• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL. 13 s.d. 19 Januari Highlight Minggu Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAN KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL. 13 s.d. 19 Januari Highlight Minggu Ini"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

1

DAN

13 s.d. 19 Januari 2020

I. Pasar Global

Pasar Saham.Wall Street masih melanjutkan penguatan pada perdagangan pekan lalu. Indeks Dow Jones menguat 524,33 poin atau 1,82 persen ke level 29.348,10. Indeks S&P 500 juga menguat 64,27 poin atau 1,97 persen ke level 3.329,62, dan indeks Nasdaq menguat 210,08 poin atau 2,29 persen ke level 9.388,94. Beberapa sentimen yang menjadi pendorong menguatnya bursa saham AS pada pekan lalu antara lain formalisasi kesepakatan dagang tahap pertama dengan Tiongkok, kinerja sejumlah emiten blue chips yang positif, dan data ekonomi AS yang menunjukkan angka menggembirakan.

Bursa saham AS kembali mencetak rekor pada pekan lalu setelah AS dan Tiongkok menandatangani perjanjian dagang tahap pertama di Washington DC (15/1). Dari pihak AS penandatanganan dilakukan secara langsung oleh Presiden Donald Trump, sedangkan dari pihak Tiongkok diwakili oleh Wakil Perdana Menteri Liu He. Perjanjian tersebut disebut sebagai satu langkah maju dalam mewujudkan perdamaian perdagangan di seluruh dunia, menurut Presiden Trump.

Dalam perjanjian tahap pertama, Tiongkok sepakat untuk meningkatkan impor barang-barang dari AS senilai US$200 miliar dalam dua tahun. Mayoritas produk AS yang akan diimpor oleh Tiongkok adalah produk pertanian. Di sisi lain, AS membatalkan rencana kenaikan tarif impor produk dari Tiongkok yang rencananya dilakukan pada Desember lalu. Sedangkan untuk pemangkasan tarif impor secara keseluruhan untuk produk-produk asal Tiongkok akan dibicarakan

Indikator 17 Januari 2020 Perubahan (%) WoW YoY Ytd T1 Nilai Tukar/USD ----Euro 0,90 (0,26) (2,69) (1,09) Yen 110,14 (0,63) (0,81) (1,41) GBP 0,77 (0,40) 0,18 (1,90) Real 4,16 (1,55) (11,09) (3,26) Rubel 61,57 (0,83) 7,21 0,68 Rupiah 13.645,00 0,92 3,85 1,59 Rupee 71,08 (0,20) (0,06) 0,42 Yuan 6,86 0,86 (1,23) 1,49 KRW 1.159,50 0,19 (3,30) (0,28) SGD 1,35 0,08 0,63 (0,10) Ringgit 4,05 0,52 1,43 0,89 Baht 30,39 (0,47) 4,25 (1,39) Peso 50,90 (0,33) 2,88 (0,50) T2 --- Pasar Modal ---DJIA 29.348,10 1,82 20,43 2,84 S&P500 3.329,62 1,97 26,32 3,06 FTSE 100 7.674,56 1,14 12,28 1,75 DAX 13.526,13 0,32 23,88 2,09 KOSPI 2.250,57 2,00 6,81 2,41 Brazil IBrX 867,56 1,14 0,46 1,49 Nikkei 24.041,26 0,80 17,84 1,63 SENSEX 41.945,37 0,83 15,32 16,29 JCI 6.291,66 0,27 (2,06) (0,13) Hangseng 29.056,42 1,46 8,60 3,07 Shanghai 3.075,50 (0,54) 20,15 0,83 STI 3.281,03 0,77 2,07 1,81 FTSE KLCI 1.595,81 0,27 (5,18) 0,44 SET 1.600,48 1,26 1,28 1,31 PSEi 7.722,58 (0,70) (2,58) (1,19)

T3 --- Surat Berharga Negara ---

Yield 5 th, (FR 81) 6,13 (3) n/a (23) Yield 10 th, (FR82) 6,81 (8) n/a (26) T4 Komoditas ---Brent Oil 64,85 (0,20) 6,09 (1,74) CPO 2.922,00 (6,68) 37,77 (3,91) Gold 1.557,24 (0,33) 20,52 2,63 Coal 70,00 (1,27) (30,21) 3,40 Nickel 13.910,00 (1,97) 20,02 (0,82) T5 Rilis Data

