• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV METODE PENELITIAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

22

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis guna mencari kebenaran dan jawaban terhadap suatu fenomena ataupun sebuah fakta dalam kasus yang diinvestigasi. Pada penelitian tugas akhir ini metode penelitian yang digunakan ialah metode eksperimen. Menurut Zulnaidi (2007) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkap hubungan sebab akibat dari dua variabel atau lebih.

Standar spesifikasi penelitian yang digunakan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan spesifikasi Bina Marga 2010.

4.2 Metode Pengambilan Data

Pada penelitian ini pengambilan data primer dilakukan selama pengujian dan data sekunder didapat dari penelitian-penelitian sebelumnya. Untuk mempermudah pengambilan data maka data dikelompokan berdasarkan benda ujinya yaitu data stabilitas, flow, density, marshall quotient, VITM, VMA, VFWA, nilai indirect tensile strength, permeabilitas dan cantabro.

4.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas islam indonesia. Tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pemeriksaan material, persiapan alat, perencanaan campuran, pembuatan benda uji, pengujian Marshall, pengujian Indirect Tensile Strength (ITS), pengujian permeabilitas, pengujian Cantabro dan yang terakhir melakukan analisis, pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitian.

4.1.1 Pemeriksaan Material

Pemeriksaan material ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan material sebelum pembuatan benda uji untuk menentukan apakah material tersebut sudah sesuai dengan spesifikasi atau belum. Pemeriksaan ini berpedoman pada SNI,

(2)

ASTM dan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Adapun pemeriksaan material untuk agregat dan aspal.

1. Pengujian Agregat

a. Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar (SNI 1969 : 2008) Pemeriksaan ini dmaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan kenuh (Saturated Surface Dry = SSD) dan berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) serta penyerapan dari agregat kasar. b. Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus (SNI 1970 : 2008)

Pemeriksaan ini dmaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan kenuh (Saturated Surface Dry = SSD) dan berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) serta penyerapan dari agregat halus. c. Pemeriksaan kelekatan agregat oleh aspal (SNI 06-2439-1991)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregat oleh aspal. Kelekatan agregat oleh aspal ialah persentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap luas keseluruhan permukaan.

d. Pemeriksaan keausan agregat dengan mesin Los Angeles (SNI 2417 : 2008) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No.12 terhadap berat semula dalam persen.

e. Pengujian Sand Equivalent (SNI 3423 : 2008)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar debu atau lumpur atau bahan yang mempunyai lempung pada tanah atau agregat halus. 2. Pengujian Aspal

a. Pengujian berat jenis aspal (SNI 06-2441-1991)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan antara berat aspal dengan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis aspal diperlukan dalam perencanaan campuran untuk menentukan kadar aspal dalam campuran.

(3)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang berkisar antara 30° sampai 200°C. Titik lembek adalah suhu pada saat bola-bola baja dengan berat tertentu mendesak turun ke suatu lapisan aspal yang tertekan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada ketinggian tertentu, sebagai akibat dari kecepatan pemanasan tertentu.

c. Pemeriksaan daktilitas bitumen (SNI 06-2432-1991)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat kohesi aspal yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu (25°C) dengan kecepatan tertentu (5 cm/menit). Aspal dengan nilai daktilitas yang lebih besar dapat mengikat butir-butir agregat lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.

d. Pemeriksaan penetrasi aspal (SNI 06-2456-1991)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat kekerasan aspal keras atau lembek dengan memasukan jarum ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu kedalam bitumen pada suhu tertentu.

e. Pemeriksaan kelarutan bitumen dalam karbon tetra klorida/karbon bisulfida (SNI – 06-2438-1991)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kadar bitumen yang larut dalam karbon tetraklorida/karbon bisulfida.

f. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar (SNI 06-2433-1991)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis aspal hasil minyak bumi, kecuali minyak bakar dan bahan lainya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 79°C. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas suatu permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya lima detik pada suatu pemukaan aspal. Untuk mengetahui temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar. Berikut standar pengujian aspal pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

(4)

Tabel 4.1 Pengujian Aspal Pertamina Penetrasi 60/70

Jenis Pengujian Metode

Penelitian

Aspal Pen 60/70

Berat Jenis SNI

06-2441-1991 ≥ 1,0

Titik Lembek (°C) SNI

06-2434-1991 ≥ 48

Daktilitas pada 25°C (cm) SNI

06-2432-1991 ≥ 100

Penetrasi pada 25°C (0,1 mm) SNI

06-2456-1991 60 - 70

Kelarutan dalam Karbon Tetra Klorida (%)

