• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT SMF INTERNIST DENGAN ANALISIS ABC DI RSU HASANAH GRAHA AFIAH PERIODE JANUARI-DESEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT SMF INTERNIST DENGAN ANALISIS ABC DI RSU HASANAH GRAHA AFIAH PERIODE JANUARI-DESEMBER"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT SMF INTERNIST DENGAN ANALISIS ABC DI RSU HASANAH GRAHA AFIAH

PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

Arinditya Septiandri Pujiastuti dan Ede Surya Darmawan FKM Universitas Indonesia

Abstrak

Pelayanan Farmasi merupakan salah satu penunjang pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit, sehingga perbekalan farmasi terutama obat memerlukan pengelolaan dengan konsep manajemen logistik yang bermutu. Ditemukannya data stock out sebanyak 52,8% obat SMF internist dengan yang tidak terdaftar di formularium sebanyak 36%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengendalian obat SMF internist menggunakan metode Analisis ABC indeks kritis. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai proses pengendalian persediaan obat SMF Internist dengan menggunakan metode Analisis ABC di RSU Hasanah Graha Afiah Tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan 2 orang informan dan 2 orang user (dokter internist), Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok A indeks kritis terdiri atas 57 item (11%) dengan nilai investasi Rp.165.566.630, kelompok B terdiri atas 241 item obat (46%) dengan nilai investasi Rp. 357.334.193, kelompok C terdiri atas 214 item obat (41%) dengan nilai investasi Rp. 24.887.825.

Kata kunci : Pengendalian Persediaan, Obat SMF Internist, ABC Indeks Kritis

Abstract

Pharmacy services is one of supporting health sevices in hospitals, so that the drug primarily pharmaceuticals require management to logistics management concept of quality. Data discovery of as much as 52,8% stock out SMF Internist drug that is not listed on formulary as much as 36% . The purpose of this study was to determine the drug control internist SMF ABC analysis method in RSU Hasanah Graha Afiah in 2011. This research is a qualitative descriptive study with two informants and 2 user (physician internist), the results of this study demonstrate the critical index of group A consisted of 57 items (46%) with an investment of Rp.165.566.630, group B consisted of 241 drug items (46%) with ann investment of Rp. 357.334.193, group C consisted of 214 drug items (41%) with an investment of Rp.24.887.825

(2)

Pendahuluan

Menurut Keputusan menteri kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien dan menyediakan obat yang bermutu, termasuk pelayanan klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.1 Bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit bersangkutan.

RSU X memiliki ± 1000 jenis obat, masih adanya pemesanan karena stockout (kekosongan) dengan pembelian di luar tahun 2011 menghabiskan dana sebesar Rp 69.923.832 .Dari data tersebut ditemukan sebanyak 52,28% adalah obat SMF

Internist. (Logistik Farmasi RSU Hasanah Graha Afiah ,2011).

Di RSU Hasanah Graha Afiah pengadaan obat dikelola oleh Divisi Pembelian dan Logistik. Sedangkan penjualan obat oleh bagian Instalasi Farmasi. Untuk pemesanan barang dilakukan dua kali dalam seminggu, dimana jumlah barang satu kali pesan adalah jumlah perkiraan kebutuhan untuk dua minggu, selanjutnya disesuaikan dengan berapa banyak jumlah pemakaian sebelumnya.

Dari obat-obatan yang ada di RSU Hasanah Graha Afiah, obat SMF Internist merupakan obat yang paling banyak pembelian di apotik luar dikarenakan stock out (kekosongan) dibandingkan dengan obat yang lainnya. Berdasarkan data stock out ditemukan sebanyak 36% obat yang tidak temasuk formularium. Menurut Wiersema , berurusan dengan masalah persediaan tugas yang sangat besar, “Analisis ABC adalah upaya untuk membantu manajer menetapkan prioritas.”2

Berdasarkan data stock out obat tahun 2011 ditemukan sebanyak 52,8 % obat SMF internist dan terdapat 36% yang belum terdaftar di formularium. Maka peneliti akan menggali lebih dalam bagaimana gambaran pengendalian obat SMF

Internist dengan Analisis ABC di RSU Hasanah Graha Afiah periode Januari –

Desember 2011.

Tinjauan Teoritis

Persediaan yang terlalu sedikit dapat menyebabkan terjadinya stock out.

