak [5].

Air tanah di daerah Suwawa ini terperangkap cukup dangkal, hal ini dibuktikan dari keberadaan sungai-sungai besar dan berair sepanjang tahun seperti Sungai Bone, Lombongo, Bolango, Tapadaa, serta Wulo yang seluruhnya bermuara ke sungai besar Bone. Pemunculan air atau discharge terdapat di daerah dataran rendah yang terletak di tengah daerah ini. Air bawah tanah yang lolos lebih ke bawah akan terpanaskan oleh sumber panas. Air panas tersebut terjebak di dalam suatu lapisan batuan yang memiliki permeabilitas relatif besar sehingga menjadi reservoir panasbumi. Keberadaan manifestasi mata air panas muncul diakibatkan oleh zona lemah yang dikontrol oleh patahan maupun rekahan dari bawah permukaan [5].

2. Sistem Panasbumi

Gejala panasbumi pada daerah Suwawa dicirikan oleh pemunculan tiga kelompok mata air panas yakni kelompok Libungo dan kelompok Lombongo yang relatif berdekatan serta kelompok Pangi yang terletak sangat jauh di bagian Timur dan diluar daerah penelitian ini. Air panas Libungo merupakan air klorida netral dengan temperatur 81-82oC dan dan diduga memiliki hubungan dengan struktur tua Libungo yang terpanasi oleh magma sisa aktivitas terakhir kerucut Pinogoe di sebelah Selatan yang ditandai dengan adanya anomali tinggi gayaberat. Adapun air panas Lombongo yang terdapat di sebelah Utara daerah penelitian merupakan air sulfat netral yang memiliki temperatur 41-48,7oC dan dikontrol oleh sesar Lombongo yang berarah Barat laut hingga Tenggara.

(18)

Daerah panasbumi Suwawa ini secara umum didominasi oleh batuan plutonik tersier atas seperti granit dan dorit pada bagian Utara, akan tetapi batuan ini merupakan fosil dari aktivitas gunung berapi yang telah padam (mati) sehingga kemungkinan sebagai heat source sangat kecil sekali. Batuan pada bagian Selatan daerah penelitian, didominasi oleh hasil aktivitas tua hingga muda (tersier hingga pleistosen bawah) yang merupakan daerah recharge atau tangkapan air. Sedangkan di bagian tengah ditempati oleh endapan aluvial dari endapan danau Lomboto dan aluvial sungai Bone dan Bolango dan merupakan daerah discharge atau limpasan di mana muncul beberapa mata air dingin dan aliran sungai Bone dengan debit yang besar [5].

Reservoir panasbumi sistem Suawawa diinterpretasikan sebagai sistem air panas klorida netral bertemperatur sekitar 188oC di mana tidak ditemukan fluida

fasa uap yang muncul di permukaan [5]. Konsentrasi sulfat dalam air panas yang cukup tinggi ini kemungkinan merupakan indikasi adanya pengaruh gas magmatis H2S yang mengalami oksidasi dekat permukaan membantuk ion sulfat dalam air. Kehadiran gas H2S ini terditeksi dari bau yang menyengat di lokasi mata air panas

[5]. Berdasarkan pemodelan pada Gambar 3.10 reservoir sistem panasbumi Suwawa ini diperkirakan memiliki puncak reservoir (top reservoir) sekitar 600 m. Batuan vulkanik kuarter maupun tersier diperkirakan sebagai batuan penudung bagian atas (overburden). Di bawah lapisan ini diperkirakan terdapat lapisan clay cap sebagai hasil ubahan dari proses hidrotermal pada daerah Suwawa (Libungo hingga berarah ke Lombongo) yang membentuk batuan berukuran lempung dengan sifat permeabilitas dan porositas yang relatif kecil.

Adapun Model 2-D tentatif sistem panasbumi daerah panasbumi Suwawa, Kab. Bone Bolango, Provinsi Gorontalo yang telah dikombinasikan dengan data geologi, data geokimia, dan data geofisika (metode magnetotelluric) ditunjukan oleh Gambar 3.11. Gambar tersebut menampilkan struktur geologi bawah permukaan, densitas serta jenis batuan di daerah penelitian, hingga sistem hidrogeologi (daerah recharge maupun discharge) pada sistem panasbumi Suwawa.

Gambar 3.11 ini menggambarkan konseptual model sistem panasbumi di derah Suwawa. Sistem panasbumi Suwawa ini diduga sebagai sistem panasbumi

