7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Kacang Hijau
Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Adapun klasifikasi botani tanaman kacang hijau menurut Tjitrosoepomo (1988) sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rosales
Famili : Leguminoseae (Fabaceae) Genus : Vigna
Spesies : Vigna radiata L.
Menurut Rukmana (1997), tanaman kacang hijau memiliki kacang atau biji yang kecil, hanya sekitar 0,5-0,8 mg. Kulit bijinya hijau dan putih pada bagian dalam bijinya, bijinya sering dibuat kecambah atau taoge.
Biji merupakan alat untuk melanjutkan hidup spesies suatu tumbuhan yaitu dengan cara mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embryonic axis. Di dalam biji terdapat embrio dan cadangan makanan yang menunjang embrio muda untuk berkecambah sampai berfotosintesis. Penyimpanan cadangan makanan merupakan salah satu fungsi utama biji. Penyimpanan cadangan berhubungan erat dengan proses pemasakan dan pengisian biji. Didalam proses pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat optimumnya proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan keberagaman gen antar varietas dalam spesies, faktor ekternal yang berorientasi pada
lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik budidaya (Ma’rufah, 2008).
Varietas kacang hijau yang berdaya hasil tinggi belum tentu memberikan keuntungan yang tinggi kepada petani. Selera konsumen atau permintaan pasar terhadap kualitas tertentu, seperti ukuran dan warna biji, turut menentukan harga jual. Kriteria mutu biji kacang hijau yang baik adalah biji berukuran besar (65–70 g/1000 biji), tidak mengandung biji keras, kandungan protein tinggi (> 30%), bentuk biji bundar, dan warna biji hijau kusam. Varietas unggul yang sudah dilepas mempunyai kandungan protein berkisar antara 18−26% (Suhartina 2005).
Sifat lain yang turut menentukan mutu biji kacang hijau adalah ukuran dan warna biji. Ukuran biji berhubungan erat dengan kandungan biji keras. Varietas kacang hijau yang berbiji kecil mengandung biji keras lebih tinggi daripada varietas berbiji besar, makin besar ukuran biji maka kandungan biji keras makin rendah. Oleh karena itu, kacang hijau yang berbiji besar dan biji berwarna hijau kusam lebih disenangi petani karena rasanya lebih enak (pulen) serta harga jualnya lebih tinggi daripada yang berbiji kecil. Karakterisasi terhadap kacang hijau berbiji besar 70−73 g/1.000 biji (Hakim, 2008).
Warna biji merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu biji kacang hijau. Kacang hijau yang berwarna hijau kusam mempunyai mutu lebih baik karena rasanya lebih enak (pulen) dan bila dibuat bubur lebih tahan basi daripada yang berwarna hijau mengkilat (Hakim, 2008).
B. Mutu Benih
Menurut UU RI No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Bab 1 Pasal 1 ayat 4 benih tanaman adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Menurut Sadjad (2015), benih ialah bahan tanam yang yang dihasilkan secara generatif melalui proses pembuahan atau fertilisasi.
Benih bermutu adalah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul. Benih yang berkualitas tinggi memiliki daya tumbuh lebih dari 80% (Kartasapoetra, 2003). Benih unggul yaitu benih yang bermutu tinggi, baik segi kemurnian, kebersihan, daya tumbuh, maupun kesehatan benih. Mutu benih kacang hijau mempengaruhi dalam meningkatkan produksi tanaman.
Mutu benih mencakup tiga aspek yang sesuai dengan standar mutu pada kelasnya, yaitu: (a) mutu genetis (berkaitan dengan kemurnian dan keseragaman benih) yaitu, aspek mutu benih yang ditentukan berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe tanaman, (b) mutu fisiologis, yaitu aspek mutu benih yang ditunjukan oleh viabilitas benih (meliputi pertumbuhan atau daya berkecambah, perkembangan, dan produksi), dan (c) mutu fisik, yaitu aspek mutu benih yang ditunjukkan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih tanaman lain, dan kadar air benih (Saenong dkk,2006).
Mutu benih merupakan perpaduan dari karakter genetik dan pengaruh lingkungan. Menurut Wirawan dan Wahyuni (2002),faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu benih antara lain :
a. Faktor genetik, genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetik benih. Setiap jenis atau varietas memiliki identitas genetika yang berbeda.
b. Faktor lingkungan, yaitu berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran benih. Faktor lingkungan tersebut antara lain yaitu, lokasi produksi, waktu tanam, teknik budidaya, waktu dan cara panen, pengolahan, dan penyimpanan benih.
