• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan sampul depan. Desain Cover : Siti Balkis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keterangan sampul depan. Desain Cover : Siti Balkis"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Keterangan sampul depan

(3)

MONITORING

KESEHATAN TERUMBU KARANG

KABUPATEN WAKATOBI

TAHUN 2010

Koordinator Tim Penelitian

Anna E.W. Manuputty

Disusun oleh:

(4)

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

A. PENDAHULUAN

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tenggara. Semula Wakatobi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton, kemudian berdasarkan UU No. 29 tahun 2003, Kecamatan Wakatobi ditetapkan menjadi kabupaten tersendiri. WAKATOBI merupakan kependekan dari nama 4 pulau besar, yaitu Pulau Wanci, Pulau Kaledupa Pulau Tomia dan Pulau Binongko. Bagian Utara dibatasi dengan Laut Banda dan Pulau Buton, bagian Selatan dibatasi oleh laut Flores, bagian Timur oleh Laut Banda dan bagian Barat dibatasi oleh Pulau Buton dan Laut Flores.

Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten kepulauan yang mempunyai luas wilayah 1.390.000 ha. Secara keseluruhan kepulauan ini terdiri dari 39 pulau, 3 gosong dan 5 atol. Terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari karang tepi (fringing reef), gosong karang (patch reef) dan atol. Secara geografis Kepulauan Wakatobi terletak antara 123o15'00'' – 124o45'00'' Bujur Timur dan 05o15'00'' – 06o10'00'' Lintang Selatan. Ada 5 (lima) kecamatan di kabupaten ini yaitu Kecamatan Wangi-wangi, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Tomia, dan Kecamatan Binongko.

Berdasarkan SK Menhut No. 393/Kpts-VI/1996 perairan Kepulauan Wakatobi telah ditetapkan sebagai Taman Nasional, yang selanjutnya telah memperoleh penetapan berdasarkan SK Menhut No. 7651/Kpts-II/2002. Sesuai UU No. 5 Tahun 1990, Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi. Pada saat ini, zonasi Taman Nasional Kepulauan Wakatobi terbagi menjadi 5 zona, yaitu :

 Zona Inti : Pulau Aname, Pulau Kantole, Pulau Runduma, Pulau Cowo-cowo dan Pulau Moromaho

 Zona Pelindung : Pulau Ndaa, Karang Koromaho, Karang Koko.  Zona Pemanfaatan : Pulau Hoga, Pulau Tomia, Pulau

Tolandono, Pulau Tokobao dan Pulau Lintea.

 Zona Pemanfaatan Tradisional : Pulau Kambodi, Pulau Timau, Pulau Kompo Nuone, Pulau Kaledupa, Pulau Binongko dan Pulau Wangi-wangi.

 Zona Rehabilitasi : Karang Kaledupa dan Karang Kapota

Kegiatan baseline di Kabupaten Wakatobi, dalam hal ini di Pulau Wanci, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Atol Kaledupa telah dilakukan oleh CRITC Nasional pada tahun 2001. Namun pada saat itu Kabupaten Wakatobi masih merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Buton. Walaupun studi baseline telah dilakukan pada tahun 2001, dirasakan perlu melakukan pengambilan data baseline di perairan Wakatobi kembali, dengan perbedaan waktu lebih kurang 5 tahun yaitu pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007, 2009 dan 2010 telah dilakukan kegiatan pemantauan kondisi kesehatan terumbu karang (Reef

(5)

ii

Health Monitoring) pada lokasi yang sama. Data yang dikumpulkan akan sangat menunjang untuk implementasi bidang COREMAP lainnya.

B. HASIL

Hasil pengamatan monitoring kesehatan terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi sebagai berikut :

 Dari hasil pengamatan karang batu dicatat sebanyak 124 jenis yang tergolong dalam 15 suku, dengan nilai persentase tutupan berkisar antar 9,17%  ‐  60,00%.  Nilai  ini  mengindikasikan  kondisi  karang berada dalam kategori “jelek” hingga “baik”.  

 Persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di stasiun WC03 yaitu 60,00%, sedangkan terendah terdapat di st. KPT03 tepatnya di Karang Kapota, (9,17%). Sedangkan 13 stasiun lainnya memiliki nilai persentase tutupan berkisar antara 24,37% - 59,93%.

 Berdasarkan uji Tukey, persentase tutupan OB pada tahun 2010 (t3) berbeda dengan tahun 2006 (t0). Persentase tutupan pada tahun 2010 ini merupakan yang paling kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Dari t0 hingga t3, tutupan FS terus berkurang, tapi tidak diikuti dengan perubahan pada kategori lain secara signifikan. Bila memperhatikan seluruh kategori, terutama kategori karang hidup (LC), kondisi kesehatan karang di wilayah Wakatobi tidak mengalami perubahan yang signifikan selama pemantauan.  Kehadiran megabentos sebanyak 8 jenis, yang terbagi dalam 3

kelompok besar, yaitu kelompok karang diwakili oleh 1 jenis, krustasea (4 jenis), dan moluska (3 jenis), dengan jumlah individu sebanyak 1.176 individu/transek. Jumlah individu megabentos yang dicatat dalam pengamatan ini relatif lebih tinggi dibandingkan 2009 (1.058 individu/transek).

 Kelimpahan biota megabentos pada pengamatan ini hanya didominsi CMR (mushroom coral) yang hadir dengan jumlah sebanyak 1.079 individu/transek, (91,80%) dari jumlah total individu yang dicatat.

 Hasil uji “one-way Anova” menunjukkan bahwa semua kategori megabentos yang diuji memiliki perbedaan yang signifikan diantara tahun yang diamati. Pada tahun 2010 (t3), jumlah individu CMR dan Small Giant Clam relatif lebih banyak, sedangkan Diadema

setosum dan Lobster relatif lebih sedikit dibandingkan pada tahun

sebelumnya.

 Hasil pengamatan menunjukkan keragaman kelompok ikan karang di perairan Kabupaten Wakatobi cukup tinggi, yaitu sebanyak 325 jenis yang termasuk dalam 35 suku. Total jumlah individu ikan karang yang dicatat selama pengamatan adalah 30.662 individu. Jumlah jenis dan individu ikan karang yang dicatat dalam pengamatan ini lebih tinggi dibandingkan 2009 (309 jenis dan 28.940 individu).

(6)

iii

 Dari hasil UVC, kelompok ikan major memiliki jumlah sebanyak 20688 individu, dan ikan target mengalami peningkatan sebanyak 2665 individu, dari 6.001 individu (2009) menjadi 8.666 individu pada tahun pengamatan 2010. Sebaliknya kelompok ikan indikator mengalami penurunan jumlah individu, dari 3.064 individu (2009) menjadi 1.308 individu pada pengamatan 2010.

 Jenis Odonus niger merupakan jenis ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di setiap stasiun transek permanen dengan jumlah individu sebanyak 3.920 kemudian diikuti oleh Chromis ternatensis (2.409) dan Caesio caerulaurea (1.425 individu).

 Hasil analisa ‘one-way Anova” menunjukkan rata-rata jumlah individu ikan mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2009 (t2). Pada tahun 2010 (t3) rata-rata jumlah individu ikan belum banyak bertambah. Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata jumlah jenis, dimana pada pengamatan 2010 (t3) juga tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

C. SARAN

 Seperti tahun yang lalu, pengelolaan dan pemeliharaan ekosistem harus lebih diintensifkan lagi sehingga kerusakan karang yang diakibatkan oleh manusia dapat diperkecil.

 Perlu dilakukan monitoring secara periodik untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang dan kesehatannya.

 Daerah Perlindungan Laut dan daerah no fishing zone yang sudah ada harus dikelola dengan baik, dan sebaiknya lokasi ditambah, tetapi dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat nelayan setempat, sehingga lebih menjamin terpeliharanya kondisi ekosistem terumbu karang.

 Aktifitas penyadaran masyarakat masih kurang, dan perlu dilakukan kegiatan lain di darat, sebagai matapencaharian alternatif sehingga kegiatan pemanfaatan biota yang dilindungi di terumbu karang menjadi berkurang.

 Bila diharuskan untuk penelitian (monitoring) di lokasi tersebut, sebaiknya semua persiapan dari berbagai hal agar diperhatikan, mengingat jarak tempuh begitu jauh dari daratan Sulawesi.

 Untuk efisiensi waktu dan kerja agar pengamatan di lokasi ini dilakukan oleh staf daerah (CRITC dibantu oleh tenaga LSM).  Perlunya peran serta pihak berwajib dalam pengamanan laut,

mengingat lokasi Kabupaten Wakatobi jauh dari daratan Sulawesi. Tidak tertutup kemungkinan nelayan-nelayan masih mengandalkan bom ikan dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan nelayan sebagai mata pencahariannya.

(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dan keanekaragaman hayatinya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk objek penelitian ilmiah.