(3)

rumah sakit. Rumah sakit kehilangan kesempatan untuk menjual dan memperoleh keuntungan. Selain itu juga pihak rumah sakit juga mengalami penurunan kinerja karena tidak dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasiennya. Di rumah sakit jika sering terjadi stock out dapat menyebabkan berkurangnya kualitas pelayanan pasien, menyebabkan rasa frustasi pada staf medis dan perawat, serta menyebabkan hubungan yang kurang baik antara staf farmasi dan staf lainnya.3 Menurut Lacher, persediaan dengan sistem manual memerlukan pengawasan aktif teknisi farmasi dan biasanya didasarkan pada minimum/ maksimum, atau tingkat sistem, par. Sistem tingkat nominal yang digunakan minimum persediaan yang telah ditentukan dan jumlah maksimum harus dipertahankan.4 Setelah tingkat nominal barang ditetapkan, biasanya diidentifikasi dekat label rak barang farmasi masing-masing disimpan dalam persediaan. Label rak sesuai dengan produk masing-masing-masing-masing dan ditempatkan pada kotak penyimpanan atau rak. Tingkat persediaan minimum dan maksimum yang tertulis di label dan sudah diberi informasi tersebut digunakan sebagai panduan relatif terhadap staf farmasi yang terlibat dalam pembelian obat-obatan.

Berbeda dengan sistem manual, dengan sistem otomatis persediaan per-petual setiap transaksi pengeluaran yang dikurangi dari persediaan perper-petual yang dipelihara secara elektronik dalam data berbasis komputerisasi, sebaliknya jumlah produk yang diterima secara otomatis ditambahkan ke persediaan di tangan sistem komputer.4

Keberhasilan dari sistem pengendalian obat tergantung dari ketaatan pada kebijakan dan prosedur. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan prosedur yang mutakhir untuk pengendalian obat tidak dapat dianggap berlebihan.5

Menurut Lacher, persediaan dengan sistem manual memerlukan pengawasan aktif teknisi farmasi dan biasanya didasarkan pada minimum/ maksimum, atau tingkat sistem, par. Sistem tingkat nominal yang digunakan minimum persediaan yang telah ditentukan dan jumlah maksimum harus dipertahankan. Setelah tingkat nominal barang ditetapkan, biasanya diidentifikasi dekat label rak barang farmasi masing-masing disimpan dalam persediaan. Label rak sesuai dengan produk masing-masing-masing-masing dan ditempatkan pada kotak penyimpanan atau rak. Tingkat persediaan minimum dan maksimum yang tertulis di label dan sudah diberi informasi tersebut digunakan sebagai panduan relatif terhadap staf farmasi yang terlibat dalam pembelian obat-obatan.4

(4)

Analisis ABC adalah metode untuk memastikan volume produk dengan biaya dan pemanfaatan. Apakah menyortir kriteria tunggal atau dengan beberapa kriteria, manajer mampu menganalisis penggunaan produk untuk jenis skenario .Berbagai analisis dapat berguna sebagai gambaran gerakan produk untuk bagian produk yang diberikan dan pemanfaatannya.6

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa pengendalian persediaan obat SMF Internist melalui pendekatan analisis ABC di logistik farmasi RSU X adalah penelitian dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Divisi Pembelian dan Logistik. Data sekunder diperoleh dari data pemakaian obat SMF Internist dan data harga satuan obat SMF Internis selama satu tahun, yaitu mulai Januari sampai dengan Desember 2011.

Pada penelitian ini akan dibuat Analisis ABC pada obat SMF Internist di Logistik Farmasi sehingga diketahui obat-obatan yang masuk dalam kelompok investasi tinggi, sedang, dan rendah selama satu tahun.

Penelitian ini dilakukan di Logistik Farmasi dan Instalasi Farmasi RSU X pada bulan Oktober – Desember 2012.

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam dengan dua informan. Hal ini untuk mendapatkan data dan informasi mengenai pengendalian persediaan di logistik Farmasi. Yang menjadi Informan pada penelitian ini adalah:

1) Kepala Instalasi Farmasi

2) Kepala Divisi Pembelian dan Logistik

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didukung dengan data sekunder. Cara pengumpulannya adalah sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik, antara lain:

a. Wawancara mendalam dengan menggunakan instrument berupa pedoman wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti sendiri dan dengan bantuan alat perekam.

(5)

b. Kuesioner kepada dokter spesialis Internist yang terlibat dalam peresepan obat di RSU X yang jumlahnya dua orang.

2) Data Sekunder

Dikumpulkan dengan menggunakan telaah dokumen. Telaah dokumen dari rumah sakit ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai obat SMF Internist tersebut selama satu tahun pada periode tahun 2011

Pengolahan data dilakukan sebagai berikut :

1) Data Primer berupa hasil wawancara mendalam terdiri dari :

a. Dipindahkan dari alat perekam menjadi transkrip lengkap untuk setiap informan .

b. Transkrip dikelompokkan sesuai dengan variable yang diteliti . c. Data dipilah-pilah disusun pervariabel untuk setiap informan

d. Data direduksi (dikurangi) dengan memilih data yang memiliki hubungan variabel dalam bentuk matriks.

