1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi tektonik dan gaya yang mengontrol pembentukan cekungan, geometri cekungan, sistem minyak dan gas bumi, dan faktor lainnya. Salah satu konsep yang harus dipahami adalah sistem minyak dan gas bumi. Sistem minyak dan gas bumi adalah suatu sistem geologi yang mencakup semua yang berkaitan dengan minyak dan gas serta semua elemen geologi lain yang esensial sebagai syarat terdapatnya hidrokarbon. Model sistem minyak dan gas bumi adalah model dari minyak yang hasil dan prosesnya dapat disimulasikan untuk memprediksi keberadaan hidrokarbon tersebut (Hantschel dan Kauerauf, 2009).
Untuk mendapatkan informasi detil mengenai cekungan yang berpotensi akan keberadaan hidrokarbon, diperlukan suatu studi yang terintegrasi mengenai cekungan yaitu dengan pemodelan cekungan. Pemodelan cekungan adalah analisis atau teknik yang digunakan untuk memahami proses fisika dan kimia yang menyebabkan terbentuknya hidrokarbon pada cekungan sedimen yang merupakan gabungan antara pemodelan cekungan sedimen dan pemodelan sistem minyak dan gas bumi. Pemodelan cekungan merupakan pemodelan dinamis yang disimulasikan terhadap waktu geologi. Pemodelan cekungan dimulai dengan sedimentasi dari lapisan tertua sampai semua lapisan terendapkan dan telah
mencapai waktu sekarang. Banyak proses geologi yang dapat dianalisis pada pemodelan cekungan, seperti pengendapan, kompaksi, aliran panas, pembentukan hidrokarbon, ekspulsi, pelarutan, migrasi, dan akumulasi (Hantschel dan Kauerauf, 2009).
Cekungan Bintuni merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Indonesia, hal ini terbukti pada lapangan Wasian, Mogoi, Jagiro, dan Wiriagar yang sudah menghasilkan hidrokarbon. Penelitian terdahulu telah mengidentifikasi batuan yang berpotensi sebagai batuan induk, terdapat tiga potensi batuan induk di Cekungan Bintuni (Chevalier dan Bordenave, 1986). Penelitian ini akan melanjutkan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan, yaitu dengan membuat pemodelan pembentukan dan penyebaran kematangan batuan induk yang memberikan informasi mengenai sejarah pemendaman, batuan apa saja yang dapat menghasilkan hidrokarbon, kapan batuan induk tersebut matang, dan bagaimana penyebaran kematangan dari masing-masing batuan induk tersebut, sehingga potensi dan penyebaran kematangan batuan induk daerah penelitian dapat diketahui dengan jelas.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah
1. Apakah batuan induk yang diidentifikasi pada cekungan tersebut matang dan menghasilkan hidrokarbon
2. Kapan hidrokarbon tersebut matang dan mengalami ekspulsi 3. Bagaimana penyebaran kematangan dari batuan induk tersebut
3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
1. Memodelkan sejarah pemendaman dan kematangan daerah penelitian 2. Menentukan waktu pembentukan dan ekspulsi hidrokarbon
3. Menentukan penyebaran kematangan batuan induk
1.4 Lokasi Penelitian
Secara administratif lokasi penelitian berada di Teluk Bintuni yang termasuk Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Daerah ini berada pada bagian leher Kepala Burung dan termasuk ke dalam Cekungan Bintuni (Gambar 1.1)
1.5 Batasan Penelitian
1. Data seismik yang sudah dihubungkan dengan data log sumur akan digunakan untuk penanda dalam menentukan bentuk bawah permukaan dari masing-masing sikuen
2. Waktu kematangan dan ekspulsi hidrokarbon diasumsikan sama, karena tidak dilakukan pembahasan mengenai faktor yang mempengaruhi ekspulsi, seperti absorpsi, pelarutan air, pelarutan minyak, dan tekanan kapiler pada pori.