SNI

06-2438-1991 ≥ 99

Titik Nyala (°C) SNI

06-2433-1991 ≥ 232

Sumber : Direktorat Jendral Bina Marga (2010)

4.1.2 Persiapan Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini tersedia di Laboratorium Bahan Perkerasan Jalan Raya, Teknik Sipil, Universitas Islam Indonesia dan untuk alat uji permeabilitas tersedia di Laboratorium Jalan Raya, Universitas Gajah Mada. Peralatan yang digunakan meliputi

1. Seperangkat alat pengujian fisik agregat diantaranya mesin Los Angeles, saringan standar dan tabung Sand Equivalent.

2. Seperangkat alat pengujian karakteristik campuran metode Marshall yang terdiri dari cetakan benda uji (mold), kepala penekan yang berbentuk lengkung (breaking head), cincin penguji dengan kapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan ketelitian 12,5 kg (25 pound) serta arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,0001”) dan arloji kelelahan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”). Selain itu dilengkapi juga dengan alat penunjang diantaranya kompor pemanas, pemadat (compactor) dengan berat 10 pound (4,536 kg) dengan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm) dan bak perendam.

3. Seperangkat alat pengujian Indirect Tensile Strength yang terdiri dari alat ukur tekan (strip loading) selebar 13 mm (0,5 inch), arloji pengukur kelelahan (flow) dengan ketelitian 0,25 mm dan arloji pengukuran stabilitas.

(5)

4. Alat uji permeabilitas yang komponen utamanya adalah dudukan karet yang diikat pada pendulum dan digesek diatas permukaan aspal.

5. Alat pengujian Cantabro yaitu mesin abrasi Los Angeles dengan tanpa bola baja dan alat timbang dengan ketelitian 0,1 gr.

4.1.3 Perencanaan Campuran

Komponen bahan campuran Superpave terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler, aspal dan PET sebagai bahan tambah diuji terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan guna mengetahui sifat fisik material apakah sudah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

Setelah pengujian selesai dilakukan, proses selanjutnya yaitu penyaringan agregat dengan menggunakan saringan yang telah ditentukan. Penyaringan ini dilakukan untuk mengerahui jenis agregat yang akan dimasukan ke dalam campuran. Gradasi amat sangat mempengaruhi workability serta tingkat stabilitas campuran untuk itu perlu dibuat rencana gradasi agregat. Adapun rencana gradasi agregat untuk campuran Superpave dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Rencana Gradasi Agregat Campuran Superpave

Ukuran saringan Spesifikasi Jumlah persen (%)

Min Max Lolos Tertahan

19 3/4 100 100 100 0 12.5 1/2 90 100 95 5 9.5 3/8 75 90 82.5 17.5 2.36 No.8 35 70 52.5 47.5 1.18 No.16 23 50 36.5 63.5 0.6 No.30 18 35 26.5 73.5 0.3 No.50 13 21 17 83 0.075 No.200 2 10 6 94 Pan 0 0 0 100

(6)

Gambar 4.1 Rencana Gradasi Campuran Superpave

Setelah perencanaan gradasi agregat telah dilakukan, selanjutnya dilakukan peritungan kadar aspal optimum rencana. Adapun untuk menentukan kadar aspal optimum rencana dapat dilihat pada Persamaan 4.1 berikut.*-1

𝑃𝑏 = 0,035 (%𝐶𝐴) + 0,045 (%𝐹𝐴) + 0,18(%𝐹𝑖𝑙𝑙𝑒𝑟) + 𝐾 (4.1) dengan :

Pb = Kadar aspal optimum rencana CA = Persentase agregat kasar FA = Persentase agregat halus K = Konstanta (1 – 2)

Berdasarkan perhitungan mix design didapat nilai CA sebesar 17,5%, nilai FA 76,5% dan filler 6% serta konstanta dianggap 1, maka dengan Persamaan 4.1 dapat dihitung kadar aspal optimum rencana sebagai berikut.

