• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepel (Stelechocarpus burahol)

Kepel merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta tumbuhan ini ditanam di sekitar keraton, sedangkan di Jawa Barat tumbuhan ini tumbuh secara liar (Heyne 1987). Kepel termasuk kedalam kingdom Plantae, subkingdom Trachebionta, superdivisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Magnoliidae, ordo Magnoliales, famili Annonaceae, genus Stelechocarpus, dan spesies Stelechocarpus burahol. Tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian 150 - 300 m diatas permukaan laut dan biasanya tumbuh liar di hutan-hutan sekunder pada tanah yang berlempung dan lembab serta dapat tumbuh baik diantara rumpun-rumpun bambu (Mogea et al. 2001).

Kepel termasuk jenis pohon yang tinggi dengan tinggi maksimal 25 m. Tumbuhan ini memiliki batang yang berwarna coklat tua sampai kehitaman dan bagian kulitnya berbenjol-benjol yang merupakan tempat bekas keluarnya bunga dan buah. Daun dari tumbuhan ini merupakan daun tunggal yang berbentuk lonjong atau bulat lonjong dengan ujung runcing. Bunganya berwarna hijau keputihan, berkelamin tunggal dan mengeluarkan aroma harum. Bunga jantan terletak pada bagian atas batang atau cabang-cabang tua yang bergerombol sedangkan bunga betinanya terletak pada batang bagian bawah (Mogea et al. 2001)

Buah kepel berbentuk bulat dan pangkalnya runcing (seperti buah buni) dengan warna coklat keabu-abuan, tumbuh pada bagian batang, dan beraroma harum (Mogea et al. 2001). Daging buah berwarna kuning kecoklatan dengan biji berukuran besar dan berwarna coklat tua kehitaman, biasanya dalam satu buah terdapat 3-4 biji. Gambar dari pohon, daun, dan buah kepel dapat dilihat pada Gambar 1.

(2)

Gambar 1 Pohon, daun, dan buah kepel (Sumber : javakepel.wordpress.com )

Tumbuhan ini biasanya berbunga pada bulan September-Oktober. Buah kepel dapat dipanen untuk pertama kali pada saat enam tahun setelah penanaman. Penyebaran tumbuhan ini mulai dari kawasan Asia Tenggara sampai ke kawasan Malesia dan Kepulauan Salomon (Mogea et al. 2001).

Pada saat ini jumlah tumbuhan kepel semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh adanya kepercayaan masyarakat di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang mengatakan bahwa tumbuhan ini hanya boleh ditanam di sekitar keraton, sedangkan di Jawa Barat tumbuhan ini jarang ditanam karena daging buahnya hanya sedikit sehingga dianggap kurang menguntungkan. Padahal tumbuhan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dapat dimanfaatkan sebagai obat dan kosmetika (Kusmiyati et al. 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Warningsih (1995) buah kepel mengandung senyawa alkaloid dan polifenol serta memiliki fungsi sebagai

(3)

antiimplantasi. Daun dari tumbuhan kepel mengandung senyawa flavonoid sebagai antioksidan penangkap radikal bebas (Sunarni et al. 2007). Menurut Sunardi et al. (2007) kulit batang dari tumbuhan kepel memiliki aktivitas antiagregasi platelet.

Pada zaman dahulu buah kepel sering dikonsumsi oleh putri keraton di Yogyakarta untuk mengurangi bau badan. Hal ini menjadi dasar pemikiran bahwa buah kepel memiliki potensi sebagai deodoran oral yaitu sediaan yang dapat menurunkan kadar senyawa odoran yang dihasilkan oleh tubuh melalui aplikasi per oral.

