• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Landasan Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 Landasan Teori"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5

Landasan Teori

2.1 Konsep Semiotika

Dalam skripsi ini, penulis mengambil konsep semiotika. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan konsep semiotika itu sendiri. Seorang peneliti bernama Ikegami (1991:1) menyatakan bahwa:

Semiotics is interested in the human activity of generating meaning. Thus it is concerned with any phenomenon in which (to use a classical characterization) “aliquid stat pro aliquo” (“something stands for something else”). A technical term applied to such a phenomenon is ‘semiosis (or semiotic process’, as it is sometimes called).

Terjemahan:

Semiotika terfokus dalam aktivitas manusia untuk menghasilkan makna. Oleh karena itu, semiotika bersangkutan dengan fenomena apa saja yang menggunakan sebuah penamaan klasik “aliquid pro stat aliquo” (sesuatu mempunyai arti untuk suatu hal yang lain). Sebuah istilah teknis yang diberikan kepada fenomena tersebut adalah ‘semiosis’ (atau yang kadang-kadang disebut proses semiosis).

Menurut Ikegami, semiotika merupakan ilmu yang berhubungan dengan kegiatan atau aktivitas manusia yang menghasilkan makna. Ikegami menambahkan bahwa semiotika berhubungan dengan fenomena tanda yang mempunyai suatu makna untuk hal lain. Istilah ini kemudian dinamakan semiosis. Semiotika tidak hanya terpaku pada bahasa dan komunikasi semata tetapi juga dapat terhubung dengan kebudayaan. Hal ini disebabkan karena kebudayaan dibuat, dipertahankan atau dipelihara, dan dikembangkan lebih jauh oleh kegiatan semiotika manusia. Itu sebabnya ada cabang semiotika yang dinamakan semiotika kultural. Semiotika ini terfokus khusus pada masalah kebudayaan dan cabang semiotika ini dianggap sebagai bagian integral dari semiotika.

(2)

Pada sub-bab berikut ini akan dijelaskan teori mengenai semiotika dengan lebih detail. Pada sub-bab ini juga akan dijelaskan segitiga semiotika atau triadic dari Peirce.

2.1.1 Teori Semiotika

Menurut Endraswara (2009:157), dugaan yang melandasi dasar hadirnya teori semiotika dalam kajian folklor adalah adanya anggapan bahwa folklor merupakan fenomena tanda. Folklor atau kebudayaan merupakan ekspresi dari ideologi atau buah pemikiran dan tindakan manusia. Ekspresi tersebut mengambil bentuk berupa tanda (sign). Sign atau tanda akan menyediakan makna yang dapat beragam variasinya bahkan berlapis-lapis.

Mengutip dari Friedman dan Thellefsen (2011) yaitu,

According to Peirce, representation refers to “anything that can stand for something else” (Griffin, 1997). Chandler (2004) explained, “There are the assumptions about realism of the term [i.e. representation] embedded [in it].” Thus many researchers avoid using the term representation because of its deceptive realism. The representation of knowledge, according to Hall (1997), refers to the production and conversion of meaning through language. Hall (1997, p. 45) argued that the connection “between concepts and language enables us to refer to either the real world or imaginary worlds”. Davis et al. (1993) defined knowledge representation as the consequences of thinking rather than acting; in other words, it occurs by reasoning about the world rather than by taking action in it. Hjørland (2007a, b) examined knowledge representation from an epistemological perspective and determined that as an act, the representation of knowledge is always predetermined by epistemology and knowledge theory.

Terjemahan:

Menurut Peirce, representasi mengacu pada "apa pun yang dapat berdiri untuk sesuatu yang lain" (Griffin, 1997). Chandler (2004) menjelaskan, "Ada asumsi tentang realisme istilah [yaitu representasi] tertanam [di dalamnya]. "Dengan demikian banyak peneliti menghindari menggunakan representasi istilah karena realisme menipu nya. Representasi pengetahuan, menurut Hall (1997), mengacu pada produksi dan konversi makna melalui bahasa. Hall (1997, hal. 45) berpendapat bahwa hubungan "antara konsep dan bahasa memungkinkan kita untuk mengacu ke dunia nyata atau dunia imajiner". Davis et al. (1993) mendefinisikan representasi pengetahuan sebagai konsekuensi dari berpikir daripada bertindak; dengan kata lain, itu terjadi oleh penalaran tentang dunia daripada dengan mengambil tindakan di dalamnya.