Pb = 0,035 (17,5%) + 0,045 (76,5%) + 0,18 (6%) + 1 = 6,135 % ≈ 6% 0,04 0,08 0,16 0,32 0,64 1,28 2,56 5,12 10,24 20,48 Per se n Lo lo s (% ) Ukuran Saringan (mm)

(7)

Berdasarkan perhitungan diatas perkiraan awal kadar aspal optimum yaitu 6% sehingga dalam pengujian untuk mencari kadar aspal optimum (KAO), kadar aspal yang digunakan adalah 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% terhadap berat total campuran sebesar 1200 gram. Adapun kebutuhan agregat untuk tiap-tiap kadar aspal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3 Kebutuhan Agregat Pada Kadar Aspal 5%

Ukuran saringan

Spesifikasi Jumlah (%) Berat Tertahan (gr)

Min Max Lolos Tertahan Tertahan Kumulatif

19 3/4 100 100 100 0 0 0 12,5 1/2 90 100 95 5 57 57 9,5 3/8 75 90 82,5 12,5 142,5 199,5 2,36 No.8 35 70 52,5 30 342 541,5 1,18 No.16 23 50 36,5 16 182,4 723,9 0,6 No.30 18 35 26,5 10 114 837,9 0,3 No.50 13 21 17 9,5 108,3 946,2 0,075 No.200 2 10 6 11 125,4 1071,6 Pan 0 0 0 6 68,4 1140

Tabel 4.4 Kebutuhan Agregat Pada Kadar Aspal 5,5%

Ukuran saringan

Spesifikasi Jumlah (%) Berat Tertahan (gr)

Min Max Lolos Tertahan Tertahan Kumulatif

19 3/4 100 100 100 0 0 0 12,5 1/2 90 100 95 5 56,7 56,7 9,5 3/8 75 90 82,5 12,5 141,75 198,45 2,36 No.8 35 70 52,5 30 340,2 538,65 1,18 No.16 23 50 36,5 16 181,44 720,09 0,6 No.30 18 35 26,5 10 113,4 833,49 0,3 No.50 13 21 17 9,5 107,73 941,22 0,075 No.200 2 10 6 11 124,74 1065,96 Pan 0 0 0 6 68,04 1134

(8)

Tabel 4.5 Kebutuhan Agregat Pada Kadar Aspal 6%

Ukuran saringan

Spesifikasi Jumlah (%) Berat Tertahan (gr)

Min Max Lolos Tertahan Tertahan Kumulatif

19 3/4 100 100 100 0 0 0 12,5 1/2 90 100 95 5 56,4 56,4 9,5 3/8 75 90 82,5 12,5 141 197,4 2,36 No.8 35 70 52,5 30 338,4 535,8 1,18 No.16 23 50 36,5 16 180,48 716,28 0,6 No.30 18 35 26,5 10 112,8 829,08 0,3 No.50 13 21 17 9,5 107,16 936,24 0,075 No.200 2 10 6 11 124,08 1060,32 Pan 0 0 0 6 67,68 1128

Tabel 4.6 Kebutuhan Agregat Pada Kadar Aspal 6,5%

Ukuran saringan

Spesifikasi Jumlah (%) Berat Tertahan (gr)

Min Max Lolos Tertahan Tertahan Kumulatif

19 3/4 100 100 100 0 0 0 12,5 1/2 90 100 95 5 56,1 56,1 9,5 3/8 75 90 82,5 12,5 140,25 196,35 2,36 No.8 35 70 52,5 30 336,6 532,95 1,18 No.16 23 50 36,5 16 179,52 712,47 0,6 No.30 18 35 26,5 10 112,2 824,67 0,3 No.50 13 21 17 9,5 106,59 931,26 0,075 No.200 2 10 6 11 123,42 1054,68 Pan 0 0 0 6 67,32 1122

Tabel 4.7 Kebutuhan Agregat Pada Kadar Aspal 7%

Ukuran saringan

Spesifikasi Jumlah (%) Berat Tertahan (gr)

Min Max Lolos Tertahan Tertahan Kumulatif

19 3/4 100 100 100 0 0 0 12,5 1/2 90 100 95 5 55,8 55,8 9,5 3/8 75 90 82,5 12,5 139,5 195,3 2,36 No.8 35 70 52,5 30 334,8 530,1 1,18 No.16 23 50 36,5 16 178,56 708,66 0,6 No.30 18 35 26,5 10 111,6 820,26 0,3 No.50 13 21 17 9,5 106,02 926,28 0,075 No.200 2 10 6 11 122,76 1049,04 Pan 0 0 0 6 66,96 1116

(9)

Kebutuhan agregat didasarkan pada berat campuran sebesar 1200 gram yang kemudian dikurangi dengan kadar aspal terhadap campuran yakni sebesar 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7% terhadap berat campuran. Kemudian persentase lolos dan tertahan saringan tiap nomor saringan dikalikan dengan hasil berat campuran dikurangi dengan kadar aspal hingga didapatlah berat agregat untuk tiap-tiap nomor saringan yang dibutuhkan.