Sebagaimana diketahui, COREMAP yang telah direncanakan berlangsung selama 15 tahun yang terbagi dalam 3 Fase, kini telah memasuki Fase kedua. Pada Fase ini beberapa penelitian telah dilakukan, dengan penyandang dana dari ”World Bank” (WB). Salah satu di antaranya pemantauan (monitoring) kondisi terumbu karang di lokasi-lokasi COREMAP. Kegiatan monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi karang di lokasi tersebut apakah ada perubahan ke arah lebih baik atau sebaliknya. Hasil monitoring dapat dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi keberhasilan program COREMAP.

Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian lapangan dan analisa datanya, sehingga buku tentang monitoring kesehatan karang ini dapat tersusun. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2010 Direktur NPIU CRITC-COREMAP II - LIPI

(8)

vi

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ... i A. PENDAHULUAN ... i B. HASIL ... ii C. SARAN ... iii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. LATAR BELAKANG ... 1

I.2. TUJUAN PENELITIAN ... 1

I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 2

BABII. METODE PENELITIAN ... 3

II.1. LOKASI PENELITIAN ... 3

II.2. WAKTU PENELITIAN ... 3

II.3. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 3

II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA ... 3

II.4.1. SIG (Sistem Informasi Geografis) ... 4

II.4.2. Karang ... 4

II.4.3. Megabentos ... 4

II.4.4. Ikan Karang ... 5

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

III.1. LINGKUNGAN FISIK PESISIR DAN PERAIRAN ... 6

III.2. KARANG ... 7

III.2.1. Hasil pengamatan karang ... 7

III.2.2. Hasil analisa karang ... 20

III.3. MEGABENTOS ... 23

III.3.1. Hasil pengamatan megabentos ... 23

III.3.2. Hasil analisa megabentos ... 27

III.4. IKAN KARANG ... 28

(9)

vii

III.4.2. Hasil analisa ikan karang ... 35

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

IV.1. KESIMPULAN ... 37

IV.2. SARAN ... 37

UCAPAN TERIMA KASIH ... 38

DAFTARPUSTAKA ... 39

LAMPIRAN... 40

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap persentase tutupan biota dan substrat... 22 Tabel 2. Rerata jumlah individu/transek biota megabentos, hasil

baseline dan monitoring di perairan Kabupaten Wakatobi... 27 Tabel 3. Nilai p berdasarkan hasil uji ”one-way ANOVA” terhadap

jumlah individu/transek megabentos... 28 Tabel 4. Rerata jumlah individu ikan karang per stasiun (15

stasiun) pada tahun pengamatan 2006, 2007, 2009 dan 2010, di perairan Kabupaten Wakatobi... 29 Tabel 5. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi

jenis, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2010...

33 Tabel 6. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan suku, hasil

monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2010... 34 Tabel 7. Uji ”one-way ANOVA” untuk jumlah individu dan jumlah

jenis ikan karang hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Wakatobi... 36

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta lokasi penelitian monitoring kesehatan terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi... 3 Gambar 2 . Gambar 2. Peta topografi Kepulauan Wakatobi... 6 Gambar 3. Histogram persentase tutupan kategori biota dan

substrat hasil baseline dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2006...

8

Gambar 4. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2007... 8 Gambar 5. Histogram persentase tutupan kategori biota dan

substrat hasil monitoring dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2009... 9 Gambar 6. Histogram persentase tutupan kategori biota dan

substrat hasil monitoring dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2010... 9 Gambar 7. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat

hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi, 2010... 11 Gambar 8. Peta persentase tutupan karang hidup hasil

monitoring dengan metode “LIT” di perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi, 2010... 12 Gambar 9. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat

hasil monitoring dengan metode ”LIT” di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi,2010...

13 Gambar 10. Peta persentase tutupan karang hidup hasil

monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, 2010...

14 Gambar 11. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat

hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010...

16 Gambar 12. Peta persentase tutupan karang hidup hasil

monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010... 16

(12)

x

Gambar 13. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010... 18 Gambar 14. Peta persentase tutupan karang hidup hasil

monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010... 19 Gambar 15. Perbandingan persentase tutupan karang hidup

(LC), komponen biotik dan abiotik pada tahun tahun pengamatan 2006, 2007, 2009 dan 2010 di Kabupaten Wakatobi...

20 Gambar 16. Plot interval biota dan substrat pada pengamatan t0,

t1, t2, dan t3 (tahun 2006, 2007, 2009, dan 2010) di perairan Wakatobi...

21 Gambar 17. Plot interval nilai rata-rata karang hidup pada

pengamatan t0, t1, t2 dan t3 (tahun 2006, 2007, 2009 dan 2010) di wilayah Wakatobi...

23 Gambar 18. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring

dengan metode ”Reef Check” di perairan Karang Kapota Kabupaten Wakatobi, 2010... 25 Gambar 19. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring

dengan metode "Reef Check" di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, 2010... 25 Gambar 20. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring

dengan metode "Reef Check" di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010... 26 Gambar 21. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring

dengan metode ”Reef Check” di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010... 26 Gambar 22. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target

dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi, 2010... 30 Gambar 23. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target

dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, 2010... 31

(13)

xi

Gambar 24. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010...

31

Gambar 25. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010... 32 Gambar 26. Plot interval rata-rata jumlah individu ikan karang

hasil monitoring dengan metode “UVC” pada pengamatan tahun 2006 (t0), 2007 (t1), 2009 (t2), dan 2010 (t3) di perairan Wakatobi... 35 Gambar 27. Plot interval rata-rata jumlah jenis ikan karang hasil

monitoring dengan metode “UVC” pada pengamatan tahun 2006 (t0), 2007 (t1), 2009 (t2), dan 2010 (t3) di perairan Wakatobi... 35

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Posisi geografi stasiun penelitian monitoring terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi... 40 Lampiran 2. Jenis- jenis karang batu yang ditemukan di

perairan Kabupaten Wakatobi, 2010... 41 Lampiran 3. Sebaran dan kelimpahan biota megabentos di

lokasi transek, perairan Kabupaten Wakatobi 2010... 49 Lampiran 4. Jenis-jenis ikan karang yang ditemukan di

perairan Kabupaten Wakatobi, 2010... 50

(15)

1

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tenggara. Semula Wakatobi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton, kemudian berdasarkan UU No. 29 tahun 2003, Kecamatan Wakatobi ditetapkan menjadi kabupaten tersendiri. Wakatobi merupakan kependekan dari nama 4 pulau besar, yaitu Pulau Wanci, Pulau Kaledupa Pulau Tomia dan Pulau Binongko. Di sebelah utara, kepulauan ini dibatasi oleh Laut Banda dan Pulau Buton, sebelah selatan dibatasi oleh Laut Flores, sebelah timur oleh Laut Banda dan sebelah barat dibatasi oleh Pulau Buton dan Laut Flores

Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten kepulauan yang mempunyai luas wilayah 1.390.000 ha. Secara keseluruhan kepulauan ini terdiri dari 39 pulau, 3 gosong dan 5 atol. Terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari karang tepi (fringing reef), gosong karang (patch reef) dan atol. Secara geografis Kepulauan Wakatobi terletak antara 123o15'00'' – 124o45'00'' Bujur Timur dan 05o15'00'' – 06o10'00'' Lintang Selatan, dengan 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Wangi-wangi, Kecamatan Wang-wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Tomia, dan Kecamatan Binongko.

Kegiatan baseline di Kabupaten Wakatobi, sudah perna dilakukan oleh CRITC Nasional pada tahun 2001. Namun pada saat itu Wakatobi masih merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Buton. Dengan adanya pemekaran wilayah dan kecamatan Wakatobi berubah menjadi Kabupaten Wakatobi, maka kegiatan baselina kembali dilakukan pada tahun 2006, dan dilanjutkan dengan kegiatan monitoring tahun 2007, 2009 dan 2010 pada lokasi yang sama. Data yang dikumpulkan akan sangat penting bagi penentuan kebijakan COREMAP ke depan.

I.2. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari kegiatan pemantauan kesehatan kondisi terumbu karang (Reef Health Monitoring) sebagai berikut:

 Mendapatkan data ekologi kondisi terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi, khususnya di Pulau Wanci, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Karang Kapota, meliputi kondisi karang, ikan karang dan biota bentik lainnya yang memiliki nilai ekonomis penting untuk dijadikan sebagai indikator kesehatan karang, pada waktu (t2) dalam hal ini dua tahun sesudah (t1).

 Menganalisa hasil pengamatan (t2), dan mengetahui perubahan yang terjadi dan mencari solusi untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut.