(3)

Hjørland (2007a, b) meneliti representasi pengetahuan dari perspektif epistemologis dan menetapkan bahwa sebagai tindakan, representasi pengetahuan selalu telah ditentukan oleh epistemologi dan teori pengetahuan.

Sedangkan menurut Liszka (1996:111) mengutip dari Peirce bahwa tanda merupakan segala sesuatu yang menyampaikan tiap-tiap gagasan tertentu mengenai sebuah benda melalui berbagai macam cara tergantung bagaimana kita mengenal cara penyampaian. Menurut Liszka (1996:18) masih mengutip dari Peirce bahwa untuk menjadi sign, sebuah sign atau tanda (representamen) harus memenuhi empat kondisi. Kondisi pertama adalah kondisi representatif di mana sebuah tanda harus merujuk pada sebuah objek atau suatu hal. Misalnya seorang pejalan kaki melihat pohon di taman. Pohon ini kemudian menjadi representamen. Kondisi kedua adalah kondisi presentatif di mana objek atau hal yang dilambangkan oleh tanda mempunyai makna atau arti tertentu. Tujuannya agar tanda mampu merujuk pada sebuah objek yang mempunyai makna tertentu dengan baik. Dalam hal ini, pohon yang memiliki daun berwarna hijau, warna ini menjadi objek. Kondisi ketiga adalah kondisi interpretatif di mana sebuah tanda harus memiliki hasil makna yang dapat dipahami orang. Tanda itu harus merepresentasikan lambang (the representation) menjadi sebuah perlambangan (a representation). Warna hijau yang menjadi objek merujuk kepada makna teduh atau segar. Makna teduh atau segar kemudian menjadi interpretan. Kondisi keempat adalah kondisi triadic di mana tanda harus memiliki tiga unsur atau triadic (tiga sisi) sehinggal memiliki hasil makna. Oleh karena itu, kondisi dari triadic adalah pohon dengan daun yang berwarna hijau terkesan teduh bahkan segar.

Triadic adalah proses di mana tanda memiliki efek kognitif (berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris) pada interpreternya sebagai semiosis. Menurut Robering (1997:247), semiosis berasal dari Yunani yang mengarah pada fenomena suatu tanda. Robering mengutip dari Peirce bahwa semiosis merupakan hasil dari hubungan antara tiga tahapan semiosis yaitu representamen, objek, dan interpretan. Artinya hubungan di antara ketiganya tidak dapat dipisahkan atau dipecahkan lagi.

Bagi Peirce dalam Hoed (2008:18-19) tanda adalah, “Sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”. Inti pemikiran Peirce adalah bahwa jagat raya ini terdiri atas tanda-tanda (signs). Dalam teori semiotik ada yang disebut proses semiotik, yakni proses pemaknaan dan penafsiran berdasarkan pengalaman budaya seseorang.

(4)

Dalam buku yang berbeda menurut Peirce dalam Christomy (2004:117), tanda melibatkan proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu dapat terjadi jika ada representamen, acuan, dan interpretan. Dengan kata lain, sebuah tanda senantiasa memiliki tiga dimensi yang saling terkait : Representamen (R) sesuatu yang dapat dipersepsi (perceptible), Objek (O) sesuatu yang mengacu kepada hal lain (referential), dan Interpretan (I) sesuatu yang dapat diinterpretasi (interpretable).

Deledalle (2000:18) yang mengutip dari Peirce, menjelaskan secara singkat mengenai definisi ketiga tahapan semiosis sebagai berikut:

‘A REPRESENTAMEN is a subject of a triadic relation to a second, called its OBJECT. For a third, called its INTERPRETANT, this triadic relation being such that the REPRESENTAMEN determines its interpretant to stand in the same triadic relation to the same object for some interpretant.’

