• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN KARAKTER MAHASISWA MILENIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBENTUKAN KARAKTER MAHASISWA MILENIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

65

63 PEMBENTUKAN KARAKTER MAHASISWA MILENIAL

DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Irene Evi Krismawati

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka

email: ireneombo15@gmail.com

Abstrak. Pembentukan Karakter Mahasiswa Milenial Di Era Revolusi Industri 4.0. Sebuah universitas ibarat keluarga bagi mahasiswa, sementara dosen adalah orang tua dalam keluarga tersebut. Pembentukan karakter bagi seorang anak berawal dari keluarga, demikian pun pembentukan karakter mahasiswa berawal dari universitas. Dalam sebuah keluarga, seluruh anggota keluarga dan khususnya orang tua berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Demikian pula di Perguruan Tinggi, seluruh civitas dari Perguruan Tinggi berperan dalam pembentukan karakter mahasiswa, dan Dosen selaku orang tua dan pendidik bagi mahasiswa tentu memiliki peran lebih dalam hal ini. Revolusi Industri 4.0 memperkenalkan literasi baru yaitu literasi manusia, meski masih banyak pihak yang belum memiliki pemahaman mendalam tentang hal hal pokok dari Revolusi Industri. Hal mencolok dari era ini adalah kemudahan penggunaan media internet untuk mengakses berbagai informasi. Kenyataan tersebut sering membelenggu tipe individu era ini yang biasa dikenal dengan generasi milenial. Mereka cenderung terisolir dari pergaulan sosial dan interaksi riil. Kebiasaan – kebiasaan baru dalam gaya hidup generasi ini menunjukkan adanya gejala kemorosotan nilai nilai baik dalam hidup. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang proses dan model pembentukan karakter di Perguruan Tinggi yang sesuai dengan generasi milenials. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu studi literatur melalui buku, jurnal, dan berita cetak/online. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan bagi sebagian besar generasi milenial ini bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan karakter mereka. Pembentukan karakter dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai kegiatan, baik yang terintegrasi dengan kegiatan perkuliahan maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Kata kunci: pembentukan karakter, revolusi industri, mahasiswa.

PENDAHULUAN

Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0) merupakan era digital, suatu kemajuan yang terjadi pada era ini dan yang memberi pengaruh yang signifikan pada setiap aspek kehidupan. Digitalisasi yang ditawarkan oleh RI 4.0 meniadakan jarak dan waktu. Segala hal dapat dilakukan tanpa harus berpindah tempat. Smart phone merupakan salah satu benda serba bisa yang menjadi solusi dari setiap hal.

Kemajuan teknologi yang pesat juga sangat dapat dirasakan dalam dunia pendidikan, misalnya pemberlakuan sistem pembelajaran secara daring dan juga blended learning di beberapa Perguruan Tinggi di kota-kota besar. Perubahan pola dalam proses pendidikan di Perguruan Tinggi ini pun menciptakan perubahan sosial baik positif maupun negatif bagi generasi y atau generasi milenial yang yang merupakan

komponen aktif dari era ini. Kemajuan positif yang ditawarkan oleh era Revolusi Industri 4.0 bersambut dengan karakter generasi milenial.

Generasi milenial memiliki karakter yang berbeda dari generasi sebelumnya. Satu ciri utama generasi milenial adalah keakraban mereka dengan media komunikasi dan teknologi digital. Dibandingkan generasi sebelumnya, mereka lebih berteman baik dengan teknologi. Generasi ini merupakan generasi yang melibatkan teknologi dalam segala aspek kehidupan. Bukti nyata yang dapat diamati adalah hampir seluruh individu dalam generasi tersebut memilih menggunakan ponsel pintar. Dengan menggunakan perangkat tersebut para millennials dapat menjadi individu yang lebih produktif dan efisien. Dari perangkat tersebut mereka mampu melakukan apapun dari sekadar

(2)

66

64 berkirim pesan singkat, mengakses situs

pendidikan, bertransaksi bisnis online, hingga memesan jasa transportasi online. Oleh karena itu, mereka mampu menciptakan berbagai peluang baru seiring dengan perkembangan teknologi yang kian mutakhir. Generasi milenial dibesarkan oleh kemajuan teknologi, sehingga memiliki ciri-ciri kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Youth Lab (lembaga penelitian anak muda Indonesia) ditemukan bahwa generasi milenial memiliki pemikiran yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Generasi milenial memiliki pemikiran yang menjujung tinggi kebebasan, kritis, dan berani. Mereka tidak sungkan berdebat di depan publik untuk mempertahankan pendapat.

Ali dan Purwandi (2017) menyebutkan bahwa generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1980 sampai dengan tahun 2000. Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar dari mereka saat ini sedang berstatus sebagai mahasiswa. Karakter yang melekat pada diri milenial bisa menjadi potensi penggerak kemajuan Indonesia. Namun berbagai faktor internal dan eksternal yang tercipta pada era ini dan juga pada diri milenial dapat menjadi ancaman tersendiri bagi masa depan mereka khususnya dan Indonesia umumnya.

Struktur penduduk Indonesia saat ini sedang dalam kondisi bonus demografi, di mana penduduk di usia produktif sangat besar. Mahasiswa dari generasi milenial merupakan bagian dari bonus demografi. Mereka merupakan sumber daya manusia yang digadang-gadang dapat membawa Indonesia menuju kesejahteraan. Kondisi bonus demografi ini dapat menjadi ancaman maupun kekuatan. Hal ini akan menjadi kekuatan jika generasi tersebut dapat memanfaatkan potensinya dengan optimal dan terus memupuk nilai-nilai terpuji serta membentuk karakternya.

Berdasarkan pengamatan penulis, kemajuan teknologi RI 4.0 dan potensi yang dimiliki oleh generasi milenial bisa mejadi

bumerang bagi perkembangan aspek kehidupan dan masa depan generasi tersebut jika tidak disikapi dengan bijaksana. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh era ini tidak sedikit yang mendorong bertumbuhnya kemalasan pada diri generasi milenial, bahkan membatasi kreativitas karena terlena dengan keserbaadaan. Komunikasi online di dunia maya tidak jarang membangun dinding antara mereka dengan pribadi nyata di sekitar mereka. komunikasi dan interaksi langsung dengan orang-orang terdekat yang seharusnya menumbuhkan keakraban menjadi kaku dan berjarak. Kecenderungan lain yang diamati penulis adalah seringnya generasi milenial menghabiskan waktunya di dunia maya hanya untuk hal yang bersifat kesenangan, yang mempengaruhi produktivitas mereka.

Dewasa ini sering terjadi peristiwa-peristiwa yang menunjukkan gejala degradasi moral dan karakter yang tak jarang pelakunya adalah siswa ataupun mahasiswa. Peristiwa kecil yang sering diabaikan adalah penjiplakan atau lebih dikenal dengan istilah plagiasi marak terjadi bahkan di dunia pendidikan. Tata krama pergaulan mahasiswa telah banyak melanggar budaya ketimuran yang sopan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan. Kebebasan berpikir dan berpendapat yang disandingkan dengan kemajuan teknologi sering menghanyutkan para calon cendikiawan muda untuk mengumbar pendapat yang culas dan tidak bertanggungjawab karena digerogoti dengan kebiasaan menyebarkan berita bohong di media sosial.

Hal inilah yang menarik penulis untuk menelaah lebih jauh, secara khusus berkaitan dengan karakter para mahasiswa. Hal ini didasarkan pada pemahaman umum bahwa pembentukan karakter generasi milenial sebagai mahasiswa merupakan tanggung jawab dari seluruh civitas Perguruan Tinggi. Karena itu, telaah ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembentukan karakter di perguruan Tinggi dan peran dosen dalam proses pembentukan karakter mahasiswa serta nilai karakter yang harus dimiliki mahasiswa di Era RI 4.0

(3)

67

65 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif jenis library research, yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan sebagai objek penelitian atau pengumpulan data bersifat kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data literar yang berkaitan dengan bahan-bahan pustaka yang koheren dengan objek pembahasan. Analisi data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), yaitu penelitian yang membahas secara mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Pembentukan Karakter Berdasarkan Karakter dan Potensi Diri Generasi Milenial

Pada era RI 4.0 Perguruan Tinggi memiliki kewajiban penting dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Di dalamnya, mahasiswa milenial merupakan generasi emas yang memiliki keunggulan yang unik. Generasi milenial memiliki kecerdasan yang unggul, sehingga mendidik mahasiswa milenial menjadi tantangan tersendiri untuk Pergururuan Tinggi

Badan Pusat Statistik memproyeksi wajah Indonesia ditentukan oleh generasi milenial atau generasi Y, generasi yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000. Generasi ini mempunyai karakter connected, selalu mengupayakan dirinya terhubung. Ali (2017) menyatakan selain karakter

connected, generasi era ini memiliki

kemampuan yang creative, berpikir out of

the box, dan percaya diri dalam

mengemukakan gagasan.

Bertolak pada analisis keunggulan karakter dan potensi yang dimiliki oleh milenial, Perguruan Tinggi dapat menentukan model pembentukan karakter yang akan dilakukan dan menentukan nilai karakter apa saja yang perlu dimiliki oleh seorang milenial. Berikut ini penulis memaparkan model pembentukan karakter serta nilai yang harus dimiliki oleh seorang

mahasiswa milenia berdasarkan karakter dan potensi inti dari seorang milenial.

a. Connected

Generasi milenial melibatkan teknologi jaringan internet dalam setiap aktivitas kesehariannya. Hal itu dilakukan untuk tetap terhubung (connected) dengan jaringan komunikasi global. Kebiasaan generasi milenal tersebut difasilitasi oleh trend Internet of Things yang terjadi pada era digital RI 4.0. Internet adalah singkatan dari interconnected network. Sebagai sebuah sistem komunikasi global, internet mefasilitasi penggunanya untuk selalu aktif dalam jaringan komunikasi dan mengakses segala jenis informasi di seluruh dunia.

Internet menyediakan berbagai sumber informasi, seperti akademik, bisnis dan berbagai layanan informasi lainnya. Komunikasi global juga dapat dilakukan dengan internet. Internet merobohkan tembok ruang dan waktu, apapun dapat dilakukan kapan pun, dimana pun dan oleh siapa pun selama terkoneksi dengan jaringan internet.

Twitter, Facebook, Youtube,

WhatsApp, Telegram merupakan platform

komunikasi digital yang sedang digandrungi oleh milenial. Telepon pintar merupakan teknologi khas milenial yang menjadi wahana menyebarkan informasi.

Pemahaman tentang makna connected yang dianut oleh generasi milenial dapat memberikan gambaran model komunikasi yang diharapkan oleh generasi ini. Platform komunikasi digital dapat memfasilitasi komunikasi kekinian antara civitas akademik perguruan tinggi dengan membagikan pesan-pesan yang beriisikan nilai-nilai karakter.

Internet sebagai sumber informasi dapat dimanfaatkan oleh Perguruan Tinggi sebagai media penyedia sumber informasi tentang nilai-nilai karakter terpuji yang dapat diakses oleh mahasiswa. Informasi tentang nilai dapat disajikan dengan tampilan yang menarik dan kekinian, dapat berupa video, cerita, kata-kata mutiara

(4)

68

66

pendek ataupun meme-meme lucu yang menyiratkan pesan moral inspiratif.

b. Kreatif dan Out of the Box

Siswono (Hariani, 2008) dan Surya (2017) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu kebiasaan dari pemikiran yang tajam dengan intuisi, menggerakkan imajinasi, mengungkapkan (to reveal) kemungkinan-kemungkinan baru, membuka selubung (unveil) ide-ide yang menakjubkan dan inspirasi ide-ide yang tidak diharapkan. Berpikir kreatif atau creative thingking adalah pola berpikir yang didominasi oleh otak kanan, sementara untuk mencapai good thinking process kita harus mengoptimalkan kedua bagian otak tersebut. Cara berpikir tersebut dikenal dengan lateral thinking. Pada lateral thinking sering dihasilkan solusi yang tidak terpikirkan secara umum atau di luar logika secara umum (out of the box)

Kemampuan cara berpikir milenial yang merupakan bagian dari good thinking process hendaknya dimanfaatkan secara optimal oleh pihak Perguruan Tinggi untuk membantu penemuan solusi yang tidak hanya kreatif, tetapi juga out of the box untuk masalah penerapan norma, aturan dan tata krama demi terciptanya generasi milenial yang berkarater terpuji.

Kemampuan berpikir bukan sebatas bakat yang dibawa dari lahir, tetapi juga merupakan hal yang dapat dilatih. Perguruan Tinggi juga sebaiknya lebih sering menyelenggarakan kegiatan sebagai sarana pelatihan dan peningkatan kemampuan berpikir mahasiswa seperti forum diskusi. Dengan demikian mahasiswa milenial dapat menggunakan kemampuan berpikirnya secara optimal.

c. Percaya Diri

Rasa percaya diri yang tinggi pada sebagian besar milenial merupakan salah satu karakter khas dari generasi milenial yang dipercaya oleh para ahli akan membangun Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera. Sikap percaya diri merupakan ciri seorang pemimpin masa depan yang menjadda bakat bawaan. Nilai baik yang

telah menjadi milik generasi milenials harus tetap dipupuk dengan ketersediaan ruang, yang dapat berupa berbagai kegiatan esktra maupun intrakurikuler, maupun kegiatan kemahasiswaan lainnya. Selain dipupuk karakter baik juga sebaiknya diimbangi dengan pemahaman benar dan baik tetang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai karakter yang terpuji lainnya. Rasa percaya diri akan mendorong generasi milenial untuk menjadi trend setter ataupun pengikut trend yang menurutnya benar dan baik. Berdasarkan fakta tersebut Perguruan Tinggi berkewajiban untuk menyediakan sumber informasi yang benar dan baik berkaitan dengan segala bentuk ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa selama menempuh pendidikan di tempat tersebut.

Pembentukan karakter dapat langsung diterapkan dengan mengajari mereka sikap-sikap kepemimpinan yang baik. Ambarwati dan Teguh (2018) dalam penelitian mereka tentang Prinsip Kepemimpinan Character of A Leader pada Era Generasi Milenial menemukan bahwa karakter pemimpin milenial harus memiliki hal-hal sebagai berikut: 1) mampu menjadi teladan yang baik, 2) memiliki rasa tanggung jawab 3) berani mengambil dan bersedia menerima risiko, 4) mempunyai sense of belonging dari dan sense of participation, 5) menciptakan kerjasama yang baik di kalangan anggota. Generasi milenial sering mendapat sorotan terhadap sikapnya yang tidak terbuka terhadap kritikan dan menjadi pembangkang terhadap pemimpin atau aturan yang ada, Hal tersebut merupakan indikasi kepercayaan diri terhadap pandangan benar yang dimilikinya. Sprague (Ambarwati dan Teguh, 2018) menyatakan bahwa sesungguhnya generasi Y atau generasi milenial memiliki sikap-sikap seperti mendengarkan orang tua, menghormati otoritas, lebih suka dibimbing oleh baby boomers (generasi dengan tahun kelahiran antara tahun 1946-1964) daripada rekan seusia, dan menjadikan orang tua sebagai panutan.

Implementasi rasa percaya diri secara berkelanjutan akan mempersiapkan para

(5)

69

67 milenial menjad pemimpin yang baik di

masa depan. d. Kritis

Generasi milenial terlahir dengan cara berpikir bebas, tidak takut mengambil risiko dan berani menyatakan pendapat. Berdasarkan karakter tersebut pembentukan karakter yang hendaknya dilakukan Perguruan Tinggi harus direncanakan dan diterapkan secara baik oleh pribadi-pribadi (dosen) yang juga berkarakter kuat yang mampu menunjukkan keteladanan yang baik. Hal ini dilakukan untuk meredam sikap kritis destruktif generasi milenial.

Selain keteladanan dan peraturan serta penerapan yang baik generasi milenial juga harus mendapatkan pengetahuan dan nilai karakter yang kuat agar layak menjadi pengkritisi yang yang bijak. Generasi Y harus diajarkan menggunakan daya nalar kritisnya dengan baik dan benar sesuai aturan dan norma kesusilaan masyarakat.

Nilai penghargaan dan kerendahan hati harus ditanamkan pada diri generasi milenial agar mereka tidak dikuasai oleh pemikiran tentang kekuatan diri yang tidak terkalahkan. Nilai-nilai keagamaan harus menjadi pegangan atau prinsip utama agar mereka selalu menyadari bahwa kekuatan dan pengetahuan tertinggi hanya milik Sang Pencipta.

Internalisasi Nilai Karakter di Perguruan Tinggi

Nugroho (2017) menyatakan bahwa internalisasi adalah sebuah proses penanaman nilai-nilai soft skill melalui pesan-pesan, yang keterterimaanya dipengaruhi pihak penyampai pesan dan penerima pesan. Muhadjir (Widyanigsih, dkk, 2014) menambahkan juga bahwa internalisasi adalah proses interaksi yang memberi pengaruh pada penerimaan atau penolakan nilai (values), lebih memberi pengaruh pada kepribadian, fungsi evaluatif menjadi lebih dominan. Tujuan dari internalisasi dijelaskan oleh Errina (2018), yaitu untuk terwujudnya suatu penghayatan yang mendalam dan pembiasaan akan

nilai-nilai baik pada diri seseorang. Berdasarkan paparan tentang internalisasi di atas dapat disimpulkan bahwa internalisasi adalah proses penanaman nilai (values) terpuji pada diri seseorang dengan tujuan pembentukan kebiasaan.

Hakam (2000) menjelaskan bahwa internalisasi dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu, pertama, tahap transformasi nilai. Tahap ini merupakan proses yang dilakukan tenaga pendidik dan kependidikan Perguruan Tinggi dalam menginformasikan nilai-nilai karakter terpuji. Pada tahap ini hanya terjadi proses internalisasi verbal antara tenaga pendidik dan kependidikan Perguruan Tinggi dengan mahasiswa. Pada tahap ini seseorang secara aktif dan sensitif menerima stimulus dan menghadapi fenomena-fenomena, bersedia menerima secara aktif, dan selektif memilih fenomena. Pada tahap ini belum terbentuk rasa percaya pada diri mahasiswa terhadap nilai-nilai yang disampaikan.

Kedua, tahap transaksi nilai. Tahap ini merupakan proses penginternalisasian nilai melalui komunikasi dua arah di antara civitas akademika Perguruan Tinggi sehingga terjadi proses interaksi. Pada tahap ini mulai tumbuh keraguan dalam diri mahasiwa, mereka mulai menimbang apakah nilai tersebut akan mereka terima atau mereka tolak. Mahasiswa akan memberikan respon terhadap nilai yang diinformasikan oleh tenaga pendidik dan kependidikan Perguruan Tinggi, baik berupa penerimaan maupun penolakan. Dua reaksi mahasiswa ini muncul sebagai tanda bertumbuhnya keyakinan, kepercayaan, keterikatan dan keterkaitan batin pada nilai yang diterimanya.

Ketiga, tahap transinternalisasi. Tahap transinternalisasi diawali dengan proses pengorganisasian nilai dan karakterisasi. Dalam proses ini, mahasiswa mulai mengimplementasikan nilai-nilai yang diyakininya dan menentukan nilai yang sesuai situasi, kondisi dan waktu. Karakterisasi adalah proses mempribadikan nilai-nilai yang diterima ke dalam diri. Pada proses ini mahasiswa sungguh-sungguh

(6)

70

68 telah menyatukan nilai-nilai tersebut dengan

dirinya. Nilai tersebut telah menjadi salah satu karakter baik yang ada pada dirinya. Konsitensi dan keberlanjutan nilai tersebut dalam diri mahasiswa membutuhkan dukungan dari pihak luar. Secara khusus, pihak luar yang dimaksud adalah pendidik dan kependidikan yang ada di lingkungan Perguruan Tinggi. Tahap transinternalisasi menggambarkan tentang besarnya peran pihak luar terhadap keberlanjutan pertumbuhan nilai baik dalam diri mahasiswa tersebut.

Pada tahap ini, proses yang terjadi bukan hanya komunikasi verbal tetapi juga disertai komunikasi kepribadian yang ditampilkan oleh pendidik dan tenaga kependidikan melalui keteladanan, pengkondisian dan proses pembiasaan untuk berperilaku sesuai dengan nilai yang diharapkan.

Berdasarkan gambaran tahap atau jenjang proses internalisasi nilai di atas dapat dikatakan bahwa mengubah perilaku seseorang diperlukan waktu yang cukup lama, kesabaran, ketelatenan dan kerja sama dari berbagai pihak. Dengan demikian, nilai-nilai karakter yang telah ditanamkan dalam diri mahasiswa akan melembaga dan teraktualisasi sebagai perilaku peserta didik.

Proses internalisasi di lingkungan Perguruan Tinggi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Wathoni (2015) menjabarkan bentuk-bentuk internalisasi nilai di Perguruan Tinggi berikut ini. Pertama, nilai karakter terinternalisasikan melalui pembelajaran. Pelaksanaan bentuk ini menjadi tanggung jawab pendidik. Pembelajaran di Perguruan Tinggi merupakan implementasi kurikulum yang ditetapkan. Internalisasi nilai karakter melalui pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Proses internalisasi melalui pembelajaran dilakukan oleh pendidik selama proses pembelajaran berlangsung. Proses internalisasi dalam hal ini lebih berkatian dengan keteladanan sikap pendidik dan penanaman nilai-nilai karakter melalui materi-materi pembelajaran yang

disampaikan oleh pendidik. Nilai-nilai baik yang dimaksud dapat berbentuk komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

Kedua, penginternalisasian nilai karakter melalui layanan akademik dan layanan administrasi. Layanan akademik kepada mahasiswa diberikan oleh staf administrasi dalam rangka mendukung kegiatan yang berkaitan dengan studi maupun hal-hal lain di luar hal tersebut. Hal ini menjadi tanggung jawab dari tenaga kependidikan yang tidak hanya mengurusi keadministrasian, tetapi juga melakukan fungsi lain, yaitu mengaplikasikan nilai-nilai karakter dalam layanan akademik dan administrasi sehingga menjadi teladan bagi civitas akademik lainnya terutama mahasiswa.

Ketiga, penginternalisasian nilai karakter melalui kegiatan kemahasiswaan. Sebuah Perguruan Tinggi diharapkan dapat memfasilitasi pembentukan karakter mahasiswa dengan menyelenggarakan kegiatan kemahasiswaan. Dharmawan (2014) menjelaskan bahwa ranah pembinaan kegiatan kemahasiswaan di Perguruan Tinggi meliputi pembinaan a) penalaran, keilmuan dan keprofesian; b) minat, bakat dan kegemaran; c) organisasi mahasiswa; d) sosial kemasyarakatan. Nilai-nilai karakter yang telah terinternalisasi harus konsisten bertumbuh dalam diri mahasiswa. Karena itu, perlu diberi wadah untuk pengimplementasian dan pengaktualisasian nilai-nilai karater tersebut. Dalam hal ini, kegiatan kemahasiswaan dapat dijadikan sebagai alternatif kegiatan untuk pengimplementasian dimaksud. Bendesa (Dharmawan, 2014) menyebutkan beberapa contoh strategi kegiatan kemahasiswaan yang dikembangkan berdasarkan pokok ranah pembinaan kemahasiswaan. Bendesa juga menyebutkan nilai-nilai karakter yang dapat dimplementasikan pada setiap kegiatan pembinaan tersebut. Paparan contoh strategi kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

