• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA BUDIDAYA UDANG VANAME

(Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF

Suwardi Tahe, Hidayat Suryanto Suwoyo, dan Mat Fahrur

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No.129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: litkanta_05@yahoo.co.id

ABSTRAK

Satu diantara jenis udang yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei). Budidaya udang ini berkembang dengan teknologi semi intensif, intensif bahkan super intensif. Penelitian ini betujuan untuk memperoleh data dan informasi pengaruh penggunaan probiotik RICA dan probiotik komersial terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi dan rasio konversi pakan (RKP) pada budidaya udang intensif di tambak. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Tambak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya air Payau (BPPBP), Desa Punaga, Kabupaten Takalar, menggunakan dua petak tambak beton berukuran masing-masing 1000 m2/petak. Hewan uji yang digunakan adalah benur vaname PL-10 ditebar dengan kepadatan masing-masing 365.840 ekor/petak. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini yaitu: (A) Aplikasi Probiotik komersial dan (B) Aplikasi Probiotik RICA 1, 2 dan 3 secara bergiliran. Hasil penelitian yang diperoleh, baik pada perlakuan A maupun perlakuan B terhadap bobot akhir rata-rata dan rasio konversi pakan masing-masing yaitu 12,19 g/ekor (82,0 ekor/g) dan 1,29. Sintasan diperoleh pada perlakuan B yaitu 96,38% dan A 95,26%. Produksi pada perlakuan B yaitu 4.300 kg/petak dan A yaitu 4.250 kg/petak.

KATA KUNCI: probiotik RICA, probiotik komersial, super-intensif, Litopenaeus vannamei PENDAHULUAN

Udang merupakan komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya. Dalam periode 2010-2014, produksi udang diharapkan meningkat sebesar 74,75%, yaitu dari 400.000 ton menjadi 699.000 ton, Target produksi udang di tahun 2014 dihadapkan pada berbagai tantangan, satu diantaranya adalah manajemen budidaya yang mampu menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi. Untuk saat ini, udang vaname masih menjadi tumpuan yang strategis bagi upaya pencapaian target produksi udang dalam rangka industrialisasi perikanan budidaya. Budidaya udang vaname super-intensif pada tambak kecil menjadi orientasi sistem budidaya masa depan dengan konsep low volume high density. Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). Berkembang pesat dengan teknologi intensif bahkan superintensif. Hal ini disebabkan udang jenis ini memiliki keunggulan yaitu ketersediaan benih SPF (Specific Pathogen Free) sehingga memungkinkan untuk dibudidayakan dengan kondisi yang berjejal (kepadatan tinggi) dan memiliki sintasan serta produksi yang tinggi (Poernomo 2004, Haliman & Adijaya, 2005).).

Sejak tahun 1990-an bakteri probiotik yang mampu mempercepat penguraian limbah organik menjadi mineral yang berguna bagi fitoplankton yang yang ada di tambak sehingga proses regenerasi nutrient menjadi lebih cepat telah diaplikasikan di Indonesia (Poernomo, 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa probiotik yang diaplikasikan dalam tambak harus mampu hidup dalam tambak, tumbuh, berkembang biak dan bekerja aktif pada bidang masing-masing sesuai yang diharapkan. Muliani et al. (2004; 2006) melaporkan bahwa beberapa peneliti manca negara telah mengisolasi probiotik dari lingkungan budidaya maupun dari organisme yang dipelihara, kemudian mengkaji penggunaan probiotik tersebut untuk perbaikan lingkungan budidaya (Muliani et al., 2008), meningkatkan sintasan organisme peliharaan (Aly et al., 2008; Markidis et al., 2008), memperbaiki sistem pencernaan oranisme peliharaan ( Kumar et al., 2006), merangsang pertumbuhan dan sistem imun organisme peliharaan (Aly et al., 2008) dan penanggulangan penyakit pada larva udang ( Tjahyadi et al., 1994; Haryanti et al., 2000). Cruz et al. (2012) melaporkan bahwa penggunaan probiotik dalam sistem akuakultur

(2)

praktis dapat meningkatkan resistensi terhadap penyakit, peningkatan pertumbuhan organisme akuatik dan meningkatkan efisiensi pakan.

Matiasi et al. (2002) melaporkan bahwa penggunaan probiotik komersial tertentu di Malaysia mempunyai potensi untuk memperbaiki kualitas air dan mampu meningkatkan porduksi udang hasil budidaya tambak. Selanjutnya Wang et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan probiotik mampu meningkatkan kepadatan bakteri amonifikasi, Bacillus sp. dan Protein Mineralizin Bacteria (PMB) secara signifikan, sehingga kosentrasi nitrogen dan fosfor menurun, sehingga produksi udang meningkat. Selanjutnya Gunarto et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan probiotik mampu memperbaiki lingkungan tambak seperti memperbaiki nilai potensial redoks sedimen tambak, menurunkan kosentrasi amoniak, bahan organik total (BOT) dan menekan pertumbuhan populasi Vibrio sp. di air tambak.

