• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inovasi teknologi kelautan dan perikanan untuk pemanfaatan potensi laut dan pesisir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inovasi teknologi kelautan dan perikanan untuk pemanfaatan potensi laut dan pesisir"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

Prosiding Forum Nasional Sains dan Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015

87

VALIDASI PETA PRAKIRAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN (PPDPI)

DI PERAIRAN LAUT JAWA (WPP-RI 712)

Komang Iwan Suniada, Eko Susilo dan Amandangi Wahyuning Hastuti Balai Penelitian dan Observasi Laut

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan e-mail: komang_prtk@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui validitas dari Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) yang dihasilkan oleh Balai Penelitian dan Observasi Laut. Secara umum, PPDPI terdiri dari 2 informasi utama, yaitu informasi daerah potensi ikan dan informasi daerah penangkapan ikan dan validasi difokuskan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil tangkapan diantara kedua daerah tersebut. Validasi dilakukan dengan membandingkan antara data hasil tangkapan ikan di sekitar daerah potensi ikan dan data hasil tangkapan ikan di sekitar daerah penangkapan ikan. Data hasil tangkapan ikan diperoleh dari kegiatan penangkapan yang langsung dilakukan pada saat survey dengan menggunakan alat tangkap beam trawl yang telah terpasang pada wahana survey. Perekaman akustik dilakukan dengan menggunakan menggunakan instrument BIOSONIC DT-X Portable Digital Scientific Transducer dengan frekuensi transducer 206 kHz untuk mengetahui densitas ikan pada beberapa layer kedalaman selama survey. Hasil perekaman akustik menunjukkan bahwa densitas ikan dapat ditemukan di sepanjang track survey dengan densitas ikan terbesar ditemukan pada kelas kedalaman 45-55 meter. Penelitian ini membuktikan bahwa hasil tangkapan di sekitar daerah potensi ikan pada PPDPI tanggal 27 Mei 2015 yang berjumlah 41 ekor ikan, lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan di sekitar daerah penangkapan ikan pada PPDPI tanggal 29 Mei 2015 yang berjumlah 97 ekor ikan.

Kata kunci: Validasi, PPDPI, densitas ikan

ABSTRACT

This study was conducted to determine the validity of PPDPI map produced by the Institute of Marine Research and Observation. In general, PPDPI map consists of two main information, ie information of fish potention area and information of fish catch area and this validation is focused to find out whether there are any differences in fish catches between this two areas. Validation is conducted by comparing fish catch data that caught around fish potential area and fish catch area. Fish catch data were obtained using beam trawl which already installed on the vessel while fish density information along survey track at several layers were obtain using BIOSONIC DT-X Portable Digital Scientific Transducer with transducer frequency 206 kHz. Result of acoustic recording showed that the fish density can be found alongthe survey track with the largest fish density found in 45-55 meter depth. This study proves that the amount of fish caught around fish potential area is fewer than the amount of fish caught around fish catch area with the number of 41 compared to 97.

Keywords: Validation, PPDPI, fish density

1. PENDAHULUAN

Laut Jawa yang terletak di sebelah Utara Pulau Jawa merupakan salah satu perairan yang penting bagi sektor perikanan di Indonesia karena sebagian besar penduduk pesisir Utara Jawa masih mengandalkan laut sebagai sumber mata pencaharian. Beberapa pelabuhan perikanan juga tersebar dari Barat ke Timur yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan Cirebon, PPN Pekalongan, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo Pati, PPN Brondong Lamongan hingga PPP Muncar Banyuwangi (SK. Dirjen Perikanan Tangkap, 2014) yang mengindikasikan banyaknya aktifitas perikanan di pesisir Utara Jawa. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI), perairan Nusantara dibagi menjadi 11 wilayah pengelolaan dan Laut Jawa termasuk ke dalam WPP-RI 712. Wilayah pengelolaan perikanan tersebut merupakan wilayah pengelolaan untuk perikanan tangkap, perikanan budidaya, konservasi maupun untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.