---GDP Inggris Des : (0,3) Nov : 1,0 Tiongkok Q4 : 6,0 Q3 : 6,0

Core CPI AS Des : 0,1 Nov : 0,2

CPI Inggris Des : 1,3 Nov : 1,5 Uni Eropa Des : 1,3 Nov : 1,3

Retail Sales AS Des : 0,3 Nov : 0,3 Inggris Des : (0,6) Nov : (0,8) Industrial Production Tiongkok Des 19: 6,9 Des 18: 6,2 Highlight Minggu Ini

Bursa saham Wall Street pada perdagangan pekan lalu masih terus mencetak rekor tertinggi. Beberapa sentimen positif yang menjadi pendorong menguatnya bursa saham AS pada pekan lalu antara lain formalisasi kesepakatan dagang tahap pertama, kinerja sejumlah emiten blue chips yang positif, dan data ekonomi AS yang menunjukkan angka menggembirakan.

Indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 0,28 persen ke level 97,64, sementara yield US Treasury tenor 10 tahun naik 1 bps ke level 1,83 persen pekan lalu seiring dengan meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian AS. Optimisme tersebut ditopang oleh membaiknya beberapa indikator perekonomian Amerika Serikat, seperti penjualan ritel dan pembangunan rumah baru di bulan Desember 2019. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global pekan lalu telah

menunjukkan tren penurunan ke level US$64,85 per barel. Penurunan harga tersebut disebabkan oleh persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Amerika Serikat yang meningkat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang hanya tumbuh 6 persen pada Q4-2019 turut menjadi penyebab harga minyak jatuh.

Dari pasar keuangan domestik, IHSG tercatat menguat 0,27 persen ke level 6.291,66 secara mingguan dengan investor non-residen mencatatkan beli bersih Rp764,03 miliar dalam sepekan, yield SUN seri benchmark bergerak turun 3 hingga 8 bps, kecuali tenor 15 tahun yang meningkat 1 bps, sementara nilai tukar rupiah menguat 0,92 persen terhadap dolar AS ke level Rp13.645..

Selama tahun 2019, defisit neraca perdagangan Indonesia menipis dari US$8,7 miliar di tahun 2018 menjadi US$3,2 miliar. Menipisnya defisit neraca perdagangan terjadi karena penurunan nilai impor lebih besar dibandingkan penurunan nilai ekspor. Salah satu penyebab terjaganya nilai ekspor 2019 adalah kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) sebesar 53 persen sepanjang tahun 2019. Ke depan, muncul optimisme bahwa neraca perdagangan dapat terus membaik, terutama didukung oleh beberapa kebijakan yang dapat menekan impor migas.

(2)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

2

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 4. Slope US Yield curve dan Resesi Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun relatif tidak

berubah pada hari Jumat (17/1)

kemudian pada perundingan dagang tahap dua. Perundingan tersebut akan menjadi perundingan terakhir setelah Presiden Trump menyatakan tidak akan ada perjanjian tahap tiga.

Sentimen positif lainnya datang dari kinerja beberapa emiten besar di bursa yang memuaskan. Morgan Stanley dan Microsoft Corp menjadi pendorong utama bursa pada perdagangan saham pekan lalu. Khusus untuk Morgan Stanley, harga sahamnya melonjak setelah kinerja di triwulan terakhir 2019 mampu melampaui ekspektasi pasar. Terakhir, kinerja bursa saham AS juga didorong oleh data penjualan ritel bulan Desember yang meningkat sebesar 0,3 persen sesuai dengan perkiraan sejumlah analis. Angka tersebut menunjukkan bahwa perekonomian AS terus melanjutkan kinerja positifnya dalam beberapa waktu terakhir.