Probiotik RICA 1, 2, dan 3 adalah probiotik yang di produksi oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros yang diisolasi dari sedimen tambak, laut dan daun mangrove. Probiotik ini telah diuji dibeberapa tambak di Sulawesi Selatan bahkan di Jawa Timur pada budidaya udang windu secara tradisional plus, dan hasilnya tebukti mampu meningkatkan sintasan dan produksi udang (Atmomarsono et al., 2010; Susianingsih & Atmomarsono, 2014). Namun untuk melengkapi informasi tetang aplikasi probitik RICA ini, maka dilakukan pengkajian di tambak udang vaname secara intensif dengan membandingkan antara probiotik RICA dengan probiotik komersial. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang pengaruh penggunaan probiotik berbeda terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi dan rasio konversi (RKP) pakan pada budidaya udang intensif di tambak

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Instalasi tambak percobaan BPPBAP di Desa Punaga, Kecamatan Mangngara bombang, Kabupaten Takalar dari bulan Agustus sampai dengan November 2014. Sebanyak dua petak tambak berukuran masing-masing 1.000 m2 digunakan untuk menguji dua jenis probiotik. Konstruksi tambak dirancang dengan sistem pembuangan air tengah (central drain). Setiap petak dilengkapi dengan kincir dua daun agar mutu air tetap prima, yaitu petak A dan B sebanyak 12 buah yang sekaligus bertujuan untuk memutar air dalam petakan, sehingga kotoran udang dapat berkumpul sekitar sentral drain. Sebelum tambak diisi air terlebih dahulu dilakukan sterilisasi tambak dengan menyiram larutan kaporit 30 ppm., selanjutnya dilakukan pencucian agar klorin bersih dalam tambak. Pengisian air dalam tambak dilakukan secara bertahap dengan menggunakan air yang telah disterilkan sebelummnya, hingga mencapai kedalaman 1 m. Penumbuhan pakan alami dengan mengaplikasikan fito Gro dosis 15 kg/ha, dan Min Gro dosis 20 kg/ha.

Benur udang vaname PL-10 diperoleh dari unit perbenihan di Bali yang bersertifikat bebas WSSV, TSV dan IMNV. Adaptasi terhadap lingkungan tambak khususnya terhadap suhu dan salinitas dilakukan sebelum benur ditebar di tambak. Padat penebaran benur adalah 365.840 ekor/1000 m2. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini yaitu: (A) Aplikasi Probiotik komersial dan (B) Aplikasi Probiotik RICA 1, 2, dan 3 secara bergiliran. Aplikasi probioti komersial dilakukan sesuai dengan petunjuk kemasan yaitu: 0,5 dosis bila bobot udang <7 g, 1,0 dosis bila bobot udang 7-14 g dan 1,25 dosis bila berat udang >14 g. Rumus menetukan dosis probiotik adalah X=(0,000154)+(b x 0,011); dimana X= dosis (kg/ha) satu kali pemakaian, a = jumlah benur yang ditebar dan b = luas kolam.

Probiotik RICA meliputi tiga jenis bakteri dengan fungsi dan waktu aplikasi yang berbeda yaitu:

RICA 1 merupakan bakteri Brevibacillus laterosporus BT951 yang diaplikasikan pada bulan pertama

dan ketiga. Bakteri ini berfungsi untuk menguraikan bahan organic dan H2S serta menekan perkembangbiakan Vibrio spp.

RICA 2 merupakan bakteri Serratia marcescens MY 1112 yang diaplikasikan setiap minggu pada

bulan ke dua. Bakteri ini berfungsi untuk memicu pertumbuhan udang

RICA 3 merupakan bakteri Pseudoalteromonas sp. E deep 1 yang diaplikasikan setiap minggu pada

bulan ketiga. Bakteri ini berfungsi untuk pengurai bahan organic dan menghambat perkembangbiakan organisme patogen Vibrio harveyi dan WSSV.

(3)

Aplikasi probiotik RICA menggunakan dosis 10 ppm dengan terlebih dahulu dilakukan fermentasi dengan prosedur Atmomarsono et al. (2011) sebagai berikut: air tambak sebanyak 20 liter direbus hingga mendidih, dimasukkan tepung dedak sebanyak 1000 g diaduk hingga rata, kemudian dimasukkan tepung ikan sebanyak 400 g lalu ditambahkan molase 500 g (375 mL) diaduk hingga rata. Setelah itu didinginkan kemudian masukkan yeast (ragi) sebanyak 100 g lalu ditambahkan Probiotik RICA (starter) sebanyak 200 mL beri aerasi kuat selama 4 hari dan bakteri probiotik siap digunakan. Selama percobaan berlangsung udang diberi pakan buatan dengan sistem blank feeding yaitu 200 kg/100.000 benur selama 30 hari pertama, kemudian selanjutnya pemberian pakan dengan dosis menurun sejalan dengan pertambahan bobot udang. Pergantian air tidak dilakukan pada awal pemeliharaan hingga umur udang 30 hari. Pergantian air secara intensif dilakukan setiap hari setelah memasuki hari ke-30 sebanyak 5% dari volume air tambak.

Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan udang dilakukan setiap 5 hari (Zonneveld, 1991), sintasan dan produksi udang dihitung pada akhir percobaan menurut Effendi (1978), sedangkan rasio konversi pakan dihitung menurut Watanabe (1988). Parameter kualitas air meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH dipantau setiap hari di tambak menggunakan DO meter model YSI650, sementara TSS, BOT, amoniak, nitrit, nitrat, fosfat diukur setiap dua minggu di laboratorium. Data yang diperoleh ditabulasi, ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan, Sintasan, Produksi, Rasio Konversi Pakan

Pertumbuhan udang vaname yang diperoleh selama 105 hari penelitian meningkat sejalan dengan waktu pemeliharaan. Performansi pertumbuhan udang dari dua perlakuan yang berbeda dari waktu ke waktu dapat dilihat dari Gambar 1 dan Tabel 1.