Tabel 4.8 Kebutuhan Benda Uji KAO Kadar Aspal Terhadap Campuran

(%)

Jumlah Benda Uji (buah) 5 5 5,5 5 6 5 6,5 5 7 5 Total 25

Selanjutnya setelah mendapatkan kadar aspal optimum (KAO) sebesar 6,325% dilakukan pencarian kadar PET optimum. Berdasarkan pada penelitian Puspitasari dkk. (2018) digunakan kadar PET 0% sampai 4%. Untuk penelitian ini akan digunakan kadar PET 0% sampai 6%. Adapun kebutuhan agregat dan kebutuhan PET pada kondisi KAO dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan 4.10 berikut.

Adapun rincian kebutuhan agregat yang digunakan untuk mencari kadar aspal optimum (KAO) dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.9 Kebutuhan Agregat Pada KAO Ukuran

saringan

Spesifikasi Jumlah (%) Berat Tertahan (gr) Min Max Lolos Tertahan Tertahan Kumulatif

19 3/4 100 100 100 0 0 0 12,5 1/2 90 100 95 5 56,21 56,21 9,5 3/8 75 90 82,5 12,5 140,51 196,72 2,36 No.8 35 70 52,5 30 337,23 533,95 1,18 No.16 23 50 36,5 16 179,86 713,80 0,6 No.30 18 35 26,5 10 112,41 826,21 0,3 No.50 13 21 17 9,5 106,79 933,00 0,075 No.200 2 10 6 11 123,65 1056,65 Pan 0 0 0 6 67,45 1124,10

(10)

Tabel 4. 10 Kebutuhan PET untuk mencari PET Optimum Kadar PET terhadap Aspal

(%) Berat PET (gram) 0% 0 1% 0,759 2% 1,518 3% 2,277 4% 3,036 5% 3,795 6% 4,554

Adapun rincian jumlah benda uji yang digunakan untuk mencari kadar optimum PET dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini.

Tabel 4.11 Kebutuhan Benda Uji Kadar PET Optimum

Kadar PET terhadap Aspal (%) Jumlah Sampel (buah)

0 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 5 6 5 Total 35

Adapun jumlah pembuatan benda uji setelah mendapatkan nilai PET optimum dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12 Kebutuhan Benda Uji perbandingan PET dan non PET

Jenis Pengujian Jumlah Sampel (buah)

Tanpa PET dengan PET

Marshall 5 5

Indirect Tensile Strength 5 5

Permeabilitas 5 5

Cantabro 5 5

Jumlah 20 20

(11)

Adapun total benda uji yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini.

Tabel 4.13 Total Kebutuhan Sampel

Uraian Jumlah Sampel (buah)

Kadar Aspal Optimum 25

Kadar PET optimum 35

Perbandingan PET dan non PET 40

Jumlah 100

4.4 Pengujian Marshall

Uji Marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan terhadap kelelehan plastis dari campuran aspal. Adapun cara pengujianya sebagai berikut.

1. Benda uji di timbang didalam air untuk mendapatkan berat isi.

2. Benda uji dikeringkan dengan kain lap yang lembab sampai kering permukaan jenuh (SSD).

3. Benda uji ditimbang dalam kondisi SSD

4. Benda uji aspal panas direndam dalam bak perendam selama 30 menit pada suhu 60±1°C, atau dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu tetap 60±1°C. 5. Sebelum melakukan pengujian batang penuntun dan permukaan dalam dari

penekan dibersihkan.

6. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam dan letakan kedalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen atas di atas benda uji dan letakan seluruhnya kedalam mesin penguji.

