67 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Validitas Instrumen
Instrumen yang divalidasi adalah soal tes Protista dan angket yang diberikan pada siswa. Berdasarkan hasil validasi tersebut akan terungkap ragam kesulitan belajar Protista. Soal tes Protista dibuat untuk mengetahui letak kesulitan belajar siswa berdasarkan indikator kompetensi dan tingkat berpikir kognitif, sedangkan angket siswa dibuat untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar Protista. Soal tes Protista divalidasi dengan dua jenis validitas, yaitu validitas isi (content validity) dan validitas muka (face
validity).
Validitas isi instrumen soal tes Protista diuji agar item yang digunakan untuk melakukan evaluasi benar-benar merepresentasikan komponen ranah kemampuan tertentu yang akan diukur (Bambang Subali & Pujiati Suyanta, 2012: 41). Validitas isi penelitian ini diukur melalui analisis rasional mengenai isi tes menggunakan pendapat para ahli (expert
judgement). Ahli materi dan evaluasi memberikan kritik dan masukan
terhadap instrumen yang telah dibuat berkaitan dengan tujuan penelitian, ranah yang dikaji, dan kebenaran materi soal tes Protista. Penelitian ini juga menggunakan validitas muka (face validity) yang didasarkan pada kenampakan luar instrumen dan berdasarkan pandangan orang yang lebih ahli dalam segi evaluasi. Kenampakan luar instrumen soal tes meliputi kecocokan item soal tes terhadap materi dan konstruksi bahasa yang
68
digunakan. Angket faktor kesulitan belajar Protista divalidasi menggunakan validitas isi dengan mencari indikator-indikator yang sesuai dengan variabel yang diukur yaitu faktor penyebab kesulitan belajar Protista serta mendiskusikan dengan para ahli. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu meliputi faktor jasmaniah yaitu kesehatan dan cacat tubuh serta faktor psikologis yang meliputi intelegensi, rasa ingin tahu, minat, motivasi, dan kesiapan belajar. Faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar diri individu, meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
Hasil analisis rasional para ahli menyatakan bahwa soal tes Protista dan angket faktor kesulitan belajar Protista telah memenuhi validitas isi dan muka sehingga layak digunakan dalam penelitian dengan beberapa perbaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ary (1982: 284) bahwa apabila semua penilai sepakat bahwa butir tes tersebut sudah mencerminkan wilayah isi dengan memadai, maka butir tes tersebut dpt dikatakan telah memiliki validitas isi. Instrumen yang telah diperbaiki kemudian dicetak dan digunakan untuk mengungkap ragam kesulitan belajar Protista. Analisis daya beda item soal tes Protista juga dilakukan untuk meningkatkan validitas tes Protista. Hasil analisis disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5. Validasi yang Didasarkan pada Daya Beda Item Tes Protista.
Daya Beda Kategori No Item
0,21-0,40 Cukup 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,17,19
69
Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh item soal tes Protista yang digunakan dalam penelitian memiliki daya beda antara 0,21 hingga 0,61 sehingga soal memiliki kategori “cukup” dan “baik” karena terletak antara 0,20-0,70 (lampiran 7). Hal tersebut menunjukkan bahwa item soal yang digunakan dalam penelitian dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah dengan cukup baik. Tes Protista yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tes hasil belajar, sehingga mengacu pada kriteria (criterion-reference), oleh karena itu daya beda soal tidak boleh negatif. Hasil dari tes ini menunjukkan tidak adanya daya beda yang negatif, artinya tidak ada testi yang pintar yang menjawab salah sehingga item-item tes ini dinyatakan valid dan hasil tes dapat digunakan untuk langkah selanjutnya, yaitu mengetahui letak kesulitan belajar Protista berdasarkan indikator kompetensi dan tingkat berpikir kognitif.
2. Persentase Kesulitan Belajar Protista
Hasil tes Protista dapat digunakan untuk mengetahui persentase siswa yang mengalami kesulitan belajar pada materi tersebut. Persentase siswa yang mengalami kesulitan belajar ini diungkap untuk mengetahui apakah di antara siswa sampel masih terjadi kesulitan belajar Protista. Sampel penelitian terdiri dari 66 siswa yang berasal dari dua Madrasah Aliyah, masing-masing terdiri dari 38 siswa dan 28 siswa. Ada 20 butir soal yang diujikan, sehingga masing-masing soal memiliki skor 5. Skor yang diperoleh siswa dan persentase dapat dilihat dalam tabel berikut.