(11)

Validasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) di Perairan Laut Jawa (WPP-RI 712) - Komang Iwan Suniada, Eko Susilo dan Amandangi Wahyuning Hastuti

88

Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) merupakan salah satu produk dari Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) yang disusun dengan maksud membantu nelayan dalam menentukan arah dan tujuan untuk kegiatan penangkapan ikan, sehingga kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. PPDPI disusun dengan menggunakan data satelit penginderaan jauh yang juga telah banyak digunakan untuk mendeteksi kondisi perairan seperti thermal front (Cayula and Cornillon, 1992; Jatisworo dan Murdimanto, 2013) dan konsentrasi klorofil (Polovina, Howell, Kobayashi and Seki, 2001) yang merupakan salah satu indikator kesuburan perairan dan tempat gerombolan ikan sering berada. Kajian yang memanfaatkan data penginderaan jauh untuk bidang perikanan diantaranya memanfaatkan data penginderaan jauh untuk mendeteksi kelimpahan diatom (Wibawa, 2012), ikan cakalang (Mugo, Saitoh, Nihira and Kuroyama, 2010; Zainuddin, Nelwan, Farhum, Najamuddin, Hajar, Kurnia dan Sudirman, 2013), ikan tuna mata besar (Wibawa, 2011), serta untuk mengetahui hubungan antara thermal front dan keberadaan ikan swordfish (Podesta, Browder, Hoey, 1993 dalam Seki, Polovina, Kobayashi, Bidigare and Mitchum, 2002).

PPDPI disusun dengan memanfaatkan data suhu permukaan laut untuk dianalisis sebaran thermal front-nya serta dikombinasikan dengan data sebaran konsentrasi klorofil. Data tersebut diperoleh dari Ocean

Color (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/), yang merupakan data penginderaan jauh yang bersumber dari

satelit Terra atau Aqua-MODIS. Setelah informasi mengenai PPDPI dihasilkan, hal penting berikutnya yang harus dilakukan adalah mengetahui validitas PPDPI tersebut karena PPDPI yang dihasilkan merupakan pendekatan terhadap kondisi lingkungan yang secara umum disukai ikan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memvalidasi PPDPI khususnya di wilayah perairan Laut Jawa, mengingat pentingnya perairan tersebut bagi sektor perikanan Nusantara. Validasi difokuskan untuk mengetahui apakah terdapat gerombolan ikan di sepanjang track survey dengan acuan PPDPI serta mengetahui apakah ada perbedaan hasil tangkapan antara informasi daerah potensi dengan informasi daerah tangkapan yang tercantum pada PPDPI. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil tangkapan ikan di kedua daerah tersebut. Dengan harapan data tangkapan ikan di sekitar daerah tangkapan lebih banyak daripada data tangkapan di sekitar daerah potensi.

2. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Data lapangan diperoleh dari survey yang dilaksanakan tanggal 26-31 Mei 2015, berlokasi di Laut Jawa. Pengambilan data lapang terdiri dari 9 stasiun yang tersebar dari Utara sampai Selatan Laut Jawa. Stasiun pertama pengambilan data adalah stasiun terjauh (S9) dengan koordinat 4.5oLS, 111.5oBT, kemudian bergerak sesuai dengan desain survey yang telah ditentukan (Gambar 1) dan berakhir di S1 dengan koordinat 6.0oLS, 110.5oBT.

(12)

Prosiding Forum Nasional Sains dan Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015

89 Menurut Simmonds and MacLennan (2005), ada empat pola cruise track yang digunakan dalam survey hidroakustik yaitu systematic parallel transect, systematic zig-zag transect, completely random design, dan partly random design. Desain survey yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random with

parallel transect (Gambar 1). Penentuan desain survey ini disesuaikan dengan luas daerah yang disurvey

dan waktu yang tersedia dengan mempertimbangkan keleluasaan untuk kegiatan penangkapan ikan. Desain survey yang ditentukan juga dianggap sudah representatif terhadap sampel yang akan diambil. 2.2. Data Lapangan