Terjemahan:

Representamen adalah sebuah subjek dari sebuah hubungan triadic kepada tahap semiosis kedua, yang disebut sebagai objeknya. Untuk tahap semiosis ketiga, yang disebut sebagai interpretan, hubungan triadic ini sedemikian rupa sehingga representamen tersebut menentukan interpretannya untuk melambangkan dalam hubungan triadic yang sama dengan objek yang juga sama untuk interpretan yang sama.

Representamen merupakan tanda yang merujuk atau terhubung dengan objek. Menurut Tinarbuko (2009:13) yang mengutip dari Peirce, representamen merupakan sesuatu yang memiliki kemampuan mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Objek merupakan benda atau hal dalam lingkup tertentu yang dirujuk atau dilambangkan oleh representamen. Tinarbuko menyatakan bahwa tanda yang akan selalu mengacu pada sesuatu yang lain disebut sebagai objek. Tinarbuko menambahkan bahwa mengacu memiliki arti mewakili atau menggantikan. Interpretan adalah hasil makna atau perlambangan yang didapat dan ditentukan oleh representamen. Menurut Tinarbuko, interpretan merupakan pemahaman makna yang terdapat atau muncul dalam diri penerima tanda. Tanda hanya akan berfungsi apabila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretan. Tidak hanya itu, tanda hanya dapat berfungsi apabila pemahaman dapat terjadi berkat baiknya ground

(5)

atau pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Ketiga tahapan semiosis ini digambarkan dengan sebuah segitiga.

Gambar berikut adalah segitiga semiosis yang telah dibuat menurut teori semiotika Peirce. Gambar yang telah dilampirkan memperlihatkan hubungan antara ketiga tahapan semiosis guna mempermudah pemahaman mengenai semiotika Peirce.

Gambar 2.1 Tiga Dimensi Tanda (Sumber: Christomy (2004:117))

Sebuah tanda (representamen) mengacu kepada objeknya melalui tiga cara utama menurut Peirce dalam Christomy (2004:121-122) yaitu:

1) Ikon adalah tanda hubungan representamen dan objeknya yang bersifat persamaan bentuk alamiah (keserupaan).

2) Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara representamen dan objeknya melalui cara penunjukkan. 3) Simbol adalah tanda menunjukkan hubungan antara representamen dan

objeknya berdasarkan kesepakatan atau konvensi masyarakat.

Menurut Foley (1997:26) mengatakan bahwa:

A symbol is a sign in which the relationship between its form and meaning is stricly conventional, neither due to physical similarity or contextual constraints.

Terjemahan:

Simbol adalah tanda dimana hubungan di antara bentuk dan artinya benar-benar sesuai dengan adat kebiasaan, bukan karena persamaan bentuk atau pun keterbatasan kontekstual.

Interpretan = hasil makna yang didapat

dari representamen

Representamen = tanda yang merujuk

pada objek

Objek = benda atau hal dalam lingkup tertentu

(6)

Suatu objek dianggap sebagai simbol yang memiliki makna dalam suatu kelompok masyarakat, tetapi oleh kelompok masyarakat lainnya bisa saja objek yang sama tersebut tidak memiliki makna sama sekali.

2.2 Teori Komunikasi

Teori komunikasi menurut West dan Turner (2010:5), komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Menurut West dan Turner (2010:5), selalu menarik elemen komunikasi mediasi serta dalam diskusi, mengingat pentingnya bahwa teknologi komunikasi memainkan dalam masyarakat kontemporer. Dengan pemikiran seperti itu, maka diperoleh definisi lima istilah kunci dalam perspektif, yaitu: sosial, proses, simbol, makna, dan lingkungan.