2.2 Deodoran Oral

Bau badan pada manusia merupakan salah satu permasalahan yang disebabkan oleh higiene personal yang kurang baik. Seiring dengan meningkatnya kepedulian manusia terhadap permasalahan higiene personal maka masalah bau badan menjadi hal yang diperhatikan oleh manusia. Bau badan pada umumnya berasal dari keringat terutama yang terdapat di daerah aksila. Bau badan ini dapat dihilangkan dengan menggunakan deodoran topikal yang bekerja secara efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri dalam jumlah berlebih pada daerah tersebut. Selain berasal dari keringat, bau badan juga berasal dari ekskreta manusia berupa urin dan feses. Sumber bau badan ini tidak dapat ditangani dengan menggunakan deodoran topikal sehingga perlu dikembangkan deodoran oral yang dapat mengurangi bau dari ekskreta tersebut. Selain itu deodoran oral juga bisa menjadi alternatif bagi beberapa individu yang sensitif terhadap penggunaan deodoran topikal. Permasalahan bau badan terutama yang dihasilkan oleh urin dan feses juga dialami oleh hewan seperti pada hewan coba. Beberapa metode telah dilakukan untuk mengurangi bau yang berasal dari ekskreta diantaranya adalah metode penutupan bau (odor masking) dengan melakukan penyemprotan ekskreta menggunakan pewangi, metode pengadsorpsian bau dengan menggunakan karbon aktif, dan metode penyebaran senyawa spesifik proantosianidin pada sumber bau. Seluruh metode tersebut dilakukan saat ekskreta sudah dikeluarkan dari tubuh sehingga dikenal dengan istilah penanganan post-ekskresi (Yamakoshi et al.2002)

(4)

Pemberian deodoran oral merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan sebagai penanganan pre-ekskresi. Beberapa deodoran oral yang sudah dicoba untuk dikembangkan umumnya berasal dari bahan herbal seperti ekstrak teh hijau, ekstrak jamur champignon, dan asam tanin. Efek deodoran yang lemah serta faktor ekonomis menyebabkan bahan-bahan tersebut belum bisa dikembangkan sepenuhnya sebagai deodoran oral.

Deodoran oral yang efektif memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar amonia, metil merkaptan, dan metil amin yang terdapat dalam ekskreta secara signifikan. Selain itu deodoran oral juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas Bifidobakteri sebagai mikroflora usus yang dapat membantu proses pencernaan. Adanya peningkatan akitivitas bakteri tersebut akan meningkatkan tingkat degradasi produk-produk dekomposisi usus seperti fenol, p-kresol, skatol, dan indol yang terdapat dalam feses (Yamakoshi et al 2002)

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Yamakoshi et al. (2002) berhasil mengembangkan kombinasi proantosianidin yang berasal dari ekstrak biji anggur dengan ekstrak jamur champignon sebagai deodoran oral. Kombinasi kedua bahan herbal tersebut sebagai deodoran oral sudah dipatenkan.

2.3 Amonia

Amonia merupakan senyawa dengan rumus kimia NH3. Pada suhu ruang

senyawa ini berbentuk gas, tidak berwarna dan memiliki aroma khas yang tajam (pungent). Pada suhu -33° C amonia akan membentuk senyawa NH4+ yang

dikenal dengan nama amonium. Senyawa ini berbentuk cair dan mudah larut dalam air.

Di dalam tubuh hewan dan manusia,organ utama penghasil amonia adalah usus halus dan ginjal. Amonia tersebut sebagian besar merupakan hasil dari metabolisme glutamin. Di dalam ginjal amonia dihasilkan oleh sel-sel tubulus proksimal. Pada usus halus amonia juga dihasilkan dari asam amino intraluminal, alanin, dan leusin. Amonia yang dihasilkan oleh kedua organ tersebut berperan penting dalam menjaga pH tubuh agar tetap normal. Proses tersebut dilakukan melalui pengaturan keseimbangan asam basa yang terjadi di ginjal (Guyton 1991).

(5)

Amonia juga berperan penting dalam metabolisme nitrogen didalam tubuh. Nitrogen yang terdapat di amonia dapat digunakan untuk pembentukan urea, asam amino, asam nukleat dan substansi nitrogen lain (Haüssinger 2007).

Amonia yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh harus diubah bentuknya sebelum diekskresikan keluar tubuh. Proses perubahan bentuk amonia tersebut terjadi di dalam hati. Di dalam hati amonia akan diubah menjadi urea dan glutamin. Sumber nitrogen yang digunakan untuk pembentukan urea di dalam hati tidak hanya berasal dari amonia saja, tetapi juga berasal dari asam amino seperti alanin dan glutamin. Proses pembentukan glutamin yang berasal dari amonia di dalam hati memerlukan enzim liver glutamine synthetase yang merupakan enzim sitosolik. Enzim tersebut dihasilkan oleh hepatosit yang terletak di area perivena. Sel penghasil enzim tersebut dikenal dengan istilah

perivenous scavenger cell (Haüssinger 2007).

Selain proses perubahan bentuk amonia, di dalam hati juga terjadi proses pembentukan amonia. Sumber utama yang digunakan untuk pembentukan amonia adalah glutamin dan glutamat. Selain glutamat dan glutamin, amonia juga dapat dibentuk dari asam amino yang lain. Glutamat merupakan senyawa yang terbentuk dari proses deaminasi glutamin atau dari prolin dan histidin. Proses pembentukan amonia dari glutamat membutuhkan enzim glutamat dehidrogenase. Enzim tersebut merupakan enzim mitokondrial (Haüssinger 2007)

Amonia yang dihasilkan dari asam amino di dalam hati sangat penting bagi hewan mamalia. Asam amino pada awalnya mengalami transaminase dengan glioksalat membentuk glisin. Glisin yang terbentuk akan mengalami deaminase oleh glisin oksida dan menghasilkan amonia (Haüssinger 2007).

Amonia juga dapat dihasilkan dari proses metabolisme purin dan pirimidin. Amonia yang dihasilkan dari proses metabolisme purin merupakan turunan dari adenosin monofosfat (AMP). Proses pembentukan amonia ini dikatalisasi oleh enzim adenilat deaminase. Amonia yang dihasilkan melalui proses ini sangat penting pada saat otot sedang aktif bekerja (Lowenstein 1972)

Amonia yang terdapat di dalam feses sebagian besar berasal dari pemecahan urea. Urea tersebut dihidrolisis oleh urease dan menhasilkan ion amonium. Sebagian besar ion amonium akan berubah menjadi amonia bebas. Aktivitas

(6)

urease dalam mengubah urea menjadi amonium berasal dari beberapa jenis bakteri di dalam usus halus seperti Bifidobacterium bifidum, Bacteroides ruminicola, dan

Bacteroides multiacidus (Phung et al. 2005).

Kadar amonia di dalam darah yang terlalu tinggi bisa menyebabkan koma hepatikum dan kematian. Di dalam usus halus senyawa amonia yang jumlahnya terlalu banyak bisa menyebabkan perubahan dalam proses sintesis asam nukleat, peningkatan massa sel mukosa usus halus, dan peningkatan resiko infeksi virus. Selain itu amonia juga bersifat karsinogenik pada individu yang mengonsumsi protein terlalu banyak (Mégraud et al. 1992).

2.4 Trimetilamin

Trimetilamin adalah komponen organik yang tidak berwarna dan memiliki aroma seperti ikan pada konsentrasi rendah sedangkan pada konsentrasi tinggi aromanya seperti amonia. Trimetilamin memiliki sifat fisik higroskopis, tidak berwarna, berbentuk gas dalam suhu ruang, dan mudah terbakar (Hadiwiyoto 1990).

Senyawa ini berasal dari makanan yang mengandung kadar trimetilamin yang tinggi seperti ikan atau dari makanan yang mengandung senyawa prekursor trimetilamin seperti trimetilamin N-oksida (TMNO), kolin, dan L-carnitine (Bain

et al. 2006) Senyawa trimetilamin merupakan hasil dari pemecahan ikatan karbon

dan nitrogen (C-N) yang terdapat pada asam amino kolin. Ikatan karbon dan nitrogen tersebut akan diuraikan oleh zat pengoksidasi seperti gugus peroksida dalam lemak dan menghasilkan senyawa trimetilamin (Hadiwiyoto 1990).

Umumnya senyawa trimetilamin berasal dari makanan yang mengandung kolin. Proses perubahan kolin menjadi trimetilamin terjadi di usus halus bagian distal. Hal ini disebabkan bakteri yang berfungsi membentuk trimetilamin dari kolin hanya hidup di daerah tersebut. Trimetilamin yang terdapat dalam usus halus akan diserap kedalam pembuluh darah dan masuk kedalam hati. Di dalam hati trimetilamin akan dioksidasi dengan bantuan enzim flavin-containing

monooxygenase isoform 3 (FMO3) menjadi trimetilamin N-oksida (TMNO) dan

(7)

tidak bersifat volatil sedangkan senyawa trimetilamin bersifat volatil (Zeisel et al. 1989).