Survey lapangan yang dilakukan menghasilkan dua jenis data, yaitu:

1. Data tangkapan ikan, diperoleh dengan melakukan kegiatan penangkapan pada 2 stasiun, yaitu pada stasiun 8 (S8) dan stasiun 3 (S3). Alat tangkap yang digunakan adalah beam trawl yang telah tersedia pada wahana survey. Alat tangkap beam trawl ini tidak terlalu besar ukurannya karena wahana survey yang digunakan adalah kapal latih yang berfungsi untuk praktik atau penelitian saja. Dalam pengoperasiannya, alat tangkap ini akan ditarik bersamaan dengan laju kapal menuju stasiun berikutnya, dengan kecepatan kapal 4-5 knot. Lama pengoperasian alat tangkap ini adalah 1 jam. Adanya ikan yang tertangkap selama kegiatan opersional ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator validitas PPDPI.

2. Data perekaman akustik, diperoleh dengan menggunakan instrument BIOSONIC DT-X Portable

Digital Scientific Transducer dengan frekuensi transducer 206 kHz. Perekaman dilakukan sejak tiba

di stasiun 9 (S9) sampai stasiun 1 (S1). Hasil perekaman akustik kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kelimpahan ikan pada area tersebut.

2.3. Data Satelit Oseanografi

Data satelit oseanografi mampu memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan perairan yang diprediksi sebagai tempat berkumpulnya ikan. Parameter yang diamati berupa suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a level 3 dengan resolusi spasial 4 km yang direkam oleh sensor Moderate Resolution

Imaging Spectoradiometer (MODIS) dari satelit Aqua dan Terra. Data tersebut tersedia pada website Ocean Color (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/). Data satelit oseanografi pada penelitian ini menggunakan

data yang sama dengan tanggal pelaksanaan survey lapangan sehingga terjadi kesesuaian antara data satelit dengan data survey lapangan.

2.4. Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI)

Penyusunan PPDPI dilakukan dengan menggunakan data SST (Sea Surface Temperature) dan kesuburan perairan (klorofil-a) yang dihasilkan dari MODIS Aqua level 3 komposit 3 harian dengan format

Hierarchical Data Format (HDF). Format HDF tersebut selanjutnya dikonversi menjadi bentuk raster

(*.tiff, *.img, dll) dengan menggunakan extension tools Marine Geospatial Ecology Tools (MGET) yang terdapat pada software image processing. Data raster hasil konversi MGET untuk digital number SST dikalkulasi sesuai dengan kondisi lingkungan dalam bentuk Celcius kemudian tahap quality control dengan nilai SST 20-35 oC. Dari data SST selanjutnya dianalisis untuk penentuan daerah front dengan menggunakan Metode Cayula dan Cornillon (1992) dalam ekstensi tambahan MGET pada software

image processing. Digital number untuk data front dengan value secara keseluruhan adalah 1 dan untuk

kesuburan perairan (klorofil a) telah terkoreksi secara geometri kemudian tahap quality control dengan nilai kesuburan 0,1-1 mg/m3 (Gambar 2).

Penjumlahan value raster dari front dan kesesuaian kesuburan perairan menghasilkan 2 kategori informasi, yaitu informasi Daerah Penangkapan Ikan dengan value > 1 dan informasi Daerah Potensi Ikan dengan value = 1. Data raster dari Daerah Penangkapan Ikan dan Daerah Potensi Ikan selanjutnya dikonversi menjadi point shape file, sehingga didapatkan pola sebaran daerah prediksi ikan yang akan menjadi data masukan dalam penyusunan PPDPI (Gambar 3).

