H. Syahrial Siregar : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kemampuan Berkomunikasi Kepala Bidang Terhadap Kinerja Pegawai Pelayanan Keperawatan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, 2009
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI KEPALA BIDANG TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA
DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
T E S I S
Oleh
H. SYAHRIAL SIREGAR
047013022/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI KEPALA BIDANG TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA
DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
H. SYAHRIAL SIREGAR
047013022/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI KEPALA BIDANG TERHADAP KINERJA PEGAWAI PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : H. Syahrial Siregar Nomor Pokok : 047013022
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui
Komisi Pembimbing:
( Prof. Dr. H.M. Yoesoef Simbolon, Sp.KJ (K ) Ketua
( Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM ) ( Drs. Amir Purba, MA )
Anggota Anggota
Ketua Program Studi,
( Dr. Drs. Surya Utama, MS )
Direktur,
Tanggal lulus : 29 April 2009
Telah diuji pada
Tanggal : 29 April 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. H.M. Yoesoef Simbolon, Sp.KJ (K)
Anggota : 1. Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
2. Drs. Amir Purba, MA
3. Dra. Syarifah, MS
PERNYATAAN
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI KEPALA BIDANG TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PELAYANAN KEPERAWATAN JIWA
DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2009
ABSTRAK
Keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah sakit termasuk di RSJD Provsu yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hampir boleh dikatakan bahwa pelayanan inti dari kegiatan di rumah sakit, merupakan pelayanan yang dilakukan oleh jajaran bidang pelayanan keperawatan ini untuk menghasilkan kinerja pelayanan yang baik, dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan kemampuan komunikasi kepala bidang keperawatan / pemimpin yang baik. Dari evaluasi yang dilakukan terhadap hasil kerja pegawai di jajaran bidang keperawatan, baru sekitar 50-60 persen proses keperawatan pasien yang terdokumentasi di catatan medik (rekam medik pasien). Artinya, hasil kerja pegawai di jajaran bidang pelayanan keperawatan jiwa tersebut dalam melaksanakan asuhan keperawatan belum optimal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi kepala bidang secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey. Responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 110 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Dengan analisis data digunakan dengan uji regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan dan kemampuan komunikasi yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Berdasarkan penelitian, untuk meningkatkan kinerja pegawai harus dilakukan evaluasi, pendidikan dan pelatihan, seminar, studi banding dan pergantian personil sesuai dengan kualifikasinya terhadap kepala bidang unit pelayanan keperawatan di RSJD Provinsi Sumatera Utara.
ABSTRACT
Nursing is one of the professions practiced in a hospital which plays an important role in maintaining the quality of health service provided by the hospital. It could be said that the core service of hospital activities is the service implemented by this nursing service department. Creating a good health service is influenced by the style of leadership and the ability to communicate owned by the Head of Nursing Department as a good Leader. The result of the evaluation conducted on the performance of the staff working in the field of nursing shows that only about 50 to 60 percent of the patient nursing process documented in the field of mental nursing service which yields to an upshot acknowledgement that the implementation of nursing care is not yet optimal.
The purpose of this survey study is to examine and analyze the influence of both styles of leadership and the ability to communicate owned by the Head of Nursing Department on the performance of the staff working in the Department of Mental Nursing Service in Sumatra Utara Mental Hospital Medan. The respondents for this study were 110 staffs. The data for this study were obtained through questionnaires distribution. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.
The result of this study shows that both style of leadership and the ability to communicate have a positive and significant influence on the staffs’ performance. The positive influence shows that both style of leadership and the ability to communicate will have a good influence on the improvement of staffs’ performance.
Based on the results of this study, the efforts to improve the performance of the staffs, several actions such as providing evaluation, education and training, seminar, benchmarking, and staff rotation or mutation are required to be taken.
Keywords : Styles of Leaderships , Ability to Communicate, Staff’s Performance
RA
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hikmat yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam penulisan tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut
memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM &
H, Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Peminatan
Administrasi Rumah Sakit Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Dr. Drs. Surya Utama, MS yang telah membimbing kami dan memberikan masukan
dan saran dalam penyelesaian tesis.
Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.Dra. Ida Yustina, MSi yang telah
Secara khusus kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Prof.Dr. H.M. Joesoef Simbolon, SpKJ(K) selaku Ketua komisi
pembimbing, Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, Drs. Amir Purba, MA. atas segala
ketulusan dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran
dan perhatian selama proses penyelesaian tesis.
Terima kasih kami juga kepada ibu Dra. Syarifah. MS dan Bapak dr. Heldy B.Z. MPH, selaku dosen penguji telah memberikan bimbingan, masukan
dan saran untuk perbaikan tesis dan juga kepada Direktur Rumah Sakit Jiwa Sumatera Utara Bapak Dr. Bachtiar Panjaitan SpPD yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian di RS Jiwa Medan.
