ARTIKEL ILMIAH
PERAN PERAWAT DALAM INFORMED CONSENT PASIEN
PRE OPERASI DI BANGSAL BEDAH RSUD DR SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
Oleh : David Firmansyah
NIM : ST 14007
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
1
PERAN PERAWAT DALAM INFORMED CONSENT PASIEN PRE OPERASI DI BANGSAL BEDAH RSUD DR SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
1)David Firmansyah, 2) Anita Istiningtyas, 3) Fakhrudin Nasrul Sani
1) Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2) Dosen Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3) Dosen Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Abstrak
Peran perawat bangsal bedah sangat besar dalam pemberian informed consent pasien pre operasi. Peran perawat sebagai advokat, konselor maupun konsultan diperlukan agar operasi dapat berjalan dengan lancar. Permasalahan yang sering terjadi adalah perawat bangsal yang memintakan tanda tangan informed consent kepada pasien atau keluarganya, dan perawat juga dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan jenis rancangan penelitian
survei (survey research method) pada 31 perawat yang bertugas di bangsal bedah (Mawar dan Teratai) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Analisa data hasil penelitian ini yaitu analisa univariat.
Hasil penelitian ini adalah peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar kategori baik yaitu 20 responden (64,5%), Peran advokat dalam informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 17 responden (54,8%). Peran konsultan dalam informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 24 responden (77,4%). Peran konselor dalam
informed consent pasien pre operasi kategori baik sebanyak 18 responden (58,1%).
Peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen termasuk dalam kategori baik yaitu sebagai advokat, konsultan dan konselor.
Kata kunci: peran perawat, informed consent, pre operasi.
Nurses’s Roles in Providing Informed Consent to Pre-operative Patients at Surgical Wards of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital
of Sragen
Abstract
Surgical nurses play significant role in providing informed consent to pre-operative patients. Their roles as advocates, counselors, as well as consultants are needed for the purpose of a successfully-done surgery. A problem they often
2
encounter is that they are required to ask for signature of patients or their family on the informed consent, and to explain something beyond their authority. The aim of this research is to figure out the nurses’ roles in providing informed consent to pre-operative patients.
This is a quantitative descriptive research with survey research design. Samples of 31 nurses serving at surgical wards (Mawar and Teratai) of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen were taken. The data obtained were then analyzed using univariate analysis.
The research findings indicate that the nurses’ roles in providing informed consent to pre-operative patients at surgical wards of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen are mostly categorized as good, with the number of 20 respondents (64.5%). Their roles as advocates, consultants, and counselors in proving the informed consent to the patients are also categorized as good, with the number of 17 (54.8%), 24 (77.4%), and 18 (58.1%) respondents respectively.
In conclusion, nurses’ roles as advocates, consultants, and counselors in providing the informed consent to pre-operative patients at surgical wards in of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen are proven to be good.
Keywords: nurses’ roles, informed consent, pre-op
3
1. Pendahuluan
Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun (Weiser et al. 2008). Jumlah operasi bedah di Indonesia terjadi peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001 sebesar 45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%, tahun 2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar 53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace, 2007).
Operasi atau pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidayat & Win, 2005). Operasi merupakan tindakan pengobatan yang dapat menimbulkan berbagai masalah bagi pasien. Salah satu
masalah yang sering dihadapi pasien pre operasi adalah ketakutan atau kecemasan. Ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi operasi antara lain adalah takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image), takut akan keganasan bila diagnosa yang ditegakan belum pasti, takut mempunyai kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut / ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, takut mati pada saat dibius, atau tidak akan sadar lagi, takut operasi akan gagal (Pooter dan Perry, 2006).
Kecemasan pada pasien pre operasi yang tidak segera diatasi dapat mengganggu kelancaran jalannya operasi. Pengkajian secara integral dan komprehensif dari aspek fisiologis pasien yang meliputi fungsi fisik-biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu pembedahan. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Pasien tidak jarang menolak operasi
4
yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah siap dan ini berarti telah menunda operasi yang semestinya sudah dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu (Majid, 2011).