(13)

Validasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) di Perairan Laut Jawa (WPP-RI 712) - Komang Iwan Suniada, Eko Susilo dan Amandangi Wahyuning Hastuti

90

Gambar 2. Contoh pengolahan data SST dan klorfil-a (Sumber: Hasil pengolahan)

Gambar 3. Contoh pengolahan daerah potensi ikan (Sumber: Hasil pengolahan)

2.5. Validasi PPDPI dengan Data Lapangan

Langkah kerja penelitian ini adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4. Data citra satelit MODIS yang mampu memberikan informasi mengenai konsentrasi klorofil-a dan SST merupakan parameter lingkungan yang utama dalam penyususunan PPDPI. Validasi dilakukan dengan membandingkan informasi PPDPI dengan informasi lain, yaitu informasi mengenai adanya keberadaan ikan yang diperoleh dengan menggunakan 2 cara, yaitu dengan melakukan kegiatan operasional penangkapan ikan dan dengan perekaman akustik. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan pada tanggal 27 Mei 2015 disekitar stasiun 8 (S8) dan pada tanggal 29 Mei 2015 disekitar stasiun 2 (S2).

Informasi validitas PPDPI diperoleh dengan membandingkan antara PPDPI yang terbit pada tanggal 27 Mei 2015 dan 29 Mei 2015 dengan kegiatan operasional penangkapan ikan yang dilakukan di tanggal tersebut. Adapun kendala yang ditemui saat kegiatan penangkapan ikan adalah sulitnya menuju lokasi yang tepat dengan titik PPDPI, sehingga menggunakan asumsi bahwa adanya titik potensi disekitar kegiatan penangkapan dan dianggap mewakili titik potensi yang dimaksud. Seperti disebutkan di atas bahwa pada PPDPI titik potensi dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: titik daerah penangkapan ikan dan titik daerah potensi ikan, dengan kemungkinan adanya gerombolan ikan yang lebih banyak pada titik daerah penangkapan ikan karena kondisi lingkungan yang lebih mendukung, yaitu terjadinya front dengan konsentrasi klorofil-a antara 0,1-1 mg/m3secara bersamaan.

(14)

Prosiding Forum Nasional Sains dan Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015

91 Gambar 4. Langkah kerja validasi PPDPI

(Sumber: Hasil pengolahan)

Validasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan dari perekaman akustik dan data penangkapan ikan. Perekaman akustik digunakan untuk mengetahui apakah di sekitar informasi PPDPI ditemukan adanya gerombolan (densitas) ikan dan pada kedalaman berapa gerombolan ikan tertinggi ditemukan, sedangkan data penangkapan ikan digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil tangkapan antara informasi daerah potensi dengan informasi daerah penangkapan yang tercantum pada PPDPI. Apabila ditemukan densitas ikan melalui perekaman akustik dan ditemukan hasil tangkapan di sekitar daerah potensi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan disekitar daerah penangkapan, maka dapat dikatakan PPDPI sudah cukup valid.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data citra satelit, sebaran konsentrasi klorofil-a terlihat lebih tinggi di daerah dekat pantai (Gambar 5). Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrient yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Hendiarti, Siegel and Ohde (2004) menyebutkan bahwa secara umum salah satu penyebab tingginya konsentrasi klorofil-a pada daerah dekat pantai adalah karena adanya aliran air dari sungai dan hutan mangrove yang kaya akan bahan organik dan anorganik yang dapat memacu pertumbuhan plankton. Meskipun demikian, konsentrasi klorofil-a tinggi dapat pula ditemukan di perairan lepas pantai, disebabkan adanya proses sirkulasi massa air mengangkut nutrient dengan konsentrasi tinggi dari perairan dalam ke permukaan yang dikenal sebagai fenomena upwelling (Sukoharjo, 2012). Terlihat bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada tanggal 27 Mei 2015 dan 29 Mei 2015 tidak jauh berbeda, berkisar antara 0 sampai 2 mg/m3.