2) Data sekunder berupa data pemakaian obat SMF Internist di Logistik Farmasi. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan komputer dengan program Microsoft excel dan dibuat analisa sebagai berikut:

a. Analisis ABC Pemakaian obat SMF Internist dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2011, diurutkan berdasarkan jumlah pemakaian terbesar sampai terkecil. Kemudian dicari persen pemakaian dan persen kumulatif, sehingga didapat tiga kelompok obat dengan jumlah pemakaian tinggi, sedang dan rendah, yaitu :

a) Obat Kelompok A dengan persen kumulatif sampai 70% b) Obat Kelompok B dengan persen kumulatif dari 70,1% - 90% c) Obat Kelompok C dengan persen kumulatif dari 90,1%-100% b. Analisis ABC Investasi

Data pemakaian obat SMF Internist dari bulan Januari hingga Desember 2011 dilengkapi dengan data harga pembelian per satuan barang. Kemudian, dicari nilai investasi setiap obat dengan cara mengalikan jumlah pemakaian dengan harga satuannya. Nilai Investasi tersebut kemudian diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah. Selanjutnya, dihitung persentase dari total nilai investasi keseluruhan dan dicari persen kumulatifnya berdasarkan persentase nilai investasi tersebut. Sehingga

(6)

didapat tiga kelompok obat dengan nilai investasi tinggi, sedang, dan rendah, yaitu :

a) Obat Kelompok A dengan persen kumulatif sampai 70% b) Obat Kelompok B dengan persen kumulatif dari 70,1%-90% c) Obat Kelompok C dengan persen kumulatif dari 90,1%-100% c. Analisis ABC Indeks Kritis

Analisis ABC indeks kritis dilakukan untuk mengetahui tingkat kekritisan obat SMF Internist terhadap pelayanan pasien dengan cara menggabungkan nilai kritis yang diperoleh dari user dengan nilai pemakaian dan nilai investasi. Sebelumnya, melalui analisis ABC didapatkan kelompok nilai investasi dan nilai pemakaian. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai nilai yaitu kelompok A = 3, kelompok B = 2 dan kelompok C = 1. Akhirnya didapatkan setiap item barang memiliki 3 nilai yaitu nilai kritis, nilai investasi, dan nilai pemakaian yang digabungkan sesuai rumus:

NIK = (2 x nilai kritis) + nilai investasi + nilai pemakaian

Setelah mendapatkan nilai indeks kritis setiap obat, diperoleh tiga kelompok obat hasil analisis ABC indeks kritis, yaitu :

a) Obat Kelompok A dengan NIK 9,5 – 12 b) Obat Kelompok B dengan NIK 6,5 – 9,4 c) Obat Kelompok C dengan NIK 4,0 – 6,4 d. EOQ (Economic Order Quantity)

Merupakan cara untuk menentukan jumlah obat yang optimal untuk dipesan khususnya obat SMF Internist indeks kritis. Data yang digunakan dalam perhitungan EOQ, antara lain :

Demand = Permintaan tiap tahun (dalam satuan)

Procurement Cost= Biaya pemesanan (biaya untuk satu kali pesan)

ICC = Biaya penyimpanan persediaan

Unit Cost = Biaya satuan

(7)

Merupakan titik pemesanan kembali untuk mengetahui kapan pemesanan obat dilakukan agar pemesanan menjadi optimal. Data yang digunakan antara lain:

a) Demand = Jumlah Permintaan perhari b) Lead Time = Waktu tunggu pemesanan obat c) Safety Stock = Persediaan pengaman

Hasil Penelitian

Analisis ABC Pemakaian

Analisis ABC pemakaian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Daftar semua obat Internist yang digunakan selama periode Januari – Desember 2011.

b. Masukkan kuantitas pemakaian dan diurutkan dari pemakaian terbesar hingga terkecil.

c. Hitung persentase pemakaian setiap item obat dari jumlah pemakaian total.

d. Hitung persentase kumulatif setiap item obat

e. Obat dikelompokkan berdasarkan persentase kumulatif pemakaian. Obat yang mempunyai persentase kumulatif hingga 70% adalah kelompok A, 70% - 90% adalah kelompok B, dan 90% - 100% adalah kelompok C . f. Untuk obat kelompok A akan diberi bobot 3, B diberi bobot 2, dan C diberi

bobot 1.

Tabel 1

Pengelompokan Obat SMF Internist berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Periode Januari s/d Desember 2011

Kelompok Jumlah Pemakaian

Persentase Jumlah Obat Persentase

A 50374 70% 162 31%

B 14354 20% 138 26%

C 7697 10% 223 43%

(8)

Dari tabel diatas diketahui :

a. Kelompok A merupakan obat SMF Internist dengan pemakaian tinggi, yaitu sebanyak 50374 atau 70% dari total pemakaian obat SMF Internist keseluruhan dengan jumlah item 162 item atau 31% dari total item obat SMF

Internist yang ada.

b. Kelompok B merupakan obat SMF Internist dengan pemakaian sedang, yaitu sebanyak 14354 atau 20% dari total pemakaian obat SMF Internist keseluruhan dengan jumlah item 138 item atau 26% dari total item obat SMF

Internist yang ada.

c. Kelompok C merupakan obat SMF Internist dengan pemakaian rendah, yaitu sebanyak 7697 atau 10% dari total pemakaian obat SMF Internist keseluruhan dengan jumlah item 223 atau 43% dari total item obat SMF

Internist yang ada.