Tugas seorang perawat dapat memberikan sugesti positif untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Pasien pre operasi harus diberi informasi tentang prosedur operasi untuk mengurangi kecemasan. Pasal 38 Undang-Undang No 38 tahun 2014 menyatakan bahwa dalam praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan (UU No 38 Tahun 2014). Persiapan yang perlu dilakukan pada pasien pre operasi antara lain pemeriksaan fisik, psikis/mental dan pemeriksaan penunjang serta hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab serta tanggung gugat yaitu informed concent (Majid, 2011).
Informed concent adalah suatu
ijin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh pasien sebelum suatu
pembedahan dilakukan (Muttaqin, 2009). Ijin tertulis tersebut dapat melindungi pasien dari kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan bersama, semua pihak yang terkait perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik (Pooter dan Perry, 2006).
Penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya
masih kurang dilakukan para dokter kita di Indonesia. Penyebabnya bisa dikarenakan berbagai alasan yang salah satunya terlalu banyak pasien yang dilayani sehingga waktu untuk berkonsultasi sedikit. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak–hak pasien (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed consent telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien. Proses penandatanganan informed consent ini dapat dilengkapi dengan penjelasan dan harus dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan mengerti isi atau maksud
5
dari informed consent tersebut (Muttaqin, 2009).
Peran perawat dalam informed
concent adalah sebagai advocat atau
pembela pasien, konselor (Counsellor), dan sebagai konsultan (consultant). Peran perawat sebagai advokat diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak – hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak – hak pasien. (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
Peran perawat sebagai konselor (Counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal
yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).
Hasil Studi pendahuluan diperoleh data yang terdapat dibagian Rekam Medis RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi pada tahun 2014 sebanyak 3296 pasien. (Data Rekam Medik RSUD Sragen, 2015). Pasien yang akan menjalani operasi harus di beri informasi tentang berbagai macam prosedur operasi. Disinilah peran perawat sebagai advokat, konselor maupun konsultan diperlukan agar operasi dapat berjalan dengan lancar, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, dalam menjalankan peran sebagai konsultan, perawat yang menjelaskan tentang persiapan yang
6
harus dijalani oleh pasien sebelum operasi. Perawat kadangkala dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Perawat kadang dimintai penjelasan tentang prosedur operasi, resiko operasi bahkan ada juga yang menanyakan tentang kepastian keberhasilan dari operasi tersebut. Hasil observasi juga didapatkan peran perawat sebagai advokat yaitu memintakan tanda tangan dalam lembar informed consent kepada pasien atau keluarganya, sedangkan peran perawat sebagai konselor yaitu perawat yang harus aktif memberikan semangat dan dorongan kepada pasien maupun keluarganya yang akan menjalani operasi. Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Peran perawat dalam
informed concent pasien pre operasi di
Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.”
2. Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2015 di Ruang Teratai RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Desain penelitian ini adalah pre eksperimen dengan one
group pretest and post test design yaitu
penelitianyang berbertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek yang telah ditentukan. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2013). Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi di Ruang Teratai RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 responden.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Kuesioner pemenuhan kebutuhan tidur berisi 20 item pertanyaan tertutup jenis dichotomy
question. Masing-masing pertanyaan ada
2 pilihan jawaban yaitu “Ya” atau “Tidak”, untuk jawaban “Ya” diberi skor 0 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 1. untuk teknik relaksasi autogenik tidak memerlukan kuesioner karena teknik relaksasi autogenik merupakan suatu perlakuan. Uji statistik yang digunakan adalah uji wilcoxon.
7
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Table 3.1 Karakteristik Responden No Kategori Jumlah % 1. Jenis Kelamin Laki-laki perempuan 6 25 19,4% 80,6% 2. Umur 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 18 8 5 58,1% 25,8% 16,1% 3. Pendidikan DIII DIV S1 22 1 8 71,0% 3,2% 25,8% 4. Masa Kerja 1-10 tahun 11-20 tahun 21-30 tahun 23 3 5 74,2% 9,7% 16,1% 5. Status Kepegawaian PNS BLUD 19 12 61,3% 38,7% 6. Peran Perawat Baik Cukup Kurang 24 5 2 77,4% 16,1% 6,5% 3.1.1 Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yaitu perempuan 25 responden (80,6%).
Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale sehingga dunia keperawatan identik dengan pekerjaan perempuan. Namun demikian kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak laki-laki yang menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi perempuan masih lebih banyak daripada
laki-laki (Utami dan Supratman, 2009). Pengaruh jenis kelamin dalam
bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan laki-laki dan ada yang lebih baik dikerjakan perempuan. Peneliti berpendapat tidak ada pengaruh antara perawat laki-laki dan perempuan dalam memberikan pelayanan kepada pasien, hal ini dibuktikan baik perawat laki-laki maupun perempuan sama-sama menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
3.1.2 Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berusia 26-35 tahun yaitu 18 responden (58,1%). Umur mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja dan usia rata-rata perawat yang tergolong dalam usia produktif
8
sehingga berpeluang untuk mencapai produktivitas kinerja yang lebih baik. Meningkatnya usia seseorang, akan meningkat pula kebijaksaan dan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan dan berpikir rasional. Umur seseorang yang bertambah akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2011). Semakin tinggi umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin dewasa umur seorang perawat, makin banyak pengalamannya dan dalam menjalankan perannya dibidang keperawatan akan semakin meningkat. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan usia perawat secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan, dimana semakin tua umur perawat maka dalam menerima sebuah
pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Hal ini akan berdampak pada kinerja perawat dalam praktik keperawatan pada pasien semakin baik pula (Nurniningsih, 2012). 3.1.3 Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan adalah DIII keperawatan yaitu sebanyak 22 responden (71,0%). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula menerima informasi, pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan terhadap informasi (Mubarak, 2011).
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin besar pula keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu, sedangkan pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang, dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi.
9
Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas peran perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan mampu memberi pelayanan yang optimal (Asmadi, 2008).
Peneliti berasumsi bahwa diperlukan pendidikan berkelanjutan bagi perawat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan perannya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Pendidikan diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada berikutnya mempengaruhi pengetahuan dan kualitas pelayanan seseorang. Walaupun sebagian besar pendidikan perawat adalah DIII keperawatan, namun peran yang dijalankan mayoritas katogori baik. Hal ini dikarenakan perawat rata-rata pernah mengikuti seminar tentang keperawatan dan pelatihan excellent service.
3.1.4 Masa Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kerja paling banyak adalah masa kerja 1-10 tahun yaitu 10 responden (43,5%). Masa kerja perawat berpengaruh pada pengetahuan dan peran yang dijalankan kepada pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat yang menyatakan semakin lama seseorang bekerja, maka keterampilan dan pengalamannya juga semakin meningkat (Robbins & Judge, 2008). Peneliti berpendapat bahwa perawat senior lebih berpengalaman dan memiliki kemampuan yang lebih dalam menjalankan perannya. Masa kerja dan pengalaman kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan dan kematangan seseorang dalam menjalankan perannya dalam informen consent pasien pre operasi.
3.2 Peran Perawat Dalam Informed
Consent Pasien Pre Operasi di
Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai peran dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak 20 responden (64,5%). Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2008). Informed
10
ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud (Majid, dkk 2011). Tanggung jawab perawat dalam pemberian informed consent adalah memastikan bahwa informed concent telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien atau keluarganya (Muttaqin, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rumila dan Arofiati (2009), bahwa peran dan sikap perawat sangat baik (78,9%) pada pemberian informed consent di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sikap perawat sangat baik pada pemberian informed consent ditunjukkan dengan mempunyai pemahaman kemampuan untuk memberikan suatu pernyataan maupun pembelaan untuk kepentingan pasien. Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliyanto (2012), yang memberikan gambaran tentang peran perawat dalam penanganan hospitalisasi
pada anak di ruang perawatan 4 rumah sakit umum islam Faisal Makassar tahun 2012. Sebanyak 16 responden berpartisipasi dalam penelitian, 9 orang responden (56.2%) melaksanakan peran dengan kategori baik, sedangkan 7 orang responden (43.8%) lainnya melaksanakan peran dengan kategori masih kurang baik.
Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan seorang perawat bervariasi tergantung tingkat pendidikan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan perkembangan dari ilmu keperawatan, kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam melakukan peran sebagai perawat dalam informed
consent pasien pre operasi. Hasil
tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi seseorang dalam bertindak (Nursalam, 2013).
Pendidikan dan pengetahuan yang didapatkan oleh responden sangat berpengaruh terhadap peran yang dilakukan oleh perawat dalam informed
11
baik pendidikan dan pengetahuan perawat maka semakin baik pula peran yang dilakukan oleh perawat dalam dalam informed consent pasien pre operasi. Pengetahuan tidak selamanya didapatkan dari pendidikan tetapi bisa diperoleh melalui pelatihan maupun seminar (Majid, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang mempunyai peran dalam informed
consent kategori baik lebih banyak
dibandingkan dengan yang mempunyai kategori cukup. Berdasarkan hasil observasi peneliti, diketahui sebagian besar responden berpendidikan DIII keperawatan, namun faktor yang yang ikut berpengaruh diantaranya masa kerja perawat yang sebagian besar lebih dari 5 tahun. Pengalaman kerja perawat di bangsal bedah dan seringnya perawat mengikuti seminar maupun pelatihan tentang perawatan, pelatihan excellent
service juga mempengaruhi responden
dalam menjalankan perannya dalam
informed consent pasien pre operasi.
Pengaruh pelatihan excellent service menambah pengetahuan perawat tentang pelayanan sehingga dalam memberikan pelayanan lebih mengutamakan kepuasan pasien.
Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan (2013) bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan adalah pengalaman kerja yang lebih dari 5 tahun. Masa kerja seseorang akan menentukan pengalaman dan keterampilan perawat yang merupakan dasar prestasi dalam bekerja. Sebagaimana pendapat yang menyatakan semakin bertambah masa kerja seseorang maka semakin bertambah pengalaman kliniknya, sehingga pengalaman dan masa kerja saling terkait. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012).
5.3. Peran Advokat, Konsultan dan Konselor Perawat Dalam Informed
Consent Pasien Pre Operasi di
Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
12
5.3.1 Peran Sebagai Advokat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai peran advokat dalam
informed consent kategori baik yaitu
sebanyak 17 responden (54,8%). Peran perawat sebagai advokat atau pembela pasien diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (informed
consent) atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak– hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak–hak pasien (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Hasil observasi dari peneliti pada saat perawat mempersiapkan pasien yang akan menjalani operasi, ketika ada tetangga yang menanyakan tentang penyakit yang diderita pasien, perawat
tidak bersedia menjawab dan menjelaskan pada tetangga tersebut bahwa itu merupakan rahasia pasien dan tidak semua orang boleh mengetahuinya. Peneliti juga melihat ketika pasien memanggil meminta bantuan perawat mendampingi pasien sebelum masuk kamar operasi, perawat bersedia mendampingi sampai pasien masuk kamar operasi. Berdasarkan hasil observasi juga didapatkan ketika perawat mau melakukan skeren untuk persiapan operasi, perawat menanyakan terlebih dahulu apakah mau di skeren sendiri, di skeren keluarga atau di skeren oleh perawatnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya sebagai advokat dalam
informed consent pasien pre operasi
dengan baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rumila dan arofiati (2009) bahwa sebagian besar perawat dapat berperan sebagai advokat bagi pasien yang berfungsi sebagai penghubung antara pasien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien, membantu pasien untuk
13
memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan lain. Meskipun demikian, masih ada hambatan yang membuat perawat belum dapat melaksanakan perannya sebagai advokat dengan baik. Hambatan tersebut antara lain jumlah tenaga perawat yang kurang dan perawat yang masih dibebani tugas-tugas non keperawatan seperti mengurusi administrasi pasien pulang dan mengambil hasil labororatorium yang sebenarnya bukan tugas dari perawat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afidah (2013) bahwa faktor yang menjadi penghambat dalam melaksanakan peran advokasi perawat antara lain: kepemimpinan dokter, lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap advokasi, kurangnya jumlah tenaga perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Faktor yang mendukung perawat dalam melaksanakan perannya sebagai advokat yaitu: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi pasien, pendidikan keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit.