Dari kawasan Eropa, bursa saham FTSE 100 Inggris berbalik menguat, dan bursa saham DAX Jerman juga ditutup menguat pada perdagangan pekan lalu. Dari Inggris, meskipun data ekonomi Inggris menunjukkan angka yang kurang menggembirakan, bursa saham FTSE 100 menunjukkan arah sebaliknya. Pada perdagangan saham pekan lalu, bursa saham FTSE 100 Inggris justru menguat sebesar 86,71 poin atau 1,14 persen ke level 7.674,56 dibandingkan perdagangan pada pekan sebelumnya. Penguatan ini ditopang oleh positifnya beberapa emiten blue chips, seperti NMC Health (perusahaan penyedia layanan kesehatan) dan Evraz (perusahaan produsen baja dan pertambangan) yang pada pekan lalu mencatatkan kenaikan harga saham masing-masing sebesar 8,05 persen dan 6,38 persen.

Di sisi lain, bursa saham DAX Jerman juga menguat sebesar 42,79 atau 0,32 persen ke level 13.526,10 juga didorong oleh penguatan saham-saham blue chips. Perusahaan listrik RWE dan perusahaan pengembang software multinasional SAP pada perdagangan pekan lalu mencatatkan kenaikan harga masing-masing 3,06 dan 2,87 persen. Secara umum, menguatnya indeks saham di bursa saham eropa pada pekan lalu dipengaruhi oleh rujuknya dua perekonomian terbesar dunia, AS dan Tiongkok

Dari kawasan Asia, mayoritas indeks saham di kawasan Asia yang diamati ditutup menguat pada perdagangan pekan lalu. Indeks Nikkei Jepang menguat 190,73 poin atau 0,80 persen ke level 24.041,30, indeks Hangseng Hong Kong menguat sebesar 418,21 poin atau 1,46 persen ke level 29.056,40, indeks Kospi Korea menguat 43,68 poin atau 1,98 persen ke level 2.250,07, dan indeks STI Singapura menguat sebesar 25,08 poin atau 0,77 persen ke level 3.281,03. Namun, penguatan mayoritas indeks saham tersebut tidak diikuti oleh indeks Shanghai Tiongkok yang justru melemah tipis 16,79 poin atau 0,54 persen ke level 3.075,50.

Pelemahan indeks Shanghai disebabkan oleh data pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melemah di level 6,0 persen pada kuartal terakhir 2019. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2019 adalah sebesar 6,1 persen. Namun, data ekonomi Tiongkok yang kurang menggembirakan tersebut tidak mempengaruhi bursa saham di kawasan Asia yang mengalami penguatan. Penyebabnya adalah optimisme invester terhadap masa depan perdagangan internasional setelah AS dan Tiongkok menandatangani perjanjian dagang tahap pertama.

Pasar Uang. Indeks dolar AS berada pada level 97,64 pada akhir perdagangan pekan lalu (17/1) atau menguat sebesar 0,28 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 97,36 pada akhir pekan sebelumnya (10/1). Indeks dolar AS kembali menguat karena meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian global setelah AS dan Tiongkok menandatangani perjanjian dagang tahap pertama pada 15 Januari 2020 di Washington DC. Hal tersebut mendorong investor untuk membeli mata uang berisiko. Kondisi perekonomian domestik AS yang membaik juga menjadi salah satu alasannya. Pada pekan lalu, data perekonomian AS menunjukkan angka yang menggembirakan. Data penjualan ritel AS pada bulan Desember meningkat 0,3 persen dibandingkan dengan Gambar 3. Fed Balance Sheet dan government bond

(3)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

3

Gambar 6. Harga hard commodities: selain tembaga harga hardcommodities melemah secara mingguan Gambar 5. Harga minyak mentah Brent dan batubara ICE Newcastle melemah, sementara harga minyak WTI

menguat secara mingguan periode sebelumnya. Selain itu, data penjualan rumah baru di AS pada bulan

Desember juga meningkat sebesar 16,9 persen.

Poundsterling Inggris pada akhir perdagangan pekan lalu melemah setelah data penjualan ritel Inggris menunjukkan penurunan sebesar 0,6 persen (mom) dan inflasi tumbuh hanya sebesar 1,3 persen (yoy). data ekonomi tersebut di bawah ekspektasi para analis yang memprediksi data penjualan ritel dan inflasi lebih baik dari itu.