Benih kacang hijau merupakan benih ortodoks yang pada umumnya memiliki periode simpan cukup panjang jika disimpan pada keadaan optimum. Penyimpanan pada keadaan optimum (apabila benih itu disimpan dalam keadaan ruang simpan yang suhu dan kelembaban relatifnya terkontrol).
Rasyid dan Sutopo (2005), menyatakan bahwa benih yang bermutu ditandai oleh, 1) tigkat kemurnian dan kebenaran varietas, 2) daya tumbuh lebih dari 80%, 3) biji bagus dan dipanen dari tanaman yang sehat dan setelah matang, 4) bersih dan tidak tercampur dengan biji yang rusak, tanaman lain atau rerumputan.
Seleksi biji dapat dilakukan bersamaan dengan saat melakukan sortasi. Biji yang berbeda bentuk dan warnanya dibuang. Bentuk biji dibedakan menjadi; biji bulat (glubos), bulat telur atau oval (ovaid), dan bentuk drum (drum
shaffed) dan lainnya. Sedangkan warna biji dibedakan menjadi hijau kuning
mengkilat, hijau buram, hijau kekuningan, coklat dan lainya (Rasyid dan Sutopo, 2005).
Setelah diperoleh biji yang bersih, biji tersebut kemudian dijemur lagi selama 2-3 hari hingga kadar airnya tinggal 10-12%. Proses pengeringan ini berhubugan dengan viabilitas (kemampuan hidup) benih yang dikeringkan (Sutopo, 2004).
c. Faktor kondisi fisik dan fisiologis benih, yaitu yang berkaitan dengan tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan antara vigor awal dan lama disimpan), tingkat kesehatan ukuran dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih.
Mutu benih berangsur-angsur menurun karena proses kemunduran benih. Proses kemunduran alami maupun kemunduran karena faktor-faktor lingkungan yang merusak disebut deteriorasi. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis dan biokimia yang berakibat menurunnya viabilitas benih.
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam sertifikasi benih. Tinggi rendahnya viabilitas benih pada saat pematangan fisik benih akan mudah terpengaruh oleh faktor-faktor penyimpanan. Oleh karena itu diperlukan cara- cara dan perlakuan yang tepat pada penyimpanan agar kemunduran benih dapat dikurangi kecepatannya, karena tanpa dilakukan
cara-cara dan perlakuan yang tepat pada penyimpanan maka benih akan cepat mengalami pemunduran atau kemerosotan (Kartasapoetra, 1987). Kelas- kelas benih yang dapat menjamin mutu benih ada empat kelas benih, yaitu Benih Penjenis (Breeder Seed), Benih Dasar (Foundation Seed), Benih Pokok (Stock Seed), dan Benih Sebar (Extention Seed).
C. Penyimpanan Benih
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih. Tujuan dari penyimpanan benih yaitu menjaga agar benih selama waktu tertentu masih tetap baik kemampuan tumbuhnya (Hasanah, 2002). Maksud utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan mutu fisiologi benih guna keperluan tanam pada musim berikutnya.
Penyimpanan benih untuk menunggu musim tanam berikutnya tentu menyebabkan turunnya viabilitas dan vigor. Untuk menjaga kontinyuitas dan mutu benih ini haruslah diketahui cara penyimpanan yang baik. Dalam penyimpanan benih salah satu hal yang harus diperhatikan adalah tempat penyimpanannya, karena tempat penyimpanan akan mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan. Tempat penyimpanan yang baik dapat menekan proses respirasi benih serta dapat melindungi benih dari serangan hama dan penyakit, sehingga mutu benih dapat dipertahankan (Rinaldi, 2010).