5.3.2 Peran Sebagai Konsultan
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai peran konsultan dalam informed consent kategori baik yaitu sebanyak 24 responden (77,4%). Peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008). Perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelajaran pelayanan keperawatan (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009). Hasil observasi dari peneliti ketika perawat mempersiapkan pasien yang akan menjalani operasi, perawat memberikan informasi kepada pasien tentang apa yang harus dipersiapkan sebelum menjalani operasi, perawat juga menjelaskan tentang prosedur perawatan yang akan dijalani selama maupun setelah operasi. Peneliti saat melakukan
14
observasi juga didapatkan perawat sedang memberikan informasi tambahan dan gambaran mengenai tindakan operasi kepada pasien yang sedang bingung untuk memutuskan apakah tindakan operasi merupakan tindakan yang terbaik atau ada alternatif lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya sebagai konsultan dalam
informed consent pasien pre operasi
dengan baik. Meskipun demikian, ada kendala yang sering dihadapi perawat dalam melaksanakan perannya sebagai konsultan. Kenyataan dilapangan perawat kadangkala dimintai penjelasan yang bukan wewenangnya. Perawat kadang dimintai penjelasan tentang prosedur operasi, resiko operasi bahkan ada juga yang menanyakan tentang kepastian keberhasilan dari operasi tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan peran perawat sebagai konsultan (consultant) adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2008).
5.3.3 Peran Sebagai Konselor
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai peran konselor dalam
informed consent kategori baik yaitu
sebanyak 18 responden (58,1%). Peran perawat sebagai konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang, di dalamnya memberikan dukungan emosional dan intelektual. Peran perawat sebagai konselor (Counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
Hasil observasi dari peneliti, perawat melibatkan keluarga pasien dalam setiap tindakan persiapan operasi
15
sehingga pasien merasa tenang karena merasa diperhatikan oleh keluarganya. Perawat juga tampak sedang memberikan konseling berupa nasehat dan anjuran untuk selalu berdoa dan pasrah kepada pasien dan keluarganya yang sedang menunggu panggilan untuk masuk ruang operasi. Hasil observasi juga tampak perawat sedang memberikan motivasi dan semangat kepada pasien yang akan menjalani operasi yang tampak cemas. Perawat memberikan dukungan emosional dengan cara menemani pasien selama di ruang transit dan membantu mengganti pakaian pasien dengan pakaian ruang operasi ketika pasien berada di ruang transit kamar operasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sudah menjalankan perannya sebagai konselor dalam
informed consent pasien pre operasi
dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan perawat dapat membantu pasien mengembalikan kesejahteraan emosional, spiritual dan sosial pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal (Potter
& Perry, 2006). Perawat dapat membantu pasien mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien (Majid, dkk 2011).
Kenyataan di lapangan, perawat yang harus aktif memberikan semangat dan dorongan pada pasien maupun keluarganya, sehingga pasien dapat merasa nyaman dan tidak cemas dalam menjalani operasinya. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan tugas seorang perawat dapat memberikan sugesti positif untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi. Pasien pre operasi harus diberi informasi tentang prosedur operasi untuk mengurangi kecemasan. Pasal 38 Undang-Undang No 38 tahun 2014 menyatakan bahwa dalam praktik keperawatan, klien berhak mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan (UU No 38 Tahun 2014).
16
4. Simpulan dan Saran a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 25 responden (80,6%), umur paling banyak umur 26-35 tahun sebanyak 18 responden (58,1%), tingkat pendidikan paling banyak DIII sebanyak 22 responden (71,0%), masa kerja paling banyak 1-10 tahun sebanyak 23 responden (74,2%), status kepegawaian sebagian besar PNS yaitu 19 responden (61,3%), peran perawat sebagian besar kategori baik sebanyak 20 responden (64,5%).
