• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan suatu kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, koperasi, yayasan, organisasi massa, dana pensiun, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi dan bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak Badan maupun perseorangan sesuai dengan Undang-Undang KUP antara lain:

a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

(SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas.

c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui Kantor Pos atau Bank Persespsi yang ditunjuk.

Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. WP Badan dipilih peneliti sebagai objek penelitian karena kemungkinan WP Badan melakukan tindak penggelapan pajak lebih besar dibandingkan dengan WP Orang Pribadi, hal ini dikarenakan WP Orang Pribadi yang bekerja pada perusahaan atau instansi

(2)

2 pemerintahan, diwajibkan memiliki NPWP dan juga diwajibkan/dihimbau untuk mengisi SPT setiap tahunnya, di beberapa perusahaan bahkan ada yang langsung memotong gaji karyawan untuk pembayaran pajak penghasilan. Berikut adalah jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang berada di wilayah kota Bandung dalam kurun waktu 2011-2013.

Tabel 1.1

Jumlah WP OP dan WP Badan di Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2013

No. KPP Tahun WP OP WP Badan

1. Bandung Bojonegara 2011 88.760 6.863 2012 95.836 7.399 2013 97.184 7.494 2. Bandung Cibeunying 2011 91.326 10.824 2012 98.014 11.530 2013 99.544 11.709 3. Bandung Cicadas 2011 104.868 8.882 2012 115.428 10.257 2013 117.728 10.523 4. Bandung Karees 2011 95.763 12.003 2012 103.339 13.002 2013 105.346 13.210 5 Bandung Tegallega 2011 76.601 5.351 2012 83.912 6.184 2013 85.558 6.337

Sumber: Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I

Pada tabel 1.1 di atas dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan di wilayah kota Bandung tiap tahunnya. Dengan peningkatan yang terjadi pada jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan di wilayah kota Bandung diharapkan penerimaan dari sektor pajak meningkat. Untuk

(3)

3 memaksimalkan target penerimaan pajak, maka dirjen pajak harus meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dalam hal ini Wajib Pajak Orang Pribadi ataupun Wajib Pajak Badan. Dengan meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak maka akan dapat memaksimalkan penerimaan pajak.

1.2 Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri lagi dalam beberapa tahun terakhir ini sektor pajak mendapatkan perhatian yang luas. Peran pajak dalam APBN yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat pajak sebagai tulang punggung dari perekonomian Indonesia. Tahun 2011 persentase pajak terhadap penerimaan negara sebesar 72,2%, tahun 2012 sebesar 73,28% dan pada tahun 2013 sebesar 76,46%; (http://www.fiskal.kemenkeu.go.id). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pajak berperan penting dalam pembangunan nasional. Tidak hanya sebatas pembangunan saja, namun pajak juga digunakan untuk pengeluaran rutin, seperti gaji pegawai negeri sipil dan subsidi bbm dan listrik. Melihat hal tersebut, pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari perpajakan, yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi subjek dan objek pajak.

Namun kenyataannya realisasi penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan. Pada tahun 2010 persentase realisasi penerimaan pajak adalah 97,4%; tahun 2011 adalah 99,4%; dan pada tahun 2012 adalah 92,06%. Dari tiap tahunnya realisasi penerimaan pajak, terutama PPh tidak mencapai target. Seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M. Iqbal Alamsjah (ANTARA), dalam keterangannya mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat sebesar 19,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya 97,4% dari traget yang ditetapkan dalam APBN-P 2010 (Suminarsasi dan Supriyadi, 2012). Berikut adalah proporsi penerimaan pajak yang berasal dari Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah Kota Bandung:

(4)

4 Tabel 1.2

Proporsi Penerimaan Pajak Yang Berasal Dari WP OP dan WP Badan di Wilayah Kota Bandung Tahun 2008-2011

No. KPP Tahun PPh OP (Rp) PPh Badan (Rp) 1. Bandung Bojonegara 2008 30.645.839.808 9.646.372.615 2009 25.661.003.683 13.050.464.587 2010 22.417.920.268 17.663.366.250 2011 23.592.537.432 23.119.375.026 2. Bandung Cibeunying 2008 41.869.213.633 22.996.024.145 2009 36.764.422.099 19.005.948.969 2010 31.248.578.132 38.859.677.345 2011 55.772.159.917 30.086.098.540 3. Bandung Cicadas 2008 4.046.783.929 5.209.764.122 2009 6.277.135.766 6.530.510.143 2010 4.132.819.819 7.220.056.130 2011 6.272.626.029 11.272.509.015 4. Bandung Karees 2008 19.344.641.078 14.891.243.118 2009 19.942.914.451 12.850.582.362 2010 12.547.311.192 22.233.612.437 2011 16.529.634.127 31.471.192.173 5 Bandung Tegallega 2008 22.850.770.073 10.502.821.076 2009 19.095.380.249 11.310.640.548 2010 15.776.976.930 16.913.304.259 2011 20.189.519.099 23.970.930.159 Jumlah 434.978.187.714 348.804.493.019 Sumber: Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I

Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa jumlah penerimaan PPh WP Orang Pribadi di wilayah kota Bandung lebih besar dibandingkan PPh WP Badan, padahal tingkat penghasilan Wajib Pajak Badan lebih besar daripada Wajib Pajak Orang Pribadi. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka Negara bisa menderita kerugian karena proporsi penerimaan pajak

(5)

5 dari Wajib Pajak Badan seharusnya lebih besar daripada Wajib Pajak Orang Pribadi.

