6 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan populasi lanjut usia (lansia) adalah sebuah tren di seluruh dunia, antara tahun 2000-2020 diproyeksikan populasi lansia di 8 negara industri akan mengalami peningkatan secara cepat seiring dengan peningkatan umur harapan hidup (Anderson & Hussey, 2000). Sebuah studi oleh Kinsella dan Taeuber (1993) menyatakan bahwa Indonesia akan memiliki penduduk tua tercepat di dunia berkembang selama periode 1990-2025 dengan peningkatan sebesar 414 % (Phillips, 2000). Proporsi lansia di Indonesia usia 60 tahun ke atas dalam rentang 100 tahun dari 1950-2050 diprediksi meningkat 4 kali lipat, 65 tahun ke atas 4,65 kali, dan 80 tahun ke atas 13,3 kali lipat (United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division, 2009).
Lansia di atas 65 tahun memiliki minimal 1 kondisi kronis sebanyak 85% dan 2 atau lebih sebanyak 62% (Anderson & Horvath, 2004), dan ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (Acosta et al., 2008). Kondisi lansia tersebut sangat terkait dengan peningkatan risiko pelembagaan jangka panjang (Nihtila et al., 2007). De-institusionalisasi pemanfaatan perawatan jangka panjang diproyeksikan akan terjadi di masa mendatang (Jacobzone, 2000). Permintaan perawatan di rumah (home care) sebagai salah satu bentuk perawatan jangka panjang cenderung berkembang dan meningkat di seluruh dunia seiring dengan pertumbuhan populasi lanjut usia dengan kondisi kronis dan ketidakmampuan (Liu etal, 2000; Kemper, 1992) ; lansia ingin tetap tinggal di rumah mereka sendiri bersama keluarganya dan mengontrol hidup mereka sendiri selama mungkin meskipun saat gangguan yang sangat parah mempengaruhi kemampuan dan kemandirian mereka (Bilsen, 2007). Seseorang yang membutuhkan perawatan jangka panjang lebih memilih dirawat di rumah oleh keluarga, teman di
masyarakat (Feder et al., 2000), dan tetangga dengan atau tanpa tambahan perawatan formal (Anderson & Hussey, 2000).
Populasi lansia di atas 65 tahun yang menderita stroke di Indonesia sebanyak 35,8 % (Misbach & Ali, 2001). World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa stroke sebagai penyebab kematian ke-2 setelah penyakit jantung iskemik. Stroke berdampak pada beban manusia, ekonomi , dan sosial (Carlo, 2009). Sebanyak 66,4 % lansia di atas 65 tahun penderita stroke memiliki 3 atau lebih keterbatasan fisik dan hanya 2,7 % yang terbebas dari keterbatasan fisik (Joyce et a.l, 2005). Penderita stroke iskemik pada 6 bulan pasca-stroke mengalami kecacatan atau ketidakmampuan fisik yaitu 50% hemiparesis, 30% tidak dapat berjalan tanpa bantuan beberapa orang, 26% sangat tergantung pada Activity of Daily Living (ADL) atau aktifitas hidup sehari-hari, 19% aphasia serta keterbatasan psikis yaitu gejala depresi sebanyak 35% (Hayes et al., 2003).
Perkembangan home care dapat menimbulkan kekhawatiran akan muncul bahaya ganda pelaksanaan home care terhadap lanjut usia, pertama apabila tidak didukung pengasuh terutama pengasuh keluarga (family caregiver) dan kedua apabila tersedia namun pengasuh keluarga dihadapkan pada konsekuensi kesehatan dan ekonomi (Grunfeld et al., 1997); konsekuensi bio-psikososial pengasuhan (Kesselring et al., 2001); atau kelelahan pada pengasuh keluarga pasien stroke (van den Heuvel et al., 2001); depresi (Berg et al.,2005); gangguan berpartisipasi dalam aktivitas yang bernilai, kurang dapat mengendalikan, dan menyediakan tingkat pengasuhan lebih rendah (Cameron et al., 2006) yang berdampak pada prioritas kesehatan masyarakat yaitu kesehatan dan kesejahteraan pengasuh keluarga serta kemampuan mereka untuk membantu penerima perawatan (Talley & Crews, 2007).
Pengasuh keluarga adalah tulang punggung perawatan jangka panjang (Anderson & Hussey, 2000; Feinberg, 2001; Noelker, 2001; Levine et al., 2010) dan sebagai sumber dukungan utama di semua masyarakat khususnya lanjut usia (Hokenstad & Kendall, 1988). Pengasuh keluarga berperan ganda
sebagai mitra pemberi perawatan formal dan klien dengan kebutuhan mereka sendiri sehingga membutuhkan layanan perawatan serta dukungan (Triantafillou et al., 2010) termasuk dukungan terhadap pengasuh keluarga stroke dalam peran pengasuhan mereka (Lane et al., 2003).