70
Tabel 6. Berbagai Kategori Tingkat Kesulitan yang Dialami Siswa (n=66) Skor Kategori Tingkat Kesulitan Persentase (%)
80-100 Sangat rendah 0,0
60-79 Rendah 16,7
40-59 Sedang 34,8
20-39 Tinggi 39,4
0-19 Sangat tinggi 9,1
Gambar 18. Grafik Persentase Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar Protista dalam Berbagai Kategori Tingkat Kesulitan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan belajar Protista dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 39,4% siswa. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kedua madrasah tersebut diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai KKM (skor 78) adalah sebanyak 0% atau seluruh siswa belum mencapai KKM (lampiran 7). Berdasarkan hasil ini maka dapat dilakukan langkah penelitian selanjutnya yaitu menganalisis letak kesulitan belajar Protista
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Sangat rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Per senta se (%) Skor
71
ditinjau dari indikator kompetensi dan tingkat berpikir kognitif serta menganalisis faktor penyebab kesulitan belajar Protista.
3. Ragam Kesulitan Belajar Protista
Ragam kesulitan belajar siswa ditinjau dari letak kesulitan belajar siswa yang didasarkan pada dua hal, yaitu berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dan tingkat berpikir kognitif. Letak kesulitan dapat diketahui dari persentase siswa yang menjawab salah pada setiap item soal. Suharsimi Arikunto (2012: 223-225) menyatakan bahwa soal dianggap sukar apabila tingkat kesulitan 0-0,30 (persentase siswa yang menjawab salah ≥70%), soal dianggap sedang apabila tingkat kesulitan 0,31-0,70 (persentase siswa yang menjawab salah antara 30%-69%), dan soal dianggap mudah apabila tingkat kesulitan ≥0,71 (persentase siswa yang menjawab salah <30%)
a. Letak Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kompetensi Indikator kompetensi merupakan kompetensi yang ingin dicapai oleh peserta didik yang dijabarkan berdasarkan Kompetensi Dasar (KD). Jumlah indikator kompetensi berdasarkan KD yang kemudian dijabarkan lagi dalam indikator soal ada enam. Siswa dianggap mengalami kesulitan belajar apabila persentase siswa yang menjawab salah lebih dari atau sama dengan 70%. Berdasarkan persentase siswa yang menjawab salah maka dapat diketahui letak kesulitan belajar siswa ditinjau dari indikator kompetensi seperti dalam tabel berikut. Persentase dan rata-rata siswa menunjukkan banyak siswa yang menjawab salah.
72
Tabel 7. Letak Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Indikator Kompetensi (n=66). Kompetensi Dasar Indikator Kompetensi No Item Persentase (%) Rata-rata (%) Mengelompokkan Protista berdasarkan ciri-ciri umum kelas dan mengaitkan peranannya dalam kehidupan Menjelaskan ciri morfologi Protista (A) 1 74,2 67,7 2 45,5 3 83,3 Memahami cara reproduksi Protista (B) 4 86,4 75,3 10 86,4 13 53,0 Memahami dasar pengelompokan Protista (C) 5 28,8 49,5 6 37,9 7 81,8 Mengelompokkan jenis Protista ke dalam kelas (D) 8 28,8 38,7 9 48,5 Mengenali objek protista (E) 11 86,4 64,9 12 65,2 14 71,2 15 31,8 16 69,7 Memahami peran Protista dalam kehidupan (F) 17 63,6 55,3 18 48,5 19 69,7 20 39,4
Gambar 19. Grafik Letak Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kompetensi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 A B C D E F P er sent a se sis w a m enj a w a b sa la h (%) Indikator Kompetensi
73
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa paling banyak mengalami kesulitan dalam indikator memahami cara reproduksi Protista. Indikator kompetensi yang lain memiliki tingkat kesulitan yang bervariasi, akan tetapi secara umum hampir di seluruh indikator pencapaian kompetensi terdapat soal yang memiliki kategori sulit, kecuali pada indikator mengelompokkan Protista ke dalam kelas (lampiran 8).
b. Letak Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif
Letak kesulitan belajar siswa berdasarkan tingkat berpikir kognitif, dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 8. Letak Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif (n=66). Tingkat Berpikir Kognitif No Item Persentase (%) Rata-rata (%) Mengingat (C1) 1 74,2 55,5 5 28,8 17 63,6 Memahami (C2) 2 45,5 58,0 6 37,9 7 81,8 9 48,5 13 53,0 16 69,7 19 69,7 Mengaplikasikan (C3) 4 86,4 59,7 8 28,8 11 86,4 12 65,2 15 31,8 Menganalisis (C4) 3 83,3 80,3 10 86,4 14 71,2 Mengevaluasi (C5) 18 48,5 48,5 Mencipta (C6) 20 39,4 39,4
74
Gambar 20. Grafik Kesulitan Belajar Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa banyak mengalami kesulitan pada tingkat berpikir menganalisis (analyze). Pada tingkat berpikir kognitif mengingat, ada tiga tingkat kesulitan, artinya kemampuan siswa dalam mengingat rata-rata sedang. Kemampuan siswa dalam mengaplikasikan juga sebagian besar dalam kategori sedang dan sulit, sedangkan pada tingkat berpikir mengevaluasi dan mencipta rata-rata sedang. Jumlah item yang digunakan dalam mengukur tingkat C5 (mengevaluasi) dan C6 (mencipta) hanya masing-masing satu item karena penelitian lebih ditekankan pada tingkat berpikir C1-C4. Pertimbangan dari hal tersebut adalah siswa baru mengenal materi Protista pada jenjang SMA sehingga masih berada dalam tahap mengingat hingga menganalisis. 4. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Protista
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa diteliti dengan menggunakan angket/kuesioner yang diberikan pada siswa. Hasil angket kemudian diverifikasi kebenarannya dengan melakukan wawancara dan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 C1 C2 C3 C4 C5 C6 P er sent a se S is w a M enj a w a b S a la h (%)
75
observasi. Wawancara dilakukan terhadap guru untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar ditinjau dari sudut pandang guru, sedangkan observasi dilakukan untuk mengetahui sarana prasarana yang terdapat di sekolah sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Observasi terhadap proses pembelajaran tidak dilakukan karena materi Protista telah diberikan pada semester I.
