• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Perawat Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pada Pasien Kegawatan Kecelakaan Lalu Lintas di RSUD DR Soehadi Prijonegoro Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengetahuan Perawat Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pada Pasien Kegawatan Kecelakaan Lalu Lintas di RSUD DR Soehadi Prijonegoro Sragen"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengetahuan Perawat Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pada Pasien Kegawatan Kecelakaan Lalu Lintas di RSUD DR Soehadi Prijonegoro Sragen

Ayu Wulandari1),Wahyu Rima Agustin2), Rufaida Nur Fitriana3)

1

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta

2,3

Dosen Stikes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia, dimana sekitar 1,3 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa begitu pentingnya tindakan BHD harus dimiliki oleh semua perawat. Karena keterlambatan serta kesalahan dalam BHD dapat menimbulkan efek yang sangat fatal kepada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sampel pada penelitian ini adalah perawat IGD RSUD Dr.Soehadi Prijonegoro Sragen yang diambil dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling. Didapatkan sebanyak 4 sampel/informan setelah data tersaturasi. Cara pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan analisis dokumen. Teknik analisis data menggunakan metode Collaizi

Penelitian ini memperoleh 7 tema, yaitu pengetahuan tentang definisi BHD, tujuan BHD, tindakan kontrol jalan nafas, pemberian bantuan pernafasan, menghentikan perdarahan, merangsang kesadaran, dan mengontrol kondisi tubuh pasien.

Kata Kunci : Pengetahuan, Bantuan Hidup Dasar, Kecelakaan Lalu Lintas

(2)

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Ayu Wulandari

Nurses’ Knowledge of Basic Life Support (BLS) of the Traffic Accident Emergency Patients at DR Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen

ABSTRACT

Traffic accident is one of the biggest causes of death in the world, about 1.3 million people die every year due to the traffic accident. Therefore, all nurses must have the knowledge of Basic Life Support (BLS). It is because the delay or error in the application of the BLS can cause fatal effect on the patients. The objective of this research is to investigate the nurses’ knowledge of the BLS of the traffic accident emergency patients.

This research used the qualitative method with phenomenological approach. The samples of research were 4 nurses of Emergency Installation of Dr.Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen and were taken by using the sampling purposive technique. The data of research were collected through interview, observation, and document analysis and were analyzed by using the Collaizi’s method.

The result of this research shows that there were 7 themes; knowledge about the definition of the BLS, objective of the BLS, airway control measure, respiratory assistance, cessation of bleeding, awareness stimulation, and patients’ body condition control.

Keywords : Knowledge, basic life support, traffic accident

(3)

1

PENDAHULUAN

Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan terjadinya (Rahmanta, 2007). Dan kegawatan adalah keadaan yang mengancam jiwa yang membutuhkan pertolongan tepat, cepat, cermat dan akurat. Bila tidak bisa mengakibatkan kematian atau kecacatan (Magfuri, 2014). Penyebab tingginya angka kematian dan kecacatan akibat kegawatdaruratan adalah tingkat keparahan akibat kecelakaan lalulintas, kurangnya pengetahuan perawat terhadap peran dalam penanganan pasien gawat darurat kecelakaan lalulintas, kurang memadainya peralatan, sistem pertolongan dan sikap dalam penanganan korban yang tidak tepat dalam melakukan prinsip pertolongan, hal ini di dukung dengan tingginya angka kematian yang terjadi akibat kecelakaan lalulintas.

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Secara global menurut WHO (2007) sekitar 1,3 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan kecelakaan lalu lintas dan jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah menjadi 1,9 juta pada tahun 2020. Data WHO tentang kecelakaan tersebut 90% nya terjadi di negara-negara berkembang termasuk indonesia (Departemen Perhubungan, 2012).

Proyeksi yang dilakukan WHO antara tahun 2000 dan 2020 menunjukan, kematian akibat kecelakaan lalulintas akan menurun 30 persen di negara-negara dengan pendapatan tinggi seperti Amerika, Inggris dan Belanda, tetapi akan meningkat di negara-negara pendapatan rendah seperti Timor-Timor, Laos dan negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam. Tanpa adanya tindakan yang nyata tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab kematian nomor 3 di dunia (Itha, 2008).