Gambar 5. Data sebaran konsentrasi klorofil-a (Sumber: Hasil pengolahan data)

Informasi Validasi PPDPI

MODIS Data Perekaman

Akustik Klorofil-a Analisis Front Quality Control nilai 0,1-1 mg/m3 Quality Control nilai 20-35 0C Analisis Keberadaan Ikan SST Informasi Keberadaan Ikan Data Tangkapan Identifikasi Hasil Tangkapan Informasi Keberadaan Ikan PPDPI a. 27 Mei 2015 b. 29 Mei 2015

(15)

Validasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) di Perairan Laut Jawa (WPP-RI 712) - Komang Iwan Suniada, Eko Susilo dan Amandangi Wahyuning Hastuti

92

Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan suatu perairan. Tinggi rendahnya kandungan kloforil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrologi perairan (suhu, arus, salinitas, pH, DO, nitrat dan fosfat). Produktivitas perairan tinggi dapat diidentifikasi dengan tingginya konsentrasi klorofil-a di perairan. Konsentrasi klorofil-a di perairan dapat mewakili biomassa dari alga atau fitoplankton. Klorofil-a juga menentukan jumlah biomassa sumberdaya perikanan yang tumbuh di dalamnya (Priyono, Yunanto dan Arief, 2008).

Sebaran data Sea Surface Temperature (SST) yang diperoleh dari data citra satelit menunjukkan bahwa SST di Laut Jawa pada tanggal 27 dan 29 Mei 2015 berkisar antara 24-33°C. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa SST di Laut Jawa berkisar antara 24-34,5 °C. Secara umum SST di Laut Jawa pada tanggal 27 Mei lebih dingin dibanding tanggal 29 Mei 2015.

Gambar 6. Data SST untuk PPDPI (Sumber: Hasil pengolahan data)

Lalli dan Parson (1994) menyatakan bahwa dalam bidang perikanan, informasi mengenai variabilitas spasial suhu permukaan laut memiliki peran penting sebagai sarana untuk pendugaan dan penentuan lokasi upwelling, front ataupun eddies current. Data SST yang dihasilkan dari citra satelit digunakan sebagai data dasar untuk menghasilkan informasi thermal front. Thermal front yang terjadi pada permukaan laut dapat diamati dengan menggunakan citra satelit jika adanya perbedaan temperatur atau warna pada data hasil olahan. Thermal front terbentuk sebagai batas yang jelas karena adanya perbedaan temperatur dan densitas massa air serta pada daerah tersebut sering dikaitkan dengan tingginya hasil-hasil produksi biologis. Informasi PPDPI yang dihasilkan dengan menggunakan data sebaran klorofil-a dan data thermal front serta eksperimen kegiatan penangkapan dapat dilihat pada Gambar 7.

Berdasarkan Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa informasi PPDPI yang dihasilkan pada tanggal 27 Mei 2015 terdapat 22 titik potensi ikan dan 8 titik penangkapan ikan, sedangkan untuk data tanggal 29 Mei 2015 terdapat 20 titik potensi ikan dan 12 titik penangkapan ikan. Angka 1 pada Gambar 7a merupakan usaha penangkapan yang dilakukan berdasarkan informasi PPDPI tanggal 27 Mei 2015 dan berada di sekitar area yang termasuk dalam kategori ‘daerah potensi’, sedangkan angka 2 pada gambar 7b merupakan usaha penangkapan yang berada di sekitar area yang termasuk dalam kategori ‘daerah penangkapan’. Usaha penangkapan dengan menggunakan beam trawl berlangsung lebih kurang selama 1 jam dan bertujuan untuk mengetahui atau memvalidasi apakah terdapat perbedaan jumlah hasil tangkapan (ekor) diantara kedua kategori yang tercantum pada PPDPI yaitu daerah potensi dan daerah penangkapan. Jumlah hasil tangkapan pada tanggal 27 dan 29 Mei 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.

(16)

Prosiding Forum Nasional Sains dan Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015

93 Gambar 7. PPDPI dan kegiatan operasional penangkapan ikan

(a. tanggal 27 Mei 2015; b. tanggal 29 Mei 2015) (Sumber: Hasil pengolahan data)

1

a.