(7)

71

69 Tabel 1.

Contoh Kegiatan Kemahasiswaan dalam Ranah Penalaran dan Keilmuan Nilai Karakter Implementasi Kejujuran Kecerdasan Etika Disiplin Ketangguhan Ormawa Kompetisi Pendampingan Pelatihan Workshop Tabel 2.

Contoh Kegiatan Kemahasiswaan dalam Ranah Minat dan Bakat

Nilai Karakter Implementasi Sportivitas Kerjasama Estetika Kepedulian Toleransi Ketangguhan Percaya Diri Kompetisi Pendampingan Pelatihan Tabel 3.

Contoh Kegiatan Kemahasiswaan dalam Ranah Kesejahteraan

Nilai Karakter Implementasi Kejujuran Kepedulian Etika Disiplin Inovatif Kreatif Moral Ormawa Kompetisi Pendampingan Pemagangan Pelatihan Tabel 4.

Contoh Kegiatan Kemahasiswaan dalam Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Nilai Karakter Implementasi Kesopanan Kejujuran Kecerdasan Etika Disiplin Ketangguhan Pendampingan Kerjasama dengan pihak eksternal kampus yang terkait PENUTUP

Pembentukan karakter adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh generasi milenial, generasi unggul di era ini. Generasi inilah yang mengemban banyak harapan tentang kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Begitu banyak karakter baik yang menjadi penciri generasi ini. Karakter baik yang bertumbuh di dalam diri generasi milenial yang berada di antara tantangan modernisasi zaman, tergerus kebiasaan buruk yang tumbuh seiring dengan kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh Era digital.

Perguruan Tinggi bertanggung jawab atas penanaman dan pembentukan karakter baik dalam diri mahasiswa. Perguruan Tinggi berkewajiban untuk memberikan ruang dalam bentuk pendidikan karakter yang dirancang sesuai dengan karakter baik yang telah ada pada diri mahasiswa generasi milenial. Internalisasi karakter baik dapat dilakukan melalui pembelajaran, layanan akademik dan berbagai strategi kegiatan kemahasiswaan. Dalam hal ini, pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter mahasiswa. Peran dua unsur ini adalah memberikan teladan kepada mahasiswa sebagai bentuk implementasi nilai-nilai karakter dalam dalam kehidupan setiap hari. Pendidik dan tenaga kependidikan harus mampu menjadi model bagi mahasiswa dalam penerapan nilai-nilai tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

Ambarwati, A. 2018. “Prinsip Kepemimpinan Character of A Leader pada Era Generasi Milenial”. Philanthropy Journal of Psychology. Vol 2, No. 2.

Budiati, I. 2018. Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerjasasama dengan Badan Pusat Statistik.

(8)

72

70 Dharmawan, NS. 2014. “Implementasi

Pendidikan Karakter Bangsa pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi”. Makalah.

Hariyani, Sri. 2014. Kerangka Berpikir Outside the Box: Tinjauan Kritis terhadap Cara Kreatif Siswa Menyelesaikan Tugas Matematika.

Hariyani, Sri. 2016. “Berpikir Outside The Box vs Berpikir Lateral”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika. Universitas Kanjuruhan Malang, Vol. 1.

IDN Research Institut. 2019. Indonesia Milenial Report. IDN Media.