Pasar Obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu (17/1) ditutup di level 1,83 persen atau naik 1 bps dibandingkan penutupan pekan sebelumnya. Kenaikan imbal hasil obligasi Pemerintah AS terjadi setelah pada pekan lalu Pemerintah AS mengumumkan akan menerbitkan kembali US treasury bond tenor 20 tahun ini. Terakhir kali Pemerintah AS menerbitkan obligasi tenor 20 tahun adalah pada tahun 1986. Penerbitan obligasi tenor 20 tahun ini sebagai respon kebijakan akibat membengkaknya defisit anggaran AS yang mencapai US$1 triliun. Penerbitan obligasi baru sama artinya dengan menambah supply surat utang di pasar, yang berakibat pada turunnya harga obligasi dan meningkatnya imbal hasil obligasi Pemerintah AS.

Selain itu, optimisme investor terhadap perekonomian AS pada pekan lalu meningkat setelah Departemen Perdagangan AS mengumumkan data pembangunan rumah baru pada bulan Desember meningkat 16,9 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Meningkatnya permintaan aset-aset lainnya di luar obligasi Pemerintah pada akhirnya menurunkan harga US treasury bond tenor 10 tahun yang berujung pada kenaikan yield pada pekan lalu.

Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global pekan lalu kembali turun pada perdagangan pekan lalu. Dalam dua pekan terakhir, harga minyak mentah dunia menunjukkan tren penurunan. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global turun 0,20 persen menjadi US$64,85 per barel pada penutupan perdagangan pekan lalu.

Penurunan harga minyak mentah dunia pada pekan lalu dipengaruhi oleh naiknya persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) AS, dan melambatnya perekonomian Tiongkok. Pada pekan lalu, Energy Information Administration (EIA) AS mengumumkan bahwa persediaan BBM AS meningkat di level tertinggi sejak Februari 2019, sedangkan persediaan distilat juga berada pada level tertinggi sejak September 2017. Selain itu, penurunan harga minyak mentah dunia juga disebabkan oleh melemahnya perekonomian Tiongkok pada kuartal terakhir 2019 di level 6 persen. Pelemahan ekonomi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut membuat sejumlah analis memprediksi permintaan minyak dunia ke depannya akan menurun.

Harga komoditas batu bara ICE Newcastle pada pekan lalu (17/1) ditutup melemah 1,27 persen ke level US$70,00 per metriks ton dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya di level US$70,90 per metriks ton. Penurunan tersebut sekaligus memutus kenaikan selama empat pekan berturut-turut. Pelemahan harga batu bara pekan lalu terutama dipengaruhi oleh pengetatan persyaratan impor batubara ke Tiongkok serta kinerja impor batubara di negara-negara pengimpor terutama di kawasan Asia seperti Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan yang semakin menurun. Sementara itu, konsultan Perret Associates, Guillaume Perret, mengatakan bahwa investor mengantisipasi lemahnya penyerapan pasokan batubara karena kebijakan yang mendorong penggunaan komoditas energi terbarukan.

Tekanan pasokan datang dari kurangnya investasi di industri batu bara sehingga produsen pun kesulitan untuk mendapatkan modal melakukan proyek baru untuk menambah lebih banyak pasokan. Investor mendapatkan tekanan dari publik untuk melawan perubahan iklim dan meningkatkan divestasi dari aset batu bara. Saat ini semakin banyak perusahaan keuangan yang mengurangi pendanaan terhadap industri batu-bara. Yang terbaru, Standard Chartered telah menarik pembiayaan untuk tiga perusahaan dalam proyek pembangkit listrik bertenaga batu bara di Asia Tenggara dengan nilai keseluruhan proyek mencapai US$7,7 miliar.

Gambar 7. Harga soft commodities: harga gandum dan kakao menguat, sementara harga jagung, kedelai, kpi, dan

(4)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

4

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Dari dalam negeri, Menteri ESDM, Arifin Tasrif menetapkan harga batu bara acuan (HBA) sebesar US$65,93 per ton pada Januari 2020. Harga tersebut turun tipis US$0,37 per ton dari HBA Desember 2019, US$66,30 per ton. Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu melemah sebesar 6,68 persen sekaligus mengakhiri penguatan yang terjadi selama 6 pekan sebelumnya. Harga CPO pekan lalu ditutup turun ke level 2.922 Ringgit/ton pada Jumat (17/1) dari penutupan pekan sebelumnya di level 3.131 Ringgit/ton. Harga CPO masih tertekan oleh keputusan India yang menetapkan untuk melarang impor minyak sawit olahan dan secara informal melarang pelaku industri untuk membeli semua jenis minyak sawit Malaysia. Upaya ini dilakukan untuk memberi sanksi kepada Malaysia yang dinilai terlalu mencampuri urusan internal India. India bahkan menolak membicarakan masalah tersebut dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) Annual Meeting di Davos, 20-24 Januari ini. Sebelumnya beredar kabar bahwa Menteri Perdagangan Malaysia, Darell Leiking menghubungi Menteri India, Piyush Goyall, untuk berdialog mengenai CPO.