Home care berbasis rumah sakit merupakan salah satu bentuk home care yang telah terbukti cost efektif (Cummings et al., 1990; Friis et al., 1991) dan meningkatkan kepuasan perawatan tanpa tambahan biaya (Hughes et al., 1992). Penelitian Trisnantoro (2006) membuktikan bahwa secara defacto, rumah sakit di Indonesia sudah bergeser dari lembaga sosial menjadi lembaga usaha yang berfungsi sosial dengan berbagai konsep bisnis. Pergeseran orientasi rumah sakit memungkinkan perkembangan home care berbasis rumah sakit sebagai salah satu unit strategis rumah sakit berorientasi bisnis (komersial) untuk mendapatkan keuntungan maksimal karena perawatan lanjut usia merupakan ceruk pasar yang menjanjikan keuntungan seiring dengan peningkatan permintaan home care sebagai dampak peningkatan populasi lanjut usia dengan kondisi kronik dan ketergantungannya seperti ungkapan Putters (2002) yaitu komersialisasi kesehatan terutama nampak pada institusi kesehatan yang fokus pada ceruk pasar (Leeuwen, 2011).
Pelayanan home care yang memberdayakan pengasuh keluarga adalah mengutamakan kesehatan masyarakat dengan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pengasuh keluarga serta kemampuan mereka membantu penerima perawatan (Talley & Crews, 2007) atau meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan (Stadjuhar et al., 2011); memandirikan keluarga dalam pemeliharaan kesehatan dan perawatan pasien di rumah sebagai hasil home care (Depkes, 2006; Funk et al., 2011); serta pengurangan (Stadjuhar et al., 2011) atau pencegahan (Funk et al., 2011) ketergantungan terhadap pelayanan formal. Sebaliknya, pelayanan home care yang berorientasi bisnis tanpa memberdayakan pengasuh keluarga adalah bagian dari industrialisasi pelayanan kesehatan (Rastegar, 2004) rumah sakit.
Hal tersebut di atas melatarbelakangi penulis untuk meneliti kemandirian pengasuh keluarga dalam merawat lansia paska stroke di rumah dan strategi pemberdayaan pengasuh keluarga dalam pelayanan home care berbasis rumah sakit dari perspektif pengasuh keluarga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi pemberdayaan pengasuh keluarga yang merawat lansia paska stroke di rumah dalam pelayanan home care berbasis rumah sakit dari perspektif pengasuh keluarga ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mendiskripsikan bagaimana strategi pelayanan home care berbasis rumah sakit dalam memberdayakan pengasuh keluarga yang merawat lansia paska stroke di rumah dari perspektif pengasuh keluarga.
2. Khusus
a) Mengetahui bagaimana deskripsi karakteristik kemandirian pengasuh keluarga dalam merawat lansia paska stroke di rumah dari perspektif pengasuh keluarga?
b) Mengetahui bagaimana deskripsi karakteristik pemberdayaan pengasuh keluarga dalam pelayanan home care berbasis rumah sakit dari perspektif pengasuh keluarga?
D. Manfaat penelitian
1. Hasil penelitian secara teoritis diharapkan menambah khasanah keilmuan tentang pelayanan home care berbasis rumah sakit terhadap lansia paska stroke yang memberdayakan pengasuh keluarga.
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya dalam pemberdayaan pengasuh keluarga.
3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam pengelolaan pelayanan home care berbasis rumah sakit yang memberdayakan pengasuh keluarga agar tercapai output dan tujuan pelayanan home care yaitu memandirikan keluarga dalam pemeliharaan kesehatan dan perawatan pasien di rumah.
E. Keaslian Penelitian
1. Stadjuhar etal (2011) melakukan penelitian “Core Aspects of Empowering Caregivers as Articulated by Leaders in Home Health Care: Palliative and Chronic Illness Contexts”. Tujuan penelitian ini adalah meneliti deskripsi pemberdayaan pengasuh keluarga dari interpretasi para pemimpin dan direktur pelayanan kesehatan rumah. Variabel pemberdayaan dan diberdayakan.
2. Nygårdh et al., (2011) melakukan penelitian “Empowerment in outpatient care for patients with chronic kidney disease - from the family member’s perspective”. Tujuan penelitian ini mengekplorasi pemberdayaan di rawat jalan dari perspektif pengasuh keluarga. Variabel penelitian pemberdayaan. Sub variabel pemberian informasi.
3. Browning (2009) melakukan penelitian “Empowering Family Members in End-of-Life Care Decision Making in the Intensive Care Unit, Dimensions of Critical Care Nursing”. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan asal-usul dari ketidaktegasan anggota keluarga pasien kritis yang dihadapkan dengan keputusan perawatan akhir-hidup. Variabel strategi pemberdayaan.