Begitu juga dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan realisasi penerimaan pajak di Wilayah Kota Bandung yang rendah. Berikut adalah realisasi Wajib Pajak Badan dan realisasi penerimaan pajak gabungan antara WP OP dan WP Badan di Wilayah Kota Bandung selama lima tahun terakhir:

Tabel 1.3

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan dan Realisasi Penerimaan Pajak di Wilayah Kota Bandung

No. KPP Tahun Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan (%) Realisasi Penerimaan (%) 1. Bandung Bojonegara 2008 70,15 176,23 2009 69,44 78,54 2010 32,24 54,63 2011 30,57 52,50 2012 28,75 42,50 2. Bandung Cibeunying 2008 59,31 137,53 2009 50,02 83,80 2010 32,20 53,99 2011 27,94 42,21 2012 19,03 36,36 3. Bandung Cicadas 2008 56,45 82,63 2009 45,79 72,94 2010 43,04 39,56 2011 41,02 40,40 2012 38,13 35,67 (Bersambung)

(6)

6 (Sambungan tabel 1.3)

No. KPP Tahun Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan (%) Realisasi Penerimaan (%) 4. Bandung Karees 2008 58,55 120,21 2009 56,45 117,19 2010 39,53 48,45 2011 31,62 46,45 2012 30,62 40,40 5 Bandung Tegallega 2008 76,14 89,01 2009 63,45 74,21 2010 41,16 72,19 2011 37,33 79,23 2012 36,47 67,84

Sumber: Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I

Banyak faktor yang memengaruhi realisasi penerimaan yang tidak mencapai target, diantaranya adalah adanya petugas pajak yang berkerjasama dengan wajib pajak untuk meringankan beban perpajakan dengan cara menggelapkan pajak (Suminarsasi dan Supriyadi, 2012). Berikut adalah beberapa contoh kasus penggelapan pajak yang dapat terungkap ke publik:

(7)

7 Tabel 1.4

Fenomena Kasus Tindak Penggelapan Pajak oleh Wajib Pajak Badan di Indonesia

N o.

Tersangka Kasus Dugaan Pajak (Tahun) Dakwaan Kasus Kecurangan KPP/Perusah aan yang Terlibat Sanksi Bagi Fiskus/Wajib Pajak 1. AS dan WD (2011) www.tempo.co.id Penggelapan pajak (menyampaikan SPT dengan tidak benar dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong)

PT.GMW (Bandung)

Ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar 2. Suwir Laut (2011) www.nasional.kompas.com Penggelapan pajak (penyampaian surat pemberitahuan dan keterangan palsu) PT.Asian Agri Group (Jakarta)

Denda dua kali lipat tagihan pajak yakni sebesar Rp 2,5 triliun dan sanksi denda 48% dari tagihan pajak 3. Hadi Poernomo

(2014)

www.nasional.kompas.com

Menerima imbalan atau suap terkait dengan keputusan penerimaan keberatan pajak yang diajukan. Bank Central Asia Masih dalam proses penyelidikan, ancaman hukuman paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 1 milyar

(8)

8 Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah, khususnya dirjen pajak untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Sehingga, terdapat seksi pengawasan dan konsultasi pada setiap kantor pelayanan pajak dan fiskus yang menempatinya disebut dengan Account Representative. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98/KMK.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern. Account Representative mempunyai tugas antara lain, melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Penggelapan pajak (tax evasion) merupakan usaha yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban yang sesungguhnya, dan merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang perpajakan. Misalnya wajib pajak tidak melaporkan pendapatan yang sebenarnya (Siahaan dalam Suminarsasi dan Supriyadi, 2012). Hal tersebut akhirnya membuat realisasi penerimaan pajak tidak maksimal sehingga tidak sesuai dari target yang telah ditentukan sebelumnya.

Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen paling penting yang menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Secara umum terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assesment system, self assesment system, dan witholding system (Suminarsasi dan Supriyadi, 2012). Indonesia adalah negara yang menganut self assesment system dalam proses pemungutan pajaknya, sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (Waluyo, 2011:17). Menurut Suminarsasi dan Supriyadi (2012) sistem ini akan berjalan dengan baik apabila masyarakat memiliki tingkat kesadaran

(9)

9 perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi. Apabila tingkat kesadaran mereka tersebut masih rendah, hal ini akan menimbulkan berbagai masalah perpajakan, diantaranya yaitu penggelapan pajak (tax evasion).