a. Hasil Angket Kesulitan Belajar Protista
Angket diberikan pada siswa untuk mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar Protista. Ada dua faktor penyebab kesulitan belajar secara umum, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: 1)rasa ingin tahu; 2)minat belajar; 3)motivasi belajar; 4)kesiapan belajar; 5)kelelahan; 6)cacat tubuh, sedangkan faktor eksternal meliputi: 1)guru; 2)pelaksanaan kurikulum; 3)sarana prasarana; 4)orang tua; dan 5)lingkungan. Masing-masing aspek dijabarkan dalam satu atau lebih pernyataan positif dengan empat alternatif jawaban (sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju).
Tingkat persetujuan dari setiap pernyataan menurut Sugiyono (2014: 139) diperoleh dengan membagi jumlah skor per item pernyataan terhadap jumlah skor ideal. Berdasarkan tingkat persetujuan tiap pernyataan dapat diketahui tingkat persetujuan penyebab kesulitan belajar Protista yang diperoleh dari 100%-tingkat persetujuan masing-masing pernyataan. Nilai tingkat persetujuan penyebab kesulitan belajar yang
76
tinggi menunjukkan bahwa aspek atau pernyataan yang dimaksud dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajar Protista.
Tabel 9. Hasil Angket Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Protista. Aspek Tingkat Persetujuan
Faktor (%)
Rasa ingin tahu 21,62
Minat belajar 21,57 Motivasi belajar 31,82 Kesiapan belajar 27,62 Kelelahan 29,75 Cacat tubuh 16,60 Guru 20,33 Pelaksanaan Kurikulum 36,50 Sarana Prasarana 40,12 Orang tua 14,39 Lingkungan 27,05
Gambar 21. Grafik Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Protista
Hasil angket kesulitan belajar biologi menunjukkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar biologi yang ditandai dengan tingkat
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 T ing k a t P er set ujua n (%) Aspek
77
persetujuan faktor yang tinggi, yaitu aspek pelaksanaan kurikulum dan sarana prasarana (lampiran 10). Aspek sarana prasarana yang menyebabkan kesulitan belajar antara lain tidak adanya penggunaan objek asli Protista dalam pembelajaran dan tidak adanya sumber belajar real di sekolah, misalnya kolam/akuarium. Aspek pelaksanaan kurikulum disebabkan oleh tidak adanya kegiatan praktikum atau pengamatan Protista. Beberapa tingkat persetujuan yang rendah juga terdapat pada aspek motivasi belajar. Siswa memiliki tingkat persetujuan yang rendah pada indikator memiliki cita-cita yang berhubungan dengan Protista dan keinginan menjadi ahli Protista. Aspek cacat tubuh dan orang tua diasumsikan tidak menyebabkan kesulitan belajar karena memiliki tingkat persetujuan yang tinggi. Hasil wawancara terhadap guru dan observasi digunakan sebagai konfirmasi data yang telah diperoleh melalui angket.
b. Hasil Wawancara
Wawancara dengan kedua guru pada dua madrasah dilakukan untuk mengetahui penyebab kesulitan belajar siswa dari sudut pandang guru. Dalam penelitian ini, salah satu guru tidak bersedia memberikan pernyataan sehingga poin-poin yang seharusnya digali dari wawancara diperoleh melalui wawancara dengan guru lain, wawancara dengan siswa, dan pengamatan sehingga keterangan yang diperlukan tetap dapat diperoleh. Input kemampuan rata siswa yang masuk ke madrasah rata-rata memiliki kecerdasan tingkat menengah yang dibuktikan dengan nilai UN SMP/MTs. Kedua madrasah juga menerapkan proses seleksi masuk
78
siswa baru sehingga siswa yang dapat masuk adalah siswa yang telah memenuhi kriteria akademik yang cukup baik. Kedua guru yang mengajar di kelas X merupakan guru profesional yang telah mengajar lebih dari 10 tahun dan merupakan lulusan dari pendidikan biologi dan berstatus PNS.