Dari grafik pertumbuhan di atas tampak bahwa pertumbuhan udang vaname pada hari pertama sampai dengan hari ke-35 memiliki laju tumbuh yang sama baik yang menggunakan probiotik komersial maupun probiotik RICA. Laju pertumbuhan udang mulai tampak berbeda pada hari ke-40 hingga hari ke 95 dimana probiotik komersial sedikit lebih unggul dengan bobot rata-rata 12,7 g dibanding dengan probiotik RICA 11,8 g. Perbedaan bobot yang diperoleh dari hasil sampling terakhir ini dapat dipahami karena jumlah udang yang dijadikan sampel sedikit yaitu masing-masing 100 ekor hal ini terbukti setelah dilakukan panen total ternyata bahwa perlakuan A probiotik komerisal dan perlakuan B probiotik RICA memperoleh berat rata-rata 12,19 g/ekor atau 82 ekor/kg. Dengan

0 2 4 6 8 10 12 14 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 Bobot (g /ekor)

Waktu pemeliharaan (hari)

A B

Gambar 1. Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama pemeliharaan

(4)

demikian bahwa aplikasi probiotik komersial dibandingkan dengan probiotik RICA tidak terdapat perbedaan terhadap performansi pertumbuhan udang vaname.

Pertumbuhan bobot udang rata-rata yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh beda dengan bobot akhir rata-rata yang diperoleh Atjo (2013) pada budidaya udang super-intensif dengan kepadatan 1000 ekor/1000m2 yaitu parsial I size 120 (8,33 g), parsial II size 80 (12,50) dan parsial III size 58 (17,24). Pada penelitian ini bila dirata-ratakan, maka rata-rata bobot akhir yang diperoleh yaitu 12,69 g/ekor. Namun hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Gunarto et al. (2009) yang mendapatkan bobot akhir udang vaname berkisar 14,25-15,26 g dengan perlakuan dosis probiotik yang berbeda selama 105 hari pemeliharaan dan Suwardi et al. (2013) pada penelitian budidaya udang vaname super-intesif dengan perlakuan (A) kepadatan 500 ekor/m2 yaitu 14,89 g/ ekor dan perlakuan kepadatan 600 ekor/m2 yaitu 15,15 g/ekor. Rendahnya bobot akhir rata-rata yang dicapai pada penelitian ini disebabkan karena kegiatan budidaya udang berlangsung saat menjelang musim kemarau, sehingga salinitas media budidaya cenderung meningkat sampai 40 ppt yang sejalan dengan usia pemeliharaan udang. Salinitas merupakan satu diantara faktor penghambat pertumbuhan bila tidak berada pada kisaran yang optimal. Haliman & Adijaya (2005) mengemukakan bahwa pada salinitas yang tinggi (di atas 40 ppt) sering terjadi pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu. Pada salinitas yang tinggi pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi. Kisaran salinitas optimal untuk udang vaname berkisar 15–30 ppt.

Pertambahan bobot harian udang yang diperoleh selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar tersebut tampak bahwa ADG (Average Daily Gain) mengalami kelambatan setelah umur 60 hari. Rendahnya pertumbuhan harian ini disebabkan oleh beberapa parameter kunci kualitas air media yang kurang optimal diantaranya salinitas, suhu dan bahan organik. Dari hasil pengamatan ke tiga parameter tersebut tidak optimal dan ini merupakan salah satu kendala bagi pertumbuhan udang vaname. Pertumbuhan rata-rata harian (ADG) udang vaname setelah umur diatas 60 hari umumnya berkisar 0,2-0,3 g (Anonim, 2004), sementara pertumbuhan harian yang diperoleh pada penelitian ini setelah umur 80 hari yaitu 0,10-1,14 g. Menurut Budiadi (2007) bahwa laju pertumbuhan individu menunjukkan penurunan dengan meningkatnya bobot rata-rata seiring dengan meningkatnya masa pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang dibudidayakan secara intensif dengan kepadatan 70-100 ekor/m2 yakni pada umur 1-40 hari maka, laju pertumbuhan hariannya berkisar 14,16-15,62%, pada umur 40-70 hari, berkisar 3,53-4,46%/hari, dan pada umur 70-100 hari berkisar 0,31-1,55%/hari. Gunarto & Hendrajat (2008) mendapatkan laju tumbuh harian udang vaname berkisar antara 0,12-0,17%/hari yang dibudidayakan secara semi-intensif (25 ekor/m2) selama 98 hari pemeliharaan.

Tabel 1. Pertumbuhan udang, sintasan, produksi dan rasio konvesi pakan selama pemeliharaan

A B

Luas tambak (m2) 1000 1000

Bobot awal rata-rata (g) 0,001 0,001

Padat penebaran (ekor/m2) 365.840 365.840

Lama pemeliharaan (hari) 105 105

Bobot akhir rata-rata (g) 12,1 12

Sintasan (%) 95,26 96,38

Produksi (kg/1000 m2) 4.250 4.300

Produktivitas (kg/m2/mt) 4,25 4,3

FCR 1,29 1,29

Keterangan: A=Probiotik komersial B=Probiotik RICA

(5)

Sintasan udang yang diperoleh pada akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Sintasan udang yang diperoleh cukup tinggi 95,26% pada perlakuan A dan 96,38% pada perlakuan B. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan sintasan udang yang diperoleh Gunarto et al. (2010) pada kegiatan penelitian pengaruh aplikasi sumber C karbohidrat (tepung tapioka) dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu pola intensif ditambak yang mendapatkan sintasan 90,27% pada perlakuan A, 91,42% pada perlakuan B dan 98,86% pada perlakuan C. Tingginya sintasan yang diperoleh pada penelitian ini diduga disebabkan karena benur yang digunakan adalah benur yang bersertifikat bebas penyakit seperti WSSV, TSV, dan MIO. Selain itu juga karena aklimatisasi benur, terutama salinitas dan suhu saat penebaran dilakukan sangat hati hati. Hal ini sesuai dengan pendapat Wang et al. (2005) yang melakukan penelitian pada udang vaname menggunakan kombinasi beberapa jenis bakteri mampu meningkatkan kelangsungan hidup, memperbaiki rasio konversi pakan dan produksi akhir udang yang dibudidayakan. Menurut X Zhou et al. (2009) bahwa aplikasi probiotik secara signifikan meningkatkan sintasan udang vaname. Sintasan udang dengan aplikasi probiotik rata-rata lebih tinggi 7-13,1% lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa probiotik. Sintasan udang vaname dengan aplikasi probiotik berkisar 81,67-86,33%.

Produksi udang yang diperoleh pada akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Produksi merupakan resultante antara sintasan udang dengan rata-rata berat udang. Produksi udang vaname yang diperoleh pada kegiatan ini termasuk tinggi namun jika dibandingkan dengan hasil penelitian Suwardi et al. (2013) pada penelitian kinerja budidaya udang intensif dengan perlakuan padat penebaran yang berbeda yaitu 500 ekor/m2 (A) dan 600 ekor/m2 (B) memperoleh hasil masing-masing yaitu 6.376 kg (A) dan 8.407 kg (B). Perbedaan ini terjadi karena padat penebaran yang dilakukan berbeda. Namun jika dilihat dari nilai produktivitas lahan yang diperoleh, maka penelitian ini masih lebih tinggi yaitu 4,25 kg/m2/mt (A) dan 4,30 kg/m2/mt (B) dibanding dengan nilai produktivitas penelitian sebelumnya yaitu masing-masing 3,64 kg/m2/mt dan 4,8 kg/m2/mt meskipun padat penebaran penelitian sebelumnya lebih tinggi.

Rasio konversi pakan (RKP) merupakan gambaran tingkat efektifitas pakan yang diberikan terhadap respon pertumbuhan udang yang diperoleh. Rasio konversi pakan udang yang diperoleh pada percobaan ini yaitu 1,29 baik pada perlakuan A maupun perlakuan B. Nilai konversi pakan yang diperoleh pada percobaan ini tergolong rendah, meskipun pada kajian yang lain dengan teknologi super-intensif diperoleh RKP yang lebih rendah yaitu 1,18 (Atjo, 2013). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Mangampa & Suwoyo (2010) pada budidaya udang vaname intensif kepadatan 50 ekor/m2 dengan menggunakan benur tokolan vaname ukuran PL-27 (tokolan 15 hari dari PL-12) diperoleh RKP yang rendah yaitu 1,096+0,034, selama 80 hari pemeliharaan. Rendahnya RKP yang dihasilkan oleh Atjo (2013), diduga disebabkan oleh kualitas benur vaname (ukuran) dan teknik pengelolaan

Gambar 2. Grafik pertumbuhan harian udang vaname selama pemeliharaan 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 Pe rtumbuhan harian (g /e kor) Waktu pemeliharaan A B

(6)

pakan, sedangkan rendahnya RKP yang dihasilkan oleh Mangampa & Suwoyo (2010) selain disebabkan oleh kepadatan yang rendah juga diduga disebabkan oleh ukuran benur yang ditebar yaitu dalam bentuk tokolan PL-27. De Yta et al. (2004) memperoleh hasil nilai konversi pakan 1,97 pada penelitian budidaya udang vaname di tambak dengan padat tebar 35 ekor/m2 selama 112 hari dengan produksi 3.525 kg/ha dan sintasan sebesar 67%. Zelaya et al (2007) mendapatkan nilai rasio konversi pakan 2,7, produksi 3.592 kg/ha, sintasan 63% dengan waktu pemeiharaan 112 hari. Gunarto (2011) melaporkan aplikasi teknologi bioflok pada budidaya udang vaname intensif kepadatan 148 ekor/m2 menghasilkan produksi 1.123,5 kg/0,3 ha dengan RKP 1,66-1,82. RKP ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan RKP yang diperoleh pada kegiatan penelitian ini. Rendahnya rasio konversi pakan udang vaname tersebut tidak lepas dari peran bakteri probiotik yang ditambahkan ke tambak. Menurut Wang (2007) bakteri probiotik akan meningkatkan aktivitas enzim pencernaan secara signifikan dalam tubuh udang, dibanding dengan yang tanpa menggunakan probiotik dalam pemeliharaannya. Mathieu et al. (2008) mendapatkan adanya peningkatan aktivitas enzim amilase dan tripsin didalam pencernaan udang yang mendapatkan perlakuan probiotik. Bairagi et al. (2004) Penambahan bakteri probiotik B. subtilis dan B. circulans dalam pakan ikan Rohu, Labeo rohita, dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan, rasio konversi pakan, dan rasio efisiensi protein, hal ini terkait dengan enzim selulolitik dan amilolitik yang diproduksi oleh kedua bakteri probiotik tersebut. Menurut Cruz et al. (2012) penggunaan probiotik dalam sistem akuakultur dapat meningkatkan kecernaan nutrisi, efisiensi pakan, meningkatkan toleransi terhadap stres, dan mendorong reproduksi. Saat ini, ada produk probiotik komersial dibuat dari berbagai spesies bakteri seperti Bacillus sp., Lactobacillus sp.,Enterococcus sp., Carnobacterium sp., dan ragi Saccharomyces cerevisiae.

Kualitas Air

Kualitas air mempunyai peranan penting sebagai pendukung kehidupan dan pertumbuhan udang vaname. Hasil pengamatan terhadap beberapa peubah kualitas air yang meliputi salinitas, pH, oksigen terlarut dan suhu air disajikan pada Tabel 2.

Penambahan probiotik di tambak pemeliharaan udang mampu memperbaiki kualitas lingkungan tambak terutama kualitas air (Matiasi et al., 2002). Hasil pengamatan salinitas air tambak udang vaname selama pemeliharaan (Tabel 2) terlihat bahwa pada petak perlakuan A diperoleh kisaran salinitas 37,27-40,52 ppt, perlakuan (B) kisaran salinitas sebesar 36,51-39,88 ppt, kisaran salinitas pada kedua perlakuan relatif sama pada konsentrasi salinitas tinggi. Hal ini disebabkan karena masa pemeliharaan dilakukan pada musim kemarau sehingga meningkatkan penguapan. Suhu yang tinggi akan menyebabkan salinitas air meningkat, karena terjadi pengentalan akibat penguapan. Tingginya salinitas air tambak diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang vaname selama pemeliharaan. Menurut Mc Grow & Scarpa (2002) bahwa udang vaname dapat hidup pada kisaran yang lebar dari 0,5–45 ppt. Bray et al. (1994) melaporkan bahwa pertumbuhan

Tabel 2. Kisaran beberapa peubahr kualitas air pada budidaya udang vaname intensif dengan aplikasi jenis probiotik berbeda

A B Salinitas (ppt) 37,27-40,52 (38,64±0,92) 36,51-39,88 (38,24±0,94) 6,70-9,49 6,00-9,73 (7,73±0,49) (7,63±0,52) 2,80-15,90 1,60-16,10 (7,23±1,87) (6,50±1,92) Suhu air (oC) 24,10-29,80 (26,61±1,10) 23,60-29,60 (26,39±1,15) Variabel Perlakuan pH air Oksigen terlarut ( mg/L)

(7)

udang vaname pada salinitas 5-15 ppt lebih tinggi secara signifikan dibanding pada salinitas 49 ppt. Haliman & Adijaya (2005) mengemukakan bahwa udang vaname muda yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15–25 ppt agar pertumbuhannya dapat optimal, setelah umurnya lebih dari 2 bulan, pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5–30 ppt. Salinitas yang tinggi (di atas 40 ppt) sering terjadi pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu.

Kisaran nilai pH air yang diperoleh pada kedua perlakuan relatif sama yaitu perlakuan (A) 6,70– 9,49 dan perlakuan (B) 6,00–9,73. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pH air media budidaya udang tersebut cukup optimal. Menurut Suprapto (2005) bahwa kondisi pH air yang optimal untuk budidaya vaname berkisar 7,3–8,5 dengan torelansi 6,5–9. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakan bahwa kisaran pH air yang cocok untuk budidaya udang vaname secara intesif sebesar 7,4–8,9 dengan nilai optimum 8,0.

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut dalam media budidaya udang vaname selama pemeliharaan diperoleh pada perlakuan A kisaran DO sebesar 2,80–15,90 mg/l, dan perlakuan B berkisar 1,60–16,10 mg/L. Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air merupakan faktor kritis bagi kesehatan ikan/udang. Clifford (1998) melaporkan bahwa level DO minimum untuk kesehatan udang 3,0 mg/L dan DO yang potensial menyebabkan kematian adalah < 2,0 mg/L. Menurut Suprapto (2005) berpendapat bahwa nilai DO optimal untuk budidaya vannamei > 3 mg/L dengan tolerasi 2 mg/L. Adiwijaya et al. (2003) mengemukakan bahwa kisaran optimal oksigen terlarut selama masa pemeliharaan berkisar 3,5–7,5 mg/L. Athanasiadis & Chaves (2002 dalam Sugama, 2002) menambahkan bahwa kadar oksigen selama pemeliharaan udang vanamei harus >3,5 mg/L.

Hasil pengukuran suhu pada kedua perlakuan relatif sama, dimana suhu terendah 23,60C dan tertinggi pada 29,80C. Suhu air pada perlakuan A berkisar antara 24,10–29,800C, dan perlakuan B berkisar antara 23,60–29,600C. Kisaran tersebut masih berada dalam batas yang optimal bagi kehidupan udang vaname. Temperatur optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 27–320C (Suprapto, 2005). Haliman & Adijaya (2005) menambahkan bahwa suhu optimal pertumbuhan udang vaname antara 26-320C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat sehingga kebutuhan oksigen terlarut meningkat.