(16)

2 I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Pengamatan ekologi terumbu karang untuk pengambilan data dasar (baseline data) di perairan Wakatobi telah dilakukan pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007, 2009 dan 2010 dilakukan monitoring kesehatan terumbu karang (Reef Health Monitoring). Studi ekologi terumbu karang di lokasi ini melibatkan disiplin ilmu utama yaitu ekosistem karang dan ikan karang, bidang SIG (Sistem Informasi Geografi) untuk penyediaan peta dasar dan peta tematik dan dibantu oleh bidang statistika untuk analisa data. Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun peta tematik. Adapun tahap-tahap kegiatan sebagai berikut :

 Tahap persiapan, meliputi persiapan administrasi, koordinasi dengan anggota tim survei baik di Jakarta maupun daerah, persiapan peta dasar oleh tim SIG, persiapan sarana dan prasarana di daerah yang akan didatangi, peralatan survei, rancangan penelitian untuk lancarnya kegiatan di lapangan.

 Tahap pengumpulan data, dilakukan langsung di lapangan baik di lokasi survei maupun diinstansi terkait di daerah guna pengumpulan data sekunder.

 Tahap analisa data, kegiatan ini berupa entri data lapangan, verifikasi data, dan analisa statistik bagi data olahan sehingga dapat disajikan lebih informatif.

 Tahap pelaporan, berupa pembuatan laporan dan penyusunan laporan sementara dan laporan akhir.

(17)

3

BAB II. METODE PENELITIAN

II.1. LOKASI PENELITIAN

Kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang di Kabupaten Wakatobi, dilakukan di Pulau Wanci, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Karang Kapota (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian monitoring kesehatan terumbu karang di perairan Kabupaten Wakatobi.

II.2. WAKTU PENELITIAN

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2010.

II.3. PELAKSANA PENELITIAN

Pelaksana penelitian terdiri dari Peneliti dan Teknisi dari bidang studi: Ekologi Karang, Ikan Karang, Megabentos, SIG (Sistem Informasi Geografis) dan Statistika.

II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA Penelitian ”Reef Health Monitoring” terumbu karang ini melibatkan beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut:

(18)

4

II.4.1. Sistem Informasi Geografis

Penelitian lingkungan fisik, morfologi dan tutupan lahan di Kabupaten Wakatobi dilakukan dengan cara menelusuri wilayah pantai baik menggunakan speed boat maupun kendaraan darat. Peralatan yang dipergunakan diantaranya GPS Garmin XL-76, kompas dan peralatan ukur. Peta dasar yang dipergunakan dalam penelitian adalah peta hasil digitasi dari citra Landsat ETM Path 114 row 63 liputan tahun 2009. Pengamatan lapangan dilakukan secara visual, melalui pengukuran dan pensketan.

II.4.2. Karang

Untuk mengetahui kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan karang, biota bentik dan substrat pada setiap stasiun penelitian digunakan metode ”Line Intercept Transect” (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Pada beberapa stasiun penelitian dipasang transek permanen di kedalaman antara 3 – 5 meter yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada lokasi transek permanen, panjang garis transek 10 m dan diulang 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangan yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran panjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0 – 10 m, 30 – 40 m dan 60 – 70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter.

Data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupannya untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek.

Beberapa analisis untuk mengetahui perbedaan jumlah individu biota atau kategori lainnya dalam selang waktu t0, t1 dan t2 digunakan analisis ANOVA (analisa varians) dan uji perbandingan berganda Tukey (walpole,1982).

II.4.3. Megabentos

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting, dan berperan langsung dalam ekosistem. Dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan terumbu karang, maka dilakukan metode “Reef Check” pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m2. Adapun biota megabentos dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek, antara lain :

 Lobster (udang barong)

 ”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela cabang karang Acropora spp, Pocillopora spp. atau Seriatopora spp.)

 Acanthaster planci (bintang bulu seribu)  Diadema setosum (bulu babi hitam)

(19)

5

 “Pencil Sea Urchin” (bulu babi seperti pensil)  “Large Holothurian” (teripang ukuran besar)  “Small Holothurian” (teripang ukuran kecil)  “Large Giant Clam” (kima ukuran besar)  “Small Giant Clam” (kima ukuran kecil)  Trochus niloticus (lola)

 Drupella sp. ( sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di sela-sela karang terutama karang bercabang)

 “Mushroom coral” (karang jamur, Fungia spp.)

II.4.4. Ikan Karang

Seperti halnya karang, untuk mengetahui secara umum jenis ikan karang pada setiap titik pengamatan, digunakan metode ”Underwater Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske and Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO "Species Catalogue" Heemstra and Randall (1993).

Beberapa analisis juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah individu biota atau kategori lainnya dalam selang waktu t0, t1 dan t2 digunakan analisis ANOVA (analisa varians) dan uji perbandingan berganda Tukey (Walpole,1982).

Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/transek. Jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English, et al. 1997), yaitu :

 Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili suku (famili) Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan kulit pasir);

 Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili suku Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

 Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5 - 25 cm, dengan karakteristik warna yang beragam dan dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, dalam jumlah individu maupun jenisnya, cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili suku Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).

(20)

6

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan diuraikan berdasarkan metode yang dilakukan dari masing-masing substansi yang diteliti, serta disajikan dalam bentuk grafik, peta tematik, maupun dalam bentuk tabel.

III.1. LINGKUNGAN FISIK PESISIR DAN PERAIRAN

Kepulauan Wakatobi merupakan gugusan pulau-pulau yang terbentuk oleh karang. Jumlah pulau yang terdapat di gugusan tersebut ± 25 pulau, 4 diantaranya merupakan pulau yang relatif besar yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Nama Wakatobi itu sendiri berasal dari singkatan ke-empat nama pulau besar tersebut. Secara umum topografi ke-empat pulau tersebut berbukit dengan kemiringan lereng sebagian besar > 45o. Daerah rataan dengan kemiringan lereng < 2o dan elevasi/ketinggian < 10 meter hanya menempati wilayah yang sempit di beberapa bagian pantai.

Gambar 2. Peta topografi Kepulauan Wakatobi.

Lokasi tertinggi terdapat di Pulau Tomia dengan ketinggian ± 240 meter. Pada Gambar 2 dapat terlihat bahwa Pulau Tomia dan Pulau Binongko sebagian besar memiliki ketinggian > 50 meter. Berbeda halnya dengan Pulau Wangi-wangi dan Pulau Kaledupa yang memiliki ketinggian lebih bervariasi. Pulau Wangi-wangi yang merupakan pulau utama Kabupaten Wakatobi hampir separuhnya memiliki ketinggian kurang dari 50 meter. Daerah perbukitan dengan ketinggian > 50 meter

(21)

7

melintang arah Barat Laut – Tenggara dan terletak di Utara pulau hingga bagian tengah pulau. Lokasi tertinggi di bukit ini memiliki ketinggian ± 230 meter. Karena Pulau Wangi-wangi ini memiliki dataran rendah yang relatif luas dibandingkan dengan empat pulau lainnya, maka pulau ini dijadikan sebagai pusat kegiatan Kabupaten Wakatobi.

Kedalaman laut di Kepulauan Wakatobi pada bagian tertentu dapat mencapai > 1000 meter, jika dilihat pada Gambar 2 lokasinya terletak di sebelah Utara Karang Koromaha. Ciri khas terumbu di Wakatobi adalah memiliki lereng yang terjal pada bagian tubirnya dan gradasi kedalaman cukup tajam pada wilayah ujung terumbu (tubir).

III.2. KARANG

Pengamatan terumbu karang terdiri dari karang Acropora dan Non-Acropora, kategori bentik lainnya dan kelompok abiotik (substrat). Hasil monitoring di setiap stasiun ditemukan sebanyak 15 suku dengan 124 jenis. Sebaran jenis karang hasil monitoring disajikan pada Lampiran 2.

III.2.1. Hasil Pengamatan Karang

Kondisi karang di lokasi transek cukup baik, persentase tutupan karang hidup berkisar antara 9,17% - 60,00%, dengan nilai rata-rata persentase tutupan sebesar 42,37%. Seraca umum nilai rata-rata tutupan karang hidup terus mengalami penurun dari pengamatan 2007 (46,94%) hingga 2009 (46, 81%). Nilai persentase tutupan tertinggi terdapat di Pulau Wanci, tepatnya pada stasiun WC03, sebesar 60,00% dan terendah di Karang Kapota, pada stasiun KPT03 (9,17%).

Kondisi komponen biotik dan abiotik di setiap stasiun transek permanen pada 4 tahun pengamatan umumnya fluktuatif, hanya pada beberapa stasiun saja terliahat adanya peningkatan persentase tutupan. Untuk komponen biotik, persentae tutupan didominasi oleh kelompok Non-Acropora diikuti oleh Dead Coral With Algae (DCA) serta Soft Coral. Sedangkan dari Komponen abiotik, hanya diwakili oleh Rubble. Persentase tutupan karang hidup, biota bentik lainnya serta kondisi abiotik hasil monitoring disajikan pada Gambar 3, 4, 5 dan 6.

(22)

8

Gambar 3. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil baseline dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2006.

Gambar 4. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2007

(23)

9

Gambar 5. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2009.

Gambar 6. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2010.