Kedua guru menggunakan metode yang sama dalam mengajar materi Protista, yaitu dengan metode ceramah dan tanya jawab dengan menggunakan media powerpoin dan gambar-gambar. Metode ini digunakan karena dengan metode ceramah siswa mendapatkan materi lebih banyak daripada menemukan konsep sendiri melalui pengamatan sehingga lebih hemat waktu. Seluruh siswa memiliki buku LKS yang memuat ringkasan materi tentang Protista. Perpustakaan juga menyediakan buku paket yang dapat dipinjamkan oleh siswa, meskipun jumlah buku yang sesuai dengan Kurikulum 2013 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah siswa, tetapi masih terdapat buku paket dengan kurikulum sebelumnya yang dapat dipinjamkan. Siswa mengikuti pembelajaran dengan baik, tidak mengajukan protes atau keberatan terhadap metode yang diajarkan guru. Alasan tidak adanya kegiatan pengamatan/praktikum di madrasah A karena alat-alat yang dibutuhkan untuk praktikum tidak dalam kondisi yang baik dan jumlahya tidak mencukupi, sedangkan madrasah B memiliki jumlah mikroskop dan alat yang cukup, tetapi tidak memiliki sumber belajar yang mendukung dan tidak ada penjadwalan praktikum. Guru memiliki spesimen awetan spirogyra dan beberapa jenis alga, tetapi mikroskop yang dibutuhkan untuk pengamatan ada dalam
79
kondisi kotor dan berjamur sehingga tidak dapat digunakan. Kedua guru juga memiliki alasan yang berbeda tentang tidak adanya penugasan untuk mencari objek Protista secara real. Sebagian siswa madrasah B ada di pondok pesantren sehingga waktu yang dimiliki siswa di rumah tidak banyak, sedangkan madrasah A tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pengamatan langsung. Siswa cukup aktif dalam pembelajaran, baik bertanya maupun menjawab pertanyaan guru, terutama ketika sesi tanya jawab. Jenis-jenis pertanyaan yang sering ditanyakan oleh siswa adalah pertanyaan yang bersifat aplikatif, misalnya manfaat dan bahaya berbagai jenis makhluk hidup bagi manusia. Teknik penilaian yang digunakan oleh guru adalah uraian yang diambil dari soal dalam buku LKS siswa. akan tetapi, butir soal ulangan harian tersebut tidak dianalisis sehingga letak kesulitan belajar siswa tidak diketahui. Program remedial dilakukan dengan mengerjakan kembali soal yang berbeda.
c. Hasil Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Observasi di dalam kelas dilakukan untuk mengamati kondisi dan sarana prasarana dalam kelas. Materi Protista terletak pada semester gasal kelas X SMA/MA, sehingga aktivitas belajar dalam materi Protista tidak dapat diobservasi. Observasi juga dilakukan di luar kelas untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa hal
80
yang dapat diasumsikan menjadi faktor penyebab kesulitan belajar, antara lain:
1) Pada salah satu madrasah, guru memiliki media pembelajaran lebih dari satu macam yaitu powerpoin dan gambar tanpa media real, salah satu madrasah yang lain guru memiliki media belajar real yaitu awetan ganggang dan spirogyra, akan tetapi tidak dapat digunakan dalam pembelajaran karena kondisi alat penunjang (mikroskop) tidak baik untuk pembelajaran. Penggunaan media real idealnya dapat lebih menarik minat belajar siswa dan dapat memberi pengetahuan yang nyata di sekolah.
2) Dari segi sarana dan prasarana, kedua madrasah tidak memiliki sumber belajar real materi Protista, misalnya kolam atau akuarium untuk menumbuhkan ganggang. Layanan internet di madrasah telah dipasang tetapi sulit untuk digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran, padahal dengan adanya layanan ini diharapkan siswa lebih banyak mengeksplorasi materi secara mandiri.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan belajar Protista dalam kategori tinggi dengan skor rata-rata 40. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kedua madrasah tersebut diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai KKM (skor 78) adalah sebanyak 0% atau seluruh siswa belum mencapai KKM (lampiran 7). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sugihartono (2013: 152) yang menyatakan
81
bahwa keberhasilan belajar siswa dalam proses pembelajaran ditandai dengan penguasaan bahan pelajaran yang telah diberikan oleh guru yang diwujudkan dalam bentuk nilai yang baik. Siswa dikatakan belum berhasil dalam belajarnya apabila memiliki nilai yang rendah. Hal yang serupa dijelaskan oleh S. Nasution (2003: 36-37) yang berpendapat bahwa tujuan proses belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa atau disebut mastery learning (belajar tuntas), artinya penguasaan penuh.