India merupakan pembeli terbesar minyak sawit Malaysia. Pada 2019 India membeli minyak sawit dari Malaysia sebanyak 4,4 juta ton. Jika per tahun India mengimpor 9 juta ton minyak sawit maka 49 persen berasal dari Malaysia. Untuk menghindari kerugian yang sangat besar, kini Malaysia mencoba meningkatkan penjualan minyak sawitnya ke negara-negara seperti Pakistan, Filipina, Myanmar, Vietnam, Ethiopia, Arab Saudi, Mesir, Aljazair, Yordania, Kazakhstan, dan Uzbekistan. Akan tetapi, mencari pengganti pembeli terbesar seperti India bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

II. Pasar Keuangan Domestik

IHSG menguat 0,27 persen secara mingguan ke level 6.291,66 dan diperdagangkan di kisaran 6.255,49 – 6.348,53 pekan lalu. Investor non-residen mencatatkan beli bersih pada empat hari dari lima hari perdagangan pada pekan lalu, dengan total mencapai Rp764,03 miliar dan tercatat beli bersih sebesar Rp2,72 miliar secara mtd dan ytd. Nilai rata-rata transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau naik dari level Rp6,14 triliun ke Rp7,12 triliun pada pekan lalu.

Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark pada Jumat (17/1) bergerak turun dibandingkan posisi Jumat (10/1) dengan penurunan antara 3 hingga 8 bps, kecuali tenor 15 tahun yang meningkat 1 bps. Berdasarkan data setelmen BI tanggal 16 Januari 2020, kepemilikan investor non-residen naik Rp20,43 triliun (1,92 persen) dibandingkan posisi Jumat (10/1), dari Rp1.064,24 triliun (38,80 persen) ke Rp1.084,67 triliun (39,20 persen). Nilai tukar Rupiah kembali menguat sebesar 0,92 persen secara mingguan, secara month to date dan year to date Rupiah menguat sebesar 1,62 persen. Pada akhir perdagangan hari Jumat (17/1), Rupiah berada di level Rp13.645 per US$. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif menurun selama sepekan lalu, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang bergerak dalam rentang Rp18 sampai Rp45 per US$, lebih rendah dibanding spread Rp4 sampai Rp65 per US$ pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, Rupiah diperdagangkan di kisaran 13.626 – 13.744 per US$. Secara ytd, rata-rata penutupan harian Rupiah berada di level Rp13.798 per US$.

III. Perekonomian Internasional

Dari kawasan AS, data penjualan ritel AS bulan Desember menunjukkan pertumbuhan 0,3 persen (mom), setelah data penjualan ritel bulan November juga direvisi naik menjadi 0,3 persen. Data Desember kemarin menandakan pertumbuhan ritel tumbuh dalam tiga bulan terakhir 2019.

Selain itu, indeks harga konsumen atau Inflasi AS melambat pada bulan Desember 2019. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS bulan Desember naik 0,2 persen (mom), lebih rendah dari perkiraan analis dengan kenaikan 0,3 persen (mom) dan dari posisi bulan sebelumnya yang naik 0,3 Gambar 9. Tekanan terhadap rupiah lebih rendah

dibanding pekan sebelumnya

Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah terapresiasi, IHSG menguat, dan yield SBN seri

benchmark turun

Gambar 10. Nilai tukar mata uang Asia bervariasi terhadap dolar AS secara mingguan

(5)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

5

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 12.Produk Domestik Bruto (GDP) Inggris melemah 0,3 persen (mom) pada November