Hasil monitoring kondisi terumbu karang di masing-masing stasiun transek permanen diuraikan sebagai berikut :

(24)

10 1. Karang Kapota

Lokasi pengamatan terletak sebelah selatan Pulau Wanci dan sebelah barat Pulau Kaledupa. Terumbu karang ini mempunyai panjang lebih kurang 19,8 km dan lebar 7,2 km, dengan rataan terumbu melebar kearah timur dan utara. Rataan terumbu umumnya sebagian besar landai dengan dasar terdiri dari karang mati, pasir dan sedikit lumpur, yang diselingi oleh pertumbuhan lamun jenis Thalassodendron ciliatum. Lebar rataan terumbu sampai kedalaman 5 meter, sekitar 200 m – 3,06 km kearah laut. Pertumbuhan karang mulai dari kedalaman 1-4 meter, berupa koloni kecil dengan keanekaragaman cukup tinggi, yang diselingi oleh alga jenis Turbinaria sp. dan Sargassum sp. Pada rataan terumbu didominasi karang jenis Porites lutea, Pocillopra verrucosa, sedangkan karang lunak jenis Sinularia spp. dan Sarcophyton spp. Mendekati tubir, pertumbuhan karang semakin banyak dan beragam, didominasi jenis

Acropora formosa, Acropora palifera, Acropora brueggemanni, Porites lutea, Porites cylindrica, Mycedium elephantotus dan Pocillopora verrucosa. Karang tumbuh dengan baik sampai kedalaman 30 meter.

Lereng terumbu curam dengan kemiringan antara 70-80o, pada beberapa lereng terumbu terlihat adanya goa-goa kecil. Hal ini menandakan bahwa energi gelombang di daerah tersebut cukup tinggi.

Pada kedalaman lebih dari 30 meter pertumbuhan karang mulai jarang, hanya berupa patches-patches dan umumnya didominasi oleh karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan “submasive” dan “encrusting” antara lain Leptoseris scabra, Pavona varians dan Tubastrea

micrantha. Kecerahan air berkisar antara 15-25 meter.

Persentase tutupan karang hidup padai masing masing stasiun transek permanen yang terletak di Karang Kapota berkisar antara 9,17% - 36,97%, dengan persentase rata-rata karang hidup sebesar 25,36%. Nilai ini menunjukkan kondisi karang berada pada kategori “jelek” – “sedang”. Dibandingkan dengan hasil pengamatan 2010, persentase tutupan karang hidup tahun 2009 cukup baik, berkisar antara 22,00% - 33,57%, dengan nilai persentase rata-rata karang hidup sebesar 27,76%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009 (27,26%). Secara umum persentase tutupan rata-rata karang hidup pada ke 4 stasiun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007 (32,32%) dan 2006 (36,51%).

Dibandingkan dengan persentase tutupan rata-rata karang Acropora pada masing-masing stasiun transek permanen, tahun pengamatan 2006 (t0) memiliki nilai yang teringgi, yaitu sebesar 11,28%, pada pengamatan 2007 turun menjadi 1,31%, tahun 2009 (0,82%) dan tahun 2010 hanya dicatat sebesar (0,34%). Semakin menurunnya tutupan karang Acropora di setiap stasiun pengamatan pada tahun belakang ini, memberi petunjuk ada terjadi perubahan kondisi atau kerusakan fisik secara alami ataupun penggunaan bahan peledak (bom) dalam penagkapan ikan.

Hal yang sama juga terjadi pada jenis karang dari kelompok

Non-Acropora, dimana tutupannya terus mengalami penurunan. Nilai rata-rata

persentase tutupan Non-Acropora yang ditemukan pada tahun 2007 adalah sebesar 31,01%, mengalami penurunan sebesar 4,07% pada

(25)

11

tahun 2009 menjadi 26,96%, dan turun lagi menjadi 25,92% di tahun 2010. Walaupun mengalami penurunan yang relatif kecil antar tahun pengamatan, namun hal ini harus tetap dipantau untuk mengetahui kondisinya di masa mendatang.Keberadaan biota lain seperti Soft Coral (karang lunak) juga mengalami fluktuasi nilai rata-rata persentase tutupan antar tahun pengamatannya. Tahun 2007, nilai rata-rata tutupan Soft Coral dicatat 33,17%, turun menjadi 32,45% di tahun 2007 dan pada 2009 naik menjadi 37,16%, dan turun lagi menjadi 32,85% di tahun 2010. Pergeseran persentase tutupan di setiap stasiun antar tahun pengamatan sangatlah kecil. Sedangkan kategori DCA, tahun 2007 dicatat memiliki nilai tara-rata persentase tutupan sebesar 24,15% dan tahun 2009 mengalami penurunan 5,98%, menjadi 18,18% dan kembali turun di tahun 2010 menjadi 13,91%. Naik turunnya nilai rata-rata persentae tutupan kelompok Acropora dan Non-Acropora, berdampak langsung pada nilai persentase tutupan karang hidup (LC). Besaran nilai perentase tutupan karang yang dicatat di 4 stasiun, menunjukkan bahwa kondisi karang masuk dalam kategori “jelek” hingga “sedang”. (Gambar 7 dan 8).

Gambar 7. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(26)

12

Gambar 8. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi, 2010.

2. Pulau Tomia

Pulau Tomia mempunyai luas 52,4 km2, berbentuk memanjang kearah timur barat dengan lebar pulau sekitar 7,80 km dan panjang 13,17 km. Merupakan pulau yang relatif besar, terdiri dari Pulau Tomia, Pulau Tolandona dan Pulau Lentea. Rataan terumbu agak landai sampai kedalaman 3 meter dan melebar kearah timur dan selatan. Pantai Pulau Tomia mempunyai kemiripan dengan pulau-pulau disekitarnya yaitu rataan terumbu landai dengan lebar rataan terumbu antara 1,30 m – 1,2 km kearah laut. Dasar berupa karang mati serta pasir lumpuran yang ditumbuhi lamun jenis Thallaso-dendron ciliatum serta diselingi oleh alga jenis Halimeda sp. Pertumbuhan karang pada kedalaman 3-5 meter umumnya didominasi oleh karang berbentuk pertumbuhan masive dan encrusting terutama jenis Porites lutea dan Montipora informis. Sedangkan pertumbuhan karang bercabang didominasi oleh suku Acroporidae jenis Acropora formosa dan Anacropora puertogalerae.

Lereng terumbu agak terjal sampai kedalaman lebih dari 50 meter. Di lereng terumbu banyak dijumpai adanya parit-parit (grove/spuur) yang tegak lurus pantai. Pertumbuhan karang masiv cukup mendominasi lereng ini diantaranya Porites spp. Favia spp, Diploastrea heliopora dan

Acropora spp., sampai pada kedalaman 25 meter dan pada kedalaman

selanjutnya dasar perairan terdiri dari hamparan pasir.

Persentase tutupan karang hidup di perairan Pulau Tomia pada tahun 2006 cukup baik, berkisar antara 37,23 – 77,23% dengan

(27)

13

persentase tutupan rata-rata karang hidup sebesar 47,91%. Pada tahun 2007 persentase tutupan rata-rata karang mengalami kenaikan 6,92 % (54,83%) tetapi pada tahun 2009, mengalami penurunan sebesar 2,03% menjadi 52,80%, dan pada tahun 2010 turun lagi menjadi 50,69%. Kisaran nilai persentase tutupan karang hidup pada ke 4 stasiun transek permanen di Pulau Tomia berkisar antara 37,50% - 59,93%. Nilai persentase tutupan tertinggi terdapat di TM04, yang terletak disebelah barat P. Tomia. Pada stasiun ini, jenis karang dari kelompok

Non-Acropora memiliki kontribusi tertinggi, yaitu sebesar 47,47%,

dibandingkan kelompok Acropora (12,47%). Pada ke 3 stasiun lainnya, kelompok Non-Acropora juga memiliki persentase yang jauh lebih tinggi, dibandingkan kelompok Acropora. Kisaran nilai rata-rata persentase tutupan kelompok Acropora pada 4 tahun pengamatan, berkisar antara 3,48% - 4,98%, dengan nilai tertinggi dicatat pada tahun 2009. Kisaran nilai persentase tutupan yang didapat menggambarkan kondisi karang berada dalam kategori “sedang” hingga “baik”(Gambar 9 dan 10).

Biota lain seperti Soft Coral, juga mengalami penurunan nilai rata-rata persentase tutupan, dari 15,83% pada pengamatan 2009 menjadi 13,98% (2010). Sedangkan DCA mengalami peningkatan nilai rata-rata dari 16,80% (2009), menjadi 17,57% pada pengamatan 2010. Kategori “Other Biota” terus mengalami peningkatan nilai rata-rata persentase tutupan selama pengamatan, yaitu dari 2,46% pada tahun 2006, menjadi 3,88% (2007), dan dari 8,90% (2009) menjadi 9,28% di tahun 2010.

Gambar 9. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode ”LIT” di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi,2010.

(28)

14

Gambar 10. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, 2010.

3. Pulau Kaledupa

Luas Pulau Kaledupa adalah 64,8 km2. Pulau ini dikelilingi oleh rataan terumbu yang di dalamnya terdapat beberapa pulau antara lain Pulau Kaledupa, Pulau Lentea Langge, Pulau Lentea Kiwolu dan Pulau Hoga. Mempunyai panjang lebih kurang 22,92 km dan lebar 7,31 km, dengan rataan terumbu agak landai sampai kedalaman 5 meter dan melebar kearah timur dan utara. Di sebelah selatan perairan Pulau Hoga telah ditetapkan masyarakat, sebagai daerah perlindungan (no fishing zone). Pantai Pulau Kaledupa mempunyai kenampakan yang hampir sama dengan pulau-pulau yang ada disekitarnya yaitu rataan terumbu sebagian besar landai dengan rataan terumbu yang lebar antara 200 m – 6 km. Dasar perairan berupa karang mati dan pasir lumpuran.

Pertumbuhan karang dimulai pada kedalaman 2-4 meter yang berupa koloni-koloni kecil dengan keanekaragaman yang tinggi. Pada rataan terumbu didominasi oleh Porites cylindrica, Porites nigrescens dan

Acropora palifera. Mendekati tubir, pertumbuhan karang semakin banyak

dan beragam, didominasi oleh pertumbuhan Acropora acuminata,

Acropora microph-thalma dan Pocillopora verrucosa. Karang tumbuh

dengan baik sampai kedalaman 30 meter. Lereng terumbu agak curam dengan kemiringan antara 70-80o dan pada beberapa lereng terumbu terlihat adanya parit-parit (grove/spur) yang tegak lurus dengan pantai. Hal ini menandakan bahwa energi gelombang di daerah ini cukup tinggi.

(29)

15

Pada kedalaman lebih dari 30 meter pertumbuhan karang mulai jarang, berupa patches-patches dan umumnya didominasi oleh karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan masive dan encrusting. Tetapi di lokasi ini masih ditemukan jenis karang yang jarang dijumpai pada daerah lain seperti marga Blastomussa wellsi dan Catalaphyllia jardinei. Komunitas karang sangat majemuk dan didominasi oleh suku Faviidae, Agariciidae, Caryophylliidae dan Mussidae. Rugositas cukup tinggi dengan kecerahan air berkisar antara 15-25 meter. Pertumbuhan karang lunak (karang lunak) mendominasi pada kedalaman 3-10 meter yang umumnya dari marga Sarcophyton spp. dan Sinularia spp. dengan ukuran koloni relatif besar, terutama pada tempat-tempat karang mati.

Persentase tutupan karang hidup di perairan Pulau Kaledupa pada tahun 2006 cukup baik, berkisar antara 31.85% – 51.23% dengan persentase tutupan rata-rata karang hidup sebesar 44,78%. Tetapi pada tahun 2007 persentase tutupan karang hidupnya mengalami penurunan 0,15% (44,63%), sedangkan pada pengamatan tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 7,90% (48,75%) menjadi 40,85% pada pengamatan 2010. Nilai persentase tutupan karang hidup pada masing-masing stasiun berkisar antara 24,80% - 52,40%. Nilai ini menunjukkan kondisi terumbu karang masuk dalam kategori ”jelek” – ”baik” (Gambar 11 dan 12). Nilai persentase tutupan karang tertinggi terdapat di KD04 (52,40%). Pada stasiun ini, kelompok karang Non-Acropora sangat dominan, yang dicatat sebesar 50,73%, sedangkan kelompok Acropora hanya 1,67%. Untuk kategori lainnya, seperti kelompok Acropora memiliki nilai rata-rata persentase tutupan sebesar 1,03% di 2009, mengalami peningkatan menjadi 2,01% pada pengamatan 2010. Sedangkan Non-Acropora yang memiliki nilai rata-rata persentase tutupan 40,59% di tahun 2006, naik menjadi 42,41% (2007), dan meningkat lagi sebesar 5,51% pada tahun 2009 (47,72%), namun pada pengamatan 2010 mengalami penurunan sebesar 8,88% menjadi 38,84%.

Nilai rata-rata persentase tutupan DCA mengalami peningkatan tutupan dari 19,41% (2009) menjadi 26,81% pada pengamatan 2010. Persentase tutupan tertinggi DCA yang dicatat selama pengamatan, terdapat di KD03 sebesar 41.70%, dan yang terendah di KD04 (3,67%). Sedangkan kategori Other Biota yang ditemukan dengan pesentase yang cukup tinggi di setiap stasiun pada pengamatan 2009, mengalami penurunan nilai persentase tutupan pada 2010. Seperti pada pengamatan tahun 2009, Silt dan Rock juga tidak ditemukan dalam pengamatan ini. Begitu juga dengan Rubble, yang memiliki nilai perbedaan yang sangat kecil antara tahun pengamatan 2009 dan 2010, dimana masing-masing memiliki nilai rata-rata persentase sebesar 5,86% dan 6,78%.

(30)

16

Gambar 11. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010.

Gambar 12. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(31)

17 4. Pulau Wangi Wangi

Pulau Wanci merupakan pulau terbesar diantara pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Wakatobi. Mempunyai luas 156,5 km2, berbentuk memanjang kearah barat laut dengan lebar sekitar 14,63 km dan panjang 16,09 km. Pada rataan Pulau Wanci sendiri terdiri dari beberapa pulau antara lain Pulau Kapota, Pulau Oroho dan Pulau Sumanga. Rataan terumbu cenderung melebar kearah timur dan selatan dengan panjang sekitar 250 m – 1,5 km.

Pantai Pulau Wanci mempunyai profil yang hampir sama dengan pulau-pulau di sekitarnya yaitu rataan terumbu umumnya sebagian besar landai dengan rataan terumbu lebar dengan dasar perairan karang mati dan pasir lumpuran. Rataan terumbu ditumbuhi oleh Thallasodendron

ciliatum yang hampir merata, menutupi dasar perairan sebesar 50%.

Beberapa jenis algae yang cukup melimpah diantaranya Eucheuma sp. yang telah dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Di antara tumbuhan lamun banyak dijumpai bintang laut jenis Protoreaster nodosus dan Choriaster granulatus dari suku Oreasteridae. Pertumbuhan karang mulai dari kedalaman 1-2 meter yang berupa koloni-koloni kecil dengan keanekaragaman yang rendah. Pada rataan terumbu reef flat yang mendatar didominasi karang jenis Montipora digitata, Porites cylindrica dan Goniastrea retiformis

Pada daerah tubir karang cukup bervariasi jenisnya seperti

Acropora spp, Montipora spp, Porites spp, dan Stylophora pistillata. Lereng terumbu mempunyai kemiringan antara 60-70o dengan pertumbuhan karang hidup yang tidak begitu rapat (patches) sampai kedalaman 40 meter (Tabel 1). Karang yang tumbuh hanya didominasi oleh Acropora hyacinthus, Echinopora mammiformis, Porites cylindrica dan beberapa Favia spp.

Pertumbuhan biota lain yang cukup menonjol adalah sponge dan karang lunak (karang lunak) dari jenis Sinularia sp. dan Dendronephthya sp., dengan pertumbuhan yang sangat khas serta warnanya bervariasi, mulai dari putih, ungu sampai merah jingga, sedangkan pertumbuhan spong mempunyai variasi dalam bentuk, ukuran, dan warna, umumnya tumbuh bergelantung dan menempel pada dinding karang. Sementara itu, gorgonia jenis Juncella sp. dan Melithea sp. banyak tumbuh dan mendominasi pada kedalaman lebih dari 30 meter dan makin kedalam densitas pertumbuhannya semakin tinggi.

Persentase tutupan karang hidup di perairan Pulau Wanci pada tahun 2006 cukup baik, berkisar antara 41,10 – 68.47 % dengan persentase tutupan rata-rata karang hidup sebesar 52,86 %. Pada tahun 2007 persentase tutupan rata-rata karang hidupnya mengalami kenaikan 6,16% (59,01%) dan pada tahun 2009 naik sebesar 2,62% menjadi 61.63%. sedangkan pada pengamatan 2010, mengalami penurunan sebesar 5,63% menjadi 56%. Nilai persenase tutupan yang dicatat pada masing-masing stasiun berkisar antara 49,53 – 60,00%. Nilai persentase tutupan tertinggi ditemukan pada WC03 (60,00%). Kisaran nilai persentase tutupan karang hidup yang dicatat menunjukkan kondisi karang masuk dalam kategori “baik”. Sama dengan stasiun sebelumnya,

(32)

18

persentase tutupan kelompok karang Non-Acropora selalu memiliki nilai persentase tutupan yang lebih tinggi, dibandingkan kelompok Acropora. Dalam pengamatan ini, kategori Acropora pada tahun 2007 dan 2009 memiliki nilai rata-rata yang relatif berimbang, masing-masing 2,68% dan 2,62%. Sedangkan pada pengamatan 2010, mengalami penurunan 1.33% menjadi 1,29%. Untuk kelompok Non-Acropora mengalami kenaikan nilai rata-rata dari 51,42% pada tahun 2006 menjadi 56,33% (2007), atau terjadi kenaikan sebesar 4,91%. Sedangkan antara pengamatan 2007 dan 2009 hanya mengalami kenaikan sebesar 2,88%, menjadi 59,21%, tetapi pada tahun 2010 kembali turun menjadi 54,71%.

Biota lain seperti Soft Coral tahun 2007 persentase tutupannya naik sebesar 2,23% begitu juga pada tahun 2009 naik 1,41%, dan pada 2010 kembali mengalami penurunan sebesar 2,81%. Sedangkan DCA pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 6,74% dan pada 2009 mengalami penurunan sebesar 3,21%, nilai rata-rata persentase juga mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 6,90%. Kategori "other Biota” antara tahun pengamatan 2006 hingga 2010, mengalami fluktuasi nilai rata-rata persentase tutupan. Untuk kategori patahan karang (Rubble) persentase tutupan dari 2009 ke 2010 meningkat sebesar 4,12%. Dari nilai persentase tutupan yang dicatat dalam pengamatan ini, maka kondisi karang termasuk dalam kategori “sedang” hingga “baik”. (Gambar 13 dan 14).

Gambar 13. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(33)

19

Gambar 14. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010.

Persentase tutupan karang hidup yang dicatat pada masing-masing stasiun transek permanen selama pengamatan 2006 (t0) hingga 2010 (t3), sangat flukuatif. Kecenderungan penurunan nilai persentase tutupan karang hidup (LC) terlihat pada stasiun KPT01, KPT03, KPT04 yang terletak di karang Kapota; TM02 (Pulau Tomia); KD01 (P. Kaledupa) dan WC01, WC02 (P. Wangi-Wangi). Sedangkan peningkatan nilai tutupan hanya terlihat pada TM03, TM04 dan KD04.

Hasil pemantuan kondisi terumbu karang tahun 2010,menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang rata-rata di kabupaten Wakatobi mengalami kenaikan dari tahun 2006 ke tahun 2007 dan mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Nilai persentase tutupan karang batu hidup rata-rata dicatat dari 45,51% pada tahun 2006 naik menjadi 46,95 % (2007) dan turun menjadi 46,81 % pada tahun 2009 dan turun lagi menjadi 42,37% pada tahun 2010.

Kenaikkan persentase tutupan karang batu hidup dari taun 2006 ke 2007 juga ditandai dengan penurunan persen tutupan karang mati dan pecahan karang (DC+R). Sebaliknya turunnya persentase tutupan karang batu dari tahun 2007 hingga 2010 juga ditandai dengan terus meningkatnya persentase tutupan (DC+ R).

Perbedaan persentse tutupan karang hidup (LC) dan komponen bentik pada masing-masing stasiun transek antara tahun pengamatan 2006 (t0), 2007 (t1), 2009 (t2) dan 2010 (t3) disajikan dalam Gambar 15.

(34)

20

Gambar 15. Perbandingan persentase tutupan karang hidup (LC), komponen biotik dan abiotik pada tahun tahun pengamatan 2006, 2007, 2009 dan 2010 di Kabupaten Wakatobi.

III.2.2. Hasil Analisa Karang

Pengamatan kondisi terumbu karang di wilayah perairan Wakatobi tahun 2010 (t3) mencakup 15 stasiun permanen seperti pada penelitian baseline tahun 2006 (t0). Plot interval untuk masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pengamatan dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % disajikan dalam Gambar 16.

(35)

21

Gambar 16. Plot interval biota dan substrat pada pengamatan t0, t1, t2, dan t3 (tahun 2006, 2007, 2009, dan 2010) di perairan Wakatobi.

Untuk melihat apakah ada perbedaan persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat antar waktu pengamatan (t0=2006, t1=2007, t2=2009 dan t3=2010) digunakan uji ”one-way ANOVA”, di mana data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua dari data (y’=arcsin√y) sebelum dilakukan pengujian. Kategori karang mati (DC), Lumpur (SI) dan batuan (RK) tidak dilakukan pengujian karena data tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai p atau nilai kritis untuk menolak H0. Bila nilai p<0,05 pada Tabel 1 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan untuk kategori tersebut antar empat waktu pengamatan yang berbeda (2006, 2007, 2009 dan 2010).

(36)

22

Tabel 1. Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap persentase tutupan biota dan substrat.

Tanda *) berarti H0 ditolak

Dari Tabel 1 diketahui bahwa hanya kategori FS yang mengalami perubahan persentase tutupan yang signifikan selama pemantauan. Berdasarkan uji Tukey, persentase tutupan OT pada tahun 2010 (t3) berbeda dengan tahun 2006 (t0). Persentase tutupan pada tahun 2010 ini merupakan yang paling kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Dari t0 hingga t3, tutupan FS terus berkurang, tapi tidak diikuti dengan perubahan pada kategori lain secara signifikan. Bila memperhatikan seluruh kategori, terutama kategori karang hidup (LC), kondisi kesehatan karang di wilayah Wakatobi tidak mengalami perubahan yang signifikan selama pemantauan. Rata-rata persentase tutupan karang hidup dari 15 stasiun pengamatan (Rata-rata LC ± standar error) disajikan secara lengkap pada Gambar 17.

Kategori Nilai p

Karang hidup (LC) 0,810

Acropora (AC) 0,284

Non Acropora (NA) 0,645 Karang mati (DC) Tidak diuji Karang mati dengan alga (DCA) 0,236 Karang lunak (SC) 0,934

Spong (SP) 0,808

Fleshy seaweed (FS) 0,025*)

Biota lain (OT) 0,170

Pecahan karang (R) 0,091

Pasir (S) 0,516

Lumpur (SI) Tidak diuji

(37)

23

Gambar 17. Plot interval nilai rata-rata karang hidup pada pengamatan t0, t1, t2 dan t3 (tahun 2006, 2007, 2009 dan 2010) di wilayah Wakatobi.

Pada Gambar 17 terlihat bahwa persentase tutupan LC pada tahun 2009 (t2) memiliki persentase tutupan LC yang cenderung konstan. Rata-rata persentase tutupan LC masing-masing tahun 2006 (45,02 ± 4,27%), 2007 (46,94 ± 3,60%), 2009 (46,81 ± 4,20%) dan 2010 (42,37 ± 3,96%).

III.3. MEGABENTOS

Pencatatan biota megabentos dilakukan bersamaan dengan transek LIT, dengan bidang pengamatan 2 x 70 m2, seluas 140 m2. Hasil pengamatan dengan metode “Reef Check” diperoleh sebanyak 8 jenis biota megabentos, yang terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu kelompok karang diwakili oleh 1 jenis, krustasea (4 jenis), dan moluska (3 jenis), dengan jumlah individu sebanyak 1176 individu/transek. Jumlah individu megabentos yang dicatat dalam pengamatan ini relatif lebih tinggi dibandingkan 2009, namun dari jumlah jenis relatif sama (8 jenis dan 1058 individu/transek). Komposisi biota megabentos dan jumlah inividu pada msing-masing stasiun pengamatn disajikan pada Lampiran 3.

III.3.1. Hasil Pengamatan Megabentos

Kelimpahan biota megabentos pada pengamatan ini hanya didominsi CMR (mushroom coral) yang hadir dengan jumlah sebanyak 1079 individu/transek, (91,80%) dari jumlah total individu yang dicatat. Kelimpahan tertinggi biota CMR ditemukan pada stasiun TM01 yang terletak di Pulau Tomia, sebanyak 191 individu/transek, dan diikuti St.

(38)

24

KD03 (sisi barat P. Kaledupa), yaitu 186 individu/transek. Pada stasiun lain jumlah individunya bervariasi antara 11 – 154 individu/transek. Walaupun memiliki jumlah individu yang hanya terkosentrasi pada stasiun tertentu, namun kehadiran CMR ditemukan pada semua stasiun pengamatan. Hal ini sama dengan yang dicatat pada 2009. Untuk

Diadema setosum relatif sama dengan yang dicatat pada pengamatan 2009, yaitu 5 individu/transek, dan hanya ditemukan pada 2 stasiun, dengan nilai frekuensi kehadiran sebesar 13,33%.

Pada pengamatan ini, Drupella cornus ditemukan sebanyak 30 individu/transek, “Large Giant Clam” (22 individu/transek) dan “Small Giant Clam” (25 individu/transek). Kehadiran ke 3 jenis tersebut hanya terkosentrasi pada beberapa stasiun saja, dengan jumlah individu yang cukup tinggi, sedangkan pada stasiun lain tidak. Nilai frekuensi kehadiran dari ke 3 jenis tersebut berkisar antara 26,67% - 53,33%.