Prinsip belajar tuntas menyatakan bahwa seluruh siswa dapat menguasai kompetensi yang ditargetkan, tetapi bisa melalui cara yang berbeda dan dalam waktu yang berbeda. Cita-cita ini menurut S. Nasution (2003: 36-37) hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa belum seluruhnya mencapai kompetensi yang ditargetkan atau mengalami kesulitan belajar yang bervariasi apabila dilihat dari indikator kompetensi maupun dari tingkatan berpikir kognitif.
1. Ragam Kesulitan Belajar Protista
a. Letak Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kompetensi Indikator kompetensi pada materi Protista ada enam (hasil lengkap disajikan dalam lampiran 7). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa siswa paling banyak mengalami kesulitan dalam indikator memahami cara reproduksi Protista. Cara reproduksi Protista bervariasi, sebagian memiliki siklus reproduksi seksual dan aseksual dan sebagian
82
memiliki siklus reproduksi aseksual saja, misalnya kelompok Sarcodina (Pelczar dan Chan, 2015: 225). Siswa mengalami kesulitan terutama dalam mengaplikasikan prinsip pembelahan biner untuk dapat menghitung sel anakan yang dihasilkan dan dalam menganalisis cara reproduksi
Plasmodium sp. kaitannya dengan pengertian fertilisasi dan meiosis,
sedangkan dalam memahami tahap-tahap yang terjadi pada proses konjugasi Paramaecium sp. terdapat 53% siswa yang menjawab salah (kategori sedang). Proses konjugasi merupakan proses perkembangbiakan seksual antara dua sel Paramaecium sp. melalui tahap plasmogami dua sel, meiosis, mitosis, pertukaran inti sel, pemisahan kedua sel, dan kariogami serta sitokinesis.
Indikator menjelaskan ciri morfologi Protista yang terdiri dari tiga item soal memiliki rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 67,7%.. Siswa mengalami kesulitan terutama dalam memahami pengertian organisme eukaryotik dan menganalisis tempat tumbuh alga berkaitan dengan sifatnya sebagai autotrof, sedangkan dalam memahami perbedaan ciri Protista dan bakteri sebanyak 45,5% siswa menjawab salah (kategori sedang).
Indikator pencapaian kompetensi memahami dasar pengelompokan Protista rata-rata siswa yang menjawab salah sebanyak 49,5% atau dalam kategori sedang. Siswa harus memahami perbedaan antara Protista dengan tumbuhan, hewan, dan jamur. Sebagian besar siswa telah memahami dasar pembagian Protozoa dalam kelas dan memahami perbedaan alga dan
83
tumbuhan tingkat tinggi, akan tetapi siswa masih kesulitan dalam menentukan perbedaan Protista mirip jamur dan jamur. Protista mirip jamur dan sebagian besar jamur memiliki ukuran mikroskopis dan jarang ditemui oleh siswa, sehingga siswa mengalami kesulitan untuk membedakan antara keduanya.
Indikator pencapaian kompetensi “mengelompokkan jenis Protista ke dalam kelas” memiliki rata-rata siswa yang menjawab salah sebanyak 38,7% (kategori sedang). Siswa harus memahami dasar pengelompokan Protista terlebih dahulu untuk dapat mengelompokkan jenis Protista ke dalam kelas sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Sebagian besar siswa dapat mengelompokkan jenis Protozoa ke dalam kelas Mastigophora, Ciliata, Rhizopoda, atau Sporozoa berdasarkan ciri-ciri yang telah diketahui yaitu memiliki silia dan mendeskripsikan ciri-ciri Euglenoid sebagai Protista mirip tumbuhan dan hewan.
Indikator mengenali objek Protista memiliki tingkat kesulitan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 64,9% (sedang). Soal dengan kategori sulit dalam indikator ini ada 3, yaitu: 1)mengenal protozoa berdasarkan ciri morfologinya; 2)mengenal alga berdasarkan ciri morfologinya; dan 3)mengenal protista mirip jamur berdasarkan ciri morfologinya. Siswa belum mampu mengenali atau mengidentifikasi jenis atau kelompok Protista berdasarkan gambar atau ciri-ciri yang disebutkan. Ada dua soal dengan kategori sedang, yaitu menyebutkan organel-organel yang terdapat dalam Protozoa dan menyebutkan bagian-bagian tubuh dari Alga. Secara
84
umum, organel-organel atau bagian tubuh Protista hampir sama dengan makhluk eukaryotik yang lain sehingga siswa yang telah mendapatkan materi tentang sel dapat menjawabnya.
