• Tidak ada hasil yang ditemukan

BRIEF. Momentum pemberantasan perdagangan ilegal spesies bukan asli Indonesia terancam punah (non-native species) PESAN KUNCI LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BRIEF. Momentum pemberantasan perdagangan ilegal spesies bukan asli Indonesia terancam punah (non-native species) PESAN KUNCI LATAR BELAKANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN KUNCI

1. Volume perdagangan spesies bukan asli Indonesia tergolong tinggi. Salah satunya adalah perdagangan gading Gajah Afrika (Loxodonta africana) di Indonesia yang termasuk ke dalam kategori Apendiks I CITES, di mana perdagangan terhadap spesies tersebut adalah ilegal.

2. Ketiadaan payung hukum menyebabkan penanganan kasus penyelundupan dan perdagangan satwa liar bukan asli Indonesia (non-native species) yang terancam punah (kategori Apendiks I CITES) masih sulit untuk dilakukan.

3. Penyertaan pasal khusus terkait perlindungan terhadap spesies bukan asli Indonesia terancam punah dalam RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati diperlukan dalam penguatan perlindungan spesies dan peningkatan penegakan hukum terhadap kasus terkait.

LATAR BELAKANG

Asia Tenggara dikenal sebagai “hot spot” pusat perdagangan ilegal satwa liar dengan melimpahnya sumberdaya satwa liar di negara-negara Asia Tenggara tersebut. Negara-negara seperti Laos, Kamboja, Myanmar, Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok penting produk satwa liar sementara Thailand merupakan negara yang menjadi jalur penting perdagangan dan China dan Vietnam adalah negara konsumer (World Bank, 2005; UNODC 2015). Namun seiring berjalannya tahun, Indonesia tidak lagi hanya menjadi negara pemasok penting namun juga menjadi salah satu pusat kejahatan perdagangan ilegal satwa liar, baik sebagai penyedia, jalur transit ataupun konsumen. Hal

| BRIEF

©Wildlife Crime Unit (WCU)/ WCS IP

bukan asli Indonesia

terancam punah

(non-native species)

Momentum pemberantasan

(2)

2

ini terlihat dari meningkatnya penyitaan baik ekspor maupun import dalam beberapa laporan oleh para penegak hukum (USAID-C4J, 2015).

Dari beberapa laporan tersebut, untuk kasus perdagangan ilegal satwa yang masuk kategori dilindungi dapat langsung ditindaklanjuti oleh penegak hukum sesuai dengan UU No.5/1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Namun tidak demikian dengan spesies bukan asli Indonesia (non-native spesies) yang masuk dalam daftar Apendix I CITES (diatur secara ketat dan dilarang diperdagangkan). Ketika ditemukan dipasar-pasar gelap, proses hukum untuk spesies ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan UU No.5/1990. Hal tersebut diakibatkan tidak masuknya spesies tersebut di dalam daftar satwa yang dilindungi di Indonesia. Hal ini tidak hanya menjadi celah untuk terjadinya peredaran secara ilegal, namun juga merupakan celah hukum yang cukup besar untuk perlindungan satwa bukan asli Indonesia yang terancam punah serta penegakan hukum terhadap kejahatan satwa liar baik di tingkat nasional maupun internasional.

PENGATURAN PERLINDUNGAN SPESIES DALAM KERANGKA

REGULASI NASIONAL

CITES dan Kerangka Hukum di Tingkat Nasional

Sebanyak 182 negara di dunia menyetujui adanya sebuah pengaturan global mengenai peredaran tumbuhan dan satwa liar melalui Konvensi Perdagangan Internasional dari Spesies Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam (Convention on International Trade of Endangered Spesies/ CITES). Konvensi tersebut mengatur segala bentuk peredaran spesimen spesies tumbuhan dan satwa liar yang terbagi ke dalam Appendiks I, II dan III. Melalui mandat Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978, Indonesia meratifikasi konvensi tersebut untuk dapat diimplementasikan di Indonesia. Hal tersebut juga mendasari dirumuskannya UU No.5/1990 yang mengatur tentang konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia secara menyeluruh.

Dalam pelaksanaannya, perlindungan spesies mengacu pada kategorisasi perlindungan sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1990 yang membagi 2 kategori yaitu satwa yang dilindungi dan tidak dilindungi. Untuk perlindungan satwa dilindungi selanjutnya diatur dalam turunan UU tersebut yaitu PP No. 7/1999 dimana dalam lampirannya memuat Daftar Spesies Tumbuhan dan Satwa Liar yang dilindungi di Indonesia. Namun daftar tersebut hanya memuat spesies yang terdapat di Indonesia dan tidak memasukkan spesies bukan asli Indonesia yang masuk dalam Appendiks CITES khususnya Apendiks I.