Fenomena lakalantas seperti ini belum mendapat perhatian masyarakat sebagai penyebab kematian yang cukup besar. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan laporan khusus sehubungan dengan masalah lakalantas ini pada 14 April 2004 lalu dengan judul World Report on Road Traffic Injury Prevention. Menurut WHO, setiap hari setidaknya 3.000 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Dari jumlah itu setidaknya 85 persen terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Kecelakaan lalu lintas juga menjadi penyebab 90 persen cacat seumur hidup (Disability Adjusted Life Years/DALYs) (Rudi, 2007).

Keadaan para korban kecelakaan dapat menjadi semakin buruk dan bahkan berujung

(4)

2

kematian jika tidak ditangani secara cepat (Sunyoto,2010). Sunyoto juga lebih lanjut menjelaskan bahwa satu jam pertama adalah waktu yang yang sangat penting dalam penanganan penyelamatan korban kecelakaan lalu lintas yaitu dapat menekan sampai 90% angka kematian. Penanganan yang di maksud di sini adalah bantuan hidup dasar. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya konkrit untuk mengatasinya.

Berdasarkan fenomena di atas, membuktikan bahwa begitu pentingnya tindakan BHD harus dimiliki oleh semua perawat. Karena keterlambatan serta kesalahan dalam BHD dapat menimbulkan efek yang sangat fatal kepada pasien. Maka dari itu, untuk perawat keterampilan BHD menjadi sangat penting dalam pemberian pertolongan pertama. BHD diartikan sebagai usaha yang di lakukan untuk mempertahankan kehidupan seseorang yang terancam jiwanya (Frame,2003). BHDadalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan nafas,membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan BHD ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).

Frame juga mengatakan BHD dapat juga di lakukan pada pasien yang mengalami henti nafas,henti jantung dan juga perdarahan. Keterampilan BHD menjadi penting dimiliki oleh tenaga medis, karena di dalamnya diajarkan teknik dasar bagaimana cara melakukan penyelamatan pertama pada pasien yang mengalami kecelakaan atau musibah lainnya (Frame, 2003).Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secara cepat tepat.Peran pearawat gawat darurat adalah melakukan triage, mengkaji dan menetapkan dalam spektrum yang lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi klinis (Musliha, 2010).

Penelitian terkait tentang BHD menurut Dede Kharisma Yanti Bala, Abdul Rakhmat dan Junaidi (2014), juga menjelaskan bahwa pengetahuan yang baik juga berpengaruh pada pemberian BHD yang benar. Selain itu menurut Suharty, Dahlan, Lucky kumaat, dan Franly Onibala (2014), menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan tentang BHD juga berpengaruh terhadap pengetahuan tenaga kesehatan di Puskesmas

(5)

3

Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang baik sangat berpengaruh terhadap keterampilan dalam pemberian BHD.

Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen, didapatkan data bahwa terjadi peningkatan pasien kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya. Pada tahun 2013 angka kejadian kecelakaan 532 dengan angka kematian 6,3% dan terjadi peningkatan di tahun 2014 yaitu 612 kejadian kecelakaan lalu lintas dan angka kematian menjadi 10,9%. Jadi terdapat peningkatan angka kejadian kecelakaan lalu lintas dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 yaitu 3,6%. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengetahuan perawat dalam melakukan BHD pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas.

METODELOGI

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat IGD tentang BHD pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas. Penelitian dilakukan di IGD RSUD Soehadi Prijonegoro pada bulan Februari 2015

sampai selesai. Obyek dalam penelitian ini yaitu perawat di IGD RSUD Soehadi Prijonegoro. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampel perawat yang sudah bekerja di IGD Soehadi Prijonegoro lebih dari 1 tahun, pernah melakukan pelatihan BTCLS, empunyai pengalaman melakukan tindakan BHD pada pasien kecelakaan lalu lintas dengan pendidikan minimal D3 keperawatan dan kesediaan menjadi responden.

Pengumpulan data menggunakan buku catatan, tape recorder, camera dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan analisis dokumen. Teknik analisis yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Collaizi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menghasilkan 7 tema yaitu:

1. Definisi tentang Bantuan Hidup Dasar Perawat merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan khususnya dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan. Dalam tema definisi bantuan hidup dasar dihasilkan 2 kategori yaitu : bantuan pada pasien dan bantuan tanpa alat.