Komunikasi

Gambar 2.2 Key Terms in Defining Communication (Sumber: West dan Turner (2010:5))

Berdasarkan gambar di atas, definisi dari sosial yaitu gagasan bahwa orang-orang dan interaksi merupakan bagian dari proses komunikasi. Lalu, pada bagan proses, yang dimaksud dengan proses adalah komunikasi yang sedang berlangsung dan tidak berujung. Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan terus berubah. Istilah ketiga terkait dengan definisi komunikasi adalah simbol. Simbol adalah label yang sewenang-wenang atau representasi dari fenomena. Simbol dibagi dua yaitu concrete symbols dan abstract symbols. Concrete symbol adalah simbol yang

Makna

Simbol

Lingkungan

Proses

(7)

merepresentasikan suatu objek. Abstract symbol adalah simbol yang merepresentasikan suatu ide atau pemikiran. Selain proses dan simbol, makna merupakan pusat dari definisi komunikasi. Makna adalah sesuatu yang ditangkap oleh seseorang pada suatu pesan. Dalam berkomunikasi, pesan dapat memiliki lebih dari satu makna dan bahkan beberapa lapisan makna. Tanpa memaparkan beberapa makna, maka akan sulit berbicara dalam bahasa yang sama atau menafsirkan peristiwa yang sama. Istilah yang terakhir dalam definisi komunikasi adalah lingkungan. Lingkungan adalah situasi atau konteks di mana komunikasi terjadi. Lingkungan mencakup sejumlah elemen, termasuk waktu, tempat, periode sejarah, hubungan, dan latar belakang budaya pembicara dan pendengar.

Komunikasi dibagi dalam dua macam, komunikasi langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung yaitu komunikasi yang dilakukan secara langsung tanpa menggunakan alat komunikasi. Contoh: Berbicara dengan teman. Komunikasi tidak langsung yaitu komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi. Contoh: Mengirim surat untuk teman yang jauh. Sedangkan untuk media komunikasi yaitu media elektronik dan media cetak. Media elektronik contohnya seperti telepon, radio, televisi, dan internet. Media cetak contohnya seperti surat, kartu pos, koran, brosur, dan majalah.

2.3 Hagaki (Kartu Pos)

Kartu pos (hagaki) yang dikeluarkan oleh Japan Post Co. Ltd. (日本郵政株

式会社 Nippon Yūsei Kabushikigaisha) yaitu pada dasarnya banyak orang Jepang

yang menulis dengan tulisan vertikal dalam kartu pos, ditulis dari kanan alamat yang dituju, kemudian alamat pengirim. Tetapi ada beberapa orang Jepang yang menulis secara horizontal. Pada bagian gambar yang di belakang adalah tempat untuk menulis pesan pada bagian yang kosong. Kartu pos yang diterbitkan oleh Japan Post memiliki ukuran panjang 148 mm x lebar 100 mm. Jenis-jenis kartu pos Jepang menurut website http://daiichiinsatsu.co.jp/200_support/2309_hagaki.htm yaitu kartu pos bergambar pemandangan, kartu pos internasional, kartu pos ucapan tahun baru, kartu pos untuk undian, dan kartu pos ucapan untuk musim panas.

(8)

Gambar

Gambar  berikut  adalah  segitiga  semiosis  yang  telah  dibuat  menurut  teori  semiotika  Peirce
Gambar 2.2 Key Terms in Defining Communication (Sumber: West dan  Turner (2010:5))

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya Sentra Tenun Prailiu dalam meningkatkan penjualan kain tenun Sumba Timur adalah dengan melakukan strategi komunikasi pemasaran yang

 Sel mikroba secara kontinyu berpropagasi menggunakan media segar yang masuk, dan pada saat yang bersamaan produk, produk samping metabolisme dan sel dikeluarkan dari

Abstrak - Artikel ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang juga merupakan hasil dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dengan tujuan untuk meningkatkan

Penggunaan metode inkuiri sebagai upaya untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan dengan mengacu kepada minat peserta didik dengan mengangkat

Aktivitas kendaraan pada Area Sukun dan Terminal Terboyo yang menghasilkan emisi terjadi pada saat hot start dan cold start, kendaraan bergerak, ketika waktu

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap pelaksanaan bauran pemasaran dan implikasi strateginya pada masa yang akan datang di Bali

Berbeda dengan kedua narasumber di atas, seorang mahasiswi semester dua kelas A2, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Ramadhani Periko Putri berpendapat bahwa bentuk

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ada hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng Total (ALT), hal tersebut menunjukkan higiene dan