Akhirnya, kepada isteri tercinta dan anak-anak tersayang yang senantiasa
menghibur, mendampingi serta memberikan dorongan yang sangat berarti selama mengikuti pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan penulisan di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2009
RIWAYAT HIDUP
Identitas Diri
Nama : H. Syahrial Siregar
Tempat/ Tanggal Lahir : Tarutung, 16 November 1954
Alamat : Jl. H.Mohammad Sahid No.11 Medan Nama Isteri : Tengku Carmen Sylva
Nama Anak : 1. Tapi Sari Rumonda Bulan Siregar 2. Raja Panusunan Siregar
Riwayat Pendidikan
1. SD Persit Kartika Chandra Kirana Medan, 1961 – 1967
2. SMP Negeri I Medan, 1967 – 1970
3. SMA Negeri I Medan, 1970 – 1973
4. Fakultas Kedokteran USU, 1974 – 1981
Riwayat Jabatan
1. Kepala Puskemas Hatobuliko Provinsi Timor-Timur 1987 – 1989 2. Kepala Puskesmas Kecamatan Gunung Meriah
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. 1991 – 1993 3. Dokter Umum Rumah Sakit Lubuk Pakam, Deli Serdang 1993 – 2003 4. Kepala Bidang Perawatan Rumah Sakit Umum Pematang Siantar 2003 – 2004, 5. Wakil Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu 2003 – 2007 6. Direktur Rumah Sakit Umum Sultan Sulaiman
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian... 7
1.4. Hipotesis ... 7
1.5. Manfaat Penelitian... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1. Kinerja Pegawai... 9
2.1.1. Pengertian Kinerja ... 9
2.1.2. Penilaian Kinerja... 10
2.2. Kepemimpinan... 12
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan... 12
2.2.2. Gaya Kepemimpinan ... 15
2.3. Komunikasi... 20
2.4. Landasan Teori ... 23
2.5. Kerangka Konsep ... 26
BAB III. METODE PENELITIAN... 29
3.1. Jenis Penelitian ... 29
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian... 29
3.3. Populasi dan Sampel... 30
3.3.1. Populasi Penelitian... 30
3.3.2. Sampel Penelitian... 31
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31
3.4.1. Jenis Data ... 31
3.4.2. Metode Pengumpulan Data... 32
3.5. Variabel dan Definisi Operasional Variabel... 33
3.6. Metode Pengukuran... 38
3.7. Metode Analisis Data ... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN... 41
4.1. Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara... 41
4.1.1. Profil ... 41
4.1.2. Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara... 42
4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi ... 43
4.1.4. Visi, Misi, Motto ... 43
4.1.5. Jenis Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara... 45
4.2. Karakteristik Responden ... 48
4.3. Deskriptif Variabel Penelitian ... 50
4.3.1. Tanggapan Responden terhadap Gaya Kepemimpinan... 50
4.3.2. Tanggapan Responden terhadap Kemampuan Berkomunikasi... 51
4.3.3. Tanggapan Responden Terhadap Kinerja Pegawai ... 53
4.4. Asumsi Klasik... 55
4.4.1. Uji Normalitas Data ... 55
4.4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 56
4.4.3. Uji Multikolinearitas... 57
4.5. Pengujian Hipotesis ... 58
4.5.1. Pengujian Hipotesis Secara Serempak ... 58
4.5.2. Pengujian Hipotesis Secara Parsial... 58
4.6. Hasil Uji Regresi... 59
BAB V PEMBAHASAN... 61
5.1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada RSU Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara... 61
5.2. Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi Terhadap Kinerja Pegawai ... 63
5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kemampuan Berkomunikasi Terhadap Kinerja Pegawai ... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 66
6.1. Kesimpulan ... 66
6.2. Saran ... 66
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. : Dokumentasi Proses Keperawatan pada Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara
Januari– Desember 2008 ... 4
3.1. : Jadwal Kegiatan Penelitian ... 30
4.1. : Data Ketenagaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 ... 44
4.2. : Data Pelayanan Pasien Pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 s/d 2008... 47
4.3. : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008... 48
4.4. : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 ... 49
4.5. : Frekuensi Variabel Gaya Kepemimpinan ... 50
4.6 : Frekuensi Variabel Kemampuan Berkomunikasi... 52
4.7 : Frekuensi Variabel Kinerja Pegawai ... 53
4.8 : Hasil Uji Multikolinearitas... 57
4.9 : Uji Regresi Secara Bersama-sama (Uji F) ... 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. : Kontinum Perilaku Kepemimpinan
Menurut Tannebaum dan Schimdt ... 17
2.2. : Gambaran Kisi Kepemimpinan Blake dan Mouton ... 18
2.3. : Kerangka Konseptual Penelitian ... 28
4.1. : Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, Perda Pronvinsi Sumatera Utara
No. 8 Tahun 2004... 42
4.2. : Hasil Uji Normalitas... 55
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 : Kuesioner Penelitian... 71
2 : Data Responden... 78
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah organisasi unik, karena berbaur antara padat teknologi,
padat karya dan padat modal, sehingga pengelolaan rumah sakit menjadi disiplin ilmu
tersendiri yang mengedepankan dua hal sekaligus, yaitu teknologi dan perilaku
manusia di dalam organisasi (Subanegara, 2005: v). Sementara itu rumah sakit
merupakan suatu organisasi tempat berbagai profesi melakukan kegiatan
(Trisnantoro, 2005: iv).
Dari berbagai profesi yang terdapat di suatu organisasi rumah sakit, profesi
keperawatan merupakan profesi yang memiliki sumber daya manusia yang relatif
besar jumlahnya. Menurut Aditama (2000: 70), keperawatan merupakan salah satu
profesi di rumah sakit, yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh
profesi ini di rumah sakit, adalah bentuk kegiatan pelayanan keperawatan yang
dilakukan secara terus menerus selama 24 jam kepada pasiennya. Hampir boleh
dikatakan bahwa pelayanan inti dari kegiatan di rumah sakit, merupakan pelayanan
yang dilakukan oleh jajaran bidang pelayanan keperawatan ini. Karena merupakan
bentuk pelayanan kegiatan yang inti di rumah sakit, pelayanan keperawatan ini perlu
tetap diperhatikan keberadaannya, terutama bagi para pegawainya yang
melaksanakan tugas pelayanan kepada pasiennya.
Tugas pokok pegawai pada jajaran bidang pelayanan keperawatan adalah
melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan pedoman penerapan
proses keperawatan yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit (Komisi Akreditasi RS
Depkes RI, 1999: 55).
Tugas melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan pedoman pada proses
keperawatan ini merupakan hasil kerja dari pegawai yang berada pada jajaran bidang
pelayanan keperawatan. Dimana hasil kerja atau prestasi kerja ini dilaksanakan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan dan diberlakukan untuk dipedomani di rumah
sakit.
Prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai pada jajaran bidang pelayanan
keperawatan, secara langsung akan berpengaruh pada pelayanan rumah sakit secara
keseluruhan, dan pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja pelayanan terhadap
rumah sakit itu sendiri.
Bentuk kinerja pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan standar sangat
diperlukan bagi organisasi suatu rumah sakit. Karena saat ini perkembangan rumah
sakit sedang mengalami transformasi besar. Dimana organisasi rumah sakit sedang
berada dalam suasana global dan kompetitif, termasuk bersaing dengan pelayanan
kesehatan alternatif lainnya (Trisnantoro, 2004: 1).
Untuk Rumah sakit Jiwa Daerah (RSJD) Provinsi Sumatera Utara, pelayanan
keperawatan yang berlangsung adalah bentuk pelayanan keperawatan khusus.
Dimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan pedoman
oleh Departemen Kesehatan RI, No. YM.00.03.35.5829 pada tanggal 28 Desember
1999, dengan status akreditasi penuh tingkat dasar pada lima pelayanan, yaitu
pelayanan administrasi dan manajemen, pelayanan medik, pelayanan gawat darurat,
pelayanan keperawatan, dan rekam medik. Artinya lima bentuk pelayanan dasar ini,
termasuk pelayanan keperawatan jiwanya telah sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pelayanan keperawatan jiwa yang telah terakreditasi ini memiliki sistem kerja
serta sarana prasarana yang telah sesuai dengan standar, dimana semua kegiatan dan
aktivitas telah dipandu oleh suatu bentuk pedoman tertulis dalam bentuk prosedur
tetap (protap). Akan tetapi dari evaluasi yang dilakukan terhadap hasil kerja pegawai
di jajaran bidang keperawatan, baru sekitar 50 – 60 persen proses keperawatan pasien
yang terdokumentasi di catatan medik (rekam medik pasien) dalam kurun waktu 12
(dua belas) bulan (sebagaimana dilihat dalam Tabel 1.1). Artinya, hasil kerja pegawai
di jajaran bidang pelayanan keperawatan jiwa tersebut dalam melaksanakan asuhan
keperawatan kepada pasien berdasarkan pedoman pada proses keperawatan jiwa
tersebut, belum optimal.
Bertitik tolak dari hasil evaluasi yang dilakukan, bentuk pelayanan yang telah
terakreditasi dibidang keperawatan ini, yang mana belum mencapai hasil yang
optimal, menunjukkan terdapat sesuatu hal yang berhubungan dengan kepemimpinan
kepala bidang pelayanan keperawatan jiwa dalam menggerakkan dan memberikan
Tabel 1.1. Dokumentasi Proses Keperawatan pada Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Januari – Desember 2008
Rekam Medik Pasien Dokumentasi Proses Keperawatan di Rekam Medik
L P Lengkap Tidak Lengkap Tidak Dilakukan
No
Tahun
2008
Jlh % Jlh % Jumlah
Jlh % Jlh % Jlh %
1. Januari 119 72,6 45 27,4 164 108 65,8 51 29,6 5 4,6
2. Februari 104 75,9 33 24,1 137 75 54,7 59 43,1 3 2,2
3. Maret 98 70,5 41 29,5 139 87 62,5 45 32,5 7 5,0
4. April 15 74,7 39 25,3 154 91 59,1 59 38,3 4 2,6
5. Mei 107 64,1 60 35,9 167 109 65,3 53 30,1 5 4,6
6. Juni 78 61,9 48 38,1 126 88 69,8 36 28,6 2 1,6
7. Juli 95 71,9 37 28,1 132 87 65,9 42 31,8 3 2,3
8. Agustus 101 77,1 30 22,9 131 88 67,2 39 29,7 4 3,1
9. September 123 75 41 25 164 109 66,5 52 31,7 3 1,8
10. Oktober 102 78,5 28 21,5 130 80 61,5 48 37 2 1,5
11. Nopember 86 77,5 25 22,5 111 60 54,1 44 39,6 7 6,3
12. Desember 113 77,9 32 22,1 145 89 61,4 52 35,9 4 2,7
Keterangan : L = Laki-laki ; P = Perempuan
Sumber : Sub Bidang Pelayanan Medik III (Rekam Medik) Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Secara struktural, pimpinan rumah sakit adalah penentu kebijakan tertinggi
dalam operasional suatu rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugasnya tersebut, pimpinan
rumah sakit dibantu oleh kepala-kepala bagian atau bidang yang ada dalam rumah
sakit. Kepala-kepala bidanglah yang secara langsung berhubungan dengan staf-staf
rumah sakit dalam memberikan pelayanan yaitu para dokter, staf dan perawat
Para kepala bidang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing menjadi
pimpinan unit pelaksana kegiatan dan yang mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan dengan para bawahannya. Sebagai pimpinan, kepala bidang harus
mampu menciptakan budaya kerja yang kondusif, saling mendukung satu sama lain,
saling menguatkan energi organisasi untuk memberikan pelayanan optimal kepada
masyarakat. Dengan demikian, kepala bidang adalah sebagai pemimpin dan manajer
dibidangnya. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Birch (2001: 5), sebagai manajer dia lebih terpaku pada tugas, dan
sebagai pemimpin, dia lebih terpadu pada orang-orang yang dipimpinnya. Dengan
demikian, sesungguhnya salah satu ciri pemimpin besar adalah menghasilkan sesuatu
dan menyadari bahwa keberhasilannya menjalankan tugas adalah karena adanya niat
baik dan dukungan orang-orang disekitarnya (bawahannya). Oleh karena itu
dibutuhkan suatu gaya kepemimpinan (leadership style) dan kemampuan
berkomunikasi (the communication capability) dalam bentuk komunikasi yang efektif
seorang pemimpin, agar dapat menumbuhkan niat baik dan dukungan dari
bawahannya.