Analisis ABC Investasi

Analisis ABC nilai investasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Daftar semua obat SMF Internist yang digunakan selama periode Januari – Desember 2011.

b. Masukkan jumlah pemakaian c. Masukkan harga

d. Kalkulasi nilai investasi dengan mengalikan jumlah pemakaian dengan harga .

e. Hitung persentase nilai investasi setiap item obat dari nilai investasi total semua obat.

f. Obat dikelompokkan berdasarkan persentase kumulatif nilai investasi. Obat yang mempunyai persentase kumulatif hingga 70% adalah kelompok A, 70% - 90% adalah kelompok B, dan 90% - 100 % adalah kelompok C. g. Untuk obat kelompok A akan diberi bobot 3, B diberi bobot 2, dan C diberi

bobot 1.

Tabel 2

Pengelompokan Obat SMF Internist berdasarkan Analisis ABC Investasi Periode Januari s/d Desember 2011.

(9)

Kelompok Jumlah Investasi

Persentase Jumlah Obat Persentase

A 383.606.422 70% 60 11%

B 110.212.877 20% 91 17%

C 54.905.125 10% 372 72%

Jumlah 548.724.423 100% 523 100%

Dari hasil tabel tersebut diketahui :

a. Kelompok A terdiri dengan jumlah investasi sebesar Rp.383.606.422 atau mengambil porsi 70% dari 60 item obat SMF Internist atau 11% dari total item obat SMF Internist yang ada.

b. Kelompok B terdiri dengan jumlah investasi sebesar Rp.110.212.877 atau mengambil porsi 20% dari 91 item obat SMF Internist atau 17% dari total item obat SMF Internist yang ada.

c. Kelompok C terdiri dengan jumlah investasi sebesar Rp.54.905.125 atau mengambil porsi 10% dari 372 item obat SMF Internist atau 72 % dari total item obat SMF Internist yang ada.

Analisis ABC Indeks Kritis

Untuk membuat analisis ABC indeks kritis diperlukan nilai pemakaian, nilai investasi, dan nilai kritis. Nilai kritis obat didapatkan melalui kuesioner yang diedarkan kepada 4 dokter Internist yang terlibat dalam peresepan obat di RSU Hasanah Graha Afiah, yang memahami kekritisan obat dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Tetapi karena kesibukkan dokter Internist tersebut, maka pengisian kuesioner hanya dapat dilakukan 2 orang dokter Internist. untuk mendapatkan nilai kritis setiap item obat langkah-langkahnya adalah:

a. Daftar semua obat SMF Internist yang digunakan selama periode Januari-Desember 2011.

b. Masukkan bobot nilai kritis yang diberikan oleh setiap responden .X = 3, Y =2, dan Z= 1

c. Hitung rata-rata nilai kritis untuk setiap item obat.

Selanjutnya untuk mendapatkan analisis ABC indeks kritis nilai pemakaian, investasi, dan nilai kritis digabungkan dengan memberi bobot 1 untuk pemakaian, nilai investasi, dan 2 untuk nilai kritis. Obat kelompok

(10)

A mempunyai nilai 9,5 – 12; kelompok B mempunyai nilai 6,5-9,4; kelompok C mempunyai nilai 4 – 6,4.

Tabel 3

Pengelompokan Obat SMF Internist Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis Periode Januari s/d Desember 2011

Kelompok Jumlah Obat Persentase Nilai Investasi Persentase

A 57 11% 165.566.630 30%

B 241 46% 357.334.193 65%

C 214 41% 24.887.825 5%

Jumlah 523 100% 548.724.423 100%

Dari hasil tabel tersebut diketahui :

a. Kelompok A terdiri dari 57 item obat atau 11% dari total item obat dengan jumlah investasi sebesar Rp.165.566.630 atau mengambil porsi 30% dari 60 item obat SMF Internist atau 11% dari total item obat SMF Internist yang ada.