3. Penelitian ini menggunakan metode pemodelan 1D dan 3D dengan menggunakan model Burnham dan Sweeney, Easy %Ro.
4. Penelitian ini tidak membahas potensi batuan induk Permian karena keterbatasan data
4 Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian pada Peta Rupabumi Indonesia BAKOSURTANAL (2005) dan Peta Cekungan Sedimen Indonesia Badan
Geologi (2009), lokasi penelitian ditunjukkan oleh kotak biru, lokasi penelitian sebagian berada di daratan dan sebagian berada di laut yang termasuk ke daerah Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua barat
5
5. Penelitian ini akan menghasilkan pembahasan mengenai potensi batuan induk apa saja yang matang dan menghasilkan hidrokarbon, waktu kematangan dan ekspulsi dari masing-masing batuan induk, dan bagaimana penyebaran kematangan dari masing-masing batuan induk tersebut
1.6 Peneliti Terdahulu
Penelitian geologi dan geokimia sudah dilakukan di Cekungan Bintuni ini diantaranya adalah:
1. Chevallier dan Bordenave (1986), menyimpulkan penelitian geokimia yang telah dilakukan tentang batuan induk setelah Formasi Kais yaitu Formasi Stenkool-Klasafet yang terdiri dari batuserpih abu-abu gelap dan batupasir lempungan. Mereka berkesimpulan bahwa potensi batuan induknya rendah. Hasil studi minyak di Bintuni menyatakan terdapat dua jenis minyak di Cekungan Bintuni keduanya dihasilkan pada kondisi kematangan yang tinggi. Jika batuan induk terdapat pada Formasi Steenkool-Klasafet, minyak ringan harusnya terbentuk di bagian yang lebih dalam, disepanjang Sabuk Lipatan Lengguru, pada kedalaman kira-kira lebih dari 4500 m. Hipotesis setelah Formasi Kais ini membenarkan migrasi lateral dengan jarak 25-30 km ke arah lapangan Mogoi dan Wasian dan 75 km ke arah lapangan Wiriagar.
Karena Formasi Stenkool-Klasafet tidak dapat menghasilkan minyak, mereka menyatakan terdapat beberapa potensi batuan induk yaitu
batugamping New Guinea, akan tetapi batuan ini memiliki kandungan TOC yang rendah. Sikuen Pra-Tersier, yaitu sedimen Jura dan Permian Awal yaitu Formasi Ainim memiliki potensi batuan induk yang bagus. Hasil korelasi minyak ke batuan induk terdapat kesamaan antara minyak di lapangan Mogoi, Wasian, dan Jagiro dengan sampel permukaan Formasi Ainim. Minyak pada lapangan Wiriagar secara tentatif dikorelasikan dengan batuan induk umur Jura yaitu Formasi Tipuma bagian atas. Batas zona belum matang dengan zona matang untuk Formasi Steenkool-Klasafet adalah pada kedalaman 4000 m, Sikuen Pra-Tersier zona paling matang berada pada umur Miosen-Pliosen yaitu pada penurunan yang cepat yang berhubungan dengan pembentukan Cekungan Bintuni. Kematangan hidrokarbon terjadi pada umur Miosen-Pliosen
2. Dolan dan Hermany (1988) melakukan penelitian geologi dari lapangan Wiriagar. Mereka berpendapat bahwa potensi batuan induk Pra-Tersier di daerah ini adalah batuan pada umur Jura Tengah Kelompok Kembelangan, Formasi Ainim, dan Formasi Aifat, dan potensi batuan induk yang paling bagus adalah serpih dan batupasir deltaik-laut Jura Awal-Tengah Kelompok Kembelangan, yang disimpulkan berdasarkan data sumur Kalitami-1X yang berada sekitar 20 km Barat Daya lapangan Wiriagar.
Hasil studi minyak mentah mengindikasikan bahwa minyak pada lapangan Wasian dan Jagiro berasal dari batuan induk yang sama.
7
Minyak pada lapangan Wiriagar memiliki tipe minyak yang berbeda, akan tetapi masih terdapat beberapa kesamaan yaitu pada berat pada molekul ringannya. Data biomarker juga menjelaskan bahwa minyak lapangan Wasian dan Jagiro berasal dari minyak material organik laut pada tingkat matang secara termal. Akan tetapi, kandungan senyawa terpana disiklik yang tinggi mengindikasikan bahwa minyak juga berasal dari material yang terbentuk pada tingkat kematangan yang rendah. Bukti ketiga yang menjelaskan bahwa terdapat dua batuan induk didaerah penelitian adalah studi inklusi fluida. Semua hasil analisis geokimia ini mendukung pendapat Chevallier dan Bordenave (1986) yang menyatakan terdapat dua jenis minyak dari Cekungan Bintuni. Untuk jalur migrasi, peneliti sebelumnya menjelaskan bahwa sumber minyak di Mogoi dan Wasian berasal dari Formasi Stenkool (Visser dan Hermes, 1962 dalam Dolan dan Hermany, 1988) yang hanya membutuhkan sistem batuan induk-reservoar-batuan penutup yang sederhana untuk reservoar Kais dan tidak membutuhkan jalur migrasi yang kompleks. Akan tetapi studi terakhir dari Dolan dan Hermany (1988) menyatakan bahwa sumber minyak berasal dari batuan Pra-Tersier, sehingga jalur migrasinya harus dipelajari lebih lanjut. Secara umum formasi yang berumur Tersier yang lebih tua dari Formasi Kais terdiri dari karbonat dan klastik kasar dengan potensi sebagai batuan penutup yang rendah. Batuan penutup utama yang memisahkan batuan
induk Pra-Tersier Jura dengan reservoar Kais adalah Formasi Jass yang berumur Kapur.
3. Perkins dan Livsey (1993) melakukan penelitian geologi dari gas Jura yang ditemukan di Teluk Bintuni, mereka menyatakan terdapat tiga zona potensi batuan induk yaitu serpih dan batubara Permian Akhir Formasi Ainim, serpih dan batubara darat-lagun Jura Awal-Tengah Formasi Yefbie, dan batugamping Formasi Waripi dan batugamping New Guinea. Perkins dan Livsey (1993) memiliki pendapat yang sama dengan Chevallier dan Bordenave (1986), yang menyatakan bahwa minyak pada lapangan Wasian, Mogoi, dan Jagiro berasal dari batuan induk yang berumur Permian. Mereka melakukan analisis Vitrinite Reflectance (Ro) dan sejarah pemendaman untuk menentukan area dapur untuk batuan induk pra-Tersier. Area dapur berada pada bagian Tenggara dari Cekungan Bintuni. Migrasi terjadi di sepanjang tepian landai Barat Laut Cekungan Bintuni.
Penelitian yang telah dilakukan diatas memasukkan batuan induk sebagai salah satu pembahasan yaitu dengan membahas potensi batuan induk yang terdapat di Cekungan Bintuni. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini membahas lebih detail dengan memodelkan potensi batuan induk yang telah disebutkan, sehingga dapat dihasilkan pembahasan mengenai batuan yang berpotensi menjadi batuan induk, waktu kematangan, dan penyebaran kematangan dari masing-masing batuan induk tersebut.
9
1.7 Keaslian dan Manfaat Penelitian
Chevallier dan Bordenave (1986), Dolan dan Hermany (1988), Perkins dan Livsey (1993) merupakan beberapa peneliti yang melakukan studi mengenai sistem minyak dan gas bumi di Cekungan Bintuni. Dari beberapa peneliti tersebut, Perkins dan Livsey (1993) membuat model sejarah pemendaman pada deposenter Cekungan Bintuni dan Tinggian Misool-Onin. Penelitian ini akan melanjutkan penelitian di atas dengan melakukan pemodelan 1D pada dua data sumur dan pemodelan 3D untuk mengetahui penyebaran kematangan batuan induk, sehingga akan didapatkan deskripsi dan pembahasan mengenai pemendaman, pembentukan hidrokarbon, kematangan dan penyebaran kematangan batuan induk yang ada di daerah penelitian berdasarkan dari model yang dihasilkan.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai potensi batuan induk yang terdapat di dearah penelitian yang meliputi sejarah pemendaman, kematangan, dan penyebaran kematangan masing-masing batuan induk yang ada. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah meningkatkan tingkat kepercayaan dalam eksplorasi dan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi, terutama dalam hal kematangan dan penyebaran kematangan batuan induk.