Hasil penelitian Fisher dan Hartel Bibo (2000) telah membuktikan hal tersebut
dalam penelitiannya: No Leadership Without Representation, yang menemukan
bahwa penggabungan tiga gaya kepemimpinan yang terdiri dari otokratik,
demokratik, laissez faire (kebebasan), yang diterapkan oleh manajer dalam
Para manajer yang menggunakan penggabungan ketiga gaya kepemimpinan tersebut
akan lebih mengerti bahwa gaya kepemimpinan lebih kuat mewujudkan outcome
organisasi, seperti kepuasan kerja, motivasi dan kinerja.
Dalam penelitian ini, penyebab dari tidak tercapainya pelayanan optimal
tersebut, dalam hubungannya dengan kepemimpinan kepala bidang, akan dianalisis
dari segi gaya kepemimpinan dan kemampuannya berkomunikasi dalam
mengarahkan dan menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya sesuai dengan
bidang tugasnya pada jajaran bidang pelayanan keperawatan jiwa tersebut.
Pokok pikiran yang mendasari analisis tersebut adalah bahwa kepala bidang
kurang memiliki gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi untuk
menumbuhkan niat baik dan dukungan dari bawahannya untuk dapat melakukan
pelayanan sesuai dengan standar yang ada.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh gaya
kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi Kepala Bidang terhadap kinerja
pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan kepala
bidang terhadap kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh kemampuan berkomunikasi
kepala bidang terhadap kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
3. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan
kemampuan berkomunikasi kepala bidang secara bersama-sama terhadap
kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Hipotesis
Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi
Kepala Bidang terhadap kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoriris
Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu
pengetahuan manajemen sumber daya manusia, khususnya yang terkait
dengan pengaruh gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi
2. Manfaat Praktis
Dapat memberi masukan yang berarti bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja pegawai pada unit
pelayanan keperawatannya, khususnya melalui perspektif gaya
kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi kepala bidang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja Pegawai
2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 1995: 45). Secara umum dapat dikatakan
bahwa kinerja (performance) merupakan wujud atau keberhasilan pekerjaan
seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuannya.
Suatu organisasi dapat berkembang merupakan keinginan setiap individu yang
ada di dalam organisasi tersebut, sehingga diharapkan dengan perkembangan tersebut
organisasi mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Kemajuan organisasi
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan yang bersifat eksternal dan intenal. Salah satu
faktor internal yang mempengaruhi kemajuan organisasi adalah kinerja pegawai di
dalam organisasi tersebut.
Menurut Rivai (2005: 309), kinerja pegawai merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai
dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam upaya perusahaan mencapai tujuannya.
Menurut Robbins (2002: 260), ada tiga kriteria kinerja yang paling umum,
yaitu: hasil kerja perorangan, perilaku dan sifat. Jika mengutamakan hasil akhir, lebih
dari sekedar alat, maka pihak manajemen harus mengevaluasi hasil kerja dari seorang
pekerja. Dengan menggunakan hasil kerja, seorang manajer perencana dapat
menentukan kriteria untuk kuantitas yang diproduksi, sisa yang dihasilkan, dan biaya
per unit produksi.
Dalam kebanyakan kasus, tidak mudah untuk mengidentifikasi hasil tertentu
sebagai hasil langsung dari kegiatan seorang pekerja. Hal ini terutama sekali terlihat
pada staf personalia dan perorangan yang memiliki tugas kerja intrinsik sebagai
bagian kelompok. Pada kasus selanjutnya kinerja kelompok dapat dievaluasi dengan
segera, akan tetapi kontribusi dari setiap anggota kelompok, sulit atau tidak mungkin
diidentifikasikan dengan jelas. Dalam hal ini, manajemen perlu mengevaluasi
perilaku para pekerja.
Bagian paling lemah dari kriteria, sesuatu yang masih digunakan secara luas
oleh organisasi, yaitu sifat perorangan. Faktor sifat dikatakan lebih lemah dari hasil
tugas dan perilaku karena faktor sifat akhirnya dihilangkan dari kinerja aktual dari
pekerjaan itu sendiri.
2.1.2. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya
atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan. Instrumen penilaian kinerja dapat
digunakan untuk mereview kinerja, peringkat kerja, penilaian kinerja, penilaian
yang mampu melaksanakan pekerjaan secara baik, efisien, dan produktif sesuai
dengan tujuan perusahaan (Rivai, 2005: 309-311).
Oleh karena itu menurut Rivai (2005: 311), suatu perusahaan melakukan
penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:
a. Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa
lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang
akan datang.
b. Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawan
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan
keterampilan untuk pengembangan karier dan memperkuat kualitas hubungan
antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.
Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam berorganisasi. Menurut
Robbins (2002: 258), ada lima tujuan penilaian kinerja, yaitu:
1. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan personalia
secara umum. Penilaian memberikan informasi yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan yang penting dalam hal promosi, transfer ataupun
pemberhentian.
2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan. Dalam hal ini, penilaian menjelaskan keterampilan dan daya saing
para pekerja yang belum cukup tetapi dapat diperbaiki jika suatu program yang
3. Penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai kriteria untuk progam seleksi dan
pengembangan yang disahkan.
4. Penilaian kinerja juga untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap
para pekerja tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.
5. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan atau
menentukan penghargaan.
Menurut Widodo (2004 : 79), untuk mengetahui kinerja pegawai harus
ditetapkan standar kinerjanya. Standar kinerja merupakan tolak ukur bagi suatu
perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan sesuai
dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan pada pegawai tersebut.
2.2. Kepemimpinan
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara
formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi
manajemen terdiri atas tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas,
seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai
akibat dari posisi yang ia pegang pada organisasi tersebut (Robbins, 2002:163).
Dalam suatu organisasi, peranan pemimpin dalam mencapai tujuan
mengorganisasikan seluruh kegiatan pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal
ini kemampuan kepemimpinan seorang pemimpin dalam organisasi sangat
menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil di dalam suatu organisasi.
Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Beberapa definisi yang dianggap cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagaimana dikutip Yukl (1994: 2), sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai
bersama (shared goal) (Hemhill & Coons, 1957).
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu
situasi tertentu serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah
pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler, &
Massarik, 1961).
3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling,
1984).
Menurut Stoner (1996: 234), kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh terhadap kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Selanjutnya menurut Terry (2000: 13), kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan.
yang didasarkan pada kemampuan seorang pimpinan untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Agar pemimpin dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka setiap pemimpin harus memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Winardi (2000: 197), sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif adalah :
1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau pelaksanaan
fungsi-fungsi dasar manajemen terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain.
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung
jawab dan keinginan sukses.
3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemilikan kreatif dan daya pikir.
4. Ketegasan (decisiveness) atau kemampuan untuk membuat keputusan dan
memecahkan masalah dengan cepat dan tepat.
5. Kepercayaan diri yaitu memandang dirinya memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah.
6. Inisiatif yaitu kemampuan untuk bertindak, mengembangkan serangkaian
kegiatan dan menemukan cara-cara baru/inovasi.
2.2.2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu (Kartono, 2005: 62). Di dalam suatu organisasi, gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan strategi organisasi yang
dalam menjalankan tugasnya memperhatikan beberapa bentuk sikap yang berbeda.
Menurut House dan Mitchell (1974) sebagaimana dikutip Yukl (1994:
242) terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu:
1. Supportive leadership (kepemimpinan yang mendukung), yaitu memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka.
2. Directive leadership (kepemimpinan yang instruktif), yaitu memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka.
3. Partisipatif leadership (kepemimpinan yang partisipatif), yaitu
berkomunikasi dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka.
Menurut Robbins (2002:173), pemimpin yang berkarakter direktive
leader membiarkan bawahannya mengetahui apa yang diinginkan dari mereka,
jadwal kerja yang harus diselesaikan, dan memberikan panduan khusus tentang bagaimana menyelesaikan tugas-tugas.
Supportive leader bersikap ramah dan memperlihatkan kepedulian
terhadap kebutuhan bawahan. Pada pemimpin yang berkarakter partisipatif
leader berkonsultasi dengan bawahannya dan menerima saran-saran mereka
sebelum membuat suatu keputusan.
Studi oleh Lewin, Leppitt dan White dalam Gillies (1989: 436),
menunjukkan bahwa kelompok menghasilkan kuantitas kerja yang lebih besar dibawah kepemimpinan otokratis, namun kualitas kerja yang lebih baik di bawah kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan partisipatif memiliki pengaruh yang paling positif pada pegawai dengan kebutuhan tinggi untuk mandiri. Gaya kepemimpinan partisipatif dipilih ketika keterlibatan pegawai dalam perencanaan dibutuhkan untuk mengatasi penolakan dan meningkatkan motivasi, namun pegawai tidak cukup ahli dalam dinamisasi kelompok.
perusahaan mereka lebih ke pragmatik daripada konseptual, dan konservatif daripada berisiko. Para eksekutif tersebut merasa bahwa untuk memenuhi tantangan sekarang dan masa depan, gaya kepemimpinan seharusnya mendapat perhatian. Berlawanan dengan para pemimpin di birokrasi klasikal, para
pemimpin organisasi masa kini, harus bersifat lebih usahawan, fokus ke pelanggan, proses, dan hasil; lebih condong kepada tindakan; lebih memberi wewenang; komunikatif; berteknologi canggih; mendukung inovasi dan perbaikan terus menerus; kuat dalam menggunakan bimbingan, saran dan pengaruh; dan berhemat dalam penggunaan otoritas murni.
Gaya kepemimpinan tersebut menurut Tannebaum dan Schimdt (dalam
Luthans, 2006: 682), bergerak sesuai dengan rentang perilaku sebagaimana
digambarkan sebagai berikut:
Kepemimpinan berpusat Kepemimpinan berpusat
pada bos pada karyawan
[image:31.612.107.534.284.603.2]Manajer membuat keputusan dan mengumu m-kannya Manajer menawark an keputusan Manajer mempresen -tasikan ide dan mengunda ng pertanyaan Manajer memprese n-tasikan subjek keputusan sementara untuk diubah Manajer memprese n-tasikan masalah, menerima saran, membuat keputusan Manajer mementuk an batasan, meminta kelompok mengambil keputusan Manajer mengizinkan bawahan melaksanak an fungsi dalam batasan yang ditentukan Rentang Perilaku
Gambar 2.1. Kontinum Perilaku Kepemimpinan menurut Tannebaum dan Schimdt
Salah satu teori gaya kepemimpinan yang paling banyak didiskusikan
adalah yang dikemukakan oleh Blake dan Mouton (1964) dalam Pace dan
Penggunaan otoritas oleh manajer
Paules (2005: 280), yang semula disebut kisi manajerial (managerial grid), tapi
saat ini disebut kisi kepemimpinan. Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari
perhatian manajer, yaitu perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal yang
direncanakan untuk diselesaikan organisasi, dan perhatian kepada orang-orang
dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka. Kisi ini
menggambarkan bagaimana perhatian pemimpin pada tugas dan pada manusia
sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan kepemimpinan. Gambar 2.2.
menunjukkan bagaimana perhatian-perhatian tersebut berhubungan satu sama
lainnya.
Tinggi 9
8 7 6 5 4 3 Kepedulian terhadap Orang 2
Rendah 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
[image:32.612.122.504.307.666.2]Rendah Kepedulian terhadap Tugas Tinggi
Gambar 2.2. Gambaran Kisi Kepemimpinan Blake dan Mouton
(1,9) Manajemen Santai Perhatian terhadap kebutuhan manusia untuk memuaskan hubungan yang mengarah kepada atmosfer organisasi yang nyaman dan ramah serta tempo kerja
(9,9) Manajemen Tim
Pencapaian kerja dari orang-orang yang berkomitmen, kesalingtergan-tungan melalui “common stake” pada tujuan organisasi yang mengarah kpd hubungan kepercayaan dan respek.