Perkembangan Populasi Bakteri

Total populasi Vibrio sp. dan total populasi bakteri pada masing-masing petak pemeliharaan udang vaname disajikan pada Gambar 3 dan 4. Total plate count (TPC) merupakan populasi seluruh bakteri yang ada dalam petakan/sampel. Gambaran bakteri TPC mengindikasikan keberadaan bakteri vibrio

0 1 2 3 4 5 6

19 Agus 02 Sept 16 Sept 01 Okt 14 Okt 28 Oktr 10 Nov

Populasi ba kteri petak A (log CF U /mL ) Waktu sampling TPC TBV Rasio TPC/TBV

(8)

dan bakteri probiotik yang diberikan maupun koloni bakteri lainnya yang memang sudah ada dalam lingkungan budidaya. Total populasi bakteri pada awal pemeliharaan berkisar 1,74 x 104 – 3,10 x104, selanjutnya meningkat menjadi 4,420 x 104 cfu/mL pada perlakuan A, sedangkan pada perlakuan B mencapai 4,15 x 105 cfu/mL. Populasi bakteri TPC yang lebih tinggi dari populasi bakteri Vibrio sp. mengindikasikan kondisi yang lebih baik karena hal ini mengindikasikan keberagaman jenis bakteri yang ada dalam lingkungan budidaya sehingga komunikasi sel bakteri patogen dapat terhambat dan tidak mencapai quorum.

Populasi bakteri Vibrio sp. merupakan bakteri oportunistik pada budidaya udang. Bakteri ini tetap ada dalam lingkungan budidaya maupun dalam tubuh udang yang dibudidayakan oleh karena itu dalam budidaya udang perlu dilakukan pemantauan secara berkala. Hasil pemantauan populasi bakteri Vibrio sp. Pada masing-masing petak tambak dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Terlihat bahwa total

Vibrio sp pada kolom air pada awal pemeliharaan berkisar antara 2,77 x 102 – 2,07 x 103 cfu/mL,

kemudian memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat hingga akhir pemeliharan. Total

Vibrio sp. pada akhir pemeliharaan di perlakuan A berkisar 2,07 x 104 cfu/mL, dan perlakuan B berkisar

4,98 x 103 .

Penggunaan probiotik pada penelitian ini diduga memberikan kontribusi yang cukup baik karena dapat memperbaiki kualitas air dan mengimbangi quorum dari bakteri patogen. Gunarto & Hendrajat (2008) melaporkan adanya peran yang baik dari penggunaan probiotik yang mampu mencengah insidensi infeksi WSSV pada pemeliharaan udang vaname, karena pada umumnya infeksi WSSV pada udang yang dibudidayakan akan didahului oleh adanya populasi Vibrio sp. yang tinggi di air (>103 cfu/mL) ataupun di sedimen tambak >104 cfu/mL. Mansyur et al. (2009) mengemukakan bahwa kandungan total populasi bakteri Vibrio sp. pada air dan tanah tambak mencapai 103 – 104 cfu/mL telah menyebabkan kematian pada budidaya udang vaname umur 60 hari pemeliharaan. Menurut Muliani et al. (2000) bahwa jenis dan konsentrasi Vibrio yang membahayakan di air tambak yaitu

Vibrio harveyii (Vibrio koloni warna hijau terpendar) yang masih ditolerir adalah <103 cfu/mL. Supito

et al. (2008) mengemukakan bahwa dominasi dan kemelimpahan bakteri Vibrio sp. yang tidak stabil pada tambak menunjukkan kondisi yang beresiko terhadap masalah kesehatan udang. Fluktuasi Vibrio sp. dapat menjadi perangsang (trigger) timbulnya penyakit WSSV. Beberapa data lapangan menunjukkan bahwa tambak udang yang terserang WSSV mengandung total bakteri Vibrio sp. > 104 cfu/mL.

KESIMPULAN

Performa probiotik RICA relatif sama dengan probiotik komersial ditinjau dari aspek pertumbuhan, sintasan, produksi dan nilai rasio konversi pakan serta pendapatan bersih yang diperoleh.

Gambar 4. Perkembangan TPC dan TBV air tambak di petak B 0 1 2 3 4 5 6

19 Agus 02 Sept 16 Sept 01 Okt 14 Okt 28 Oktr 10 Nov

Populasi ba kteri petak B (log CFU/mL ) Waktu sampling TPC TBV Rasio TPC/TBV

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ir. Muharijadi Atmomarsono, M.Sc atas petunjuk dan bantuan menyediakan starter probiotik RICA dan Bapak Prof Dr.Ir. Rachman Syah, MS atas bimbingan dan petunjuknya sehingga kegiatan ini sukses terlaksana. Begitu pula kepada sdr Safar, Fahrul, Ahmadi, Ilham, Bahrun, dan Krisno atas bantuan teknis dilapangan dalam pelaksanaan kegiatan selama budidaya. Demikian juga kepada St. Rohani, Nurjanna dalam melakukan analisa di laboratorium, semoga segala bantuannya bermanfaat.