Sistem perpajakan erat kaitannya dengan keadilan, artinya sistem perpajakan yang ada dan dibuat haruslah berdasarkan keadilan. Sistem perpajakan juga harus memberikan kepastian kepada Wajib Pajak tentang berapa jumlah pajak yang terutang, harus ada transparansi agar tidak terjadi kesewenangan dari fiskus atau pemungut pajak. Jika sistem perpajakan tidak transparan dan tidak adil maka kecenderungan Wajib Pajak melakukan kecurangan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti (2009) dan Pematasari dan Laksito (2011) menyebutkan bahwa pengaruh hubungan antara sistem perpajakan dengan penggelapan pajak (tax evasion) bersifat negatif, semakin tidak adil sistem pajak yang berlaku menurut persepsi seorang wajib pajak, maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun hal ini berarti bahwa kecenderungannya untuk melakukan penghindaran pajak semakin tinggi, karena dia merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik untuk mengakomodir segala kepentingannya.

Pemeriksaan pajak adalah kegiatan mengolah data secara objektif dan proporsional dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan undang-undang perpajakan (Waluyo, 2011:65). Pemeriksaan pajak dilakukan oleh fiskus agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Pemeriksaan pajak ini juga dapat meminimalisir penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu, menurut Ayu (2010) persentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi kecurangan yang dilakuakn wajib pajak sehingga berpengaruh pada penggelapan pajak (tax evasion). Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satau atau beberapa masa

(10)

10 pajak, bagian tahun pajak, satu tahun pajak dama tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ayu (2010) menyebutkan bahwa pengaruh hubungan antara pemeriksaan pajak dengan penggelapan pajak (tax evasion) berpengaruh negatif, ketika seseorang menganggap bahwa persentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia cenderung untuk patuh terhadap aturan perpajakan dan tidak melakukan penggelapan pajak (tax evasion), karena ia takut jika diperiksa dan ternyata dia melakukan kecurangan maka dana yang akan dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak yang seharusnya ia bayar.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka peneliti termotivasi untuk menganalisa lebih jauh mengenai pengaruh sistem perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak. Untuk itu peneliti melakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Sistem Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion) oleh Wajib Pajak Badan (Studi pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung)”.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Sistem Perpajakan menurut persepsi Account Representative yang terdaftar di KPP Pratama wilayah Kota Bandung? 2. Bagaimana Pemeriksaan Pajak menurut persepsi Account

Representative yang terdaftar di KPP Pratama wilayah Kota Bandung? 3. Bagaimana Penggelapan Pajak (Tax Evasion) menurut persepsi

Account Representative yang terdaftar di KPP Pratama wilayah Kota Bandung?

(11)

11 4. Bagaimana Sistem Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak mempengaruhi Penggelapan Pajak (Tax Evasion) secara simultan menurut persepsi Account Representative yang terdaftar di KPP Pratama wilayah Kota Bandung?

5. Bagaimana Sistem Perpajakan mempengaruhi Penggelapan Pajak (Tax Evasion) secara parsial menurut persepsi Account Representative yang terdaftar di KPP Pratama wilayah Kota Bandung?

6. Bagaimana Pemeriksaan Pajak mempengaruhi Penggelapan Pajak (Tax Evasion) secara parsial menurut persepsi Account Representative yang terdaftar di KPP Pratama wilayah Kota Bandung?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis sistem perpajakan menurut persepsi account representative di KPP Pratama wilayah Kota Bandung

2. Untuk menganalisis pemeriksaan pajak menurut persepsi account representative di KPP Pratama wilayah Kota Bandung

3. Untuk menganalisis penggelapan pajak (tax evasion) menurut persepsi account representative di KPP Pratama wilayah Kota Bandung

4. Untuk menganalisis sistem perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak (tax evasion) secara simultan menurut persepsi account representative di KPP Pratama wilayah Kota Bandung

5. Untuk menganalisis sistem perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak (tax evasion) secara parsial menurut persepsi account representative di KPP Pratama wilayah Kota Bandung

1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis

Kegunaan teoritis yang ingin dicapai dalam penerapan pengetahuan sebagai hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh sistem perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak oleh Wajib Pajak.

(12)

12 2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini merupakan media untuk belajar memecahkan sumbangan pemikiran berdasarkan disiplin ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan yang sejenis. 1.5.2 Aspek Praktis

Kegunaan praktis yang ingin dicapai dalam penerapan pengetahuan sebagai hasil penelitian adalah:

1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan.

2. Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh sistem perpajakan dan pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak oleh Wajib Pajak.

1.6 Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakan penelitian, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian ini secara teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini menguraikan landasan teori yang digunakan sebagai acuan dasar bagi penelitian khususnya mengenai perpajakan. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, tinjauan umum mengenai variabel dalam penelitian, pngembangan kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman pengujian data, serta ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan cakupan penelitian.

(13)

13 BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, populasi dan sampel, serta teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan keadaan responden yang diteliti, deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi, analisis model dan hipotesis, dan pembahasan mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian. Selain itu, disajikan keterbatasan serta saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam melakukan perilaku menggosok gigi adalah dengan memecah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam sebuah task analysis. Berikut ini merupakan task analysis

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang

(2) Menjelaskan penerapan model kooperatif tipe Contextual Teaching and Learning Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Muatan IPS dan Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Data sekunder yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari Bank Sentral Nigeria, Kantor Federal Statistik dan Organisasi Perdagangan Pangan dan

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki