• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA MAHASISWA MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA MAHASISWA MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN

MAKAN PADA MAHASISWA

MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Persepsi Tubuh dengan Gangguan Makan pada Mahasiswa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Mohamad Yulianto Kurniawan

(4)
(5)

ABSTRAK

MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN. Hubungan Persepsi Tubuh dengan Gangguan Makan pada Mahasiswa. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan persepsi tubuh dengan gangguan makan pada mahasiswa. Desain penelitian ini cross sesctional study pada mahasiswa baru Program Studi Ilmu Gizi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jumlah 120 remaja. Hasil studi menunjukkan proporsi subjek dengan status gizi normal 83.3%, 10.0% overweight, 4.2% obesitas dan 2.5% kurus. Penilaian MBSRQ-AS diperoleh subjek memiliki persepsi negatif terhadap evaluasi penampilan sebesar 80%, orientasi penampilan 99.2%, dan kepuasan terhadap bagian tubuh 80.8%; sedangkan 57.5% subjek cemas menjadi gemuk dan 71.7% subjek perempuan memiliki persepsi negatif terhadap kategori ukuran tubuh. Tidak terdapat gangguan makan pada subjek laki-laki sedangkan 7.8% subjek perempuan mengalami gangguan makan dengan risiko lebih karena merasa memiliki keinginan untuk makan terus-menerus dan tidak dapat berhenti makan (2-3x sebulan). Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi tubuh (MBSRQ-AS) pada subskala kecemasan menjadi gemuk dengan gangguan makan (p<0.05). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan pada subskala yang lain dan antara persepsi tubuh (FRS) dan (BIQ) dengan gangguan makan (p>0.05).

Kata kunci: gangguan makan, , mahasiswa , persepsi tubuh

ABSTRACT

MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN. Relationship of body image perception and eating disorders in undergraduated students. Supervised by DODIK BRIAWAN

The objective of this study was to determine the relationship of body image perception and eating disorders in undergraduated students. The design of this study is cross sectional with new students that major in nutritional program in Bogor Agricultural University (IPB) with the number was 120 students. The result showed that the proportion of subjects with normal nutritional status is 83.3%, 10.0% overweight, 4.2% obesity and 2.5% thin. MBSRQ-AS’ assessment obtained that subjects have negative perception of appearance evaluation is 80%, appearance orientation 99.2% and body areas satisfaction 80.8%; whereas 57.5% subjects is anxious of being fat and 71.7% female subject has negative perception of self-classified weight. There wasn’t eating disorders in male, whereas 7.8% female subject have eating disorders with more risk (have attitute the desire to eat continously and can’t stop eating 2-3 times a month). There was significant correlation between body image perception (MBSRQ-AS) in overweight preoccupation subscale with eating disorders (p<0.05). However there were no significant correlations for other subscales and between body image perception of FRS and BIQ and eating disorders (p>0.05).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN

MAKAN PADA MAHASISWA

MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Hubungan Persepsi Tubuh dengan Gangguan Makan pada Mahasiswa

Nama : Mohamad Yulianto Kurniawan NIM : I14100040

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dari penyusunan tugas akhir Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan persepsi tubuh dengan gangguan makan pada mahasiswa.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan usulan penelitian ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan.

2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen yang telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi.

4. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen yang melatih anthropometri.

5. Keluarga tercinta : ayah tercinta (Bapak Sugeng Rahayu), ibunda tersayang (Ibu Nurma A.N) dan kakak (Mohamad Sofiandi Setiawan) serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya. 6. Teman–teman penelitian payung : Wilda Yunieswati, Rekyan Hanung

Dewi, Ridhati Utria, Hafiddudin, Nida Nadia Rifsyina dan Fajar Safitri yang banyak membantu dalam memberikan semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

7. Teman–teman dekat : Defika Annisa Cita, M.Q. Aliyyan Wijaya, Andika Mohammad dan Rayfan Ambrian atas semangat dan kerjasamanya.

8. Teman–teman Gizi Masyarakat 47 dan kakak kelas 46 dan teman–teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala perhatian, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Karakteristik Individu dan Keluarga 14

Persepsi Tubuh 15

Gangguan Makan 23

Hubungan antara Persepsi Tubuh dengan Gangguan Makan 24

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

(14)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data 6

2 Pertanyaan tingkah laku 6 bulan terakhir metode EAT-40 7

3 Kategori akhir gangguan makan metode EAT-40 8

4 Skala gambaran tubuh MBSRQ-AS 10

5 Standar subskala MBSRQ-AS 10

6 BIQ Psychometrics 11

7 Kriteria variabel data untuk penelitian 12

8 Sebaran subjek berdasarkan status gizi 15

9 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual terhadap status gizi 17 10 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi persepsi tubuh 18

11 Sebaran subjek berdasarkan subskala MBSRQ-AS 19

12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kepuasan terhadap bagian tubuh 20 13 Sebaran subjek berdasarkan persepsi tubuh (BIQ) 23 14 Sebaran subjek berdasarkan tingkat risiko gangguan makan 24

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 5

2 Skala persepsi tubuh metode FRS 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Eating Attitude Test 31

2 Figure Rating Scale 34

3 MBSRQ-AS 35

4 BIQ 38

5 Uji Statistik 42

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persepsi tubuh dipandang sebagai sikap diri yang multidimensi terhadap tubuh seseorang terutama berfokus pada penampilan (Cash & Pruzinsky 1990). Konstruk dari persepsi tubuh setidaknya terdiri dari dua komponen yaitu persepsi (perkiraan ukuran) dan sikap (terkait dengan tubuh dan mempengaruhi kognisi) (Cash dalam Brown 1989). Persepsi tubuh adalah gambaran, evaluasi mental serta persepsi diri seseorang terhadap penampilan fisik termasuk tubuh, yang dipengaruhi faktor seperti pentingnya tingkat penampilan fisik, serta efeknya terhadap tingkah laku dan keseluruhan rasa pada diri. Persepsi tubuh dapat juga didefinisikan sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk dan penampilan umum (Cash 1990).

Penerimaan sosial atau pengakuan dari orang tua dan teman sebaya akan mempengaruhi persepsi tubuh seorang remaja, sehingga peran orang tua dan teman sebaya akan menimbulkan evaluasi terhadap penampilan, terutama pada remaja. Remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak persepsi tubuh yang negatif dibandingkan dengan remaja putra (Khan et al. 2011) dan juga selama masa pubertas. Sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot mereka meningkat. Penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja (Santrock 2003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Marasabessy (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Sebanyak 87.5% remaja putri merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya saat ini. Hasil penelitian Marasabessy juga menyatakan bahwa hanya terdapat 12.5% remaja putra yang memiliki persepsi tubuh negatif. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Siswanti (2007) dan Isnani (2011), yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi tubuh negatif atau memiliki persepsi bahwa tubuhnya belum ideal masing-masing sebesar 60%.

Banyak remaja yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya. Usaha yang dilakukannya untuk bentuk tubuh yang diinginkannya seperti melakukan diet dengan mengurangi konsumsi makanan, sehingga akan menyebabkan gangguan makan. Masalah gangguan makan merupakan suatu masalah yang ditandai dengan pola makan yang menyimpang terkait dengan karakteristik psikologik yang berhubungan dengan makan, bentuk tubuh, dan berat badan yang lebih mengedepankan persepsi tubuh dibandingkan kesehatan jasmani. Sehingga dengan dorongan yang kuat untuk mempertahankan bentuk tubuh yang menurut mereka “ideal” namun tanpa adanya pengetahuan yang baik maka yang terjadi adalah justru perilaku gangguan makan. Selain itu faktor psikologis seperti masalah keluarga, low self-esteem, stress, dan karena tidak puas dengan apa yang ada pada dirinya dapat menyebabkan seseorang mempunyai gangguan makan. Gangguan makan seperti anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge-eating

disorder dan gangguan makan yang tidak spesifik (EDNOS) merupakan masalah

(16)

2

gangguan makan yang sudah umum terjadi di suatu negara maju. Berbagai penelitian mengenai perilaku gangguan makan sudah banyak dilakukan dan hasil penelitian menunjukan prevalensi rata-rata untuk anoreksia nervosa dan bulimia

nervosa yaitu masing-masing 0.3% dan 1% pada perempuan muda di barat (Van

Hoeken et al. 2003), tetapi lebih tinggi hingga 5.7 persen dari wanita muda termasuk sindrom parsial. Insiden anorexia nervosa telah terjadi sebanyak 8 kasus per 100 000 populasi per tahun, sementara jumlah insiden tahunan untuk bulimia

nervosa dilaporkan sekitar 12 per 100 000 (Van Hoeken et al. 2003).

Masih tetap menjadi perdebatan tentang apakah insiden tingkat gangguan makan telah meningkat selama Abad ke-20. Meskipun ada bukti terbaru dari Belanda tentang peningkatan dalam insiden anorexia nervosa pada perempuan muda, berusia 15-19 tahun (Van Son et al. 2006), bukti-bukti itu menunjukan bahwa secara keseluruhan insiden dari anorexia nervosa telah meningkat sedikit pada abad lalu (Keel & Klump 2003). Ada beberapa bukti yang menunjukan bahwa insiden bulimia nervosa telah meningkat secara fluktuasi sejak tahun 1988.

Anorexia nervosa dan bulimia nervosa terdistribusikan secara tidak

proporsional antara jenis kelamin, dengan rasio 10:1 untuk wanita:laki-laki (Hoek & Van Hoeken 2003). Awalnya gangguan makan biasanya terjadi pada masa remaja dan dewasa muda. Laju peningkatan terjadi dari usia 10 tahun (Lewinsohn

et al. 2000). Dengan laju tertinggi dilaporakan insiden anorexia nervosa pada

wanita terjadi antara 15 dan 19 tahun, Dan tertinggi dilaporakan insiden tingkat

bulimia nervosa pada wanita yang terjadi antara 20 dan 24 tahun (Van Hoeken et al. 2003).

Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan bahwa perhatian terhadap persepsi tubuh sangat kuat terjadi pada masa remaja. Para remaja melakukan berbagai usaha agar mendapatkan tubuh yang ideal sehingga terlihat menarik. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melakukan diet. Pembatasan konsumsi jenis makanan tertentu atau mempunyai kebiasaan diet tidak terkontrol dengan tujuan untuk mendapatkan tubuh yang ideal (langsing) sering terjadi pada remaja. Diet yang berlebihan dengan membatasi konsumsi makanannya akan menyebabkan adanya gangguan makan sehingga juga akan memengaruhi status gizi pada remaja. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah bahwa peneliti ingin melihat hubungan persepsi tubuh dengan gangguan makan pada mahasiswa.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi tubuh dengan gangguan makan pada mahasiswa.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1. Mengindentifikasi karakteristik, sosial ekonomi keluarga subjek meliputi: umur, status gizi, besar keluarga dan pendidikan orang tua

(17)

3

2. Mengetahui perbedaan persepsi tubuh pada subjek laki-laki dan perempuan

3. Mengetahui perbedaan perilaku gangguan makan pada subjek laki-laki dan perempuan

4. Menganalisis hubungan persepsi tubuh dengan gangguan makan pada subjek.

Hipotesis Penelitian

1. Adanya hubungan negatif persepsi tubuh dengan gangguan makan pada subjek.

2. Ada perbedaan persepsi tubuh subjek laki-laki dibandingkan perempuan. 3. Ada perbedaan perilaku gangguan makan subjek laki-laki dibandingkan

perempuan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif untuk masyarakat dan memberikan informasi mengenai berbagai hal yang terkait persepsi tubuh dengan gangguan makan. Diharapkan adanya persepsi yang sama antara remaja, keluarga dan teman-teman mengenai persepsi tubuh ideal, sehingga persepsi negatif terhadap tubuh ideal dapat dihindari dan tidak melakukan hal yang menyimpang apabila mereka ingin memiliki ukuran tubuh yang mereka idamkan dan dapat mengetahui cara menjaga tubuh. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi universitas, terutama remaja yang merupakan sumber daya manusia tumpuan harapan negara.

KERANGKA PEMIKIRAN

Tubuh merupakan instrumen bagi seseorang sehingga keberadaannya menjadi sangat penting untuk kelanjutan profesi yang mengharuskan orang tersebut mempunyai tubuh yang ideal seperti model, penari balet dll. Tuntutan agar penampilan tubuhnya selalu menarik dan ideal membuat orang dengan profesi tersebut merasa memiliki dorongan untuk terus menjaga tubuhnya agar selalu kurus. Tuntutan untuk menjadi kurus menyebabkan orang tersebut menjadi tidak puas akan tubuhnya yang dapat menyebabkan munculnya body

dissatisfaction. Ketika orang tersebut telah mengembangkan body dissatisfaction,

mereka akan memiliki self-esteem yang rendah akan dirinya sendiri. Untuk membuat dirinya merasa tubuhnya akan lebih baik, orang tersebut umumnya akan terus menjaga perilaku dalam kontrol makannya, yang apabila dilakukan secara ekstrem dapat menyebabkan gangguan makan. Oleh karena itu tubuh menjadi media atau instrumen bagi orang dengan tuntutan tersebut, dihubungkan dengan dua variabel yakni variabel bebas yaitu self-esteem dan body dissatisfaction yang diharapkan akan menghasilkan satu variabel terikat yaitu gangguan makan.

Eating disorders atau gangguan makan merupakan masalah utama remaja

(18)

4

negatif tentang bentuk tubuh (body image) dan pengaturan berat badan yang kurang tepat (Ando et al. 2007). Body image sendiri didefinisikan sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum (Cash 2002). Konsep body image yang buruk (negatif) dapat memengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang untuk mencapai tujuan dan berdampak negatif pada kehidupan dan juga dapat meningkatkan kasus gangguan makan (eating disorders) yang termasuk pengendalian makan (dietary restraint),

binge-eating dan efek negatif lainnya (Stice 2002). Jumlah remaja yang

mengalami eating disorders atau ketidaknormalan perilaku makan meningkat di negara-negara non-Western (Makino et al. 2004).

Pada remaja, terutama remaja putri kerap kali melakukan perilaku diet untuk menurunkan berat badannya, hal ini dikarenakan remaja putri lebih memperhatikan bentuk tubuhnya sehingga takut akan kenaikan berat badan. Diet ketat selama remaja biasanya disebabkan perilaku makan yang tidak sehat seperti makan berlebihan, memuntahkan makanan, menggunakan obat pencahar dan sebagainya. Diet ketat yang dilakukan tanpa pengawasan dokter atau pengetahuan yang tidak cukup akan membahayakan kesehatan remaja. Saat-saat ini telah dilaporkan adanya banyak studi yang menyatakan bahwa remaja terutama dewasa muda menunjukan afinitas atau persamaan untuk menentukan bentuk tubuh (body

shape) berdasarkan karakteristik masyarakat modern, yang mana menyebabkan

kekhawatiran yang berlebih tentang tubuh dan meningkatkan perkembangan dari berbagai resiko perilaku, contohnya eating disorders (Ochoa 2007).

Berdasarkan Stice (2002), faktor lainnya yang memengaruhi gangguan makan pada remaja putra ataupun putri adalah adanya tekanan untuk menjadi kurus. Tekanan untuk menjadi lebih kurus lagi dalam pikiran akan menyebabkan adanya ketidakpuasaan terhadap tubuh (body dissatisfaction). Seperti yang digambarkan dalam meta-analisis oleh Groesz et al. (2002) adanya paparan (outcome) tentang gambaran tubuh yang kurus dan ideal (thin-ideal images) akan meningkatkan ketidakpuasan terhadap tubuh (body dissatisfaction).

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Perilaku makan pada seseorang dapat berubah-ubah, kadang sangat sedikit, kadang dapat sangat berlebihan. Hal seperti ini sangat tergantung pada emosi seseorang. Seseorang yang memiliki persepsi yang salah bahwa tubuh ideal adalah tubuh yang kurus dapat memengaruhi perilaku konsumsi yang tidak baik seperti mengurangi konsumsi pangan dengan tujuan untuk berdiet sehingga dapat membawa pada terjadinya gangguan makan. Uraian di atas dapat disajikan dalam suatu bagan yang menyajikan hubungan persepsi tubuh dengan gangguan makan pada mahasiswa.

(19)

5

Gambar 1 Kerangka pemikiran Keterangan:

= Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian yang berjudul “hubungan antara persepsi tubuh dengan gangguan makan pada mahasiswa”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yang berarti seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung dan pengumpulan data dan informasi dilakukan pada suatu waktu tanpa adanya perlakuan atau intervensi kepada subjek. Penelitian dilakukan pada mahasiswa Gizi Masyarakat angkatan tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Februari hingga 31 Februari 2014.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi Gizi Masyarakat 50. Populasi tersebut merupakan mahasiswa Gizi Masyarakat angkatan tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 120 orang. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menetapkan kriteria: (a) remaja putra dan putri, (b) Berusia 18 – 21 tahun, alasan mengapa menggunakan rentang usia tersebut karena usia remaja merupakan masa dimana sangat besar kemungkinannya dalam mengalami ketidakpuasan akan bentuk tubuh karena dalam masa pengungkapan identitas diri

Karakteristik Subjek  Identitas mahasiswa  umur  jenis kelamin  etnis/suku GANGGUAN MAKAN PERSEPSI TUBUH Faktor-faktor:  Rasa percaya diri  Media massa  Kebiasaan makan  Teman sebaya

(20)

6

sehingga sedang fokus memperhatikan penampilan diri, lebih selektif mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani diri dan mampu berpikir abstrak (Santrock 2003) (c) tidak dalam keadan sakit, (d) bersedia untuk dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan pengukuran langsung dengan subjek. Data primer terdiri atas karakteristik individu dan keluarga (nama, jenis kelamin, usia, suku, besar keluarga, tingkat pendidikan orang tua, persepsi tubuh, gangguan makan dan status gizi yang terdiri atas berat badan dan tinggi badan). Adapun variabel, jenis data, dan cara pengumpulannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data Variabel Jenis

Data Cara Pengumpulan Data 1. Karakteristik subjek

 Identitas

 Umur

 Jenis Kelamin

 Suku

Primer Self-administrated questionnaire

2. Status Gizi  Berat Badan (BB)  Tinggi Badan (TB) Primer Pengukuran BB menggunakan timbangan injak, TB menggunakan microtoise

3. Gangguan makan Primer Eating Attitude Test (EAT-40)

4. Persepsi tubuh Primer

a) Figure Rating Scale (FRS) b) The Multidimensional

Body-Self Relations Questionnaire

(MBSRQ-AS)

c) Body Image Ideals Questionnare (BIQ)

Pengolahan dan Analisis Data

Eating Attitude Test (EAT-40)

The Eating Attitude Test (EAT-40) dikembangkan oleh Garner dan

Garfinkel (1979), terdiri dari 40 butir pertanyaan multidimensi yang dirancang untuk menilai sikap, perilaku, dan sifat-sifat yang saat ini mengalami gangguan makan khususnya anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Rata-rata waktu untuk menyelesaikan pertanyaan adalah 10 menit. Uji coba EAT-40 menghasilkan koefisien alpha 0.94 untuk menunjukkan konsistensi internal.

Metode ini mempunyai kriteria utama gangguan makan yaitu menjumlahkan skor aktual tes Eating Attitute Test yang terdiri dari 40 butir

(21)

7

pernyataan dengan menggunakan skala rating dengan pilihan jawaban 1 sampai 6 pilihan jawaban untuk menunjukan tingkat sikap, perilaku dan sifat mereka. Enam pilihan jawaban dimulai dari angka 1 yang menunjukan ‘selalu’, 2 menandakan ‘biasanya’, angka 3 memiliki arti ‘sering’, 4 menandakan ‘kadang-kadang’, kemudian 5 menandakan ‘jarang’, sampai dengan 6 yang menunjukan ‘tidak pernah’. Pertanyaan nomor 1,18,19,23,27 dan 39 memiliki nilai dengan skala 6=3 poin; 5=2 poin; 4=1 poin; 3, 2, atau 1=0 poin. Pertanyaan lainnya bernilai dengan skala 1 = 2 poin; 2=2 poin; 3=1 poin, dan 4, 5 atau 6=0 poin (Lampiran 1). Skor untuk setiap butir pertanyaan berbeda satu sama lain. Total skor adalah jumlah dari setiap butir pertanyaan. Skor lebih besar dari 30 dianggap memiliki indikator gangguan anorexia.

Selain kriteria utama, dalam metode ini terdapat kriteria pendukung, yaitu kriteria kedua (kriteria status gizi) dan kriteria ketiga (kriteria tingkah laku 6 bulan terakhir). Kriteria kedua adalah kriteria status gizi. Apabila status gizi termasuk kategori “underweight (kurus)” maka ada kemungkinan memiliki faktor risiko gangguan makan yang serius. Dan apabila ditunjang dengan skor EAT-40 melebihi 30 maka meningkatkan kemungkinan gangguan makan.

Kriteria ketiga adalah pertanyaan tingkah laku yang terhitung 6 bulan terakhir. Apabila terdapat kolom (v) yang telah ditentukan maka akan mendapatkan skor, berikut Tabel pertanyaan tingkah laku:

Tabel 2 Pertanyaan tingkah laku 6 bulan terakhir metode EAT-40 SKOR

1 2 3 4 5 6 1. Merasa bahwa terdapat keinginan untuk makan

terus menerus dan tidak dapat berhenti makan? □ □ V V V V 2. Pernah dengan sengaja membuat diri sendiri muntah

untuk mengendalikan berat badan /bentuk tubuh □ V V V V V 3. Pernah mengonsumsi obat pencahar, pil diet, atau

diuretic untuk mengendalikan berat badan/bentuk

tubuh?

□ V V V V V

4. Melakukan olahraga selama 60 menit atau lebih untuk mengurangi atau mengontrol berat badan /bentuk tubuh?

□ □ □ □ □ V

5. Turun berat badan hingga 10kg dalam kurun waktu

6 bulan terakhir? YA(V) TIDAK 6. Pernah melakukan pengobatan/perawatan karena

mengalami gangguan makan? YA(V) TIDAK

1= Tidak Pernah, 2= ≤1x sebulan, 3= 2-3x sebulan, 4= 1x semingggu, 5=2-6x seminggu, 6= setiap hari ≥1x

Berdasarkan tabel diatas, apabila salah satu tingkah laku terpenuhi atau menceklis pada kolom (V) maka termasuk berisiko mengalami gangguan makan dan harus segera mencari evaluasi dari seorang profesional kesehatan mental yang ahli di bidang gangguan makan untuk menerima perawatan.

Kategori akhir gangguan makan dibagi menjadi 3 yaitu tidak berisiko, berisiko, dan berisiko lebih. Kriteria yang paling menentukan subjek mengalami

(22)

8

gangguan makan (anorexia nervosa) apabila kriteria utama terpenuhi (skor EAT-40 ≥30), dan kriteria pendukung hanya menambah risiko terjadinya gangguan makan. Gangguan makan digolongkan sebagai anorexia nervosa berdasarkan

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) adalah

ketidakmampuan untuk menjaga kesehatan tubuh dan berat badan yang normal; rasa takut yang luar biasa terhadap kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, walaupun dalam kondisi kurus; adanya upaya/obsesi untuk menurunkan berat badan dan tetap tidak puas dengan ukuran tubuh mereka (penyangkalan tentang bentuk tubuhnya yang kurus); terlibat dalam berbagai perilaku tidak sehat untuk mempertahankan penurunan berat badan; menjadikan bentuk dan berat badan menjadi hal yang sangat penting sebagai penanda diri dan harga diri. Berikut merupakan kategori akhir gangguan makan.

Tabel 3 Kategori akhir gangguan makan metode EAT-40 Kategori gangguan makan Kriteria Utama (1) Kriteria Pendukung (2) Logika Kriteria Pendukung (3) Tidak berisiko Normal (<30) Underweight

OR/AND Tidak Berisiko Normal Berisiko Overweight/Obesitas I/II Risiko Anorexia Nervosa (>30) < >Underweight AND < >Berisiko Normal Tidak Berisiko Overweight/Obesitas

I/II Risiko Lebih Anorexia

Nervosa Underweight OR/AND Berisiko

Figure Rating Scale (FRS) Test

Figure Rating Scale (FRS) merupakan metode penilaian persepsi tubuh

yang dikembangkan oleh (Stunkard et al. 1983) dengan menggunakan skema gambar (siluet) yang memiliki interval dari sangat kurus dengan skor 1 sampai sangat gemuk dengan skor 9. Persepsi tubuh ideal dianalisis dengan beberapa pertanyaan (memilih sesuai dengan gambar) misalnya meliputi: pengertian tubuh aktual, tubuh ideal, tubuh kurus, tubuh gemuk, tubuh paling menarik bagi diri sendiri, tubuh sehat, tubuh tidak sehat, tubuh sehat, tubuh kurang sehat, tubuh yang diharapkan keluarga, tubuh yang diharapkan teman, tubuh yang diharapkan diri sendiri, dan tubuh paling menarik bagi lawan jenis.

Data diolah berdasarkan nilai median, kemudian di deskripsikan satu persatu sesuai dengan jawaban subjek. Persepsi subjek terhadap tubuh ideal, dibagi menjadi dua, yaitu persepsi tubuh ideal positif dan persepsi tubuh ideal negatif. Persepsi tubuh positif, jika status gizi sama dengan hasil persepsi subjek terhadap tubuh ideal. Persepsi tubuh ideal negatif, jika status gizi tidak sama

(23)

9

dengan hasil persepsi subjek terhadap tubuh ideal. Di bawah ini merupakan gambar dari persepsi tubuh yang disajikan dalam kuesioner.

Gambar 2 Skala persepsi tubuh metode FRS

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS) merupakan self-report inventory yang terdiri dari 34 butir

pertanyaan multidimensi yang digunakan untuk menilai aspek perilaku body

image (Cash & Pruzinsky 1990). Instrumen ini digunakan pada orang dewasa dan

remaja diatas 15 tahun untuk mengukur komponen evaluatif, kognitif, perilaku

body image yang berhubungan dengan 3 area tubuh (somatic domains) yaitu

penampilan (appearance), kebugaran (fitness), dan tingkat kesehatan/sakit (health/illness) (Seawell & Danorf-Burg 2005). Berdasarkan ketiga area tersebut terbagi menjadi 5 subskala yaitu appearance evaluation, appearance orientation,

body areas satisfaction scale (BASS), overweight preoccupation scale dan self-classified weight scale.

Skala gambaran tubuh disusun berdasarkan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengungkap dimensi appearance evaluation (evaluasi penampilan), appearance orientation (orientasi penampilan), overweight

preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), body area satisfaction (kepuasan

terhadap bagian tubuh) dan self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh). Skala Likert terdiri dari dua kategori butir pertanyaan, yaitu favorable butir (mendukung konstruk yang hendak diukur) dan unfavorable butir (tidak mendukung konstruk yang hendak diukur), dan menyediakan lima alternatif jawaban yang terdiri dari Sangat Tidak Sesuai (1), Tidak Sesuai (2), Netral (3), Sesuai (4), dan Sangat Sesuai (5). Nilai pada setiap pilihan berada pada rentang 1-5. Bobot penilaian untuk setiap respon subjek pada pernyataan favorable yaitu Sangat Tidak Sesuai=1, Tidak Sesuai=2, Netral=3, Sesuai=4, Sangat Sesuai=5. Bobot penilaian untuk setiap respon sampel pada pernyataan unfavorable yaitu Sangat Tidak Sesuai =5, Tidak Sesuai=4, Netral=3, Sesuai=2, Sangat Sesuai=1 (Lampiran 3).

Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk

(24)

10

Tabel 4 Skala gambaran tubuh MBSRQ-AS No Aspek/Dimensi Gambaran

Tubuh

Butir Pertanyaan Jumlah (%) F UF 1. Appearance evaluation (evaluasi penampilan) 3, 5, 9, 12, 15 18,19 7 (20.6%) 2. Appearance orientation (orientasi penampilan) 1, 2, 6, 7, 10, 13, 17, 21 11,14, 16, 20 12 (35.3%)

3. Body areas satisfaction

(kepuasan terhadap bagian tubuh) 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 9 (26.5%) Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk) 4, 8, 22, 23 4 (11.8%) 4. 5. Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh) 24, 25 2 (5.8%) TOTAL 28 (82.4%) 6 (17.6%) 34 (100%) Catatan: Favorable butir (F), Unfavorable butir (F)

Dari setiap karakteristik akan diturunkan sejumlah butir dimana dari setiap butir akan diperoleh skor total. Kemudian skor total tersebut dikategorisasikan menjadi 3, yaitu negatif (Mean-SD), normal dan positif (Mean+SD). Berikut data standar untuk subskala MBSRQ-AS pada Tabel 5 merupakan data rentang skor MBSRQ-AS.

Tabel 5 Standar subskala MBSRQ-AS

No Aspek/Dimensi Gambaran Tubuh Laki-laki Perempuan Rata-rata SD Rata-rata SD

1. Appearance evaluation 3.49 0.83 3.36 0.87

(evaluasi penampilan) 18.62–30.24 17.43–29.61

2. Appearance orientation 3.60 0.68 3.91 0.60

(orientasi penampilan) 35.04–51.36 39.72–54.12

3. Body areas satisfaction 3.50 0.63 3.23 0.74

(kepuasan terhadap bagian tubuh) 25.83–37.17 22.41–35.73

4. Overweight preoccupation 2.47 0.92 3.03 0.96

(kecemasan menjadi gemuk) 6.20–13.56 8.28–15.96

5. Self-classified weight 2.96 0.62 3.57 0.73

(pengkategorian ukuran tubuh) 4.68–7.16 5.68–8.60 Sumber : Survey data nasional US ( Cash et al. 1985, 1986)

(25)

11

Body Image Ideals Questionnaire (BIQ)

The Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) merupakan suatu metode

yang terdiri dari 22 butir pertanyaan dan dikembangkan untuk menyediakan suatu penilaian evaluatif persepsi tubuh. BIQ berasal dari kerangka teori perbedaan diri (self-discrepancy). Berdasarkan penelitian yang masih ada, instrumen BIQ terdiri dari 10 karakteristik fisik : tinggi badan (height), warna kulit (skin complexion), tekstur dan ketebalan rambut (hair texture and thickness), ciri wajah (facial

features), tonus otot dan definisi (muscle tone and definition), proporsi tubuh

(body proportions), berat badan (weight), ukuran dada (chest or breast), kekuatan fisik (physical strength), dan koordinasi fisik (physical coordination) (Cash & Szmanski 1995).

Dalam metode BIQ, untuk setiap atribut diminta untuk memikirkan tentang bagaimana sebenarnya keadaan mereka dan kemudian apa yang diharapkan. Pertama pada Bagian A digunakan untuk menilai sejauh mana mereka menyerupai atau cocok terhadap ideal fisik pribadi (personal physical ideal) dengan skala respon 0 = ”tepat seperti saya (exactly as I am), ” 1 = “hampir seperti saya (almost as I am), “ 2 = cukup seperti saya (fairly unlike me),” 3 = sangat tidak seperti saya (very unlike me)”. Kemudian pada Bagian B digunakan untuk menunjukkan betapa pentingnya untuk mewujudkan ideal fisik masing-masing, dengan skala respon 0 = ”tidak penting (not important), ” 1 = “agak penting (somewhat important), “ 2 = cukup penting (moderately important),” 3 = sangat penting (very important)” (Lampiran 4).

Sebelum melakukan pengolahan, data pada discrepancy rating (Part A) di kode ulang (recode) dari 0 menjadi -1. Total skor diperoleh dari pengolahan 22 butir pernyataan dengan cara mengalikan rata-rata (mean) dari setiap butir

discrepancy rating (Part A) X important ratings (Part B), kemudian skor total

tersebut dikategorisasikan menjadi 3, yaitu negatif (Mean-SD), normal dan positif (Mean+SD). Berikut data standar pada Tabel 6 merupakan data rentang skor untuk BIQ Psychometrics.

Tabel 6 Standar BIQ Psychometrics

BIQ Psychometrics Laki-laki Perempuan

Rata-rata SD Rata-rata SD Standar 1.31 1.35 1.75 1.38

-0.44–29.26 4.07–34.43

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Proses pengolahan data terdiri atas beberapa tahapan meliputi pengeditan (editing), pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Pengolahan data dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0. Statistik deskriptif digunakan untuk mengukur tingkat sebaran sampel berdasarkan karakteristik sampel misalkan jenis kelamin, usia, kategori status gizi dan karakteristik keluarga.

(26)

12

Tabel 7 Kriteria variabel data untuk penelitian

Variabel/ Metode Keterangan Kriteria

Gangguan Makan/ Eating Attitute Test

(EAT-40)

1. Pillihan jawaban

1=selalu, 2=biasanya, 3=sering, 4=kadang-kadang, 5=jarang , 6=tidak pernah

Pertanyaan nomor 1,18,19, 23 dan 39 6=3 poin; 5=2 poin; 4=1 poin; 3, 2, atau 1=0 poin

Pertanyaan nomor lainnya

1 = 2 poin; 2=2 poin; 3=1 poin, dan 4, 5, or 6=0 poin

2. Dibandingkan dengan IMT/U 3. Dibandingkan dengan kriteria

tingkah laku selama 6 bulan

1=Tidak berisiko 2=Risiko 3=Berisiko lebih Persepsi Tubuh/ Figure Rating Scale (FRS) Test

Pilihan jawaban berdasarkan gambar siluet 1-9, dibandingkan perhitungan IMT/U dengan hasil persepsi subjek, apabila sama maka persepsi positif dan apabila tidak sama maka persepsi negatif.

1=Persepsi negatif 2=Persepsi positif Persepsi Tubuh/ MBSRQ-AS

Butir favorable (F) dan unfavorable (UF) Pilihan jawaban UF

1=Sangat Tidak Sesuai, 2=Tidak Sesuai, 3=Netral, 4=Sesuai, 5=Sangat Sesuai dan sebaliknya untuk butir favorable (F)

1= Skor rendah (persepsi negatif) 2= rentang normal 3= Skor tinggi (persepsi positif) Persepsi Tubuh/ BIQ

Bagian A skala respon

-1=tepat seperti saya, 1=hampir seperti saya, 2=cukup seperti saya, 3=sangat tidak seperti saya

Bagian B

0=tidak penting, 1=agak penting, 2=cukup penting, 3=sangat penting.

BIQ Skor didapatkan dengan merata-ratakan hasil BIQAXB1 hingga BIQAXB11 1= Skor rendah (persepsi negatif) 2= rentang normal 3= Skor tinggi (persepsi positif)

Data jenis kelamin dan umur subjek diperoleh melalui wawancara langsung terhadap subjek. Data status gizi remaja meliputi tinggi badan, berat badan diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung terhadap subjek. Alat yang digunakan untuk pengukuran tinggi adalah microtoise (ketelitian 0.1 cm), alat untuk pengukuran berat badan adalah timbangan digital. Klasifikasi status gizi dalam penelitian berdasarkan gabungan IMT menurut kriteria WHO (2000) dan IMT/U menurut kriteria Kemenkes (2010) yaitu Kurus (IMT <18.5 atau Z < -2 SD), Normal (IMT 18.5-22.9 atau -2 SD ≤ Z <+1 SD), Overweight (IMT 23.0-24.9 atau +1 SD ≤ Z < +2 SD), Obesitas (IMT ≥25.0 atau Z ≥+2 SD). Tehnik

(27)

13

analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis 1 adalah dengan menggunakan uji korelasi Spearman test dan Chi-square karena peneliti ingin melihat hubungan antara persepsi tubuh dan gangguan makan (Kirkword 1988).

Hipotesis 2 dan 3 tentang adanya perbedaan persepsi tubuh dan perilaku gangguan makan pada mahasiswa laki-laki dan perempuan digunakan Mann Whitney (Kirkword 1988).

DEFINISI OPERASIONAL

Usia adalah individu yang berusia 18-21 tahun yaitu mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Gizi Masyarakat 50.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga inti yang tinggal satu rumah dan hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama.

Pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal terakhir orang tua subjek, dikelompokkan menjadi tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan Universitas (D3/S1/S2/S3).

Persepsi tubuh normal artinya subjek mempercayai bahwa karakteristik fisik yang mereka miliki sudah sesuai dengan fisik ideal yang mereka inginkan sehingga menerima apa adanya keadaan/kondisi tubuh.

Persepsi tubuh FRS adalah pendapat subjek mengenai persepsi tubuhnya. Persepsi dibagi dua yaitu persepsi positif jika persepsi tubuh aktual subjek sama dengan status gizi atau persepsi negatif jika berbeda.

Persepsi tubuh MBSRQ–AS

a. Appearance Evaluation (evaluasi penampilan). Skor tinggi (persepsi positif) menunjukan perasaan puas terhadap penampilannya menarik dan memuaskan, sedangkan skor rendah (persepsi negatif) menunjukan ketidakbahagiaan terhadap penampilan fisiknya.

b. Appearance Orientation (orientasi penampilan). Skor yang tinggi (persepsi positif) menempatkan lebih penting pada bagaimana mereka terlihat, memperhatikan penampilan mereka dan terlibat dalam perilaku perawatan ekstensif. Skor rendah (persepsi negatif) menunjukan persepsi negatif artinya sifat yang apatis terhadap penampilan mereka, penampilan tidak terutama penting, mereka tidak menghabiskan banyak usaha agar mereka terlihat menarik.

c. Body Area Satisfication Scale (kepuasan terhadap bagian tubuh). Skor tinggi (persepsi positif) menunjukan kepuasan dengan sebagian besar bagian tubuh mereka. Skor rendah (persepsi negatif) mengindikasikan ketidaksukaan terhadap ukuran atau penampilan dari beberapa bagian tubuh mereka.

d. Overweight Preoccupation Scale (kecemasan menjadi gemuk). Skor tinggi (persepsi positif) mengindikasikan kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan dan sebaliknya skor rendah (persepsi negatif).

e. Self-Classified Weight Scale (pengkategorian ukuran tubuh) . Skor tinggi (persepsi positif) menunjukan individu mempersepsi dan menilai berat badannya semakin gemuk, sedangkan skor rendah (persepsi negatif)

(28)

14

menunjukan individu mempersepsi dan menilai berat badannya semakin kurus.

Persepsi tubuh BIQ adalah skor tinggi (persepsi positif) menunjukan adanya perbedaan yang kecil antara bentuk tubuh aktual dan ideal dan sebaliknya skor rendah (persepsi negatif) menunjukan adanya perbedaan yang besar antara bentuk tubuh aktual dan ideal.

Subjek adalah mahasiswa baru Sarjana Mayor Ilmu Gizi IPB tahun 2013.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan.

Tingkat ketidakpuasan persepsi tubuh adalah skor ketidakpuasan subjek yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner menggunakan metode MBSRQ-AS yang dikategorikan menjadi sangat tidak sesuai (1), tidak sesuai (2), netral (3), sesuai (4) dan sangat sesuai (5) dan sebaliknya untuk reverse butir; metode BIQ yang dikategorikan menjadi tidak penting (0), agak tidak penting (1), cukup penting (2) dan sangat penting (3); dan metode Figure Rating Scale melalui siluet bentuk tubuh.

Tingkat gangguan makan adalah skor subjek yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner menggunakan metode Eating Attitude Test (EAT-40) yang dikategorikan menjadi selalu (1), biasanya (2), sering (3), kadang-kadang (4), jarang (5), dan tidak pernah (6).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu dan Keluarga

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa gizi masyarakat tahun ajaran 2013/2014 (angkatan 50) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 120 remaja, yang terdiri dari 17 subjek laki-laki (14.2%) dan 103 subjek perempuan (85.8%). Penggolongan usia subjek dilakukan berdasarkan Monks (1999) yang terbagi menjadi 3 fase, yaitu remaja awal (usia 12 hingga 15 tahun), remaja tengah/madya (usia 15 hingga 18 tahun) dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun). Subjek penelitian ini 70.8% termasuk kelompok berusia 18 tahun, 20% berusia 19 tahun, 8.3% berusia 17 tahun dan sisanya 0.8% berusia 20 tahun. Etnis/suku subjek bersuku sebagian besar sunda (39.2%), jawa (32.5%). Hal ini sesuai dikarenakan penelitian dilaksanakan di bogor yang mayoritas bersuku sunda dan jawa. Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Secara keseluruhan sebagian besar subjek memiliki keluarga sedang yang terdiri dari 5-7 orang (59.2%), 40% memiliki besar keluarga kecil (≤4 orang) dan sisanya 0.8% memiliki besar keluarga besar. Tingkat pendidikan orang tua subjek, baik pendidikan ayah maupun ibu, sebagian besar berpendidikan hingga universitas. Terdapat 0.83% subjek perempuan memiliki ibu yang tidak sekolah sedangkan tidak ada ayah subjek yang tidak sekolah.

(29)

15

Status Gizi

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya secara antropometri, biologi, klinis, konsumsi pangan, dan faktor ekologi (Gibson 2005). Klasifikasi status gizi dalam penelitian berdasarkan gabungan IMT menurut kriteria WHO (2000) dan IMT/U menurut kriteria Kemenkes (2010) yaitu Kurus (IMT <18.5 atau Z < -2 SD), Normal (IMT 18.5-22.9 atau -2 SD ≤ Z <+1 SD), Overweight (IMT 23.0-24.9 atau +1 SD ≤ Z < +2 SD), Obesitas (IMT ≥25.0 atau Z ≥+2 SD). Berikut sebaran subjek berdasarkan klasifikasi status gizi.

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan status gizi Status Gizi* Laki-laki Perempuan Total

n % n % N % Kurus 1 5.9 5 4.9 6 5.0 Normal 13 76.5 85 82.5 98 81.7 Overweight 1 5.9 12 11.6 13 10.8 Obesitas 2 11.7 1 1.0 3 2.5 Total 17 100 104 100 120 100

* Uji beda Mann Whitney= p= 0.789

Tabel 8 menunjukkan secara keseluruhan status gizi baik subjek laki-laki atau perempuan termasuk dalam kategori normal. Secara umum dapat disimpulkan bahwa subjek perempuan (82.5%) lebih banyak memiliki status gizi normal dibandingkan subjek laki-laki (76.5%). Secara keseluruhan 81.7% subjek memiliki status gizi normal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Santika (2004) yang membuktikan bahwa status gizi subjek pada umumnya adalah normal. Hasil uji beda menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi subjek laki-laki dan perempuan (p=0.789).

Persepsi Tubuh

Germove & Williams (2004) menyatakan persepsi tubuh adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaan tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai persepsi tubuh yang negatif, sedangkan berdasarkan Cash Pruzinsky (2002) dan Cash (1994), gambaran tubuh merupakan perasaan, pengalaman, sikap dan evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi tubuh pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia

(30)

16

remaja, mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita (Germove & Williams 2004).

Persepsi tubuh subjek dalam penelitian ini dinilai melalui beberapa metode, yaitu:

Figure Rating Scale (FRS) Test

Figure Rating Scale (FRS) merupakan metode penilaian persepsi tubuh

yang dikembangkan oleh (Stunkard et al. 1983) dengan menggunakan skema gambar (siluet) yang memiliki interval dari sangat kurus dengan skor 1 sampai sangat gemuk dengan skor 9. Persepsi tubuh yang dinilai adalah persepsi tubuh saat ini, persepsi tubuh ideal, persepsi tubuh positif dan negatif. Persepsi tubuh adalah suatu perasaan atau pemikiran seseorang mengenai tubuhnya serta pandangan orang lain (Khor et al. 2009 dalam Dewi 2010). Persepsi tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu perasaan dan pikiran subjektif tentang tubuh, serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku atas ketidaknyamanan terhadap tubuh (Abramson 2007).

Persepsi bentuk tubuh saat ini/aktual, subjek laki-laki secara keseluruhan memilih gambar nomor 2, 3, 4, 6, 7 dan 8 sedangkan subjek perempuan memilih gambar nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Gambar yang banyak dipilih sebagai persepsi tubuh aktual adalah gambar nomor 4. Subjek laki-laki memilih gambar nomor 4 lebih banyak dibandingkan perempuan atau sebesar 35.3%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Septiadewi dan Briawan (2010) bahwa sebesar 31.2% gambar yang banyak dipilih oleh subjek perempuan sebagai persepsi tubuh aktual/saat ini adalah gambar nomor 4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada sebagian yang menggangap dirinya sangat kurus dan ada pula yang menganggap dirinya sangat gemuk.

Berbeda pada persepsi tubuh ideal mereka, seluruh subjek laki-laki memilih gambar nomor 3, 4, dan 5 serta subjek perempuan memilih gambar nomor 2, 3, 4, dan 5. Gambar yang banyak dipilih subjek laki-laki adalah gambar nomor 4 dan 5 sebesar 47.1% sebagai persepsi tubuh idealnya, sedangkan subjek perempuan memilih gambar nomor 3 (50.5%) sebagai persepsi tubuh idealnya. Secara keseluruhan rata-rata gambar yang paling banyak dipilih subjek perempuan sebagai persepsi tubuh ideal adalah gambar nomor 3. Hal ini sesuai dengan penelitian Septiadewi dan Briawan (2010) bahwa sebesar 50.6% gambar yang paling banyak dipilih sebagai persepsi tubuh ideal atau persepsi tubuh diinginkan adalah gambar nomor 3. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Siswanti (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar subjek perempuan memilih gambar nomor 3 (56.3%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita cenderung menginginkan tubuh yang kurus dan langsing (Germove & Williams 2004).

Selain itu bentuk tubuh aktual subjek dibandingkan dengan status gizi subjek saat ini. Berikut Tabel 9 sebaran persepsi tentang bentuk tubuh aktual subjek terhadap status gizi.