DAFTAR ACUAN

Adiwijaya, D., Sapto P.R., Sutikno, E., Sugeng, & Subiyanto. (2003). Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Dirjen Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 29 hlm.

Aly, M.S., Rahman, A.M.E., John, G., & Mohammde, M.F. (2008). Characterization of some bacteria isolated from Oreochromis niloticus and their potential use as probiotics, Aquaculture, 277:1-6. Anonim. (2003). Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya saat ini. PT. Central Proteinaprima

(Charoen Pokphand Group) Surabaya, 16 pp.

Atjo.,H. (2013). Bisnis udang “Inovasi Baru Pemacu Produksi” AGRINA. Inspirasi Agribisnis Indonesia. Tabloid mingguan Vol. 9. No 212, 25 September- 8 Oktober 2013, 28 hlm.

Atmomarsono, M., Muliani, & Tampangallo, B.R. (2010). Aplikasi bakteri probiotik untuk peningkatan sintasan dan produksi udang windu di tambak. Hal:269-278. Dalam Sudradjat, A., Rachmansyah,cHanafi, A., Azwar, Z.I., Imron, Kristanto, A.H., Chumaidi, Insan, I. (Eds). Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010.Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Atmomarsono, Muliani, Nurbaya, Susianingsih, E., Nurhidayah, & Rachmansyah. (2011). Petunjuk Teknis Aplikasi Bakteri Probiotik RICA pada Budidaya Udang Windu di Tambak. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, 20 hlm.

Bairagi, A., Sarkar Ghosh, K., Sen, S.K., & Ray, A.K. (2004). Evaluation of the nutritive value of Leucaena leucocephala leaf meal, inoculated with fish intestinal bacteria Bacillus subtilis and Bacillus circulans in formulated diets for rohu, Labeo rohita (Hamilton) fingerlings. Aquaculture Research, 35, 436– 446.

Bray, W.A., Lawrence, A.L., & Leung -Trujillo, J.R. (1994). The effect of salinity on growth and survival of Penaeus vannamei, with observations on the interaction of IHHN virus and salinity. Aquaculture, 122: 133-146.

Budiardi, T. (2007). Keterkaitan produksi dengan beban masukan bahan organik pada sistem budidaya intensif udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone 1931), Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Chusnul, D.Z., Januar, J., & Soejono, D. (2010). Kajian Sosial Ekonomi Usaha Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di Desa Dinoyo Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. J-SEP, 4(1), 15-23. Cruz, P.M, Ibanez, A.L., Monroy Hermosillo, O.A., & Saad, H.C.R. (2012). Use of Probiotics in Aquacul-ture. Review Article. International Scholarly Research Network ISRN Microbiology.Volume 2012, 13 pages.doi:10.5402/2012/916845.

De Yta, A.G, Rouse, D.B., & Davis, D.A. (2004). Influence of nursery on the growth and survival rate of Litopenaeus vannamei under pond production conditions. Journal of the World Aquaculture Society, 35(3), 356-365.

Effendi, M.I. (1978). Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor, 87 hlm.

Gunarto, Tangko, A.M., Tampangalo, B.R., & Muliani. (2006). Budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan penambahan probiotik. Jurnal Riset. Akuakultur, 1(3), 303-313.

Gunarto, & Hendrajat, E.A. (2008). Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus vannamei Pola Semi-Intensif dengan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. Jurnal Riset Akuakultur, 3(3), 339-349.

(10)

Gunarto, Mansyur, A., & Muliani. (2009). Aplikasi dosis fermentasi probiotik berbeda pada budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) Pola Intensif. Jurnal Riset Akuakultur, 4(2), 241-255. Gunarto, Muliani, & Mansyur, A. (2010). Pengaruh aplikasi sumber C-karbohidrat (Tepung tapioka)

dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) pola Intensif. Jurnal Riset Akuakultur, 5(3), 393-409.

Haliman, R.W., & Adijaya, S.D. (2005). Udang vannamei, Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.

Haryanti, Sugama, K., Tsamura, S., & Nishijima, T. (2000). Vibriostatic bacterium isolated from seawater:Potentiality as probiotic agent in the rearing of Penaeus monodon larvae. Ind. Fish. Res. J., 6,26-32.

Kumar, R., Mukherjee, S.C., Prasad, K.P., & Pai, A.K. 2006. Evaluation of Bacillus subtilis as a probiotic to indain major carp, Labeo rohita (Ham). Aquaculture Research, 37(1), 215-221.

Makridis, P., Martins., Reis, J & Dinid, M.T. (2008). Use of probiotic bacteria in the rearing of Senegalese sole (Solea senegalensis) larvae. Aquaculture Research, 39, 627-634

Mangampa, M., & Suwoyo, H.S. (2010). Budidaya udang vaname intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset Akuakultur, 5(3), 351-361.

Mathieu, C., Chim, L, Pham, D., Lemaire, P., Wabete, N, Jean Louis, N,, Schmidely, P., & Mariojous, C. (2008). Probiotic Pediococcus acidilactici application in shrimp Litopenaeus stylirostris culture subject to vibriosis in New Celedonia. Aquaculture, 275(1-4), 182-193.

Matiasi, H.B., Yusoff, F.M., Shariff, M., & Azhari, O. (2002). Effect of commercial microbial products on water quality on tropical shrimp culture ponds. Asian Fisheries Sciences, 15, 239-248.