Hasil penelitian mengenai definisi bantuan hidup dasar pada pasien yang

(6)

4

mengalami kecelakaan lalu lintas diperoleh kategori yaitu bantuan yang diberikan pada pasien dan bantuan tanpa alat. Hal tersebut sesuai dengan penyataan dari Goiten (2008) tentang definisi dari Bantuan hidup dasar (BHD) adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pederita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (Frame, 2003). Alkatiri (2007) menyatakan bahwa bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan nafas, membantu pernafasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu. 2. Tujuan Pemberian Bantuan Hidup

Dasar

Tujuan Bantuan Hidup Dasar bagi perawat adalah memberikan

bantuan dengan cepat

mempertahankan kehidupan pasien.Hasil penelitian tentang tujuan Bantuan Hidup Dasar bagi perawat dalam menangani pasien kecelakaan adalah memberikan bantuan dengan cepat mempertahankan kehidupan pasien dengan dua kategori yaitu

mengoptimalkan kerja jantung dan membantu kelanjutan hidup pasien. Tujuan bantuan hidup dasar untuk mengoptimalkan kerja jantung sesuai dengan pernyataan dari Latief (2009) bahwa tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Hutapea (2012) menyatakan bahwa tujuan Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana

yang dapat membantu

mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

3. Tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahap airway diperoleh tema tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien dengan

(7)

5

kategori adalah membuka mulut pasien, melihat/inspeksi adanya sumbatan, melakukan hisap cairan dan bersihkan jalan nafas.

Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian dari Hutapea (2012) bahwa pada tahap airway adalah membuka jalan napas. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tentah yang dilapisi sepasang kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikeluarkan dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkkan, dimana pasien harus dibuka mulutnya terlebih dahulu.

Fathoni (2014) menyatkan bahwa dalam tahap airway, pada orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan nafas harus dilakukan. Pada tahap airway juga harus melihat adanya sumbatan benda asing, dan jika terdapat benda asing maka harus dikeluarkan dengan usapan jari.Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair yang ditandai denganterdengar suara tambahan berupa “gargling”, maka harus dilakukan pengisapan(suctioning).

4. Tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan

Hasil penelitian pengetahuan perawat pada tahap breathing diperoleh tema tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan dengan empat kategori yaitu mendengarkan suara nafas, melihat pengembangan dada, menghitung respiration rate dan diberikan oksigen.

Hasil penelitian ini mendukung pernyataan dari Kartikawati (2011) bahwa munculnya masalah pernapasan pada pasien terjadi karena kegagalan pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat dari kondisi serius pada status neurologis pasien. Untuk menilai pernapasan, maka dilakukan perhitungan respiration ratedan catat kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya, hal yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan dada untuk mengetahui penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding dada secara simetris saat respirasi dan juga lakukan auskultasi suara pernapasan bila didapatkan adanya kondisi serius dari pasien.

Tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan diperoleh kategori bahwa pasien

(8)

6

diberikan oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kusnanto (2004) bahwa tindakan yang dilakukan pada tahap breathing adalah pemberian oksigen.

5. Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan

Hasil penelitian dalam tahap circulation dan bleedingdihasilkan tema tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan dengan kategori cek detak jantung, kolaborasi pemberian obat-obatan, menghentikan perdarahan dan mengatur posisi pasien.Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan dimulai dengan cek detak jantung. Hasil ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003) bahwa pada tahap circulation dan bleeding maka penolong dapat memulai bantuan sirkulasi dengan cara meraba denyut nadi karotis korban,

Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan adalah melakukan kolaborasi pemberian obat-obatan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003) bahwa pada tahap circulation adalah penolong meminta bantuan dari tim medis atau tim ahli untuk memberikan obat-obatan dalam rangka menghentikan perdarahan pasien.

Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan adalah dengan melakukan penghentian perdarahan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003) bahwa penanganan perdarahan dilakukan dengan cara menekan perdarahan secara langsung atau menekan daerah sekitar perdarahan dan mengangkat bagian tubuh yang mengalami perdarahan agar lebih tinggi dari bagian tubuh yang lain, karena jika perdarahan tidak segera dihentikan atau ditangani maka sirkulasi korban akan menurun secara dramatis dan potensial kematian korban akan meningkat.

Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan adalah mengatur posisi pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003) bahwa penolong harus memberikan posisi pemulihan setelah tahap airway dan breathing dan circulation dilakukan dan korban menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Posisi pemulihan dilakukan dengan cara memposisikan korban dalam posisi lateral atau yang biasa disebut dengan posisi miring.

(9)

7

6. Tindakan perawat dalam merangsang kesadaran pasien

Hasil penelitian pada tahap disability yang dilakukan oleh perawat dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan diperoleh tema tindakan perawat dalam merangsang kesadaran pasien dengan kategori mengkaji GCS.

Tindakan perawat untuk mengkaji GCS sesuai dengan pernyataan dari Darwis (2005) bahwa GCS adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal outcome dari penderita yang berfungsi untuk mengukur derajat keparahan berdasarkan tingkat kesadaran cedera otak sedangkan merangsang pupil pada pasien berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada pupil. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Kartikawati (2011) bahwa tahap disabilityadalah untuk melihat tingkat kesadaran pasien.

7. Tindakan perawat dalam mengontrol kondisi tubuh pasien

Hasil penelitian pada pemeriksaan seluruh penderita diperoleh kategori mengkaji kondisi fisik pasien, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kartikawati (2011) bahwa pada tahap expose maka

kegiatan yang perlu dilakukan oleh perawat adalah lepas semua pakaian secara cepat untuk memeriksa cedera, perdarahan, atau keanehan lainnya, memperhatikan kondisi pasien secara umum, catat kondisi tubuh, atau adanya bau zat kimia seperti alkohol, bahan bakar, atau urine

Hasil penelitian pada pemeriksaan seluruh penderita diperoleh kategori menjaga suhu tubuh pasien, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kartikawati (2011) bahwa pada tahap environment control maka perawat harus melindungi pasien dari hipotermia. Hipotermia penting karena ada kaitannya dengan vasokontriksi pembuluh darah dan koagulopati. Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan pasien dan gunakan lampu pemanas, selimut, pelindung kepala, sistem penghangat udara, dan berikan cairan hangat.

Hasil penelitian pada pemeriksaan seluruh penderita diperoleh kategori melakukan inspeksi posterior tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003) bahwa pada tahap expose maka perawat membuka pakaian yang dikenakan

(10)

8

korban untuk mengetahui apakah ada jejas, luka ataupun trauma yang dialami korban. Pelepasan pakaian korban bukan semata-mata untuk melihat apakah ada trauma, tetapi juga untuk menghindarkan pasien dari hipotermi.

SIMPULANDAN SARAN 1. KESIMPULAN

Hasil dari penelitian ini didapatkan 7 tema yaitu : pengetahuan tentang definisi BHD, tujuan BHD, tindakan kontrol jalan nafas, pemberian bantuan pernafasan, menghentikan perdarahan, merangsang kesadaran, mengontrol kondisi tubuh pasien.

Tujuan Bantuan Hidup Dasar adalah memberikan bantuan dengan cepat mempertahankan kehidupan pasien dengan kategori mengoptimalkan kerja jantung dan membantu kelanjutan hidup pasien. Pada tahap airway diperoleh tema tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien dengan kategori adalah membuka mulut pasien, melihat/inspeksi adanya sumbatan, melakukan hisap cairan dan bersihkan jalan nafas. Pada tahap breathing diperoleh tema tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan dengan empat kategori

yaitu mendengarkan suara nafas, melihat pengembangan dada, menghitung respiration rate dan diberikan oksigen. Pada tahap circulation dan bleeding dihasilkan tema tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan dengan kategori cek detak jantung, kolaborasi pemberian obat-obatan, menghentikan perdarahan dan mengatur posisi pasien. Tahap disability yang dilakukan oleh perawat dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan diperoleh tema tindakan perawat dalam merangsang kesadaran pasien dengan kategori mengkaji GCS. Tahap exposure atau environment perawat melakukan tindakan dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien dengan melakukan pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita dengan beberapa kategori yaitu mengkaji kondisi fisik pasien, menjaga suhu tubuh pasien dan melakukan inspeksi posterior tubuh.