(1,1) Manajemen Pengalah Penggunaan usaha minimum untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperlukan sangat tepat untuk mendukung keanggotaan organisasi
(9,1) Ketundukan – Otoritas Efisiensi dalam mengoperasikan berbagai hasil dari pembentukan kondisi kerja dalam cara tertentu dimana campur tangan manusia pada tingkat yang minimum (5,5) Manajemen Pertengahan
Fiedler sebagaimana dikutip Robbins (2005: 170), mengasumsikan bahwa gaya kepemimpinan seorang individu tetap, yaitu relationship-oriented atau task-oriented. Asumsi ini penting, karena bila suatu keadaan memerlukan seorang pemimpin berorientasi kerja (task-oriented) dan yang dalam jabatan kepemimpinan tersebut merupakan orang yang berorientasi hubungan (relationship-oreinted), jika ingin mencapai efektivitas yang optimum, maka keadaan harus diperbaiki atau pemimpin yang harus diganti. Fiedler menyatakan bahwa gaya kepemimpinan itu sudah bawaan lahir seseorang. Seseorang tidak bisa mengubah gayanya agar cocok dengan keadaan yang berubah.
Setelah gaya kepemimpinan seseorang dinilai, perlu untuk menyesuaikan pimpinan dengan situasi. Tiga faktor kondisi atau dimensi kontijensi yang dikenalkan oleh Fiedler ditetapkan sebagai berikut (Robbins, 2005: 170):
1. Hubungan pemimpin-anggota: Tingkat keyakinan, kepercayaan, dan
penghargaan bawahan terhadap pemimpin mereka.
2. Struktur tugas: Tingkatan pada tugas-tugas kerja bawahan terstruktur atau
tidak terstruktur.
3. Wewenang jabatan: Tingkat pengaruh seorang pemimpin terletak pada
variasi wewenang seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan,
mempromosikan, dan menaikkan gaji.
Menurut Gillies (1989: 437), menurut teori situasi, kepemimpinan
sebaiknya berganti dari satu orang ke orang lain, dan pemimpin yang ditunjuk
tersebut sebaiknya berganti dari satu gaya ke lain gaya seiring dengan
terjadinya perubahan dalam situasi kerja. Walaupun tidak ada seorangpun
situasi, namun ada panduan untuk menyesuaikan kegiatan kepemimpinan
terhadap karakteristik situasional.
2.3. Komunikasi
Menurut Everett M. Rogers sebagaimana dikutip Cangara (2006: 19),
komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung, mandiri dan saling terkait
dengan orang lain di lingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat mencapai
hubungan yang dekat dengan orang lain di lingkungannya adalah komunikasi, baik
melalui bahasa verbal maupun bahasa non verbal.
Komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan non
verbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau
lebih (Mulyana, 2004: 3). Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai
penunjukan atau penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan
bagian dari suatu organisasi tertentu (Pace dan Faules, 2005: 31).
Tidak ada kelompok yang dapat bertahan tanpa komunikasi, yaitu
pemindahan maksud antara anggota-anggotanya. Informasi dan ide-ide dapat
bagaimanapun adalah lebih dari sekedar menyampaikan arti. Komunikasi juga harus
dapat dipahami, oleh karenanya komunikasi harus menyertakan keduanya, yaitu
penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti.
Menurut Robbins (2002:145), komunikasi berfungsi untuk mengendalikan
perilaku anggotanya dalam beberapa cara. Organisasi mempunyai otoritas hierarkis
dan pedoman resmi dimana anggota-anggotanya diwajibkan untuk mematuhinya.
Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para
karyawan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya,
dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di
bawah standar.
Menurut Luthans (2006:369), komunikasi adalah salah satu dinamika yang
paling sering dikupas dalam seluruh bidang perilaku organisasi tetapi jarang dipahami
sepenuhnya. Dalam prakteknya komunikasi yang efektif merupakan prasyarat dasar
untuk mencapai struktur organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
Model komunikasi Jhon Middleton (dalam Suranto, 2005:21) melibatkan
empat komponen komunikasi meliputi : komunikator, pesan, komunikan dan umpan
Gambar 2.3 : Model Komunikasi Middleton
Middleton menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat timbal balik,
berawal dari seorang sumber informasi (komunikator) yang menciptakan dan
mengirimkan pesan kepada penerima atau komunikan. Selanjutnya komunikan
memberi tanggapan, respon, umpan balik, atau feedback kepada komunikator.
Dalam pelaksanaan tugas sebagai pimpinan tidak jarang menemui kesulitan
bagaimana cara menyampaikan gagasan, pengarahan, atau perintah sehingga dapat
dimengerti, diterima dan dilaksanakan oleh bawahan. Ketidakberesan,
ketidakmampuan atau ketidaklancaran pemimpin dalam berkomunikasi dengan
bawahannya menjadi petunjuk bahwa kemampuan pemimpin dalam berkomunikasi
kurang baik. Menurut Hunsaker dan Alessandra (2005:5), penampilan diri memegang Umpan Balik
Sumber Penerima
peranan penting dalam pergaulan dan hubungan kita dengan orang lain, baik secara
positif maupun negatif.
Penampilan diri yang baik mempercepat perkembangan keakraban dan saling
percaya dengan orang lain. Sebaliknya penampilan yang tidak baik akan menghambat
suasana hubungan pribadi dan komunikasi. Selain masalah penampilan, kemampuan
berkomunikasi pemimpin juga dipengaruhi oleh kemampuannya dalam hal:
mendengarkan bawahan, bertanya kepada bawahan, nada suara dan gerak-gerik, serta
memberi dan menerima umpan balik.