Indikator memahami peran Protista dalam kehidupan memiliki rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 55,3% (sedang). Ada satu soal dengan kategori sulit yaitu memahami peran Chlorella sp. dalam kehidupan manusia dan tiga soal dengan kategori sedang, yaitu: 1)mengidentifikasi penyakit yang akan timbul apabila dijangkiti oleh organisme Protista tertentu; 2)menyusun strategi dalam upaya menghindari penyakit malaria, dan; 3)memprediksi dampak eutrofikasi terhadap biota danau.
b. Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kognitif Penilaian kognitif adalah penilaian terhadap kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah. Taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson dan Krathwol mengklasifikasikan kemampuan berpikir dalam tingkat remembering, understanding, applying, analyzing, evaluating, dan
creating. Menurut Bambang Subali dan Pujiati Suyanta (2012:3) siswa
tingkat SMA diharapkan memiliki tingkat berpikir tinggi (menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi), akan tetapi dalam penelitian ini soal yang dibuat lebih banyak terfokus pada tingkat berpikir rendah (mengingat, memahami, mengaplikasi) dengan pertimbangan bahwa Protista merupakan salah satu materi yang baru dikenal siswa di jenjang SMA.
85
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan pada tingkat berpikir menganalisis (analyzing, C4), dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 80,3%. Kemampuan menganalisis adalah kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa komponen dan menyelidiki hubungan antarkomponen untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh (Krathwol, 2002:214). Kemampuan analisis dapat diperoleh apabila telah mencapai kemampuan di bawahnya, yaitu mengingat, memahami, dan mengaplikasikan.
Pada tingkat berpikir kognitif mengingat (remembering, C1) rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 55,5%, artinya kemampuan siswa dalam mengingat rata-rata sedang. Kemampuan mengingat merupakan kemampuan siswa dalam menyebutkan kembali informasi/pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang, termasuk mengenal kembali suatu hal/informasi (Krathwol, 2002:214).
Kemampuan memahami (understanding, C2) memiliki rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 58,0% (kategori sedang). Kemampuan memahami merupakan kemampuan siswa dalam menentukan makna/pengertian instruksi, ide, atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram (Krathwol, 2002:214).
Kemampuan siswa dalam mengaplikasikan (applying, C3) juga dalam kategori sedang dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 59,7%. Kemampuan ini mencakup kemampuan melakukan suatu hal atau
86
mengaplikasikan suatu prosedur dalam situasi tertentu (Krathwol, 2002:214).
Tingkat berpikir mengevaluasi (evaluating, C5) rata-rata sedang dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 48,5%. Kemampuan mengevaluasi mencakup kemampuan dalam menetapkan penilaian sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu (Krathwol, 2002:214).
Tingkat berpikir mencipta (creating, C6) siswa rata-rata sedang dengan rata-rata siswa menjawab salah sebanyak 39,4%. Kemampuan menciptakan merupakan kemampuan seseorang dalam memadukan unsur menjadi suatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat suatu produk yang orisinal (Krathwol, 2002: 214).
Hasil penelitian yang menunjukkan banyaknya siswa yang mengalami kesulitan pada level berpikir C4 (menganalisis) disebabkan sebagian besar siswa juga masih mengalami kesulitan pada level berpikir tingkat rendah. Lebih dari 50% siswa mengalami kesulitan pada ranah C1-C3. Kemampuan berpikir ini bersifat hierarkis, artinya level yang lebih tinggi dapat dicapai oleh siswa apabila telah melampaui level yang rendah meskipun siswa lebih sedikit mengalami kesulitan pada level berpikir C5-C6.
2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar. Faktor-faktor tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam faktor internal dan eksternal
87
(Sugihartono dkk., 2013: 76-7). Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri individu meliputi faktor psikologis yang meliputi intelegensi, rasa ingin tahu, minat, motivasi, dan kesiapan belajar serta faktor jasmaniah yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Faktor eksternal berasal dari luar diri individu, meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
a. Faktor Internal Penyebab Kesulitan Belajar Protista 1) Motivasi Belajar
Faktor internal yang mempengaruhi adanya kesulitan belajar Protista antara lain motivasi belajar. Aspek motivasi belajar siswa menyebabkan kesulitan belajar terutama pada indikator memiliki cita-cita yang berhubungan dengan Protista dan keinginan menjadi ahli Protista. Cita-cita merupakan salah satu motivasi yang dapat mempengaruhi semangat siswa dalam belajar. Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baru, sehingga tidak adanya cita-cita yang berhubungan dengan Protista mempengaruhi semangat siswa dalam mempelajari Protista secara sungguh-sungguh. Peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa sangat besar. Apabila guru membangkitkan motivasi belajar anak didik maka meraka akan memperkuat respon yang telah dipelajari (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007: 141), jadi tugas guru selain sebagai fasilitator dalam pembelajaran juga berperan sebagai motivator agar siswa senang belajar.