Selama penyimpanan benih akan mengalami kemunduran yang kecepatannya akan dipegaruhi oleh faktor genetik dan mutu awal benih (daya berkecambah, indeks kecepatan berkecambah, kadar air benih, dan suhu ruang simpan) (Sukarman dan Hasanah, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah sebagai berikut :
1. Sifat genetis benih
Sifat genetis benih ditentukan oleh variasi antar spesies dan variasi antar varietas. Variasi antar spesies yaitu, sifat genetis dari setiap spesies berbeda dan sifat ini antara lain akan mempengaruhi kekerasan kulit benih dan permeabilitas yang rendah (misal: leguminosae) dapat disimpan lebih lama. Sedangkan variasi antar varietas yaitu, kultivar dari spesies yang sama dapat mempunyai sifat ketahanan yang berbeda. Secara umum tidak semua benih dari satu kelompok benih yang sama mempunyai daya simpan yang sama. Dalam satu kelompok benih, benih tidak akan mati bersama-sama, karena sifat ketahanan benih lebih bersifat individual meskipun diproduksi dan diperoses dalam waktu yang sama (Kuswanto, 2007).
2. Jenis benih
Penyimpanan benih memerlukan informasi mengenai identitas benih, apakah benih termasuk kedalam benih ortodoks, rekalsitran, maupun intermediate, dikarenakan informasi tersebut berguna untuk perlakuan penyimpanan benih itu sendiri.
3. Struktur dan komposisi benih
Morfologi benih dapat mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada saat benih dipanen dan diproses. Umumnya benih yang berukuran kecil akan mengalami kerusakan lebih sedikit daripada benih yang berukuran besar. Disamping itu, kedudukan embrio juga merupakan faktor penyebab kerusakan benih.
4. Kondisi kulit benih
Benih yang mempunyai kulit benih keras (hard seed) dan impermeabel terhadap air lebih tahan disimpan jika tempat penyimpanannya memadai. Hal ini disebabkan selama dalam penyimpanan tidak terjadi perubahan kandungan air benih yang dapat mempengaruhi laju respirasi dan akan menghambat laju kemunduran.
5. Vigor awal benih
Vigor benih pada saat mulai disimpan sangat mempengaruhi daya simpan benih. Semakin tinggi persentase vigor benih pada saat dipanen, maka daya simpannya akan semakin lama. Penyimpanan sangat erat hubungannya dengan viabilitas dan vigor benih, terutama pada benih dengan laju kemunduran yang tinggi.
Vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah sifat genetis dari varietas atau spesies, kondisi benih pada saat disimpan, kondisi ruang penyimpanan benih, keseragaman seed lot, dan serangan cendawan yang dikaitkan dengan kondisi pH ruang penyimpanan benih (Kuswanto, 2007).
Faktor eksternal yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan menurut Sutopo (2002) adalah:
1. Suhu ruang penyimpanan
Berdasarkan hukum Harrington, suhu ruang penyimpanan benih sangat berpengaruh terhadap laju kemunduran benih. Semakin rendah suhu ruang penyimpanan, semakin lambat laju kemunduran sehingga benih dapat lebih lama disimpan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu ruang penyimpanan, semakin cepat laju kemunduran sehingga lama penyimpanan benih lebih pendek (dimana benih tersebut dapat tersimpan lama). Hal ini sesuai dengan kaidah Harington yang pertama (Harrington dalamSutopo, 2002) bahwa setiap kenaikan kadar air benih 1% maka umur benih akan menjadi setengahnya.
2. Lingkungan simpan benih
Lingkungan simpan benih yaitu biotik (mikroorganisme, seranga, dan hewan pengerat) dan abiotik (suhu dan RH). Kegiatan mikroorganisme yang tergolong dalam hama dan penyakit gudang dapat mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan Aspergillus dan Penicillium tergolong kedalam hama gudang yang seluruh siklus hidupnya berada didalam gudang, karena cendawan tersebut dapat tumbuh pada RH yang cukup rendah, beberapa diantarannya bahkan bersifat osmofilik (menyerang benih dengan kadar air cukup rendah) menyerang pada suhu 4-45 0C dan RH 65-100%. Species Aspergillus menyerang benih pada kadar air benih 13-15%, sementara Penicillium menyerang benih pada kadar air lebih dari 16% dan suhu yang relatifrendah.
Suhu udara yang terlalu tinggi saat penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya penguapan zat cair dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dari embrio akan mati akibat keringnya sebagian atau seluruh benih. Semakin rendah suhu kemunduran viabilitas benih dapat dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperatur, semakin meningkat laju kemunduran viabilitas benih. Jadi untuk penyimpanan yang lebih efektif itu adalah suhu yang rendah. Yang mampu menjaga kelembapan untuk memperkecil laju respirasi benih.
RH atau kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi viabilitas benih. Sifat biji yang higroskopis menyebabkan selalu mengadakan kesetimbangan dengan udara di sekitarnya. Kandungan air yang tinggi dalam benih dengan kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan penguapan air dari dalam benih dan mempertinggi kelembaban udara disekitar benih. Sebaliknya bila kandungan air dalam benih rendah sedangkan kelembaban udara disekitar benih tinggi akan mengakibatkan terjadinya penyerapan air oleh benih dan penurunan kelembaban udara disekitar benih sampai tercapai tekanan yang seimbang. Bagi kebanyakan benih kelembaban nisbi antara 50-60% temperatur antara 32-50oF (0-10oC) adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih paling tidak untuk jangka waktupenyimpanan selama setahun.
3. Wadah simpan benih
Menurut Robi’in (2007), prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih. Bahan kemasan (wadah) benih yang baik adalah bahan yang memiliki kekuatan dari tekanan, tahan terhadap kerusakan, dan tidak mudah robek. Bahan untuk kemasan banyak macamnya dan masing-masing memiliki sifat yang berbeda. Bahan kemasan (wadah) benih didaerah tropis basah umumnya memiliki sifat impermeabilitas terhadap uap air. Sifat lain yang penting adalah mempunyai daya rekat (sealibility).
Ferguson dkk, 1999 dalam Sumadi dkk, 2015, menyatakan bahwa faktor paling utama dan penting dalam pengemasan benih adalah sistem pengemasan benih untuk menjaga kelembaban seperti kaleng dan timah, plastik atau aluminium foil. Untuk memilih pegemasan benih perlu diperhatikan dari jumlah benih tersebut, pengemasan penyimpanan untuk jangka panjang atau jangka pendek. Untuk penyimpanan benih dalam jumlah kecil dapat dilakukan dengan menggunakan kaleng dari aluminium atau fiberboard dengan aluminnium foil dan kantong polietilen.
Benih kacang hijau seperti halnya benih-benih lain dalam kelompok benih ortodoks tidak tahan disimpan lama dan mudah rusak ataupun menurun mutunya apabila disimpan pada kadar air tinggi atau disimpan pada ruang dengan kelembaban tinggi dengan suhu ruang simpan tinggi. Kerusakan tersebut mengakibatkan penurunan mutu baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang berupa susut berat karena rusak, memar, cacat, penurunan daya berkecambah, dan lain-lain.
Untuk melindungi benih kacang hijau dari pengaruh kondisi lingkungan simpan yang tidak baik yaitu kelembaban relatif dan suhu tinggi dapat dilakukan dengan cara mengeringkan benih sampai kadar air tertentu yang aman untuk penyimpanan dan menyimpan benih dalam wadah yang tepat.
Selama dalam penyimpanan benih mengalami proses kemunduran yang tidak dapat dihindari. Kualitas benih awal dalam penyimpanan sangat berpengaruh terhadap daya simpan benih. Ada dua faktor yang mempengaruhi mutu benih dalam penyimpanan yaitu faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi mutu benih dalam penyimpanan yang meliputi kelembaban, temperatur, dan komposisi gas diruang simpan. Sedangkan faktor biotik adalah faktor yang disebabkan oleh jasad hidup yang terdapat pada ruang simpan benih di dalam gudang maupun di dalam kemasan yang dapat merusak mutu benih selama penyimpanan, seperti adanya cendawan, bakteri, dan hama gudang.
Callosbruchus chinensis merupakan jenis hama atau serangga yang
menyerang benih selama proses penyimpanan. Penyebabnya karena kontaminasi mekanis atau menempel dan migrasi atau terbang. Pada suhu kurang dari 10 0C dan RH kurang dari 40% serangga pada umumnya tidak bisa hidup atau stagnasi.
Menurut Marzuki dan Sutopo (2001), C.chinensis biasanya menyerang benih kacang hijau yang berkadar air tinggi dan hama kurang mampu berkembang pada benih yang disimpan pada kadar air rendah. Imago akan mati pada pada kelembaban relatif yang rendah.
Justice and Bass (2002) menyatakan bahwa, umur simpan benih dapat diperpanjang dengan mengeringkan benih hingga kadar air 5% atau lebih rendah, lalu mengemasnya dalam wadah kedap uap air dan disimpan pada kondisi alami yang bersuhu sampai dengan 32 0C.
D. Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis)
Hama adalah organisme yang kegiatannya dapat menurunkan atau merusak kualitas dan atau kuantitas produk pertanian. Hama berdasarkan tempat penyerangannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu hama lapang dan hama gudang. Hama lapang adalah hama yang menyerang produk pertanian pada saat masih di lapang. Hama gudang adalah hama yang merusak produk pertanian saat berada di gudang atau pada saat masa penyimpanan.
Kacang hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang rentan terhadap infestasi hama gudang. Hama gudang yang sering menyerang biji kacang hijau adalah Callosobruchus chinensis (Kartasaputra 1987 dalamSupeno, 2005).
Menurut Kalshoven (1987), Callosobruchus chinensisL. diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Family : Bruchidae Genus : Callosobruchus
Species : Callosobruchus chinensis L.
Gambar 1. Hama kacang hijau (Callosobruchus chinensis) (1a. kumbang jantan 1b. kumbang betina)
Hama kacang hijau (Callosobruchus chinensis) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) Telur
Telur diletakkan pada permukaan biji, biasanya pada satu biji hanya diletakkan satu telur. Telur berwarna keputih-putihan. Jumlah telur yang diletakkan seekor kumbang betina berkisar antara 50-150 butir (Sudarmo, 1991). Telur berbentuk jorong dengan panjang rata-rata 0,57 mm, berbentuk cembung pada bagian dorsal serta rata pada bagian yang melekat dengan biji. Telur menetas antara 4-8 hari (Sudarmo, 1991). Telur dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Telur Hama kacang hijau (Callosobruchus chinensis) b) Larva
Larva yang baru menetas akan terus menggerek dengan cara memakan kulit telur yang menempel pada biji dan kulit biji dan masuk ke dalam kotiledon. Larva hidup dengan cara memakan dan menggerek kulit biji (Bato dan Sanches, 1998). Larva berkembang sepenuhnya di dalam satu butir biji, membentuk satu lubang keluar persis di bawah kulit biji, berupa semacam jendela bulat yang terlihat dari luar, tetap tinggal di dalam biji sampai menjadi imago. Stadia larva
berlangsung selama 10-13 hari. Larva dapat dilihat pada Gambar 2 (Bato dan Sanches, 1998dalam Widodo, 1987).
Gambar 3. Larva hama kacang hijau(Callosobruchus chinensis) c) Pupa
Larva instar keempat telah memakan isi biji dekat di bawah kulit biji, maka akhirnya larva menjadi pupa dan tetap berada pada tempat tersebut sampai menjadi dewasa (Mangoendihardjo, 1997). Pupa berwarna putih kekuningan. Stadia pupa berkisar antara 4-6 hari. Pupa dapat dilihat pada Gambar 3 (Mangoendihardjo, 1997).
d) Imago
C. chinensis yang baru dewasa, beberapa hari tetap berada dalam biji
kacang hijau, 2-3 hari keluar dari biji dengan cara mendorong kulit biji yang digores dengan mandibelnya sehingga terlepas dan terbentuklah lubang. Imago berukuran 5 mm panjangnya dan berbentuk bulat telur, cembung pada bagian dorsal. Panjang tubuh kumbang jantan antara 2,40-3 mm, sedangkan betina 2,76-3,48 mm. Antena kumbang jantan bertipe sisir (pectinate) dan betina bertipe gergaji (serrate). Stadia imago antara 25-34 hari. Imago dapat dilihat pada Gambar 4 (Greaves dkk., dalam Putri dkk., 1998).
Gambar 5. Imago Hama Kacang Hijau(Callosobruchus chinensis)
Kerugian yang ditimbulkan hama ini mencapai 96%. Hama ini memakan kacang-kacangan khususnya kacang hijau mulai dari merusak biji, memakannya hingga tinggal bubuknya saja, akibatnya kacang hijau tidak dapat lagi digunakan untuk benih maupun untuk dikonsumsi (Kartasaputra, 1991). Gejala kerusakan hama dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi hama ini adalah dengan menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan tanpa meninggalkan residu pada produk bahan pertanian.
E. Kandungan Zat Kimia Biji Saga
Saga pohon (Adenanthera pavonina) merupakan tanaman dari sukupolong-polongan yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinyakecil berwarna merah dan memiliki daun menyirip ganda seperti tanaman anggotasuku polong-polongan lainnya. Menurut Gembong Tjitrosoepomo (1988) klasifikasi saga pohon (Adenanthera pavonina) yaitu :
Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Familia : Papilionaceae Genus : Adenanthera
Spesies : Adenanthera pavonina
Buah saga pohon berupa buah polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15-20 cm , polong yang tua berwarna coklat kehitaman dan akan kering kemudian
pecah dengan sendirinya. Setiap polong saga pohon berisi 10-12 butir biji dengan biji yang mempunyai garis tengah 5-6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap buah saga pohon berbentuk polong memanjang dan membengkok dengan panjang antara 15-22 cm, berwarna coklat gelap, dan berisi 8-12 biji. Biji berkulit keras dengan diameter 7,5-9 mm, berbentuk seperti lensa, berwarna merah, dan melekat pada polong (Anggraini, 2007).
Menurut Widayanti (2000), di dalam biji saga pohon terkandung sejumlah protein, yaitu (2,44 g/100g),lemak (17,99 g/100 g), dan mineral. Mengandung gula yang rendah (8,2g/100 g), tajin (41,95 g/100 g), dan zat penyusun lainnya adalah karbohidrat.
Kandungan anti nutrisi yaitu methionine dan cystine, yang merupakan jenisasam amino yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan total asam yangmengandung lemak, yaitu asam linoceic dan oleic mengandung 70,7 %. Jumlahasam lemak bebas yang terkandung pada saga pohon relative tinggi terutamaperoksida dan saponification yang terkandung senilai 29,6 mEqkg dan 164,1mgKOHg, hal ini menunjukkan suatu kemiripan kandungan minyak padamakanan. Dapat disimpulkan bahwa biji saga pohon menghadirkan suatu sumberpotensi minyak dan protein yang bisa mengurangi kekurangan sumber proteinnabati.
Biji saga tersusun oleh adanya kulit, kotiledon, dan hipokotil. Kulit merupakan bagian yang lebih besar yaitu sebesar 52,13%, sedangkan kotiledon dan hipokotil sebesar 47,87%. Biji saga mengandung saponin pada kulit bijinya yang berwarna merah. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan
dalam tumbuhan. Sumber utama saponin adalah biji-bijian selain pada biji saga juga terdapat pada kedelai.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut Sapotoksin (Muehtrrdiu dkk, 2002).
Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada dalam kayu. Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstraksi biasanya membutuhkan serangkaian ekstraksi yang biasanya memberikan ciri awal komposisinya. Variasi komposisi ini dapat sangat besar bahkan di dalam kayu satu genus (Fengel dan Wegener, 1995).
Tanda-tanda tua biji saga adalah adanya polong pecah dan terbelah dan tangkupan kulit polong membentuk susunan spiral, biji sangat keras, kulit biji berwarna merah cemerlang, serta keping biji berwarna kuning kecoklatan (Theresia, 1986).
F. Kandungan Zat Kimia Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar.
Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat di bawah.Komposisi kimia sekam padi menurut Suharno (1979) yaitu: • Kadar air : 9,02% • Protein kasar : 3,03% • Lemak : 1,18% • Serat kasar : 35,68% • Abu : 17,17% • Karbohidrat dasar : 33,71
Komposisi kimia sekam padi menurut DTC – IPB : • Karbon (zat arang) : 1,33%
• Hidrogen : 1,54%
• Oksigen : 33,64%
Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil) 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k. kalori. Menurut Houston (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300-3600 k.kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.
G. Hipotesis
Pada penelitian yang akan dilakukan diduga penggunaan serbuk biji saga dan serbuk sekam padi yang terbaik :
1. Jenis bahan pestisida nabati serbuk biji saga lebih baik daripada serbuk sekam padi dalam menghambat perkembangan hama Callosobruchus chinensis. 2. Dosis serbuk biji saga dari 10 g/100 g benih kacang hijau merupakan takaran
yang terbaik dalam mengendalikan populasi hama Callosobruchus chinensis. 3. Kombinasi perlakuan yang terbaik menggunakan pestisida nabati serbuk biji
saga pada dosis 10 g/100 g benih kacang hijau merupakan takaran yang paling efektif dalam menekan populasi hama Callosobruchus chinensis.