Kemampuan seorang pemimpin dalam berkomunikasi dapat dilihat dari
kemampuannya membangun sebuah tim. Sudah terbukti dari teori sistem umum von
Bertalanffy (1975) dalam La Monica (1998:142), bahwa kerja tim memiliki
kemungkinan yang tinggi untuk membuahkan hasil dengan kualitas yang tinggi,
menurunkan biaya, dan meningkatkan moral karyawan. Komunikasi adalah jembatan
yang penting pada setiap kerja tim.
Komunikasi merupakan pendukung utama agar fungsi kepemimpinan bisa
efektif, karena seringkali kegagalan kepemimpinan diakibatkan karena lemahnya
kemampuan berkomunikasi. Bahkan ada pihak yang mengatakan bahwa kegagalan
bekerja 70 % diakibatkan oleh kegagalan komunikasi (Subanegara, 2005: 68).
2.4. Landasan Teori
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, variabel-variabel dalam
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 1995: 45). Secara umum dapat dikatakan
bahwa kinerja (performance) merupakan wujud atau keberhasilan pekerjaan
seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuannya. Hasil atau kinerja yang dicapai
tidak hanya terbatas dalam ukuran kuantitas, namun juga kualitas (Widodo, 2004:
77).
Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya
organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja pegawai adalah hasil yang didapatkan
pegawai, kelompok dan individu sesuai dengan target yang telah direncanakan,
standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan (Dharma, 2005: 25).
Menurut Rivai (2005: 309), kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan
keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa
pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja
merupakan hasil kerja konkret yang dapat diamati dan dapat diukur.
Menurut Mathis dan Jackson (2001: 82), kinerja dari individu tenaga kerja,
dukungan yang diterima (kepemimpinan), keberadaan pekerjaan yang mereka
lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi (komunikasi).
Sesuai dengan hubungan variabel-variabel dalam penelitian ini, maka kinerja
dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan dan komunikasi. Kepemimpinan yang
dianalisis dalam hal ini adalah gaya kepemimpinan, sedangkan komunikasi adalah
kemampuan berkomunikasi. Menurut Howard H. Hoyt sebagaimana dikutip Kartono
(2005: 57), kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
kemampuan untuk membimbing orang. Pengertian ini hampir sejalan dengan Robbins
(2002: 163), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok untuk pencapaian tujuan.
Gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu (Kartono, 2005: 62). Menurut
Fiedler dalam Robbins (2002: 170), gaya dasar kepemimpinan seorang individu merupakan faktor kunci dalam kesuksesan kepemimpinan. Seorang pemimpin harus dapat melihat kondisi dan kebutuhan bawahan. Pemimpin harus bisa mengerti perilaku organisasi yang dihadapinya sehingga ia mampu membawa organisasinya
mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama melalui pencapaian visi organisasi. Pendekatan gaya kepemimpinan sebaiknya harus dikombinasikan agar sesuai dengan kondisi lingkungan dimana organisasinya berada, sebab tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat untuk digunakan dalam satu situasi pada satu organisasi.
dua pikiran atau lebih, sedangkan Davis (1981) mendefinisikan komunikasi sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain.
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Menurut Robbins (2005: 145), satu dari kekuatan yang paling menghalangi suksesnya pekerjaan kelompok adalah kurangnya komunikasi yang efektif.
Sebagai pusat kekuatan dan dinamisator bagi organisasi, pemimpin harus
selalu berkomunikasi dengan semua pihak, baik melalui hubungan formal maupun
yang informal.
Suksesnya pelaksanaan tugas pemimpin itu sebagian besar ditentukan oleh
kemampuannya menjalin komunikasi yang tepat dengan semua pihak secara
horizontal maupun vertikal, keatas dan kebawah (Kartono, 2005:133).
Dengan demikian jelas bahwa kinerja pegawai dipengaruhi oleh kemampuan
berkomunikasi seorang pimpinan, khususnya dalam membangun kerja tim sebagai
satu kesatuan untuk mencapai tujuan.
2.5. Kerangka Konsep
Kinerja pegawai merupakan hasil kerja pegawai, baik secara individu maupun
secara kelompok sesuai bidang tugasnya. Rendahnya suatu kinerja diakibatkan
gagalnya pelaksanaan suatu hasil kerja secara optimal. Sebagian besar kegagalan
bekerja diakibatkan oleh kegagalan komunikasi. Dan seringkali kegagalan
Gaya kepemimpinan akan memberikan pengaruh terhadap kinerja bawahan.
Gaya kepemimpinan yang mampu menjalankan tugas dengan baik dan membina
hubungan dengan bawahan akan lebih efektif dalam pencapaian tugas sehari-hari.
Gaya kepemimpinan menunjukkan kemampuan dari seorang pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya untuk dapat meningkatkan motivasi kerja.
Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang dapat mengorganisasikan
pekerjaan dengan baik sehingga dapat terlaksana sesuai dengan yang telah
direncanakan. Semakin baik kemampuan pemimpin untuk mengorganisasikan
pekerjaan, maka kinerja bawahan juga akan semakin baik.
Sebagai seorang pemimpin, akan terus berhubungan dengan bawahan dalam
memberikan instruksi, meminta pertanggungjawaban kerja dan hubungan inter
personal. Dalam hal inilah seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik, sehingga dapat membina hubungan harmonis dengan
bawahannya, tetapi dalam konteks pekerjaan. Kemampuan berkomunikasi yang baik
adalah kemampuan seorang pemimpin untuk menterjemahkan kegiatan dan rencana
pekerjaan untuk dapat dimengerti dan bawahan bersedia mengerjakannya dengan
penuh tanggung jawab. Pemimpin yang dapat berkomunikasi dengan baik, tentunya
dapat menilai perbedaan kemampuan setiap bawahannya, sehingga metode
komunikasi dengan setiap karyawan juga akan berbeda. Dengan terjalinnya
komunikasi yang baik antara pemimpin dan bawahan dan antara sesama pegawai,
jawab pekerjaan sebagaimana telah direncanakan. Dengan demikian akan tercapai
kinerja pegawai secara optimal sesuai dengan standar.