2

(17)

Validasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) di Perairan Laut Jawa (WPP-RI 712) - Komang Iwan Suniada, Eko Susilo dan Amandangi Wahyuning Hastuti

94

Tabel 1. Data hasil tangkapan tanggal 27 dan 29 Mei 2015

No Nama Ikan Jumlah Tangkapan 27 Mei 2015 (daerah potensi) 29 Mei 2015 (daerah penangkapan)

1 Ikan Pari Minyak (Dasyati kuhlii) 1

2

Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus

Sexfasciatus) 2 2

3 Ikan Kerapu koko (Epinephelus Quoyanus) 1

4 Ikan Buntal (Tetraodon sp.) 3

5 Ikan Sebelah (Achiroides melanorhynchus) 3

6 Ikan Lidah (Cynoglossus lingua) 7

7 Ikan Sotong (Sephia officinalis) 2 1

8 Ikan Conor (Synodus hoshinonis) 14 67

9 Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus) 1 23

10 Ikan Kurisi Ros Merah (Nemipterus furcosus) 2

11 Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) 6

12

Ikan Barat-barat Kipas (Monacanthus

chinensis) 1

13 Ikan Selar Papan (Alepes melanoptera) 1

14 Ikan Landok (Lethrinus lentjan) 1

Total 41 97

(Sumber: Hasil survey lapang)

Berdasarkan hasil eksperimen usaha penangkapan ikan terhadap 2 kategori area berbeda yang terdapat pada informasi PPDPI ternyata memberikan hasil yang berbeda. Jumlah tangkapan yang dihasilkan di ‘daerah potensi’ adalah sebanyak 41 ekor dengan 11 jenis ikan. Sedangkan jumlah tangkapan di ‘daerah tangkapan’ sebanyak 97 ekor dengan 7 jenis ikan. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung, dimana terjadi front dan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi pada tanggal 29 Mei 2015. Hasil tangkapan di kedua usaha tangkapan didominasi oleh jenis ikan yang sama yaitu ikan Conor (Synodus hoshinonis). Menurut Smith and Heemstra (1986) ikan Conor hidup direntang kedalaman 60-96 m, dengan panjang maksimal 26 cm.

Penelitian ini menggunakan perekaman akustik untuk melihat densitas ikan per kelas kedalaman. Hasil perekaman akustik yang terbagi menjadi beberapa kelas kedalaman bertujuan untuk mengamati perbandingan echo pada masing-masing kelas kedalaman. Perbedaan echo pada masing-masing kelas kedalaman akan berasosiasi dengan banyak atau sedikitnya obyek (diasumsikan sebagai ikan) yang ada pada masing kelas kedalaman tersebut, sehingga dapat diperkirakan densitas ikan pada masing-masing kelas kedalaman. Informasi ini akan berguna untuk mengetahui pada kedalaman berapa terdapat densitas ikan tertinggi di lokasi survey ketika perekaman akustik dilakukan.Informasi densitas ikan pada masing-masing kelas kedalaman dapat dilihat pada Gambar 8.

Secara umum Laut Jawa termasuk dalam kategori perairan dangkal, dengan rata-rata kedalaman 30 m di sebelah Barat, 60 m di bagian tengah dan sekitar 90 m makin ke Timur dengan rata-rata kedalaman 40 m. Pengamatan densitas ikan secara vertikal dilakukan pada kisaran kedalaman 5-75 m yang dibagi dalam 7 kelompok kedalaman dengan rentang per kelompok 10 m. Densitas ikan pada kedalaman 15-25 m merupakan lapisan dengan nilai densitas ikan terendah yaitu 147 ikan/1000m3, sedangkan pada kedalaman 45-55 m menunjukkan densitas ikan yang tertinggi yaitu 1081 ikan/1000m3. Kedalaman renang ikan sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan tempat ikan itu berada, kondisi lingkungan akan berbeda-beda menurut kedalaman perairan, dalam hal ini diduga kelas kedalaman 45-55 m merupakan kedalaman yang paling optimum sehingga lebih banyak ditemukan densitas ikan pada kelas kedalaman tersebut. Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam jumlah yang sangat besar. Tujuan pembentukan kelompok adalah sebagai upaya memudahkan mencari makan, mencari pasangan dalam

(18)

Prosiding Forum Nasional Sains dan Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015

95 memijah dan taktik untuk menghindar dari serangan predator (Fauziyah, 2005). Densitas terbesar ikan pelagis di kolom perairan pada umumnya adalah pada zona epipelagis yang mencapai kedalaman 100-150 m (Nybakken, 1992). Densitas ikan pada tiap kelas kedalaman dapat dilihat pada Tabel 2.