(31)

17

Tabel 9 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual subjek terhadap status gizi

Jenis Kelamin Persepsi bentuk tubuhnya Status gizi kurus Status gizi normal Status gizi gemuk n % n % n % Kurus 1 25 2 20 0 0 Laki-laki Normal 3 75 8 80 0 0 Gemuk 0 0 0 0 3 100 Total 4 100 10 100 3 100 Kurus 8 61.5 15 23.8 0 0 Perempuan Normal 5 38.5 35 55.6 13 48.1 Gemuk 0 0 13 20.6 14 51.9 Total 13 100 63 100 27 100 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa subjek laki-laki yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya normal tetapi berstatus gizi kurus lebih banyak dibandingkan subjek perempuan atau sebesar 75%. Subjek perempuan lebih banyak mempersepsikan tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus gizi normal dibandingkan subjek laki-laki (23.8%). Selain itu subjek perempuan juga lebih banyak mempersepsikan tubuh aktualnya normal tetapi berstatus gizi gemuk (48.1%). Selebihnya subjek mempersepsikan bentuk tubuhnya sesuai dengan status gizinya. Secara keseluruhan baik subjek laki-laki ataupun perempuan mempersepsikan tubuh aktualnya sesuai dengan status gizi.

Persepsi tubuh dinyatakan dengan dua kategori yaitu persepsi negatif dan persepsi positif. Persepsi tubuh positif merupakan persepsi dimana penilaian terhadap tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya, sedangkan persepsi tubuh negatif merupakan persepsi dimana penilaian terhadap tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

Berdasarkan Tabel 9 subjek perempuan yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus tetapi status gizinya normal, maka subjek dikatakan memiliki persepsi tubuh negatif. Sementara itu subjek yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus dan status gizinya kurus dapat dikatakan memiliki persepsi tubuh positif. Subjek yang mempersepsikan bentuk tubuh aktualnya kurus tetapi berstatus normal dapat dikatakan bahwa subjek tersebut merasa kurang percaya diri terhadap bentuk tubunya. Hal tersebut dapat memengaruhi hubungan sosial dengan teman sebayanya, karena subjek akan merasa bentuk tubuhnya tidak indah dan tidak ideal sehingga dapat memengaruhi pola makannya, kemudian subjek akan membatasi asupan makannya sehingga status gizi awal yang ideal akan berubah menjadi status gizi kurang. Berikut tabel klasifikasi persepsi tubuh subjek.

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui baik subjek laki-laki maupun perempuan sebagian besar memiliki persepsi tubuh yang positif. Subjek laki-laki yang memiliki persepsi tubuh positif lebih banyak dibandingkan subjek

(32)

18

perempuan atau sebesar 70.6%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Marasabessy (2006) yang menyatakan bahwa 87.5% merasa remaja putri tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Hasil penelitian Marasabessy juga menyatakan bahwa hanya terdapat 12.5% remaja putra yang memiliki persepsi tubuh negatif. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Siswanti (2007) dan Isnani (2011), yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memiliki persepsi tubuh negatif atau memiliki persepsi bahwa tubuhnya belum ideal masing-masing sebesar 60%.

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan klasifikasi persepsi tubuh Persepsi* Laki-laki Perempuan Total

n % n % N %

Positif 12 70.6 46 44.7 59 49.2 Negatif 5 29.4 57 55.3 61 50.8 Total 17 100 103 100 120 100

* Uji beda Mann Whitney= p= 0.103

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS)

Germove & Williams (2004) menyatakan persepsi tubuh adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai persepsi tubuh yang negatif. Sedangkan berdasarkan Cash Pruzinsky (2002) dan Cash (1994), gambaran tubuh merupakan perasaan, pengalaman, sikap dan evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi tubuh pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita (Germove & Williams 2004).

Persepsi tubuh subjek dalam penelitian ini dinilai melalui metode

Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scale

(MBSRQ-AS) merupakan self-report inventory yang terdiri dari 34 butir pertanyaan multidimensi yang digunakan untuk menilai aspek perilaku body

image (Cash & Pruzinsky 1990). Instrumen ini digunakan pada orang dewasa dan

remaja diatas 15 tahun untuk mengukur komponen evaluatif, kognitif, perilaku

body image yang berhubungan dengan 3 area tubuh (somatic domains) yaitu

penampilan (appearance), kebugaran (fitness), dan tingkat kesehatan/sakit (health/illness) (Seawell & Danorf-Burg 2005). Berdasarkan ketiga area tersebut terbagi menjadi 5 subskala yaitu appearance evaluation (evaluasi penampilan),

appearance orientation (orientasi penampilan), body area satisfaction scale

(33)

19

menjadi gemuk) dan self-classified weight scale (pengkategorian ukuran tubuh). Berikut sebaran subjek berdasarkan MBSRQ-AS Subscales.

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa subjek laki-laki lebih banyak memiliki persepsi negatif terhadap evaluasi penampilannya dibandingkan subjek perempuan yaitu sebesar 35.3%, artinya subjek merasa penampilan dan keseluruhan tubuhnya tidak menarik dan memuaskan, akan tetapi sebagian besar subjek memiliki persepsi normal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cash et al. (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan evaluasi penampilan dari periode tahun ke-3 hingga tahun ke-5 (1993-2001), artinya dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kepuasan terhadap penampilan.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan Subskala MBSRQ-AS Subkala

Kategori Laki-laki Perempuan Total

MBSRQ-AS n % n % N % Evaluasi penampilan* Negatif 6 35.3 6 5.83 12 10.0 Normal 11 64.7 97 94.2 108 90.0 Positif 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Orientasi penampilan* Negatif 8 60 90 87.4 98 81.7 Normal 9 40 13 12.6 22 18.3 Positif 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Kepuasan terhadap bagian tubuh

Negatif 5 10 19 18.4 24 20.0 Normal 12 90 81 78.6 93 77.5

Positif 0 0 3 2.91 3 2.5

Kecemasan menjadi gemuk*

Negatif 0 0 13 12.6 13 10.8 Normal 5 20 63 61.2 68 56.7 Positif 12 80 27 26.2 39 32.5

Pengkategorian ukuran tubuh*

Negatif 3 20 57 55.3 60 50.0 Normal 7 40 39 37.9 46 38.3 Positif 7 40 7 6.8 14 11.7 Total 17 100 103 100 120 100 a Uji beda Mann Whitney= p= 0.000

Subskala kedua yaitu apperance orientation. Subjek perempuan atau sebesar 87.4% lebih banyak memiliki persepsi yang negatif terhadap orientasi penampilannya dibandingkan subjek laki-laki, artinya subjek apatis/tidak memperhatikan penampilannya, karena mengangggap bahwa penampilan itu bukanlah prioritas. Sehingga tidak terdapat usaha untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cash et

al. (2004) yang menunjukkan adanya penurunan orientasi penampilan pada subjek

dari selama periode waktu (1983-2001), artinya dari tahun ke tahun perempuan bersifat apatis/ tidak memperhatikan penampilannya. Sehingga hal ini tidak sesuai

(34)

20

dengan hasil penelitian Papalia (2008) yang menyatakan bahwa pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan. Menurut Dacey & Kenny (2001), pada umumnya beberapa usaha yang dilakukan oleh remaja yaitu dengan melakukan diet, berolahraga, melakukan perawatan tubuh, megonsumsi obat pelangsing dan lain-lain. untuk mendapatkan tubuh ideal sehingga terlihat menarik. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala appearance orientation subjek laki-laki dan perempuan.

Subskala ketiga yaitu body area satisfaction scale. Subjek perempuan atau sebesar 18.4% lebih banyak memiliki persepsi yang negatif terhadap kepuasan bagian tubuh dibandingkan subjek laki-laki, artinya subjek merasa tidak puas terhadap bagian tubuhnya secara spesifik, akan tetapi sebagian besar subjek memiliki persepsi normal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Cafri & Thompson (2004) yang menunjukkan bahwa perempuan merasa tidak puas terhadap bagian tubuhnya secara spesifik dibandingkan laki-laki. Hal ini juga sesuai dengan Berscheid et al. (1973), Cash, Winstead & Janada (1986), Garner (1997) yang menyatakan pada skala BASS, tingkat kepuasan terhadap bagian tubuh secara spesifik terus meningkat selama periode 25 tahun terakhir. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan 2.91% perempuan memiliki persepsi positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chase (2001) yang menyatakan bahwa memiliki persepsi positif akan menyebabkan kepuasan yang lebih akan bagian tubuh atau sebaliknya. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala body area satisfaction scale subjek laki-laki dan perempuan.

Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kepuasan terhadap bagian tubuh Bagian Tubuh Tingkat Laki-laki Perempuan

Kepuasan n % n % Tampilan Otot* 1 (STP) 0 0.0 3 2.9 2 3 17.6 13 12.6 3 6 35.3 71 68.9 4 7 41.2 15 14.6 5 (SP) 1 5.9 1 1.0 Total 17 100 103 100 Overall 1 (STP) 0 0.0 2 1.9 2 6 35.3 49 47.6 3 9 52.9 42 40.8 4 2 11.8 10 9.7 5 (SP) 0 0.0 0 0.0 Total 17 100 103 100

(35)

21

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa 41.2% subjek laki-laki lebih puas terhadap tampilan ototnya dibandingkan dengan subjek perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Santrock (2003) bahwa pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat. Sehingga remaja melakukan pengaturan pola makan, berolahraga, melakukan perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat badan yang ideal (Dacey & Kenny 2001). Hal ini sesuai dengan konsep tubuh yang ideal pada perempuan adalah tubuh langsing (Sanggarwaty 2003), sedangkan pada laki-laki adalah tubuh berisi, berotot, berdada bidang, serta biseps yang menonjol (McCabe 2004). Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tampilan otot subjek laki-laki dan perempuan (p=0.046). Selebihnya sebanyak 47.6% subjek perempuan lebih merasa tidak puas terhadap bagian tubuhnya dibandingkan dengan subjek laki-laki, walaupun mayoritas subjek laki-laki merasa biasa saja akan keseluruhan penampilannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pope et al (2000) yang menunjukan bahwa perempuan lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan laki-laki. Penjelasan ini bukan berarti penampilan fisik yang menarik hanya pada perempuan saja tetapi laki-laki pun terkadang memperhatikan penampilan mereka. Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada remaja perempuan umumnya mencerminkan keinginan untuk menjadi langsing, sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan terhadap tubuhnya juga timbul karena keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi dan berorot (Evans 2008).

Secara keseluruhan dapat disimpulkan subjek menilai bagian tubuh mereka biasa saja seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) artinya subjek menerima apa adanya keadaan atau kondisi tubuh, sehingga merasa biasa atau tidak terlalu memperhatikan penampilan atau keseluruhan tubuh menarik, memuaskan atau tidak memuaskan. Sehingga tidak terdapat usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan penampilan diri. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Andea (2010) yang menyatakan bahwa subjek merasa penampilan dan keseluruhan tubuhnya menarik serta memuaskan, subjek memperhatikan penampilan diri dan berusaha untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya, subjek merasa puas terhadap bagian tubuhnya secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) dan peampilan secara keseluruhan.

Subskala keempat yaitu overweight preoccupation scale. Subjek laki-laki atau sebesar 80% lebih banyak memiliki persepsi yang positif terhadap kecemasan menjadi gemuk dibandingkan dengan subjek perempuan, artinya subjek laki-laki tidak merasa cemas terhadap kegemukan atau tidak khawatir apabila berat badannya bertambah, sedangkan subjek perempuan merasa biasa terhadap kecemasan menjadi gemuk. Sehingga baik antara subjek laki-laki maupun perempuan tidak terdapat kecenderungan melakukan diet dan membatasi pola makan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Winzeler (2005) yang menyatakan bahwa remaja laki-laki lebih bangga dengan tubuhnya dan lebih puas dengan berat badannya. Terdapat 56.7% subjek memiliki persepsi normal. Hal ini sesuai

(36)

22

dengan hasil penelitian Cash et al. (2004) yang menunjukkan adanya penurunan kecemasan untuk menjadi gemuk dari periode tahun ke-3 hingga tahun ke-5 (1993-2001), artinya dari tahun ke tahun terjadi penurunan kecemasan terhadap kegemukan. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala overweight

preoccupation scale subjek laki-laki dan perempuan.

Subskala kelima yaitu self-classified weight scale. Subjek laki-laki atau sebesar 40% lebih banyak memiliki persepsi yang positif terhadap kategorisasi ukuran tubuh dibandingkan dengan subjek perempuan, artinya sebagian besar subjek laki-laki mempersepsikan berat badannya semakin gemuk, sedangkan perempuan semakin kurus. Sehingga kebanyakan subjek perempuan memiliki persepsi gambaran tubuh yang negatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Borteyrou (2009) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi status gizi seseorang maka semakin tinggi pula mereka mempersepsikan berat badan mereka semakin kurus dan semakin gemuk. Hasil uji menggunakan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara jenis persepsi tubuh pada subskala

self-classified weight scale subjek laki-laki dan perempuan.

Body Image Ideals Questionnaire (BIQ)

The Body Image Ideals Questionnaire (BIQ) merupakan suatu metode yang

terdiri dari 22 butir pertanyaan dan dikembangkan untuk menyediakan suatu penilaian evaluatif body image. BIQ berasal dari kerangka teori perbedaan diri (self-discrepancy). Berdasarkan penelitian yang masih ada, instrumen BIQ terdiri dari 10 karakteristik fisik : tinggi badan (height), warna kulit (skin complexion), tekstur dan ketebalan rambut (hair texture and thickness), ciri wajah (facial

features), tonus otot dan definisi (muscle tone and definition), proporsi tubuh

(body proportions), berat badan (weight), ukuran dada (chest or breast), kekuatan fisik (physical strength), dan koordinasi fisik (physical coordination) (Cash & Szmanski 1995).

Berdasarkan Tabel 13, subjek laki-laki atau sebesar 47.1% memiliki persepsi tubuh positif dibandingkan dengan subjek perempuan. Akan tetapi sebagian besar subjek memiliki persepsi tubuh normal. Artinya subjek mempercayai bahwa karakteristik fisik yang mereka miliki sudah sesuai dengan fisik ideal yang mereka inginkan, sehingga kepentingan/upaya untuk memiliki fisik yang ideal tersebut rendah. Akan tetapi didapatkan subjek perempuan memiliki persepsi negatif lebih besar dibandingkan laki-laki atau sebesar 5.8%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Furnham et al. (2002) yang menyatakan bahwa subjek perempuan lebih memiliki perbedaan yang besar antara bentuk tubuh aktual dan ideal dibandingkan subjek laki-laki. Hasil uji menggunakan

Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran  Keterangan:
Gambar 2 Skala persepsi tubuh metode FRS
Tabel 6 Standar BIQ Psychometrics  BIQ Psychometrics Laki-laki Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah hubungan persepsi tubuh ideal dengan konsumsi makanan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara stres psikososial, persepsi bentuk tubuh, eating disorder , pola makan dengan status gizi pada remaja putri?.

Dapat disimpulkan bahwa remaja putri yang memiliki citra tubuh negatif memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan makan dibandingkan dengan remaja putri

Dapat disimpulkan bahwa remaja putri yang memiliki citra tubuh negatif memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan makan dibandingkan dengan remaja putri

Penelitian ini menyarankan agar remaja SMAN 4 Maros dapat mengubah persepsi citra tubuh negatif menjadi citra tubuh positif dengan menerima bentuk tubuh diri sendiri dan menerapkan

2018 Hubungan Stres Psikososial, Persepsi Bentuk Tubuh, Eating Disorder Dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri.. Universitas Sebelas Maret

2.1.4 Klasifikasi Citra Tubuh Citra tubuh diklarifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu negative dan positif : 1 Citra tubuh negatif Citra tubuh yang negatif yaitu persepsi individu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh, gangguan makan, dan tingkat stres dengan status gizi mahasiswa gizi UPN Veteran