Kasmawati. “Sumber Daya Manusia Sebagai Sumber Keunggulan Kompetitif”. Jurnal Idaarah, Vol. II, No. 2, Desember 2018.

Majelis Pendidikan Dewan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. 2017.

Memandang Revolusi Industri & Dialog Pendidikan.

Lalo Kalfaris. 2018. “Menciptakan Generasi Milenial Berkarakter dengan Pendidikan Karakter guna Menyongsong Era Globalisasi”. Jurnal Ilmu Kepolisian,

Vol. 12, No. 2.

Panjaitan, H dan Surya, P. 2017. Creative

Thinking (Berpikir Kreatif) dalam Pembelajaran Matematika.

Putra, Ade. 2010. Praktikum Internet &

Web. Universitas Bina Darma.

Putra, YS. 2017. “Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi”. Jurnal Among Makarti. Vol. 9, No.18.

Ramdani, FM. dkk. 2017. “Program Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter

pada Anak Usia Dini”. Jurnal Sosietas, Vol. 7, No. 2.

Sugilar, H., Kariadinata, R., Farlina, E., & Gunawan, H. “Membangun Karakter Mahasiswa melalui Nilai-Nilai Matematika”. Jurnal Matematika dan Pembelajaran, 6 (2), 161-172. (2018). DOI:https://doi.org/10.24252/mapan.20 18v6n2a3

Sukitman, Tri. “Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran (Upaya Menciptakan Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter). Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar. Vol. 2, No. 2 Agustus 2016.

Sutrisno. 2018. “Ancaman Keamanan Era Milenial dan Tekstur Pendidikan Tinggi (Sebuah Pembacaan Sosiologik)”.

Jurnal Ilmu Kepolisian, Vol. 12, No. 2.

Usman, Errina. 2018. Internalisasi Nilai-Nilai Karakter dalam Pembelajaran Akhlak di Pondok Pesantren Fadllillah Sidoarjo. Universitas Islam Negeri Walisongo: Semarang.

Utari, Retno. 2018. The Six Thinking Hats, Proses Cara Berpikir yang Tidak Biasa. Widyaiswara Madyapusdiklat KNKP. Wathoni, K. 2015. “Internalisasi Pendidikan

Karakter di Perguruan Tinggi (Studi Kasus di Jurusan Tarbiyah Stain Ponorogo)”. Jurnal Islamika, Vol. 15, No. 2.

Widyaningsih, TS. 2014. “Internalisasi dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologi (Studi Kasus di SMP 2 Bantul)”. Jurnal Pengembangan Pendidikan, Vol. 2, No. 2.

Referensi

Dokumen terkait

Pada laporan akhir program kreativitas mahasiswa ini, dengan judul “Optimasi Penyandang Cacat Menuju Kemandirian Finansial” akan dipaparkan bagaimana penyandang

Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas sarden dan makerel dalam kemasan kaleng yang akan dipasarkan di dalam dan luar negeri, maka perlu disusun

Keterbatasan pada penelitian ini adalah hanya sedikit partisipan yang mengalami depresi, yaitu 2 or ang dengan depresi ringan dan 2 or ang dengan depresi sedang,

Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan dilakukan penelitian mekanisme ekspansi ABES menggunakan perangkat lunak ANSYS Workbench dengan memodifikasi tipe

Hidroksiapatit digunakan di dalam dunia medis karena memiliki sifat yang dapat beradaptasi dengan baik pada jaringan keras dalam tulang, dapat membangun kembali

Selanjutnya karton pembungkus botol vial tersebut dimasukkan ke dalam drum limbah radioaktif ukuran 200 liter dan diukur paparan radiasinya baik pada permukaan

Penilaian oleh pendidik pada dasarnya digunakan untuk menilai pencapaian hasil belajar peserta didik sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan bahan penyusunan

Pentingnya pendidikan berbasis karater bangsa untuk gerasi muda atau generasi millenial saat ini agar dengan pendidikan yang berbasis karakter dapat membekali individu untuk bersaing