Kehadiran Acanthaster planci dalam pengamatan ini tidak ditemukan. Sedangkan jenis lain seperti “Large Holothurian”, dan “Small Holothurian” dari kelompok ekhinodermata dicatat sebanyak 8 individu/transek dan 5 individu/transek, dengan penyebaran yang sangat terbatas hanya pada 3 stasiun. Jumah individu yang dicatat dalam pengamatan lebih tinggi bila dibandingkan pengamatan 2009.

CMR (Fungia spp.) dari kelompok karang dan “Small Giant Clam” (moluska) adalah jenis biota yang memiliki penyebaran yang tinggi bila dengan dibandingkan biota megabentos lainnya. Luas atau sempitnya sebaran jenis biota dapat di pengaruhi oleh subtrat/habitat yang sesuai, ketersediaan makan serta faktor hidrologis lainnya. Biota ekonomis penting seperti “Large Giant Clam” (Tridacna spp.), “Large Holothurian (Holothuria spp.) dan Lobster yang ditemukan dalam jumlah individu yang sedikit, dapat memberikan gambaran bahwa di wilayah perairan Wakatobi telah terjadi eksploitasi biota secara besar-besaran. Sebaran jenis dan jumlah individu megabentos pada masing-masing stasiun disajikan pada Gambar 18, 19, 20, dan 21.

(39)

25

Gambar 18. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring dengan metode ”Reef Check” di perairan Karang Kapota Kabupaten Wakatobi, 2010.

Gambar 19. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring dengan metode "Reef Check" di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(40)

26

Gambar 20. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring dengan metode "Reef Check" di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010.

Gambar 21. Peta kelimpahan biota megabentos hasil monitoring dengan metode ”Reef Check” di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(41)

27 III.3.2. Hasil Analisa Megabentos

Pengamatan kondisi biota megabentos di perairan Kabupaten Wakatobi tahun 2010 (t3), mencakup 15 stasiun transek peramen seperti pada penelitian baseline 2006 (t0). Rerata jumlah individu per transek untuk setiap kategori megabentos yang ditemukan pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata jumlah individu/transek biota megabentos, hasil baseline dan monitoring di perairan Kabupaten Wakatobi.

Megabentos Rata rata individu / transek 2006 2007 2009 2010

Acanthaster planci 1 1 0 0

CMR 19 38 67 72

Diadema setosum 4 0 0 0 Drupella sp. 10 0 0 2

Large Giant Clam 0 1 1 1

Small Giant Clam 3 1 1 2

Large Holothurian 0 0 0 1

Small Holothurian 0 0 0 0

Lobster 1 0 0 0

Pencil sea urchin 0 0 0 0

Trochus niloticus 2 0 0 0

Untuk melihat apakah jumlah individu setiap kategori megabentos berbeda nyata atau tidak untuk setiap waktu pengamatan (tahun 2006, 2007, 2009 dan 2010), maka dilakukan uji menggunakan ”one-way ANOVA”. Berdasarkan data yang ada, uji hanya dapat dilakukan pada kategori CMR, Diadema setosum, Small giant clam, dan Lobster, karena kategori megabentos yang lain memiliki populasi data yang variansi = 0. Hal ini tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA. Sebelum uji dilakukan, untuk memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan dalam penggunaan ”one-way ANOVA”, data ditransformasikan terlebih dahulu menggunakan transformasi ”natural logarithm” (ln), sehingga datanya menjadi y’=ln(y+1). Nilai p untuk setiap data jumlah individu/transek pada kategori megabentos yang diuji disajikan dalam Tabel 3. Bila nilai p tersebut lebih kecil dari 5% (=0,05), maka H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah individu/transek untuk kategori megabentos tersebut antara selang empat waktu pengamatan yang berbeda (2006, 2007, 2009 dan 2010).

(42)

28

Tabel 3. Nilai p berdasarkan hasil uji ”one-way ANOVA” terhadap jumlah individu/transek megabentos.

Kategori Nilai p

Acanthaster planci Tidak diuji

CMR 0,007*)

Diadema setosum 0,002*)

Drupella Tidak diuji

Large Giant clam Tidak diuji

Small Giant clam 0,032*)

Large Holothurian Tidak diuji Small Holothurian Tidak diuji

Lobster 0,007*) Pencil sea urchin Tidak diuji

Trochus niloticus Tidak diuji

Tanda *) berarti H0 ditolak

Dari Tabel 3 terlihat bahwa semua kategori yang diuji memiliki perbedaan yang signifikan diantara tahun yang dibandingkan. Pada tahun 2010 (t3), jumlah individu CMR dan Small giant clam relatif lebih banyak, sedangkan Diadema setosum dan Lobster relatif lebih sedikit dibandingkan pada tahun sebelumnya. Jadi, kondisi megabentos di perairan Wakatobi mengalami perubahan yang signifikan selama pemantauan. Namun penyebab dari perubahan ini belum diketahui, karena kondisi kesehatan karangnya tidak mengalami perubahan yang signifikan.

III.4. IKAN KARANG

Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode ”Underwater Fish Visual Census” (UVC). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keragaman kelompok ikan karang di perairan Kabupaten Wakatobi cukup tinggi, yaitu sebanyak 325 jenis yang termasuk dalam 35 suku, dengan jumlah sebanyak 30662 individu. Jumlah jenis dan individu ikan karang yang dicatat dalam pengamatan ini lebih tinggi dibandingkan 2009 (309 jenis dan 28940 individu).

(43)

29

peningkatan jumlah individu sebanyak 813 individu dari pengamatan 2009 (19875 individu) menjadi 20688 individu (2010). Hal yang sama juga terjadi pada kelompok ikan target, dari 6001 individu (2009) menjadi 8666 individu pada tahun pengamatan 2010. Artinya mengalami penambahan sebanyak 2665 individu. Sebaliknya kelompok ikan indikator mengalami penurunan jumlah individu, dari 3064 individu (2009) menjadi 1308 individu pada pengamatan 2010. Tinggi rendah jumlah individu ikan karang pada kelompok tertentu dapat saja disebabkan oleh ketersediaan makan, kompetisi ataupun faktor musim, dan untuk mengetahu hal ini, perlu diadakan pengamatan lebih lanjut.

Jenis ikan karang yang dicatat selama pengamatan ini, menunjukkan bahwa stasiun KD03 memiliki jumlah jenis ikan karang yang terbanyak, yaitu 164 jenis diikuti St, KPT03 (161 individu), dan yang terendah di stasiun TM02 (70 jenis). Adanya perbedaan jumlah jenis ikan karang pada masing-masing stasiun, lebih disebabkan oleh banyak tidaknya kehadiran jenis-jenis ikan major pada masing-masing stasiun tersebut.

Perbandingan kelompok ikan major, ikan target dan ikan indikator dari 15 satasiun pengamatan selama tahun 2006, 2007, 2009 dan 2010 disajikan dalam Tabel 4. Bila dilihat dari jumlah individu yang dicatat pada masing-masing tahun pengamatan, maka jumlah individu tertinggi ditemukan pada tahun 2006 (t0), terutama dari kelompok ikan major dan ikan target, sedangkan kelompok indikator relatif rendah dibandingkan 3 tahun pengamatan berikutnya.

Tabel 4. Rerata jumlah individu ikan karang per stasiun (15 stasiun) pada tahun pengamatan 2006, 2007, 2009 dan 2010, di perairan Kabupaten Wakatobi.

Kategori

Rata rata jumlah individu

2006 2007 2009 2010

Ikan Major 2614 1464 1325 1379

Ikan Target 980 486 400 578

Ikan Indikator 106 275 204 87

T o t a l 3700 2225 1929 2044

III.4.1. Hasil Pengamatan Ikan Karang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tinggi rendah jumlah jenis ikan karang pada masing-masing stasiun pengamatan di perairan Wakatobi dipengaruhi oleh kehadiran kelompok ikan major. Melimpahnya kelompok ikan major pada perairan terumbuh merupakan hal yang biasa. Nilai perbandingan untuk ketiga kelompok ikan karang di perairan

(44)

30

Wakatobi adalah 16 : 7 : 1. Artinya dari 24 individu ikan karang yang ditemukan, kelompok ikan major berpeluang hadir sebesar 16 individu, ikan target 7 individu dan ikan indikator 1 individu. Komposisi ikan major, ikan target dan ikan indikator, pada masing-masing stasiun transek permanen disajikan dalam Gambar 22, 23, 24 dan 25. Sebaran ikan ikan karan di lokasi transek dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 22. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Karang Kapota, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(45)

31

Gambar 23. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, 2010.

Gambar 24. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, 2010.

(46)

32

Gambar 25. Peta komposisi persentase ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC”di perairan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, 2010.