Selain itu, terdapat obat dengan kelompok sebagai berikut: a. Obat antibiotik

Tabel 4

Obat Antibiotik yang termasuk Indeks Kritis No Nama Obat

1 BROADCED 1 GR VIAL

2 BIOXON INJ

3 CEFIXIM 100 MG

4 CEFTRIAXONE INJ 1 GR (BOX/10VIAL)

5 CIPROFLOXACIN 200 MG 100 ML INFUS

6 CRAVIT 500 MG 100 TAB 7 CRAVIT I.V.500 MG/100ML

(11)

9 LEVOFLOXACIN 500MG

10 METRONIDAZOLE INFUS 500MG/100ML

b. Obat Larutan elektrolit nutrisi

Tabel 5

Obat Larutan elektrolit nutrisi yang termasuk Indeks Kritis No Nama Obat 1 INFUSAN D5% 500 ML SANBE 2 INFUSAN NS 10 ML 3 INFUSAN NS 500ML 4 INFUSAN RING-AS DP 24’S 5 INFUSAN-RL DP 24’S 6 INFUSAN D5% 500ML SANBE 7 TRIOFUSIN E INFUS 1000

c. Obat yang belum terdaftar di formularium Tabel 6

Obat yang belum terdaftar di formularium No Nama Obat 1 ALBAPUR 20% 100 ML(BOX/VIAL) 2 ARIXTRA 2.5 INJ,BOX 2’S 3 ASPAR K 4 HP PRO 5 NOVOMIX FLEXPEN

(12)

d. Obat yang termasuk indek kritis adalah golongan antihipertensi, diuretik, antimigrein, antiemetik, hormon, anti mikroba, saluran nafas, saluran cerna, genital urinary, elektrolit dan mineral, anti tuberkulosis.

e. Kelompok B terdiri dengan jumlah investasi sebesar Rp.110.212.877 atau mengambil porsi 20% dari 91 item obat SMF Internist atau 17% dari total item obat SMF Internist yang ada.

f. Kelompok C terdiri dengan jumlah investasi sebesar Rp.54.905.125 atau mengambil porsi 10% dari 372 item obat SMF Internist atau 72 % dari total item obat SMF Internist yang ada.

Perhitungan ROP Obat Kelompok A Analisis ABC Indeks Kritis

Selanjutnya untuk menentukan waktu pemesanan yang tepat akan dilakukan perhitungan ROP. Keterlambatan obat berdasarkan wawancara adalah tiga hari .

ROP = Penggunaan periode tertentu x lead time + safety stock

Contoh perhitungan ROP untuk obat Aspar K adalah sebagai berikut :

ROP = (259 unit/365 hari) x 3 hari = 2,12 /2 unit

Pembahasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

a. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, maka pengendalian persediaan obat melalui pengelompokkan persediaan obat di Logistik Farmasi berdasarkan analisis ABC indeks hanya dilakukan untuk obat SMF

Internist saja.

b. Dalam pengisian kuesioner nilai kritis obat SMF Internist, nilai nol diberikan dokter untuk obat-obatan yang tidak digunakan oleh dokter yang bersangkutan, sehingga belum didasarkan atas kekritisan terhadap pelayanan.

c. Perhitungan untuk jumlah pemesanan obat belum dapat dihitung dikarenakan tidak adanya biaya penyimpanan dan biaya pemesanan dari pihak RSU Hasanah Graha Afiah .

(13)

Menurut Seto, Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi.7

Pengendalian persediaan merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelola logistik. Pengendalian persediaan bertujuan untuk menghasilkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan persediaan. Efektivitas persediaan maksudnya adalah agar tercipta keseimbangan antara persediaan dan permintaan, dimana tersedianya persediaan dengan jenis dan jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam kondisi berkualitas baik. Efisiensi persediaan maksudnya adalah agar efektivitas tersebut dicapai dengan biaya serendah mungkin.8

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Divisi Pembelian dan Logistik RSU Hasanah Graha Afiah, diketahui bahwa dalam melakukan pengendalian persediaan obat, dilakukan berbagai bentuk upaya sebagai berikut :

a. Kebijakan Perencanaan dan pengendalian obat di RSU Hasanah Graha Afiah Menurut Siregar dan Amalia, Keberhasilan dari sistem pengendalian obat tergantung dari ketaatan pada kebijakan dan prosedur. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan prosedur yang mutakhir untuk pengendalian obat tidak dapat dianggap berlebihan. Berdasarkan hasil wawancara kebijakan tentang pengendalian obat dalam bentuk SK (Surat Keputusan) dari rumah sakit belum ada tapi untuk SOP perencanaan obat sudah ada sedangkan untuk SOP pengendalian obat belum dibuat tapi untuk implementasi sudah dilksanakan. 5

b. Metode Pengendalian Obat

Buffer stock merupakan persediaan pengaman yang ditetapkan untuk menjaga kekosongan obat. Dasar metode ini adalah berdasarkan trend peresepan, setiap obat dihitung kebutuhannya maksimal dan minimal dari data tersebut ditentukan jumlah persediaan pengaman. Perhitungan ini masih berdasarkan perkiraan di bagian Logistik Farmasi saja, perhitungannya dapat berubah tergantung trend .

c. Evaluasi Obat

Salah satu prinsip pengaturan mengenai obat dan perbekalan kesehatan adalah ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, yang meliputi manajemen yang efisien, dan transparan, kuantifikasi dan seleksi obat,

(14)

kompetisi dan pembiayaan, serta seleksi penyedia obat dan jaminan kualitas. Hal ini bertujuan untk menjaga mutu obat dan perbekalan kesehatan di rumah sakit.9

Evaluasi penggunaan obat ini untuk menjaga mutu, juga dilakukan di Divisi Pembelian dan Logistik dan juga Instalasi Farmasi yang meliputi evaluasi pemakaian obat secara berkala untuk mengetahui pergerakan obat, terutama obat-obat yang death stock atau tidak laku dan obat-obat yang penggunaanya lambat (slow moving). Evaluasi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk dibagian farmasi.

Berdasarkan keterangan dari wawancara mendalam, diperoleh informasi bahwa obat yang disimpan di ruangan perawatan pengecekannya masih belum optimal. Hal ini dikarenakan kesibukan perawat dan masih kesulitan dalam melakukan pengecekan obat .

d. Sistem Pencatatan

Pencatatan Salah satu prinsip pengaturan mengenai obat dan perbekalan kesehatan adalah ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, yang meliputi manajemen yang efisien, dan transparan, kuantifikasi dan seleksi obat, kompetisi dan pembiayaan, serta seleksi penyedia obat dan jaminan kualitas. Hal ini bertujuan untk menjaga mutu obat dan perbekalan kesehatan di rumah sakit.9

Evaluasi penggunaan obat ini untuk menjaga mutu, juga dilakukan di Divisi Pembelian dan Logistik dan juga Instalasi Farmasi yang meliputi evaluasi pemakaian obat secara berkala untuk mengetahui pergerakan obat, terutama obat-obat yang death stock atau tidak laku dan obat-obat yang penggunaanya lambat (slow moving). Evaluasi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk dibagian farmasi.

Berdasarkan hasil wawancara evaluasi penggunaan obat dilakukan dengan

stock opname setiap 6 bulan sekali dengan perhitungan apabila terjadi selisih

akan diserahkan ke tim adjusment untuk dicek darimana bisa terjadi selisihnya dan dilakukan pada 1 hari tersebut. Tim yang dilibatkan adalah Farmasi, IGD, OK,dan ruang perawatan dengan melibatkan kurang lebih 10 orang .

(15)

RSU Hasanah Graha Afiah pernah mengalami kekosongan barang (stockout). Kekosongan tersebut karena permintaan barang dari bagian farmasi terlambat, adanya keterlambatan pengiriman dari masalah ekspedisinya, adanya kekosongan obat dari distributor. Ada juga faktor dari peresepan obat yang meningkat ataupun resep tersebut tidak ada di formularium.

f. Penggunaan Formularium

RSU Hasanah Graha Afiah sudah menggunakan Formularium sebagai panduan obat-obatan yang diberikan kepasien oleh dokter (user). Sudah dilakukan evaluasi dan pemantauan terhadap penggunaannya sendiri. Adapula kendala yang dihadapi dari pihak dokter (user) yang memberikan resep tergantung trend dan kebutuhan.

Analisis ABC

Analisis ABC adalah metode untuk memastikan volume produk dengan biaya dan pemanfaatan. Apakah menyortir kriteria tunggal atau dengan beberapa kriteria, manajer mampu menganalisis penggunaan produk untuk jenis tertentu. Berbagai analisis dapat berguna sebagai gambaran gerakan produk untuk bagian produk yang diberikan dan pemanfaatannya.6

Menurut Srinivasan, Klasifikasi Analisis ABC adalah alat manajemen analitis dasar yang memungkinkan para eksekutif untuk mengeluarkan upaya dan energi di mana hasilnya akan menjadi yang terbaik.10

Analisis ABC Pemakaian

Berdasarkan analisis ABC pemakaian, didapatkan bahwa kelompok A terdiri dari 162 item obat, kelompok B 138 item obat, dan kelompok C 223 item obat. Tampak bahwa 70% pemakaian obat di RSU X hanya dari 163 item obat, sedangkan 10% dari 223 item obat.

Untuk kelompok A dengan jumlah pemakaian paling banyak perlu dipastikan tersedianya stok yang dukup untuk menghindari stock out yang dapat menghambat pelayanan kepada pasien di rumah sakit.

Analisis ABC Investasi

Berdasarkan analisis ABC nilai investasi, didapatkan bahwa kelompok A terdiri dari 60 item obat, kelompok B 91 item obat, dan kelompok C 372 item obat. Tampak bahwa 70% investasi RSU X hanya 60 item obat, sedangkan 10% investasi 372 item obat.

(16)

Menurut Bachenheimer, kelompok A dapat mencakup 20% dari semua item yang membentuk 65% dari biaya persediaan. Kontrol persediaan yang ketat atas barang-barang diperlukan.11

Obat kelas A harus dikendalikan dengan hati-hati, ditangani oleh top

management, untuk menjaga dalam jumlah rendah. Tindak lanjut harus dilakukan

setiap hari atau mingguan. Mengenai obat-obatan, rencana harus dibuat untuk kuantitas pembelian, kualitas dan waktu. Upaya untuk meningkatkan jumlah supplier dan mengurangi lead time untuk pasokan yang harus diambil.10

Analisis ABC Indeks Kritis

Pada penelitian ini digunakan rata-rata nilai kritis dari beberapa responden dengan spesialisasi penyakit dalam, yang diasumsikan paling memahami kekritisan obat. Dalam pelaksanaannya kuesioner diberikan kepada 4 dokter Internist, tetapi karena kesibukkan dokter tersebut, maka pengisian kuesioner hanya dapat dilakukan oleh 2 dokter Internist.

Berdasarkan analisis ABC indeks kritis, terdapat 57 obat atau sebesar 11% obat merupakan obat kelompok A yang mempunyai nilai investasi sebesar 30% dari total investasi rumah sakit untuk biaya obat-obatan. Kelompok B sebesar 46% yang terdiri dari 241 item obat dengan nilai investasi 65%. Sisanya sebesar 41 % yang terdiri dari 214 item obat dengan nilai investasi sebesar 5% .Obat antibiotik ditemukan dengan jumlah 10 item, dan obat larutan nutrisi dan elektrolit sebanyak 7 item, sisanya adalah obat dengan golongan antihipertensi, diuretik, antimigrein, antiemetik, hormon, anti mikroba, saluran nafas, saluran cerna, genital urinary, elektrolit dan mineral, anti tuberkulosis. Ditemukan sebanyak 6 item obat yang belum terdaftar di formularium.

Untuk kelompok A merupakan obat-obatan yang memiliki kekritisan yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pasien maka pengendaliannya harus diperhatikan.

Pengendalian untuk setiap kelompok akan berbeda. Untuk kelompok obat A harus dikendalikan dengan hati-hati, ditangani oleh top level management, untuk menjaga dalam jumlah rendah. Tindak lanjut harus dilakukan setiap hari atau mingguan. Mengenai obat-obatan, rencana harus dibuat untuk jumlah pembelian, kualitas dan waktu. Upaya untuk meningkatkan jumlah supplier dan mengurangi lead

(17)

penting dibandingkan A dapat dilakukan kontrol moderate oleh middle management. Tindak lanjut dapat dilakukan setiap dua minggu atau bulanan. Data masa lalu dapat digunakan untuk merencanakan jumlah yang dibutuhkan. Untuk kelompok C kontrol longgar sehingga obat ini dapat dikontrol oleh manajemen yang lebih rendah, dan tindak lanjut dapat dilakukan sekali dalam tiga bulan.

Perhitungan ROP Obat Kelompok A Analisis ABC Indeks Kritis

Selama ini RSU Hasanah Graha Afiah sudah menyediakan safety stock tetapi masih belum dapat dimasukkan dalam perhitungan dikarenakan setiap barang akan berubah setiap saat tergantung kebutuhan, perubahan bisa terjadi setiap 1 bulan atau bahkan 2 minggu sekali. Oleh karena itu dalam perhitungan menentukan ROP obat kelompok A Analisis ABC Indeks Kritis tidak melibatkan safety stock.

Contoh perhitungan ROP untuk obat Aspar K adalah sebagai berikut : ROP = (259 unit/365 hari) x 3 hari = 2,12 /2 unit

Artinya untuk memastikan barang yang dipesan akan tiba tepat pada waktunya agar tidak terjadi stock out maka pemesanan harus dilakukan saat obat Aspar K mencapai 2 unit.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai pengendalian persediaan obat yang telah dilakukan di RSU X selama bulan November – Desember 2011, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Pengendalian persediaan di RSU X masih belum dilakukan dengan optimal yang mencapai efektifitas dan efisiensi . hal ini dikarenakan:

a) Belum adanya kebijakan pengendalian persediaan obat di RSU X dalam bentuk SOP yang dibakukan .

b) RSU X sudah mempunyai safety stok tetapi yang mengerti hanya petugas di bagian logistik farmasi dan hanya dalam bentuk perkiraan saja belum dituangkan dalam bentuk perhitungan yang sesuai.

c) Sistem pencatatan yang ada di RSU X belum memadai sehingga pengendalian obat masih sangat sulit dilakukan . Pemasukkan data dan sistem informasinya masih belum dimaksimalkan, sehingga pemantauan sisa stok yang ada masih harus berdasarkan stok fisik obat. Selain itu unit

(18)

OK, VK, Poliklinik , dan rawat Inap belum dilaksanakan pengawasan serta evaluasi rutin.

b. Berdasarkan analisis ABC pemakaian, didapatkan bahwa kelompok A terdiri dari 162 item obat, kelompok B 138 item obat, dan kelompok C 223 item obat. Tampak bahwa 70% obat di RSU X hanya dari 162 item obat, sedangkan 10 % pemakaian terdiri dari 223 item obat

c. Berdasarkan analisis ABC investasi, didapatkan bahwa kelompok A terdiri dari 60 item obat, kelompok B 91 item obat, dan kelompok C 372 item obat. Tampak bahwa 70% investasi RSU X hanya untuk 60 item obat, sedangkan 10% investasi untuk 372 item obat .

d. Berdasarkan analisis ABC indeks kritis, terdapat 57 item obat atau sebesar 11% item obat merupakan obat kelompok A yang mempunyai nilai investasi sebesar 30% dari total investasi RSU X untuk biaya obat-obatan. Kelompok B sebesar 46% yang terdiri dari 241 item obat dengan nilai investasi sebesar 65%. Sisanya sebesar 41% yang terdiri dari 214 item obat merupakan kelompok C yang mempunyai nilai investasi sebesar 5%.

e. Untuk menentukan waktu pemesanan maka dapat dilakukan perhitungan ROP karena dapat membantu rumah sakit untuk memastikan obat tiba di rumah sakit sebelum persediaan habis sehingga dapat terhindar dari stock out yang menyebabkan rumah sakit harus melakukan pemesanan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran-saran yang dapat diberikan oleh peneliti bagi RSU X adalah :

a. RSU X perlu membuat kebijakan untuk pengendalian persediaan obat , agar semua staf baik di Instalasi Farmasi dan Divisi Pembelian dan Logistik dapat mengetahui dan memahami panduan tersebut dan dapat melaksanakan kebijakan dengan baik.

b. Dengan adanya keterbatasan sumberdaya, maka sebaiknya dilakukan pemberian prioritas dalam pengendalian persediaan obat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ABC pemakaian, ABC nilai investasi, dan ABC indeks kritis. Metode ini membuat pihak manajemen untuk lebih berfokus pada barang-barang yang memiliki nilai kritis dan nilai

(19)

c. Setelah diperoleh obat yang termasuk golongan Indeks kritis sebaiknya rumah sakit lebih memperhatikan obat tersebut terutama dalam hal pengawasan.

d. Rumah sakit sebaiknya menentukan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan untuk dapat menentukan jumlah pemesanan berdasarkan rumus EOQ (Economic Order Quantity), dengan perhitungan ini akan menjadi lebih akurat.

e. Untuk mendapatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengendalian persediaan obat dapat dilakukan dengan menentukan waktu pemesanannya berdasarkan ROP (Reorder Point).

f. Rumah sakit perlu melakukan perhitungan dalam hal penentuan jumlah safety

stock untuk mengantisipasi permintaan yang tidak pasti. Perhitungan safety stock selama ini hanya berdasarkan perkiraan satu orang staf di bagian Divisi

pembelian dan Logistik .Walaupun biaya persediaan meningkat dengan adanya safety stock, tetapi efektivitas pengendalian persediaan akan meningkat.

Tempat penyimpanan dapat dikurangi, terutama untuk obat-obatan kelompok C. Dapat ditetapkan satu saja tempat penyimpanan sentral untuk obat kelompok C. Karena semakin banyak tempat penyimpanan maka semakin banyak persediaan yang harus disimpan oleh rumah sakit, yang akan menyebabkan meningkatnya biaya persediaan

Kepustakaan

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.

2. Wiersema, H, W., & CPA. (2008). Conquering the Inventory Problem.

Electrical Apparatus , 32

3. Peterson, A. (2004). Managing Pharmacy Practice : Principles, Strategies,And Systems. Danvers: CRC Press.

4. Lacher ,Barbara E. (2011).Pharmacy technician certification review and practice exam.3rd ed.

(20)

5. Siregar, C. J. (2003). Farmasi Rumah Sakit Teori & Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

6. Wolper, L. F. (2004). Health Care Administration Planning, Implementing,and

Managing Organized Delivery Systems. London : Jones and Bartlett

7. Seto, S. (2012). Manajemen Farmasi Apotek,Farmasi Rumahsakit,

Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi. Surabaya: AUP.

8. Aditama, T. (2002). Manajemen Administrasi Rumah Sakit (Edisi Ke-2). Jakarta: UI-Press.

9. Adisasmito, W. (2008). Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

10. Srinivasan, A. (2008). Managing a Modern Hospital. India: SAGE.

11. Bachenheimer, B. S. (2011). Manual for Pharmacy Technicians. United State: ASHP.

Referensi

Dokumen terkait