2. SARAN

a. Bagi Rumah Sakit

Rumah sakit diharapkan dapat

meningkatkan pelatihan

(11)

9

rumah sakit guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. b. Bagi Perawat

Perawat hendaknya menambah pengetahuan dengan mengikuti pelatihan kegawatdaruratan dan menerapkan dalam praktek di lapangan dengan benar sesuai dengan teori saat melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien kegawatan.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti tentang penanganan kegawatdaruratan khususnya Bantuan Hidup Dasar di rumah sakit.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian ini dengan metode penelitian yang berbeda dengan menggunakan kuantitatif untukmengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perawat tentang BHD terhadap tindakan BHD yang dilakukan oleh perawat di IGD pada pasien dengan kecelakaan lalu lintas.

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, JBS. (2007). Resusitasi Jantung Paru. Dalam: Sudoyo, Aru S., dkk. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.

Darwis, Y, dkk. (2005). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk

Penyakit Diabetes

Melitius.Jakarta : Departemen Kesehatan.

Dephub RI. (2012). 72 persen kecelakaan jalan raya melibatkan sepeda motor. Juni 21, 2012. http://www.dephub.go.id/read/ber

ita/direktorat-jenderal-perhubungan-darat/13119

Frame, Scottn B. (2003). PHTLS: basic and advanced prehospital trauma life support. (5th ed). Missouri; Mosby.

Hutapea, EL. (2012).Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas Tentang Bantuan Hidup Dasar di Kota Depok. Skripsi. Jakarta : Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.

Itha. 2008. Kinerja pelayanan perawat UGD dalam Menghadapi pasien

gawat Darurat.

http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 22 bulan November tahun 2012.

(12)

10

Kartikawati, D. (2011). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika.

Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.

Latief, SA. (2009).Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Magfuri, A. (2014). Buku Saku Keterampilan Dasar P3K & Kegawatan di Rumah. Jakarta: TIM.

Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medikal.

Rudi. (2007). Efektivitas Dari Proses Perancangan Buku Panduan Mengenali Dan Mengatasi Kondisi Lalu Lintas Di Jalan Raya. http://digilib.its.ac.id. Diakses pada tanggal 24 bulan November tahun 2012.

Sunyoto.(2010, agustus 3). Presentasi Case Study, Simulasi. Maret 29, 2012.http://fkm.unsri.ac.id/index. php?option=com_content&view= article&id=44:presentasicase-study-simulasi&catid=8:informasi

Wawan, A & Dewi, M 2011.Teori & Pengukuran pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika, Yogyakarta.

WHO. (2011). Mortality, road traffic deaths. Maret 29, 2012. http://apps.who.int/ghodata/?vid= 5120

Widyawati, S.N. (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.

Referensi

Dokumen terkait

Response time (waktu tanggap) perawat dalam penanganan kegawatdaruratan yang cepat dan tepat akan meningkatkan tingkat kesesuaian kepada pasien dan keluarga pasien. Terlihat

Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali pada pasien dengan kondisi Ischialgia Sinistra dengan pemberian Infra Red (IR), Transcutaneous Electrical Nerve

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran tingkat pengetahuan perawat di Ruang Rawat Inap Lantai 8B RSUD KOJA Jakarta tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah

Dari hasil penelitian, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis paru di RSUD dr.Soehadi

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh motivasi karyawan pada transfer pengetahuan.. Adapun sampel yang digunakan adalah perawat di

Hasil penelitian konsisten pula dengan penelitian yang di lakukan oleh Rahman (2013) dalam penelitian ini ada hubungan.. antara tindakan hemodialisis dengan tingkat kecemasan

Menurut Rahman (2013), hubungan tindakan hemodialisis dengan tingkat kecemasan pasien terletak pada siklus/lama pasien melakukan tindakan hemodialisis, pasien yang

Setiap bantuan napas yang diberikan dalam waktu 1 detik pada panduan yang baru, tindakan ini tidak harus dilakuakan oleh masyarakat awam yang belum mendapatkan