(3)

3

Implementasi Aturan dan Implikasi terhadap Perlindungan Spesies Terancam Bukan Asli Indonesia

Daftar spesies yang dilindungi dalam lampiran PP No. 7/1999 serta kategorisasi perlindungan spesies yang diatur dalam UU No. 5/1990 meninggalkan sebuah celah hukum yang membuat Indonesia menjadi rawan terhadap perdagangan dan pencucian peredaran satwa liar bukan asli (non-native/ exotic spesies). Salah satu yang terbesar adalah gading Gajah Afrika (Loxodonta africana). Berdasarkan data yang diperoleh oleh WCS Indonesia Program, sebanyak lebih dari 2.449 buah produk gading Gajah Afrika beredar di pasaran dalam periode 7 tahun terakhir (2010-2017). Bentuk yang diperdagangkan beragam, mulai dari gading yang telah diukur, perhiasan hingga patung yang terbuat dari gading. (Gambar 1). Sejumlah 55% dari produk tersebut (1343 buah), ditemukan dalam jumlah banyak di pasar-pasar gelap di Jakarta.

Gajah Afrika merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam Apendiks I CITES, dimana perdagangan terhadap spesies tersebut adalah ilegal. Ketiadaan payung hukum di Indonesia yang melindungi spesies bukan asli, khususnya yang termasuk ke dalam Apendiks I, membuat proses penindakan yang dilakukan oleh para penegak hukum menjadi sulit. Hal tersebut disebabkan oleh tidak ada norma khusus terkait pelindungan spesies bukan asli Indonesia dalam UU No.5/1990 serta peraturan turunan yang terkait juga tidak memuat hal tersebut, salah satunya di dalam daftar spesies yang dilindungi di Indonesia.

Berdasarkan data yang diperoleh, kasus penyelundupan atau perdagangan satwa bukan asli Indonesia kemudian hanya dapat ditindaklanjuti ketika kasusnya juga melibatkan spesies dilindungi. Misalnya penyelundupan harimau benggala (Bengal Tiger/ Panthera

Gambar 1. Ragam produk gading Gajah Afrika yang diperjualbelikan di Jakarta. Sumber: Illegal Wildlife Trade Database, WCS Indonesia Program

(4)

4

tigris tigris) yang dapat ditindak akibat adanya 11 (sebelas) satwa asli Indonesia yang dilindungi diantaranya yaitu Siamang, Julang emas, Merak hijau, Elang bondol dan berbagai spesies burung kakatua (Kakatua jambul-kuning dan Kakatua Maluku). Dalam kasus seperti ini, tidak juga dilakukan perampasan terhadap barang bukti oleh aparat penegak hukum.

Dalam mengatasi celah tersebut, Pemerintah juga telah melakukan upaya dengan terobosan baru seperti yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia yang berhasil melakukan penyitaan terhadap pelaku perdagangan Kura-kura radiata (Radiated tortoise/ Astrochelys radiata) dan Kura-kura Yniphora (Angonoka tortoise/ Astrochelys yniphora). Penyitaan dilakukan atas dasar ketiadaan sertifikasi kesehatan pada jenis yang dipelihara yang dimuat pada Pasal 5 UU No.16/1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan yang berbunyi:

Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib:

a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;

b. melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan;

c.

dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk

keperluan tindakan karantina.

Adapun pelaku terancam dikenakan hukuman pidana paling lama 3 (tiga) tahun dengan denda paling banyak Rp. 150.000.000.- (seratus lima puluh juta rupiah) (Pasal 31). Namun sebagai catatan, penggunaan kerangka hukum di luar UU No. 5/1990 (misalnya UU No.16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan atau UU No.10/1995 tentang Kepabeanan) hanya dapat dilakukan ketika kasus tersebut terjadi pada pintu-pintu keluar masuk perdagangan seperti bandara ataupun pelabuhan. Adapun untuk kasus-kasus spesies bukan asli Indonesia sendiri, cukup banyak yang sudah masuk ke Indonesia dan diperdagangkan secara terbuka di pasar, sehingga penguatan perlindungannya dalam UU No. 5/1990 menjadi sangat penting.