88 2) Rasa Ingin Tahu
Aspek rasa ingin tahu diwujudkan dalam 4 pernyataan (indikator). Penyebab kesulitan belajar Protista khususnya pada indikator sering membaca/mencari tahu tentang penyebab penyakit pada tanaman/hewan. Aspek rasa ingin tahu siswa yang lain yaitu keingintahuan mengenai ada tidaknya organisme mikroskopis dalam air sungai/air kolam/air sawah, keingintahuan mengenai Protista berukuran makroskopis, misalnya alga/rumput laut, dan keingintahuan mengenai peran Protista dalam ekosistem tidak menyebabkan kesulitan belajar Protista. Rendahnya minat baca siswa pada materi Protista menyebabkan pengetahuan siswa tentang materi tersebut kurang luas, padahal tersedia banyak buku-buku yang memuat materi tersebut di perpustakaan madrasah.
3) Minat Belajar
Aspek minat belajar siswa secara umum bukan merupakan faktor penyebab kesulitan belajar Protista, kecuali pada indikator mengamati objek secara langsung. Hasil wawancara dengan guru juga menguatkan hal tersebut. Guru memiliki alasan yang berbeda tentang tidak adanya penugasan untuk mencari objek Protista secara real. Sebagian siswa madrasah B ada di pondok pesantren sehingga waktu yang dimiliki siswa di luar kelas tidak banyak, sedangkan madrasah A tidak melakukan pengamatan langsung karena waktu belajar digunakan untuk pembelajaran dengan ceramah dan tanya jawab di dalam kelas, padahal pembelajaran biologi seharusnya lebih menekankan adanya interaksi antara subjek didik
89
(siswa) dengan objek pembelajaran. Interaksi ini dapat menimbulkan adanya ketertarikan siswa terhadap pembelajaran sehingga memunculkan rasa ingin tahu siswa lebih banyak. Rasa ingin tahu ini mendorong siswa untuk belajar lebih banyak dan lebih menyenangkan. Interaksi antara subjek didik dan objek juga dapat memunculkan keterampilan dan sikap ilmiah siswa selama pengamatan atau praktikum.
Indikator yang lain tidak menyebabkan kesulitan belajar Protista, antara lain adanya ketertarikan untuk mempelajari Protista, memperhatikan saat guru memberi penjelasan tentang Protista, kemauan untuk mengikuti pelajaran pada materi Protista, kemauan untuk mencatat keterangan yang diberikan guru tentang Protista, kemauan dalam mengerjakan tugas rumah/ laboratorium tentang materi Protista, kemauan berpartisipasi dalam pengamatan tentang Protista di laboratorium, dan bersungguh-sungguh dalam mengidentifikasi Protista dalam pengamatan meskipun dalam kenyataan metode pengamatan tidak dilakukan. Guru menyatakan bahwa siswa cenderung mengikuti pembelajaran dengan tertib dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru. Siswa juga cukup aktif bertanya di kelas apabila diberikan kesempatan bertanya.
4) Kesiapan Belajar
Kesiapan belajar siswa yang merupakan faktor penyebab kesulitan belajar Protista adalah siswa sebagian tidak membaca terlebih dahulu materi yang akan diajarkan di sekolah, padahal siswa telah memiliki buku teks sebagai sumber belajar Protista. Berdasarkan hasil wawancara,
90
perpustakaan madrasah juga menyediakan buku paket yang dapat dipinjamkan oleh siswa. Jumlah buku yang sesuai dengan Kurikulum 2013 lebih sedikit dari jumlah siswa, tetapi buku paket kurikulum sebelumnya dapat dipinjamkan. Siswa memperoleh tingkat pemahamannya lebih tinggi apabila membaca terlebih dahulu materi yang akan diajarkan dan bertanya kepada guru tentang materi yang belum dikuasainya.
5) Kelelahan dan Cacat Tubuh
Faktor fisiologis pada aspek kelelahan dan cacat tubuh berdasarkan angket tidak banyak berpengaruh terhadap kesulitan belajar materi Protista karena tingkat persetujuan faktor yang rendah.
6) Faktor Intelegensi siswa
Hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon menunjukkan adanya beda rata-rata nilai UN SMP/MTs dengan hasil tes Protista. Negative ranks menunjukkan adanya penurunan nilai hasil UN SMP/MTs terhadap hasil tes pada 66 siswa dengan rata-rata penurunan 33,50, artinya terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan kesulitan belajar Protista. Nilai hasil UN SMP/MTs rata-rata siswa cukup baik dan adanya seleksi siswa baru sehingga siswa yang masuk ke sekolah merupakan siswa pilihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibbin Syah (2012: 183-184) bahwa kesulitan belajar (learning difficulty) tidak hanya menimpa siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga pada siswa berkemampuan tinggi dan berkemampuan rata-rata yang disebabkan faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
91
b. Faktor Eksternal Penyebab Kesulitan Belajar Protista
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, dan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor nonsosial dan faktor sosial. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini antara lain: guru, pelaksanaan kurikulum, sarana prasarana, orang tua, dan lingkungan.