7. Arloji kelelehan dipasang pada penunjuk angka nol, sementara selubung tangkai arloji dipegang teguh terhadap segmen atas kepala penekan. Tekan selubung tangkai arloji selama pembebanan berlangsung.

8. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya dinaikan sehingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol.

9. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm permenit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun

(12)

seperti yang ditunjukan arloji tekan dan catat pembebanan maksimum yang tercapai (stabilitas) dan pada saat yang sama catat pula angka arloji kelelehan. 10. Selubung tangkai arloji kelelehan dilepas setelah nilai kelelehan dicatat 11. Analisis dan pembahasan dilakukan setelah semua tahap selesai dilakukan.

4.5 Pengujian Permeabilitas

Pengujian permeabilitas campuran penting untuk dilakukan untuk mendapatkan campuran perkerasan yang baik dan memiliki ketahanan yang baik pula. Adapun tahapan dalam pengujian permeabilitas yaitu

1. Benda uji dibuat dengan kadar aspal optimum dan kadar PET optimum yang sudah didapatkan dari pengujian sebelumnya

2. Benda uji diletakkan pada alat uji permeabilitas untuk dilakuakan pengujian. 3. Benda uji di beri lilin disekelilingnya agar menjadi kedap air

4. Tuang air pada tabung falling head dan lakukan pembacaan

5. Mendapatkan nilai koefisien permeabilitas dari hasil pengujian dan dilakukan pembahasan.

4.6 Pengujian Indirect Tensile Strength (ITS)

Pengujian indirect tensile strength dimaksudkan untuk mengetahui kuat tarik dari campuran perkerasan. Adapun metode pengujiannya dapat dilihat sebagai berikut

1. Benda uji diukur pada 4 sisinya dan ambil tebal rerata, lalu hitung koreksi tebal dan diameter benda uji.

2. Benda uji diletakan kedalam alat uji

3. Benda uji di beri pembebanan hingga mencapai beban maksimum yang ditandai arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah dan lakukan pencatatan.

4. Nilai kuat tarik terkoreksi dihitung dan dilakukan analisis serta pembahasan

4.7 Pengujian Cantabro

Pengujian cantabro dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keausan benda uji. Adapun cara pengujianya yaitu.

(13)

2. Benda uji dikeluarkan dan ditimbang kemudian dilakukan analisis serta pembahasan.

4.8 Analisis Data

Adapun analisis yang dilakukan setelah pengujian-pengujian diatas adalah sebagai berikut.

1. Analisis Karakteristik Marshall

Adapun karakteristik Marshall didapatkan dengan menganilisis hasil pengujian di laboratorium, didapatkan data sebagai berikut.

a. Berat kering benda uji (gram) b. Berat benda uji dalam air (gram) c. Berat benda uji kering muka (gram) d. Tebal benda uji (mm)

e. Pembacaan arloji stabilitas (kg) f. Pembacaan arloji kelelehan (mm)

Nilai-nilai karakteristik Marshall dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut.

a. Berat jenis aspal

𝐵𝐽 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 = (𝐶−𝐴)

(𝐵−𝐴)−(𝐷−𝐶) (4.2)

dengan :

A = Berat piknometer (dengan penutup) (gram) B = Berat piknometer berisi air (gram)

C = Berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi aspal dan air (gram) b. Berat jenis agregat

𝐵𝐽 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 = (𝐹1 × 𝐴)+(𝐹2 ×𝐵)

100 (4.3)

dengan :

(14)

F2 = Persentase agregat halus (%) A = Berat jenis agregat kasar B = Berat jenis agregat halus

c. Nilai-nilai stabilitas didapatkan dengan Persamaan 3.1 d. Kelelehan (flow) dibaca dari permbacaan arloji kelelehan e. VITM (Void in Total Mix) menggunakan Persamaan 3.3 f. VMA (Void in Mineral Agregat) menggunakan Persamaan 3.7 g. VFWA (Void Filled With Asphalt) menggunakan Persamaan 3.6 h. MQ (Marshall Quotient) menggunakan Persamaan 3.2

2. Analisis uji permeabilitas

Nilai permeabilitas menggunakan Persamaan 3.11 3. Analisis uji Indirect Tensile Strength

Nilai Indirect Tensile Strength menggunakan Persamaan 3.10 4. Analisis uji Cantabro

Nilai Cantabro menggunakan Persamaan 3.12 5. Analisis statistik

Adapun data-data hasil pengujian karakteristik Marshall, Indirect Tensile Strength, Cantabro Test dan Permeablitas dengan parameter kadar PET terhadap karakterisitik campuran Superpave dianalisis menggunakan analisis statistik Anova satu arah dan T-test. Metode ini digunakan karena terdapat satu variabel bebas kadar PET yang terbagi menjadi PET Optimum dan Non-PET. Secara umum analisis statistik menggunakan Anova satu arah dan T-test adalah sebagai berikut.