(19)

bertipe vulkanik tua. Proses vulkanik dicirikan dengan adanya intrusi batuan yang lebih muda (intrusi diorit bone dan intrusi lava andesit pinogoe). Awal mulanya, pada masa tersier awal, terjadi proses tektonik pada daerah ini, akibatnya muncul proses magmatisma. Kemudian, dilanjutkan dengan terjadinya proses vulkanik yang mengakibatkan munculnya intrusi di bagian Utara yakni batuan diorit bone, dan intrusi di bagian Selatan yakni intrusi Lava andesit pinogoe tua. Setelah itu, proses terakhir adalah terjadinya proses tektonik kembali yang mengakibatkan terbentuknya sesar [6]. Peranan struktur sesar dalam suatu daerah panasbumi sangat penting sebagai kontrol geologi dan panasbumi yang merupakan media naiknya panas ke permukaan dan berfungsi sebagai tempat berakumulasinya panas serta terbentuknya tubuh reservoir pada zona sesar/rekahan. Kontrol struktur yang sangat berperan adalah struktur yang terbentuk pada periode keempat ditandai dengan dua tegasan utama yaitu penunjaman Sulawesi Utara dan penunjaman Sangihe Timur. Tegasan struktur Barat-Timur yang ter-rejuvenasi dan membentuk struktur muda di daerah ini merupakan resultan dari dua gaya yang ada dan juga menghasilkan gaya releasing yang diduga kuat memicu pemunculan manifestasi panasbumi dan membentuk sistem rekahan (fracture system) pada tubuh vulkanik Pinogoe tua dan formasi Tinombo [6].

Pada sebelah kiri (sebelah Selatan daerah pengukuran) gambar konseptual model, keberadaan patahan dikontrol oleh keberadaan batuan lava andesit pinogoe tua yang merupakan hasil dari intrusi magma dari dalam bumi dan aktif karena proses tektonik, sedangkan pada sebelah kanan (sebelah Utara daerah pengukuran) keberadaan patahan dikontrol oleh keberadaan batuan diorit bone. Lapisan yang diduga sebagai clay cap membentang dari patahan Libungo hingga patahan Lombongo. Hal ini menunjukan di bagian bawah permukaan ini terdapat sumber panas yang mengakibatkan terjadinya ubahan batuan menjadi lempung (clay cap) dengan batas kedalaman antara 200 m hingga maksimum 1000 m di bawah permukaan. Sedangkan di atas clay cap, ditempati oleh sedimen berupa batuan aluvium dan aliran piroklastik pinogoe. Sumber panas (heat source) sistem panasbumi Suwawa ini diduga kuat diakibatkan oleh tubuh batuan vulkanik yang sudah tua berumur tersier atau dalam hal ini adalah tubuh batuan andesit pinogoe tua (Tqpv1). Kemungkinan keberadaannya menerus hingga ke bagian Utara atau

(20)

ke daerah Lombongo. Kedalaman dari sistem panasbumi yang dibuat berdasarkan data gayaberat ini mencapai sekitar 3600 m (berdasarkan analisa spektrum), dan panjang lintasan slice sekitar 7700 m. Jarak antara patahan Libungo dan Lombongo terlihat sekitar 2000 m, yang tidak terlalu jauh sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan manifestasi di daerah Libungo dan Lombongo merupakan satu kesatuan sistem yang membentuk sistem panasbumi Suwawa.

Berdasarkan konseptual model (Gambar 3.11) ini, zona reservoir diperkirakan berada pada batuan lava andesit dasitan Bilungala. Batuan tersebut diduga memiliki permeabilitas yang relatif tinggi karena proses tektonik yang terjadi pada masa lampau [5]. Jika ingin dilakukan pengeboran, maka daerah terbaik untuk dilakukan pengeboran adalah daerah di mana terdapat pertemuan antar patahan, yaitu pada patahan Libungo yang berada di sebelah Selatan daerah pengukuran. Hal ini, didukung dengan keberadaan heat source (batuan vulkanik pinogoe) yang cukup dekat dengan zona reservoir, sehingga dimungkinkan temperatur air di reservoir akan relatif tinggi mencapai 188oC. Sedangkan pada daerah Utara (patahan Lombongo), potensi keberhasilan untuk dilakukan pengeboran tidak terlalu besar, hal ini dikarenakan keberadaan heat source dimungkinkan sangat dalam sehingga diduga air di dalam reservoir pada pertemuan patahan Lombongo ini relatif rendah.

Gambar

Gambar 2.1. Peta Geologi Regional daerah panasbumi Suwawa-Gorontalo [6]
Gambar 3.1 Kontur anomali Bouguer daerah Suwawa-Gorontalo mgal
Gambar 3.2  Lintasan slice 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 pada peta anomali   gayaberat untuk menentukan kedalaman anomali regional
Gambar 3.3 Kontur anomali regional daerah Suwawa-Gorontalo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi dari karikatur ”PLN” yang terdapat pada situs www.jawapos.co.id edisi 19 November 2009 diperoleh kesimpulan bahwa memang sampai saat

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan spa- sial matematis siswa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berban- tuan Alat peraga lebih

Batuan yang berada di muka bumi dapat berpindah secara massal dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Perpindahan tersebut disebabkan antara lain oleh pengaruh

Tabel 3.13 Deskripsi Sequence Diagram Mengakses Menu Kamus Alkes

Suasana ruang pada Hotel Resort di Pantai Lenggoksono Kabupaten Malang ini dianalisis dengan orientasi utama pada penerapan penggunaan energi alternatif dan

tertentu maka sebaiknya informasi yang diberikan harus tampak jelas terutama pada keterangan produk seperti model atau type produk karena ada beberapa iklan promo toko

1) Menganalisis informasi tentang potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah, serta prioritas

Seperti apa sebelumnya sudah peneliti jabarkan bahwa adanya pendatang yang tinggal dikawasan Sampang Madura tentunya membawa budaya baru dan dalam kurun waktu yang