Gambar 13. Ekonomi Tiongkok tumbuh 6 persen pada kuartal IV-2019

persen. Demikian halnya dengan inflasi inti AS yang naik tipis 0,1 persen (mom) pada Desember setelah naik 0,2 persen pada November 2019. Dari kawasan Eropa, data ekonomi menunjukkan Produk Domestik Bruto (GDP) Inggris melemah 0,3 persen (mom) pada November, dari bulan sebelumya yang tumbuh 0,1 persen. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Inggris secara keseluruhan hanya sebesar 0,6 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang merupakan yang terlemah sejak pertengahan 2012. Sementara output manufaktur turun 1,7 persen. Kantor Statistik Inggris (ONS) juga melaporkan inflasi Inggris di bulan Desember tumbuh sebesar 1,3 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya 1,5 persen. Kenaikan harga-harga di bulan Desember tersebut juga merupakan yang terendah sejak November 2016. Sementara itu, inflasi negara kawasan Eropa lainnya seperti Perancis dan Spanyol justru meningkat menjadi masing-masing 1,5 persen (yoy) dan 0,8 persen (yoy).

Dari kawasan Asia Pasifik, Biro Statistik Nasional Tiongkok menunjukkan ekonomi Tiongkok tumbuh 6 persen pada kuartal IV-2019. Pertumbuhan ekonomi ini sesuai ekspektasi dan tidak berubah dari laju kuartal sebelumnya. Secara kuartalan, PDB kuartal IV-2019 tumbuh 1,5 persen dari kuartal sebelumnya seperti yang diharapkan, sama seperti kuartal III-2019. Ekonomi Tiongkok tumbuh 6,1 persen pada tahun 2019, merupakan pertumbuhan yang paling lambat dalam 29 tahun, tetapi masih dalam kisaran target pemerintah yakni 6 sampai 6,5 persen.

IV. Perekonomian Domestik

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2019 yang mengalami defisit US$3,2 miliar. Angka ini jauh lebih baik dari 2018 yang mengalami defisit US$8,6 miliar. Nilai ekspor Indonesia Desember 2019 mencapai US$14,47 miliar atau meningkat 3,77 persen dibanding ekspor November 2019. Demikian juga jika dibanding Desember 2018 naik 1,28 persen. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari– Desember 2019 mencapai US$167,53 miliar atau menurun 6,94 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$154,99 miliar atau menurun 4,82 persen.

Di sisi lain, nilai impor Indonesia Desember 2019 mencapai US$14,50 miliar atau turun 5,47 persen dibanding November 2019, demikian juga apabila dibandingkan Desember 2018 turun 5,62 persen. Sementara total impor selama 2019, tercatat sebesar US$170,72 miliar atau turun 9,53 persen dibandingkan di 2018 yang sebesar US$188,71 miliar.

BPS juga merilis data persentase penduduk miskin Indonesia pada September 2019 sebesar 9,22 persen atau menurun 0,19 persen terhadap Maret 2019 dan menurun 0,44 persen poin terhadap September 2018. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2019 mencapai 24,79 juta orang, berkurang 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan berkurang 0,88 juta orang terhadap September 2018.

Tak hanya angka kemiskinan yang turun, pada September 2019 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio juga mengalami penurunan. Gini Ratio pada September 2019 tercatat sebesar 0,38 atau turun 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio pada bulan Maret 2019 yang sebesar 0,382 dan menurun 0,004 poin dibandingkan dengan Gini Ratio September 2018 yang sebesar 0,384.

Kinerja industri pengolahan pada triwulan IV 2019 masih berada pada fase ekspansi, meskipun melambat dibandingkan dengan kinerja pada triwulan sebelumnya. Hal ini terindikasi dari Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia sebesar 51,50 persen pada triwulan IV 2019, lebih rendah dari 52,04 persen pada triwulan III 2019.

Ekspansi kinerja industri pengolahan terjadi pada sebagian besar subsektor, dengan ekspansi tertinggi pada industri semen dan barang galian nonlogam yang didorong oleh ekspansi volume produksi dan pesanan barang input. Ekspansi industri pengolahan diperkirakan lebih tinggi pada triwulan I 2020. Hal tersebut terindikasi dari PMI Bank Indonesia pada triwulan I 2020 yang diprakirakan meningkat menjadi 52,73 persen.