Mc Graw, W.J., & Scarpa, J. (2002). Determining ion concentration for Litopenaeus vannamei culture in freshwater. Global Aquaculture. Advocate. 5(3), 36-37

Muliani, Nurbaya, Tompo, A., & Atmomarsono, M. (2004). Eksplorasi Bakteri filosfer dari tanaman mangrove sebagai bakteri probiotik pada budidaya udang windu (Penaeus monodon). JPPI, 10(2), 47-57.

Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. (2006). Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udang sebagai kandidat bakteri probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon.Jurnal Riset Akuakultur 1(1), 73-85.

Muliani, Nurbaya, & Tampangallo, B.R. (2008). Pengaruh rasio bakteri probiotik terhadap perubahan kualitas air dan sintasan udang windu, Penaeus monodon dalam akuarium. Jurnal Riset Akuakultur 3(1), 33-41.

Poernomo, A. (2004). Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya.

Samocha, T.M, Lawrence, A.L., & Bray, W.A. (1993). Design and opration 0f an intensive nursery raceway system for penaeid shrimp. James McVey, P. (ed) CRC Hand Book of Mariculture 2nd edition Vol 1. Crustacean Aguaculture. Fishery Biologist. National Sea Grant College Program Silver Spring, Maryland p. 113-210.

Stickney, R. (1979). Principle of warm water aquaculture. New York, Chichester. Brisbane. Toronto Supito, Adiwijaya, D., Maskar, J., & Damang, S. (2008). Teknik budidaya udang windu intensif dengan

green water system melalui penggunaan pupuk nitrat dan penambahan sumber carbon. Media Budidaya Air payau. Nomor 7 Tahun 2008, hlm. 38-53.

Suprapto. (2005). Petunjuk teknis Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). CV. Biotirta. Bandar Lampung, 25 hlm.

Susianingsih, E., & Atmomarsono, M. (2014). Variasi Warna Bakteri Vibrio sp. Pada Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Plus dengan Aplikasi Pergiliran Probiotik Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. hlm. 1019-1022.

Suwardi, T., Mangampa, M., & Makmur. (2013). Kinerja budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) pola super intensif dan analisis biaya. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) 2014.

(11)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, hlm. 23-30.

Tjahjadi, M.R., Angka, S.L., & Suwanto, A. (1994). Isolation and evaluation of marine bacterial for biocontrol of luminous bacterial diseases in tiger shrimp larvae (Penaeus monodon Fab Aspac J Mol Biol Biotechnol., 2, 347-352.

Wang, Y.B., Xu, Z.R., & Xia, M.S. (2005). The effectiveness of commercial probiotic in northern white shrimp Penaeus vannamei ponds, Fisheries Science, 71(5), 1.036-1.041

Wang, Y.B. (2007). Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of the shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture, 269, 259–264.

Watanabe, T. (1988). Fish nutrition and mariculture. JICA textbook. The General Aquaculture Course. Japan, 233 pp.

Wyban, J.A., & Sweeny, J.N. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute Makapuu Point. Honolulu, Hawai USA, 158 pp.

Xia-Zhou, X., Wang, Y.B., & Fen-Li, W. (2009). Effect of probiotic on larvae shrimp (Penaeus vannamei) based on water quality, survival rate and digestive enzyme activities. Aquaculture 287 (2009) 349–353.

Zelaya, O., Rouse, D.B., & Davis, D.A. (2007). Growout of Pasific White Shrimp, Litopenaeus vannamei, stocked into production ponds at three different ages. Journal of the World Aquaculture Society, 38(1):92-101.

Zonneveld, N., Huisman, A., & Boom, J.H. (1991). Prinsip prinsip budidaya ikan. Pustaka utama. Gramedia, Jakarta, 318 hlm.

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama pemeliharaan
Tabel 1. Pertumbuhan udang, sintasan, produksi dan rasio konvesi pakan selama pemeliharaan
Gambar 2. Grafik pertumbuhan harian udang vaname selama pemeliharaan00,050,10,150,20,250,30,351 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
Tabel 2. Kisaran beberapa peubahr kualitas air pada budidaya udang vaname intensif dengan aplikasi jenis probiotik berbeda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul pengaruh penambahan probiotik Migro Suplemen dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan spesifik dan rasio konversi pakan udang vannamei ini bertujuan untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik pada semua perlakuan memiliki nilai sintasan, laju pertumbuhan, rasio konversi pakan, size , dan biomassa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname menghasilkan pertumbuhan (5,89%), konversi pakan (1,21), dan kelangsungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname menghasilkan pertumbuhan (5,89%), konversi pakan (1,21), dan kelangsungan

Perlakuan aplikasi probiotik (B) yaitu sebanyak 1.5 mg/L yang diberikan satu minggu sebelum tebar dan setiap minggu setelah tebar sampai panen menghasilkan pertumbuhan,

moulting sering menjadi penyebab pemberian pakan berlebih yang akan berpengaruh terhadap rasio konversi pakan. Pengaruh jumlah titik aerasi dasar terhadap

moulting sering menjadi penyebab pemberian pakan berlebih yang akan berpengaruh terhadap rasio konversi pakan. Pengaruh jumlah titik aerasi dasar terhadap

Pada Tabel 1, terlihat bahwa pemberian probiotik hasil fermentasi dengan konsentrasi 1, 2, dan 4 mg/L menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan perlakuan kontrol,