(5)

5

PENGUATAN KERANGKA PERLINDUNGAN SPESIES TERANCAM

PUNAH DALAM REVISI UU NO. 5/1990

Mengingat bahwa jumlah kasus-kasus penyelundupan dan perdagangan satwa bukan asli yang terjadi di Indonesia berpotensi semakin meningkat, penyertaan norma terkait untuk penyempurnaan revisi UU No.5/1990 penting untuk dilakukan untuk menutup celah hukum yang ada. Perlindungan spesies terancam telah diakomodir secara komprehensif dalam pasal-pasal di draf RUU (draf revisi UU No.5/1990) yang dikembangkan dengan baik oleh pihak DPR. Dalam draf RUU tersebut, telah terdapat pasal terkait perlindungan satwa bukan asli Indonesia, baik dalam lingkup tindakan maupun sanksi. Rincian pasal yang dimaksud sebagai berikut:

Bagian dan Nomor Pasal Intisari Pasal Penetapan Status Perlindungan

Spesies untuk spesies kategori I, II dan III yang dimuat dalam:

 Pasal 35 ayat 2

 Pasal 36 ayat 2

 Pasal 37 ayat 2

Penetapan Status Perlindungan Spesies kategori I, II dan III sebagaimana dimaksud di ayat (1) atau ayat sebelumnya, dilakukan berdasarkan kriteria yang ditentukan, salah satunya adalah

“spesies yang menurut konvensi tentang pengendalian perdagangan flora dan fauna internasional pelindungan dan/atau

perdagangannya diatur secara ketat”.

Hal tersebut merupakan salah satu langkah konkrit dalam perwujudan komitmen untuk melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia. Adapun dalam praktiknya, ketika norma tersebut telah dimuat dalam payung hukum terkait konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia, para penegak hukum dapat merujuk pada daftar Apendiks CITES, khususnya Apendiks I yang memuat daftar spesies yang dilarang untuk diedarkan atau bahkan diperdagangkan. Dengan demikian, ini secara otomatis tidak hanya menutup celah hukum namun juga dapat menutup/mengurangi peredaran spesies bukan asli Indonesia ini di pasar-pasar terbuka.

(6)

6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penyertaan spesies bukan asli Indonesia ke dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia melalui pencantuman norma terkait dalam revisi UU No.5/1990 merupakan salah satu upaya kunci yang dapat dilakukan untuk menutup celah hukum konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia serta memerangi kejahatan terhadap peredaran dan perdagangan satwa ilegal, baik yang dilakukan secara di lingkup domestik maupun lintas negara.

REFERENSI

The World Bank. 2005. Going, Going, Gone: The Illegal Trade in Wildlife in East and Southeast Asia. The World Bank, Washington DC. UNODC. 2013. Transnational Organized Crime in East Asia and the Pacific: A Threat Assesment. United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) Regional Office for Southeas Asia and the Pacific, Bangkok, Thailand.

USAID - Changes for Justice (C4J). 2015. Widlife Crime in Indonesia: A Rapid Assessment of the Current Knowledge, Trends and Priority Actions. A Report prepared by Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Jakarta, Indonesia.

Kertas kebijakan ini dimungkinkan dengan dukungan Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi dari kertas kebijakan ini adalah tanggungjawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

Gambar

Gambar 1. Ragam produk gading Gajah Afrika yang diperjualbelikan di Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu tokoh ulama tersebut ialah Abu Bakar Jabir al-Jazairi, jumhur ulama dari kalangan salaf, bahwa jika seorang istri ditinggal mati oleh suaminya dalam

Abstrak. Kemampuan berbahasa dibutuhkan anak dalam berkomunikasi dengan orang lain sehingga anak perlu membentuk bahasa baik secara lisan maupun bahasa isyarat

Pada Sendok spesi yang dibutuhkan 30 buah peralatan palu besi, yang ada di ruang penyimpanan alat jurusan bangunan berjumlah 21 buah dengan kondisi peralatan yang

Berdasarkan penelitian kes-kes yang telah diputuskan oleh Mahkamah, penulis mendapati bahawa suatu usaha bagi membuktikan orang yang hilang itu sudah mati amatlah

Sebuah perangkat yang memiliki teknologi wireless bluetooth akan mempunyai kemampuan untuk melakukan pertukaran informasi dengan jarak jangkauan sampai dengan 10 meter

Prosedur kerja perawatan luka antara lain tangan dicuci terlebih dahulu, setelah itu memakai sarung tangan nonsteril, perlak yang dilapisi kain ditempatkan di

Kasir adalah seorang pejabat fungsional yang karena tugas dan tanggung jawabnya diberikan amanah oleh perusahaan untuk berperan dalam melaksanakan tertib administrasi,

Guru harus berusaha dan memikirkan teknik pengajaran yang menarik dan berkesan serta mempelbagaikan teknik pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas yang