Individu yang mengalami kelainan genetik berupa defisiensi enzim FMO3 akan mengalami fish odor syndrome yang ditandai dengan bau badan dan nafas amis seperti ikan. Hal ini disebabkan tubuh tidak dapat mengubah trimetilamin menjadi trimetilamin N-oksida sehingga trimetilamin juga diekskresikan melalui keringat Sindrom ini terjadi secara kronis (Mitchell & Smith 2001). Makanan yang mengandung kolin dengan kadar rata-rata 500 mg tidak menyebabkan individu yang mengonsumsinya mengalami fish odor syndrome. Beberapa individu yang mengalami gangguan saraf tertentu diberi suplemen kolin sebanyak 6-9 gram per hari sebagai terapi. Hal ini akan meningkatkan resiko terbentuknya jumlah trimetilamin yang berlebih didalam tubuh mereka (Zeisel 1981).

Senyawa trimetilamin (TMA) dan dimetil amin (DMA) adalah prekursor dari senyawa dimetilnitrosamin. Dimetilnitrosamin merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik pada hewan mamalia maupun manusia (Zeisel et al. 1989).

2.5 Fenol

Fenol merupakan zat hasil metabolisme asam amino triptofan dan fenilalanin. Proses pembentukan fenol terjadi pada kolon sebagai hasil dari fermentasi kedua asam amino tersebut yang tidak tercerna didalam usus halus. Selain fenol, hasil dari fermentasi protein atau asam amino yang tidak tercerna adalah indol, kresol, amin, dan amonia (Birkett et al. 1996).

Selain sebagai hasil fermentasi asam amino yang tidak tercerna, fenol juga diproduksi pada proses dekomposisi asam amino tirosin. Dalam keadaan konstipasi fenol bisa terserap kembali oleh pembuluh darah dan bersirkulasi kedalam jaringan tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Fenol tidak dapat didetoksifikasi oleh hati karena fenol bisa menyebabkan kematian pada sel-sel hepatosit. Selain itu fenol juga bisa menyebabkan kematian pada sel-sel nefron (Bateson-Koch 1994). Fenol juga diketahui bisa menjadi penyebab terjadinya kanker usus (Bone et al. 1976)

(8)

2.6 Mencit

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole & Pramono 1989). Salah satu jenis hewan yang sering digunakan sebagai hewan percobaan adalah mencit.

Mencit sering digunakan sebagai hewan percobaan karena cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologinya terkarakterisasi dengan cukup baik (Smith & Soesanto 1988).

Mencit dapat hidup selama satu sampai dua tahun, kadang-kadang ada yang sampai tiga tahun. Bobot mencit jantan dewasa berkisar antara 20-40 gram, sedangkan bobot mencit betina dewasa berkisar antara 18-35 gram. Biasanya mencit dapat dikawinkan pada usia delapan minggu. Jumlah anak yang dilahirkan rata-rata enam ekor, namun bisa juga mencapai 15 ekor (Smith & Soesanto 1988).

Mencit sering digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian yang aplikasinya ditujukan untuk manusia. Hal ini disebabkan oleh aktivitas metabolisme tubuh mencit yang mirip dengan manusia. Salah satu aktivitas metabolisme mencit yang mirip dengan manusia adalah diekskresikannya amonia dan fenol melalui feses. Kedua senyawa tersebut merupakan hasil katabolisme protein di dalam usus (Müir et al. 2004).

Gambar

Gambar 1  Pohon, daun, dan buah kepel (Sumber : javakepel.wordpress.com )

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah 1 Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit 2 Independensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit 3 Pengalaman

PROSEDUR PRAKTIKUM Mahasiswa Prodi Luar Teknik Geologi UNHAS Mahasiswa Prodi Teknik Geologi UNHAS Kepala Laboratorium Surat Permohonan (A1) Ketua Program Studi

Perilaku kecanduan alkohol pelajar di Kota Bandung tidak berkurang hal ini dikarenakan banyak sekali tempat yang menyediakan minuman beralkohol di Kota Bandung

- Pengamatan tidak merupakan bagian dari obyek yang diteliti, sehingga dapat melihat dengan tajam tanpa dipengaruhi oleh obyek yang diamati..

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

teknologi inormasi, smart tec'nology dimanaatkan secara luas dan intensi di 'ampir semua aspek ke'idupan. +alam trend pergeseran knowledge&based works, kreati#itas karyawan