H0 : μ1 = μ2=……= μk H1 : μ1 ≠ μ2=……≠ μk Keterangan :

H0 = Tidak ada perbedaan signifikan pengaruh penambahan PET

terhadap karakteristik campuran Superpave

H1 = Ada perbedaan signifikan pengaruh penambahan PET terhadap

(15)

Jika nilai rasio uji berada di daerah penerimaan maka H0 diterima, sedangkan

jika nilai rasio berada di daerah penolakan maka H1 diterima.

Adapun untuk analisis statistik T-test apabila nilai signifikansi (2-tailed) < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara variabel awal dengan variabel akhir. Sedangkan jika nilai signifikansi (2-tailed) >0,05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel awal dengan variabel akhir. Ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang bermakna terhadap perbedaan perlakukan yang diberikan pada masing-masing variabel.

4.9 Bagan Alir Proses Penelitian

Bagan alir proses penelitian adalah penjelasan singkat tahapan-tahapan penelitian. Adapun bagan alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini. tidak ya Mulai Persiapan Bahan Pengujian Bahan Pengujian Aspal 1. Berat Jenis 2. Penetrasi

3. Titik nyala dan bakar 4. Titik lembek 5. Kelarutan dalam CCL4 6. Daktilitas Pengujian Agregat 1.Berat Jenis 2.Abrasi 3.Kelekatan agregat terhadap aspal 4.Sand Equivalent Sesuai spesifikasi Bina Marga 2010

Uji Marshall untuk mencari KAO (Variasi kadar aspal 5%,5,5%,6%,6,5%,7%)

(16)

Gambar 4.2 Bagan Alir Penelitian Uji Marshall untuk mencari kadar PET optimum pada KAO (Variasi kadar PET 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan 6% terhadap

berat aspal)

Pembuatan benda uji pada KAO dengan tanpa menggunakan PET dan pada PET optimum

Uji Marshall Uji Permeabilitas Uji ITS Uji Cantabro

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar

Tabel 4.1 Pengujian Aspal Pertamina Penetrasi 60/70
Tabel 4.2 Rencana Gradasi Agregat Campuran Superpave  Ukuran saringan  Spesifikasi  Jumlah persen (%)
Gambar 4.1 Rencana Gradasi Campuran Superpave
Tabel 4.3 Kebutuhan Agregat Pada Kadar Aspal 5%
+6

Referensi

Dokumen terkait

ITS    (Indirect Tensile Strength) adalah suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tarik dari campuran aspal beton1. Pengujian ini bertujuan

Untuk proses sebelum dan setelah proses pembuatan adukan beton ringan dengan agregat buatan (persiapan, pengujian workability dan pembuatan benda uji) adalah sama dengan proses

Tujuan dari pengujian awal ini adalah untuk memperkirakan ukuran bidang panel dan tebal panel dari campuran mortar tanpa ka„a, potongan bendrat yang layak pakai untuk benda uji..

a) Pengujian kekuatan tarik tak langsung (indirect tensile strength) dilakukan untuk kedua jenis benda uji, baik benda uji kering maupun yang telah dikondisikan pada temperatur

The performance of asphalt concrete characteristics was studied using the Marshall test, The Indirect Tensile Strength (ITS) test, The Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM) test,

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar Slag Nikel yang memenuhi sifat-sifat Marshall adalah pada kadar Slag Nikel sebesar 10% dan hasil analisis Indirect Tensile

Pada tahapan ini peneliti mulai melakukan penelitian dengan pengujian properties tanah dan kemudian dilanjutkan dengan pengujian Proktor Standar, CBR kondisi Unsoaked

Langkah Kerja Pembuatan Biogas Langakah kerja pembuatan biogas terdapat beberapa tahapan yang pertam yaitu penyipan alat dan bahan dan diakhiri dengan memasukan bahan campuran kotoran