Kelimpahan tertinggi kelompok ikan major diwakili oleh Odonus

niger dari suku Balistidae, sebanyak 3920 individu. Jumlah individu yang

dicatat pada pengamatan ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 (3550 individu). Tingginya jumlah individu jenis ini disebabkan oleh cara hidup yang bergerombol (schooling) dalam jumlah besar. Jenis ini menyukai perairan yang berarus serta hidup di daerah tubir dengan tipe "drop off". Tempat kedua diduduki oleh Chromis ternatensis (suku Pomacentridae) sebanyak 2.409 individu dan Pseudanthis huchtii (suku seranidae), 1.075 individu. Sedangkan Lepidozygus tapeinosoma yang menempati tempat kedua terbanyak pada pengamatan 2009 (2.490 individu) hanya ditemukan sebanyak 90 individu pada pengamatan 2010. Dari 15 jenis ikan karang yang memiliki jumlah individu tertinggi, kelompok ikan major hadir sebanyak 10 jenis dengan jumlah individu yang relatif tinggi, dibandingkan kelompok ikan target (5 jenis).

Caesio caerulaurea, Pterocaesio pisang dan Caesio xanthonota

adalah jenis ikan target dari suku Caesionidae yang memiliki jumlah individu tertinggi dibandingkan jenis ikan target lainnya. Ketiga jenis ini berturut turut dicatat sebanyak 1.425 individu, 1.324 individu dan 1.270 individu. Sedangkan Cromileptes altivelis dari suku Serranidae, Lethrinus

kallopterus, L. lentjam, L. ornatus (Lethrinidae) dan Lutjanus lineolatus (Lutjanidae) adalah jenis ikan target yang memiliki jumlah individu terendah (masing-masing 1 individu).

Jumlah jenis ikan karang dari kelompok indikator yang diwakili oleh suku Chaetodontodae dalam pengamatan ini cukup bervariasi, yaitu

(47)

33

sebanyak 36 jenis. Hemitaurichthys polylepis dan Chaetodon kleini adalah jenis yang hadir dengan jumlah individu terbanyak, dibandingkan jenis lainnya. Kedua jenis ini dicatat sebayak 368 individu dan 149 inividu. Semakin beragamnya jenis-jenis ikan indikator (suku Chaetodontidae) yang ditemukan, mengindikasikan semakin baiknya kondisi terumbu karang. Lima belas jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi ditampilkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2010.

No. Jenis Jumlah

individu Kategori

1 Odonus niger 3920 Major

2 Chromis ternatensis 2409 Major

3 Caesio caerulaurea 1425 Target

4 Pterocaesio pisang 1324 Target

5 Caesio xanthonota 1270 Target

6 Pseudanthias huchtii 1075 Major

7 Chromis margaritifer 976 Major

8 Chromis xanthura 923 Major

9 Chromis weberi 820 Major

10 Pseudanthias squamipinnis 790 Major

11 Caesio lunaris 650 Target

12 Acanthochromis polyacanthus 645 Major 13 Amblyglyphidodon leucogaster 615 Major 14 Amblyglyphidodon curacao 600 Major

15 Gnathodentex sp. 513 Target

Kehadiran ikan karang dalam pengamatan ini, didominasi oleh suku Pomacentridae. Hal ini sama dengan yang dicatat pada tahun 2009. Kelompok ikan major didominasi suku Pomacntridae, yang memiliki 58 jenis diikuti Labridae (44 jenis), sedangkan suku lainnya berkisar antara 1 – 10 jenis.

Dari kelompok ikan target, suku Serranidae dicatat memiliki jumlah jenis terbanyak, yaitu 21 jenis, diikuti suku Scarridae (14 jenis) serta Achanturidae dan Lutjanidae, (masing-masing 13 jenis). Sedangkan kelompok ikan indikator hanya diwakili oleh suku Chaetodontidae (36 jenis). Distribusi suku dan jenis ikan karang di perairan Kabupaten Wakatobi lebih beragam dibandingkan yang ditemukan di perairan kepulauan Riau dan sekitarnya. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan suku ditampilkan dalam Tabel 6.

(48)

34

Tabel 6. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan suku, hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Kabupaten Wakatobi, 2010.

No. Suku Jumlah individu 1 Pomacentridae 11736 2 Caesionidae 5898 3 Balistidae 4271 4 Serranidae 2757 5 Chaetodontidae 1308 6 Labridae 968 7 Acanthuridae 799 8 Lethrinidae 765 9 Lutjanidae 353 10 Scaridae 338 11 Apogonidae 299 12 Scombridae 200 13 Pomacanthidae 155 14 Holocentridae 146 15 Mullidae 118 16 Siganidae 103 17 Pseudochromidae 100 18 Zanclidae 91 19 Scolopsidae 62 20 Microdesmidae 30 21 Haemulidae 28 22 Kyphosidae 24 23 Cirrhitidae 22 24 Tetraodontidae 17 25 Aulostomidae 13 26 Monacanthidae 13 27 Carangidae 12 28 Ephippidae 9 29 Bleniidae 7 30 Nemipteridae 5 31 Ostraciidae 4 32 Pempheridae 4 33 Scorpaenidae 3 34 Fistulariidae 2 35 Sphyraenidae 2

(49)

35 III.4.2. Hasil Analisa Ikan Karang

Penelitian yang dilakukan di wilayah Wakatobi, pada tahun 2010 (t3) ini, berhasil dilakukan pengambilan data pada seluruh stasiun permanen yang dilakukan pada baseline tahun 2006 (t0), yaitu sebanyak 15 stasiun. Rata-rata jumlah individu/transek disajikan pada Gambar 26, sedangkan rata-rata jumlah jenis disajikan pada Gambar 27.

Gambar 26. Plot interval rata-rata jumlah individu ikan karang hasil monitoring dengan metode “UVC” pada pengamatan tahun 2006 (t0), 2007 (t1), 2009 (t2), dan 2010 (t3) di perairan Wakatobi.

Gambar 27. Plot interval rata-rata jumlah jenis ikan karang hasil monitoring dengan metode “UVC” pada pengamatan tahun 2006 (t0), 2007 (t1), 2009 (t2), dan 2010 (t3) di perairan Wakatobi.

(50)

36

Untuk melihat apakah jumlah individu dan jumlah jenis berbeda untuk setiap waktu pengamatan (tahun 2006, 2007, 2009 dan 2010), maka dilakukan uji menggunakan ”one-way ANOVA”. Sebelum uji dilakukan, untuk memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan dalam penggunaan ”one-way ANOVA”, data ditransformasikan terlebih dahulu ke ln ”natural logarithm” sehingga datanya menjadi y’ = ln y.

Pada Gambar 26 terlihat bahwa rata-rata jumlah individu ikan mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2009 (t2). Pada tahun 2010 (t3) rata-rata jumlah individu ikan belum banyak bertambah. Hal ini didukung hasil uji ANOVA dan Tukey. Rata-rata jumlah jenis juga menunjukkan hal yang sama (Gambar 27). Bahkan pada tahun 2010 (t3), rata-rata jumlah jenis belum mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil ini juga didukung uji ANOVA dan Tukey (Tabel 7).

Tabel 7. Uji ”one-way ANOVA” untuk jumlah individu dan jumlah jenis ikan karang hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Wakatobi. Parameter Sumber variasi Jumlah kuadrat Derajat kebebasan Kuadrat Rata-rata F P Jumlah individu Antara tahun 5,561 3 1,854 3,470 0,022*) Dalam tahun 29,920 56 0,534 Total 35,482 59 Jumlah jenis Antara tahun 3,562 3 1,187 13,726 0,000*) Dalam tahun 4,844 56 0,087 Total 8,406 59

Gambar

Tabel   1.  Nilai p berdasarkan hasil uji “one-way ANOVA” terhadap  persentase tutupan biota dan substrat...........................
Gambar 1.   Peta lokasi penelitian monitoring kesehatan terumbu karang  di perairan    Kabupaten Wakatobi
Gambar 2.  Peta topografi Kepulauan Wakatobi.
Gambar 3.  Histogram  persentase  tutupan kategori biota dan substrat  hasil baseline dengan metoda “LIT” di perairan Kabupaten  Wakatobi, 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode UVC telah dilakukan di 10 stasiun transek permanen di Perairan Kabupaten Selayar, dan ditemukan sebanyak 207 jenis ikan karang

Kawasan Konservasi Perairan di Pesisir Timur Pulau Weh menunjukkan kondisi ekologi yang lebih baik dimana kondisi terumbu karang berada pada kategori baiksedangkan

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan

tahun 2007 Data studi ”baseline” 2007 dan hasil pemantauan ekologi terumbu karang rata-rata di Pulau Karas , Kota Batam, tahun 2008, 2009 dan 2010, ditampilkan dalam Tabel

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode

Pada penelitian yang dilakukan di wilayah perairan Waigeo Selatan, Kabupaten Rajaampat, pada tahun 2009 ini (t2), berhasil dilakukan pengambilan data pada semua stasiun

Pengamatan kondisi terumbu karang dengan metode ”LIT” di 4 stasiun transek permanen saat studi baseline tahun 2007 (t0) dan kegiatan monitoring tahun 2008 (t1) serta tahun 2009

Pengamatan kondisi terumbu karang di wilayah kota Batam tahun 2010 (t4) mencakup 12 stasiun permanen seperti pada penelitian baseline tahun 2004 (t0). Plot interval