Gambar 11. Penjualan ritel AS bulan Desember menunjukkan pertumbuhan 0,3 persen (mom)

(6)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

6

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

dibandingkan dengan defisit perdagangan tahun 2018 yang sebesar US$8,70 miliar. Hal tersebut disebabkan oleh nilai impor yang ternyata juga menurun cukup signifikan ke angka US$170,72 miliar. Menurut BPS, nilai impor golongan bahan baku/penolong merupakan golongan impor yang mengalami penurunan paling tajam di level 11,07 persen pada tahun 2019.

Ke depannya, defisit neraca perdagangan diperkirakan dapat terus ditekan melalui beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah, antara lain melalui pembatasan impor minyak dan penerapan kebijakan B30 CPO. Pada pekan lalu, Kementerian ESDM mengumumkan akan memangkas impor minyak mentah PT. Pertamina (Persero) sebesar 30 juta barel per tahun. Kebijakan tersebut diterapkan karena berlakunya Kewajiban Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam negeri untuk menjual produksinya ke Pertamina.

Kebijakan selanjutnya yang diharapkan dapat memangkas neraca perdagangan adalah penerapan Biodisel 30 persen atau B30. Program B30 merupakan program pengolahan solar dengan 30 persen komposisinya berasal minyak sawit (CPO). Secara khusus, penerapan kebijakan B30 tersebut dilakukan untuk menekan impor minyak mentah. Selain itu, program B30 juga diperkirakan dapat meningkatkan harga CPO dalam negeri. Dengan penerapan kebijakan-kebijakan tersebut, neraca perdagangan pada tahun 2020 diperkirakan dapat terus membaik.

Sebagai penutup, membaiknya kondisi defisit neraca perdagangan pada bulan Desember tersebut diperkirakan akan berdampak positif pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Kuartal IV-2019. Selain itu, defisit perdagangan yang menipis juga diperkirakan dapat berdampak pada penguatan nilai tukar Rupiah seiring dengan potensi turunnya defisit neraca transaksi berjalan (CAD). Optimisme terus membaiknya neraca perdagangan diharapkan berlanjut ke 2020 seiring dengan meredanya perselisihan perdagangan antara AS – Tiongkok serta berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah untuk mendorong ekspor dan di saat bersamaan mengurangi impor, terutama migas melalui pembatasan impor minyak dan penerapan B30.

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor

Keuangan

Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin

Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho

Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir

Sumber Data: Bloomberg, Reuters,

CNBC, The Street,

Investing, WSJ, CNN

Money, Channel News Asia, BBC, New York

Times, BPS, Kontan,

Kompas, Media

Indonesia, Tempo,

Antara News

Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

IMF dan World Bank telah

menutup

Spring Meeting

yang diselenggarakan

sepanjang minggu lalu. Para

pembuat kebijakan

menyampaikan pesan

mengenai kekhawatiran

yang bercampur dengan optimisme prospek ekonomi ke depan. Para Menteri Keuangan dunia mengakhiri pembicaraan di Washington

DC yang memadukan

kekhawatiran terhadap

keadaan ekonomi dunia yang bergerak melambat saat ini dengan keyakinan

akan segera pulih.

Pergeseran tren yang

menjauh dari pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral, kebijakan stimulus baru-baru ini di Tiongkok dan meredanya

ketegangan perdagangan

menjadi harapan bahwa perlambatan ekonomi akan berlangsung tidak terlalu lama meskipun tidak ada

yang memperkirakan

momentum

booming

baru.

Rally

pasar saham yang kini terjadi cukup mengundang optimisme tentang prospek pertumbuhan untuk berbalik "menguat." Direktur Pelaksana IMF Christine

Lagarde tetap

memperingatkan dunia

berada pada "saat yang

Tajuk Minggu Ini:

Membaiknya Neraca Perdagangan 2019 dan Optimisme 2020

Pekan lalu, pada hari Rabu (15/1), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis

data neraca perdagangan Republik Indonesia bulan Desember 2020. Menurut BPS, nilai ekspor Indonesia pada bulan Desember 2019 adalah sebesar US$14,47 miliar, atau meningkat 3,77 persen dibandingkan dengan ekspor bulan November 2019. Meningkatnya nilai ekspor pada bulan Desember tersebut terutama didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 3,10 persen. Pada periode tersebut, ekspor nonmigas Indonesia adalah sebesar US$13,31 miliar. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, nilai ekspor Indonesia meningkat sebesar 1,28 persen, dengan nilai ekspor nonmigas tumbuh sebesar 5,78 persen.