Kedalaman 5 – 15 meter Kedalaman 15 – 25 meter Kedalaman 25 – 35 meter

Kedalaman 35 – 45 meter Kedalaman 45 – 55 meter Kedalaman 55 – 65 meter

Kedalaman 65 – 75 meter

Gambar 8. Densitas ikan pada tiap kelas kedalaman (Sumber: Hasil survey lapang)

Tabel 2. Densitas ikan pada tiap kelas kedalaman

Kelas Kedalaman (m) Densitas (/1000m3) Rata-rata densitas

5 – 15 389 5.56 15 – 25 147 2.10 25 – 35 371 5.30 35 – 45 856 12.23 45 – 55 1081 15.44 55 – 65 779 11.13 65 – 75 194 2.77

(Sumber: Hasil pengolahan data)

Pada Tabel 2 diperlihatkan juga rata-rata densitas ikan di setiap kelas kedalaman. Rata-rata densitas ikan per kedalaman diperoleh dari perekaman akustik yang tersebar di cruise track.. Sebanyak 70 titik direkam untuk mendapatkan data densitas ikan tiap kelas kedalaman. Berdasarkan hasil pengamatan, pada kedalaman permukaan hingga beberapa kelas kedalaman, kelompok ikan menyebar dengan tingkat densitas yang berbeda. Diketahui bahwa rata-rata densitas ikan tertinggi terdapat di kedalaman 45-55 m.

(19)

Validasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) di Perairan Laut Jawa (WPP-RI 712) - Komang Iwan Suniada, Eko Susilo dan Amandangi Wahyuning Hastuti

96

4. KESIMPULAN

PPDPI yang disusun dengan menggunakan data klorofil-a dan SST pada tanggal 27 Mei 2015 menghasilkan 22 titik daerah potensi dan 8 titik daerah penangkapan, sedangkan tanggal 29 Mei 2015 menghasilkan 20 titik daerah potensi dan 12 titik daerah penangkapan. Hasil validasi dengan menggunakan perekaman akustik membuktikan bahwa ditemukan gerombolan (densitas) ikan di sepanjang track survey dengan densitas tertinggi berada pada kedalaman 45-55 meter, sedangkan hasil validasi dengan menggunakan data tangkapan ikan membuktikan bahwa terdapat perbedaan hasil tangkapan di sekitar daerah potensi yang lebih sedikit (41 ekor) jika dibandingkan dengan hasil tangkapan di sekitar daerah penangkapan (97 ekor).

DAFTAR PUSTAKA

Cayula, J.F., & Cornillon, P. (1992). Edge detection algorithm for SST images. Journal of Atmospheric

and Oceanic Technology, 9(1), 67-80.

Effendie, H., & Susilo, S.B. (1998). Korelasi kadar kloforil dan kelimpahan fitoplankton pada lapisan eutrofik di perairan pesisir sekitar PLTN Karakatau Steel, Cilegon, Jawa Barat. Jurnal Ilmu

Pertanian Indonesia, 7(2), 56-60.

Fauziyah. (2005). Identifikasi klasifikasi dan analisis struktur spesies kawanan ikan pelagis berdasarkan

metode descriptor akustik. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Hendiarti, N., Siegel, H., & Ohde, T. (2004). Investigation of different coastal processes in Indonesian waters using SeaWiFS data. Deep Sea Research Part II: Topical Studies in Oceanography, 51(1– 3), 85-97.

Jatisworo, D., & Murdimanto, A. (2013). Identifikasi thermal front di Selat Makassar dan Laut Banda.

Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi III.

Lalli, C.M., & Parson, T.R. (1994). Biological oceanography: An introduction. Pergamon, BPC Wheatons Ltd. British. 301p.

Mugo, R., Saitoh, S.I., Nihira, A., & Kuroyama, T. (2010). Habitat characteristics of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) in the western North Pacific: A remote sensing perspective. Fisheries

Oceanography, 19(5), 382-396.

Nybakken. (1992). Biologi laut suatu pendekatan ekologis. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Podestá, G.P., Browder, J.A., & Hoey, J.J. (1993). Exploring the association between swordfish catch rates and thermal fronts on U.S. longline grounds in the western North Atlantic. Continental Shelf

Research, 13(2–3), 253-277.

Priyono, B., Yunanto, A., & Wibawa, T.A. (2008). Karakteristik oseanografi dalam kaitannya dengan

kesuburan perairan di Selat Bali. Balai Penelitian dan Observasi Laut. Bali. 15 hlm.

Seki, M.P., Polovina, J.J., Kobayashi, D.R., Bidigare, R.R., & Mitchum, G.T. (2002). An oceanographic characterization of swordfish (Xiphias gladius) longline fishing grounds in the springtime subtropical North Pacific. Fisheries Oceanography, 11(5), 251-266.

Simmonds, J., & MacLennan, D. (2005). Fisheries acoustics theory and practice. Blackwell Science Ltd. Smith, M.M., & Heemstra, P.C. (1986). Smiths’ sea fish. Springer-Verlag.

Sukoharjo, S.S. (2012). Variabilitas konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Makassar: Pendekatan wavelet. Jurnal Segara, 8(2), 77-87.

Wibawa, T.A. (2011). Pemanfaatan data satelit oseanografi untuk prediksi daerah potensial penangkapan Tuna Mata Besar (T. obesus) di Samudera Hindia Selatan Jawa Bali. Jurnal Segara, 7(1), 29-41. Zainuddin, M., Nelwan, A., Farhum, S.A., Najamuddin, Hajar, M.A.I., Kurnia, M., & Sudirman. (2013).

Characterizing potential fishing zone of skipjack tuna during the southeast monsoon in the Bone Bay-Flores Sea using remotely sensed oceanographic data. International Journal of Geosciences, 4, 259-266.

(20)

Gambar

Gambar 1. Cruise track data akustik (Sumber: Hasil pengolahan)
Gambar 2. Contoh pengolahan data SST dan klorfil-a  (Sumber: Hasil pengolahan)
Gambar 5. Data sebaran konsentrasi klorofil-a  (Sumber: Hasil pengolahan data)
Gambar 6. Data SST untuk PPDPI  (Sumber: Hasil pengolahan data)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengilustrasian figur Yesus menjadi sesuatu yang dominan dalam seni rupa religius Kristiani, karena selain sebagai tokoh sentral dalam ajaran Agama Kristen, figur Yesus juga

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

Penelitian ini membahas tentang kemungkinan auditor mengeluarkan opini Going Concern Warnings (GCWs), dengan tujuan untuk meneliti hubungan antara kompetensi

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan studi tentang kepatuhan masyarakat Propinsi Kepulauan Riau untuk melaksanakan social/physical distancing dalam upaya

Faktor lainnya adalah karena kurangnya informasi tentang reproduksi yang sehat, benar dan utuh, yang disebabkan oleh beberapa kendala seperti sulit nerkomunikasi dengan

Model Pengembangan Pertanian Perdesan Melalui Inovasi (m-P3MI) merupakan suatu model pengembangan pertanian melalui inovasi dalam suatu kawasan berbasis sumberdaya

Salah satu teknologi dasar yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian untuk meningkatkan produktivitas padi adalah varietas unggul. Sampai saat ini Badan Litbang

Di dalam melakukan strategi pemasaran perusahaan, faktor eksternal yang diambil dalam analisis SWOT adalah melihat peluang yang dimiliki oleh perusahaan. Selain perusahaan