1) Sarana Prasarana dan Pelaksanaan Kurikulum
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa antara lain sarana prasarana dan pelaksanaan kurikulum yang saling berhubungan. Tidak adanya kegiatan praktikum di sekolah disebabkan oleh kurangnya daya dukung terhadap kegiatan tersebut, misalnya tidak adanya objek asli Protista yang membantu siswa dalam memahami materi, tidak adanya kolam/akuarium yang dapat dikembangkan untuk menyediakan objek Protista, dan kurangnya alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan pengamatan pada salah satu madrasah yang diamati. Keadaan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri (2007: 90) bahwa penyebab timbulnya kesulitan belajar di sekolah di antaranya tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar.
Persoalan tersebut menyebabkan siswa tidak banyak berinteraksi dengan objek asli, padahal belajar biologi menurut Djohar (Suratsih dkk, 2010: 6) merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk. Pendidikan biologi merupakan alat pendidikan dan bukan tujuan pendidikan. Konsekuensi dalam pembelajaran hendaknya subyek belajar melakukan
92
interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Rulis Hidayatussaadah (2016: 59) juga menyatakan bahwa pembelajaran Biologi bersifat faktual, artinya siswa dapat mengamati objek Biologi secara langsung baik di dalam kelas maupun di laboratorium sehingga keberadaan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran Biologi sangatlah penting.
Pelaksanaan pembelajaran yang lebih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dengan media powerpoin dan gambar-gambar dengan alasan siswa dapat lebih banyak menerima materi dengan diberi ceramah sehingga lebih hemat waktu. Hal ini menyebabkan siswa yang memiliki beragam karakter tidak dapat sepenuhnya memahami materi yang disampaikan hanya dengan satu metode. Caroll (Sugihartono dkk., 2013: 152) mengatakan bahwa apabila peserta didik diberi kesempatan menggunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar, dan mereka menggunakan dengan sebaik-baiknya, maka mereka akan mencapai tingkat hasil belajar yang diharapkan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Nasution (2003: 38) yang menyatakan bahwa jika diberi metode pengajaran yang lebih bermutu yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak serta waktu belajar yang lebih banyak, maka dapat dicapai keberhasilan penuh bagi setiap anak dalam tiap bidang studi, jadi keberhasilan belajar siswa juga sangat tergantung pada durasi dan metode pembelajaran. Keterbatasan sarana prasarana yang tersedia menuntut guru untuk mengembangkan kreatifitas dalam pembelajaran sehingga siswa
93
dapat mengikuti pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, misalnya dengan metode demonstrasi.
2) Guru
Faktor-faktor dari aspek guru secara umum tidak menyebabkan kesulitan belajar Protista tersebut yaitu: 1)menyampaikan materi tentang Protista dengan jelas dan mudah dipahami; 2)masuk kelas dan keluar kelas dengan disiplin dalam pembelajaran Protista; 3)menguasai materi Protista; 4)memberi jawaban memuaskan atas pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Faktor guru yang menyebabkan kesulitan belajar Protista adalah tidak menggunakan metode pengamatan yang dapat membantu siswa memahami materi. Guru mengalami kesulitan untuk menyediakan awetan dari alga laut atau spirogyra karena letak geografis yang jauh dari laut dan pengadaan pengawet yang sulit dilakukan, sedangkan preparat segar tidak dapat diadakan karena kekurangan waktu dan alat pengamatan.
3) Orang Tua
Aspek orang tua juga tidak mempengaruhi kesulitan belajar Protista. Dukungan belajar dari orang tua pada siswa cukup tinggi baik dari segi moral, misalnya mengingatkan dalam belajar maupun dari segi material, misalnya menyediakan alat-alat belajar yang dibutuhkan siswa. 4) Lingkungan
Aspek lingkungan berkaitan dengan kenyamanan dalam pembelajaran dan daya dukung sumber belajar alami cukup bagus. Letak ruang kelas yang cukup jauh dari jalan raya memungkinkan siswa belajar
94
dengan tenang karena terhindar dari kebisingan. Ruang kelas juga memiliki penerangan dan ventilasi yang baik serta cukup bersih. Sumber belajar alami Protista tersedia di lingkungan luar sekolah, misalnya sawah, sungai, atau kolam. Aspek lingkungan yang berkaitan dengan daya dukung terhadap pembelajaran secara real dengan adanya objek Protista dan sumber belajar buatan lebih rendah. Hal ini disebabkan siswa kurang mengetahui ada tidaknya sumber belajar buatan dan objek yang ada di dalamnya, misalnya Balai Perikanan. Balai Perikanan dapat dijadikan sebagai sumber belajar buatan manusia (by utilization) dengan objek pembelajaran berupa plankton. Hal-hal yang dapat dipelajari antara lain peran dalam ekosistem dan rantai makanan serta keanekaragamannya.