Salah satu faktor yang mendorong membaiknya nilai ekspor Indonesia pada periode tersebut adalah Crude Palm Oil (CPO). Selama bulan Desember 2019, ekspor CPO meningkat sebesar 30 persen. Ditambah dengan peningkatan harga CPO yang sebesar 53 persen sepanjang tahun 2019, nilai ekspor CPO menyumbang cukup signifikan dalam perbaikan nilai ekspor Indonesia selama periode Desember 2019. Di sisi lain, pada bulan Desember 2019 Indonesia mencatatkan nilai impor sebesar US$14,50 miliar. Angka tersebut turun 5,47 persen dibandingkan dengan bulan November 2019. Penurunan paling besar terjadi pada impor nonmigas yang sebesar 6,35 persen, sedangkan impor migas hanya turun tipis di kisaran 0,06 persen. Bahkan selama bulan Desember 2019 impor minyak masih terus meningkat.

Kenaikan nilai ekspor yang diikuti oleh penurunan nilai impor di bulan Desember 2019 membawa neraca perdagangan Indonesia membaik ke angka US$0,03 miliar. Nilai tersebut turun signifikan apabila dibandingkan dengan neraca perdagangan bulan sebelumnya yang mengalami defisit sebesar US$1,39 miliar. Menurunnya nilai defisit perdagangan tersebut dapat ditekan apabila impor minyak pada periode Desember 2019 tidak meningkat. Namun, secara seasonal, impor minyak di bulan Desember memang seringkali lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode lainnya.

Secara total, nilai ekspor di sepanjang tahun 2019 adalah sebesar US$167,53 miliar atau turun sebesar 6,94 persen apabila dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2018. Namun, penurunan nilai ekspor 2019 tidak membuat defisit perdagangan melebar. Pada tahun 2019 defisit perdagangan justru menipis ke angka US$3,20 miliar, turun bila

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan

Penyusun: YG Nugroho Agung Wijoyo, Risyaf Fahreza, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho, Zerah Aprial Pasimbong

Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News

Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Source: BPS

Gambar

Gambar 4.  Slope  US  Yield curve  dan Resesi Gambar 2. Yield treasury  AS tenor 10 tahun relatif tidak
Gambar 7.  Harga  soft commodities : harga gandum dan  kakao menguat, sementara harga jagung ,  kedelai, kpi, dan
Gambar 10. Nilai tukar mata uang Asia bervariasi terhadap  dolar AS secara mingguan
Gambar 13. Ekonomi Tiongkok tumbuh 6 persen pada  kuartal IV-2019
+2

Referensi

Dokumen terkait

Keterbukaan Informasi ini merupakan informasi yang ditujukan kepada Pemegang Saham yang dibuat oleh PT Cowell Development Tbk (“Perseroan”) dalam rangka pemenuhan

Pemerintah Provinsi Jambi juga perlu meningkatkan investasi yang berorintasi pada penyerapan tenaga kerja yang maksimal, sehingga setiap tambahan investasi yang ada dapat

Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam harus memposisikan diri di tengah arus globalisasi dalam arti yang sesuai dengan pedoman dan ajaran nilai-nilai Islam agar dapat

Hikmah (INDAH), Angkatan Nahdatul Islam Bersatu (BINA) yang di kenali sebagai Harakah Islamiah (HIKMAH) pada masa sekarang telah mengambil alih Institut Dakwah

Dalam struktur geologi, deformasi yang terjadi akibat gaya tektonik dikelompokkan sebagai struktur sekunder dan dibedakan dari struktur yang terbentuk pada saat atau

Pokok bahasan dalam tugas akhir ini adalah terjemahan novel berjudul Nabebugyoo Hankachoo: Neko to ninja to Taikoo-san dari bahasa aslinya yakni bahasa Jepang,

maksudnya Ustadz menyuruh para santri untuk duduk melingkar kemudian santri secara bergiliran membaca ayat bergantian secara estafet tanpa memegang dan melihat

Berbeda dengan BU, SI adalah partai rakyat biasa yang dipimpin oleh kaum intelektual Muslim, sesuatu yang baru dalam sejarah umat Islam Indonesia.. Smith (ed),