Peran perawat sebagai advokat dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, sebagian besar termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 17 responden (54,8%). Peran perawat sebagai konsultan dalam
informed consent pasien pre operasi di
Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, sebagian besar
termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 24 responden (77,4%). Peran perawat sebagai konselor dalam informed consent pasien pre operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, sebagian besar termasuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 18 responden (58,1%).
b. Saran.
Bagi perawat RSUD dr Soehadi
Prijonegoro Sragen, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang peran perawat dalam informed concent pasien pre operasi sehingga hak dan kewajiban pasien pre operasi terpenuhi.
Bagi rumah sakit, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya dengan pelayanan pasien khususnya peran perawat dalam
informed concent pasien pre operasi dan
perawatan pada pasien pre operasi.
Bagi institusi pendidikan, hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan
17
ajar terkait peran perawat dalam
informed concent pasien pre operasi dan
sebagai dasar bagi penelitian keperawatan perioperatif selanjutnya, dan instansi pendidikan sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan peran perawat dalam
informed concent pasien pre operasi.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya dan dapat melakukan peneitian tentang peran perawat dalam informed concent
tindakan perawatan luka maupun peran perawat dalam informed consent pasien pre operasi fraktur.
Bagi peneliti, diharapkan dapat
melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai peran perawat dalam informed
concent pasien pre operasi dengan
variabel yang lebih luas dan berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Afidah, Nurul E. 2013. Gambaran
Pelaksanaan Peran Advokat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Negeri di Kabupaten Semarang.
Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 124-130.
Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar klien, Jakarta :
Salemba Medika
Eriawan, Riezky D. 2013. Hubungan
Tingkat Pengetahuan Perawat
Dengan Tindakan Keperawatan
Pada Pasien Pasca-operasi Dengan General Aenesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan,
vol. 1 (no. 1), September 2013. Grace A. N Pierce & Neil R Borley.
2007. Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EMS
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia :
Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Majid, A., judha, M., dkk 2011.
Keperawatan Perioperatif.
Yogyakarta: Gosyen Publishing. Mubarak W., Chayatin N. 2009.
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
Mubarak, W. dan Chayatin, N. 2009.
Ilmu Keperawatan Komunitas I:
Pengantar dan Teori. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011.
Pomosi Kesehatan: Sebuah
Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses, dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan, Jakarta:
18
Nurniningsih, Dwi Retno. 2012.
Hubungan antara Karakteristik
Perawat dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Jalan RSUP DR. Kariadi Semarang. Semarang :
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam, 2014. Manajemen
Keperawatan: Aplikasi Dalam
Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika. Perry Anne Griffin, Potter Patricia A.
2006. Fundamental keperawatan,
konsep, klinis dan praktek, Ed 4,
Vol 2, alih bahasa: Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC.
Robbins, S.P.,& Judge. 2008. Perilaku
Organisasi, Edisi ke-12. Jakarta:
salemba Empat.
Rumila dan Arofiati. 2009. Hubungan
Peran Perawat Dengan Sikap
Perawat Pada Pemberian Informed
Consent Sebagai Upaya
Perlindungan Hukum Bagi Pasien di
RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Jurnal Mutiara Medika
Vol. 9 No. 2:58 – 63, Juli 2009. Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2005.
Buku ajar ilmu bedah. Jakarta:
EGC.
Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Jakarta: Laksana. Utami, W,Y. & Supratman. 2009.
Pendokumentasian dilihat dari
beban kerja perawat. Berita ilmu
keperawatan, 2, (I), 7-12.
Weiser S.D., Heisler M., Leiter K., et al. 2007. Routine HIV testing in
Botswana: A population-based study on attitudes, practices, and human right concerns. PLoS Med 3(7):
e261.
Yulianto. 2012. Gambaran Peran
Perawat Dalam Penanganan
Hospitalisasi Pada Anak di Ruang Perawatan 4 RSU Islam Faisal Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 4 Nomor 5 Tahun 2014. ISSN : 2302-1721