[image:42.612.121.557.249.508.2]Variabel-variabel yang merupakan objek dalam penelitian ini, dikumpulkan dan dihubungkan satu dengan yang lainnya dalam bentuk bagan sesuai dengan tujuan penelitian, sebagai kerangka konsep penelitian (Widodo, 2004: 100), sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan :
(X1) : Gaya kepemimpinan (variabel bebas)
(X2) : Kemampuan berkomunikasi (variabel bebas)
(Y) : Kinerja pegawai (variabel terikat)
(1) : Pengaruh variabel X1 terhadap variabel Y
(2) : Pengaruh variabel X2 terhadap variabel Y
(3) : Pengaruh variabel X1 dan variabel X2 secara bersama-sama terhadap
variabel Y.
GAYA KEPEMIMPINAN (X1)
Kepemimpinan Direktif Kepemimpinan Supportif Kepemimpinan Partisipatif
KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI (X2) Komunikator
Pesan Komunikan Umpan balik
KINERJA PEGAWAI (Y)
Tugas Pokok
Kualitas
Kuantitas
(3) (1)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, karena dalam
memberikan gambaran atas suatu peristiwa atau gejala, menggunakan alat bantu
statistik, baik statistik deskriptif maupun statistik inferensial (Kholil, 2006: 110).
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey. Metode ini
digunakan untuk mengkaji populasi atau univers yang besar maupun kecil dengan
menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi. Arahnya adalah
membuat taksiran yang akurat mengenai karakteristik-karakteristik keseluruhan
populasi (Kerlinger, 1995: 660-661).
Bentuk problematik atau pemasalahan dalam penelitian ini adalah, problema
korelasi sebab akibat. Karena keadaan pertama (variabel gaya kepemimpinan dan
kemampuan berkomunikasi) diperkirakan menjadi penyebab keadaan kedua (variabel
kinerja pegawai), maka penelitian korelasi ini disebut juga sebagai penelitian
pengaruh (Arikunto, 2002: 30-31).
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat pada unit pelayanan keperawatan jiwa, Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Jl. Let.Jend. Djamin Ginting / Jl. Tali Air
No. 21 Medan.
Proses penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan dapat diselesaikan
dalam waktu 4 (empat) bulan, yang dimulai pada bulan Januari 2009 sampai dengan
[image:44.612.108.532.222.547.2]bulan April 2009. Perincian jadwal penelitian sebagai mana terlihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tahun 2009
Januari Februari Maret April No Uraian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penjajakan Objek Penelitian
2. Pembuatan Usulan Penelitian
3. Seminar Proposal
4. Perbaikan Proposal
5. Pengumpulan dan Analisa Data
6. Penyusunan Tesis
7. Seminar Hasil Penelitian
8. Perbaikan Hasil Penelitian
9. Sidang Ujian Tesis
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai
pada jajaran Bidang Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara yang masa kerjanya di atas 3 (tiga) tahun, sebanyak 110 orang.
Alasan pemilihan kelompok populasi ini, selain kelompok sasaran yang merupakan
juga yang merasakan langsung dampak kepemimpinan dan kemampuan
berkomunikasi Kepala Bidangnya terhadap kegiatan kerja mereka sehari-hari dalam
melaksanakan tugas organisasi, pada jajaran bidang pelayanan keperawatan jiwa.
Jadi populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah
dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan dengan masalah yang
diteliti (Riduwan, 2005: 270).
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, yaitu seluruh pegawai pada
jajaran Bidang Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara yang masa kerjanya di atas 3 (tiga) tahun, sebanyak 110 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden, yaitu
pegawai pelayanan keperawatan jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara, melalui kuesioner.
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen tertulis
yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang
3.4.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian
lapangan, yaitu terjun langsung di lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan. Penelitian lapangan dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
responden.
3.4.3. Instrumen Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian dan hipotesis penelitian,
alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen dalam
bentuk kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data variabel gaya
kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi dan kinerja pegawai. Instrumen dalam
bentuk kuesioner ini disampaikan kepada responden/subjek penelitian yang terdiri
dari sejumlah pertanyaan dengan alternatif pilihan jawaban yang telah disusun
sebelumnya.
Instrumen penelitian, sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data
penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk menguji validitas dan
reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk melihat ketepatan dan kecermatan
instrumen dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur (Azwar, 2003: 5).
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus koefisien korelasi
rxy = ] y) ( -y ][n. x) ( -x [n. y) ( x) ( -xy) ( n 2 2 2
2 Σ Σ Σ
Σ
Σ Σ Σ
Dimana :
rxy = koefisien korelasi
n = banyaknya sampel
x = skor setiap item
y = skor total
Selanjutnya untuk mendapatan instrumen yang reliabel, dilakukan uji
reliabilitas. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu
pengukuran instrumen dapat dipercaya (Widodo, 2004: 105). Formula statistik yang
dapat digunakan untuk menguji reliabilitas adalah Alpha Cronbach, dengan rumus
sebagai berikut:
= 2
2 1 2 s 1) -(n ) s -(s n Σ Dimana :
= koefisien alpha
n = jumlah item dalam skala s2 = varian total dari skor test s12 = varian dari setiap item skala
3.5. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yang diukur, yaitu gaya kepemimpin
kinerja pegawai (y) sebagai variabel dependen (terikat). Rumusan operasional
variabel-variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Gaya kepemimpinan (X1) merupakan cara kepala bidang perawatan memimpin
pegawai di unit pelayanan keperawatan dalam pelaksanaan tugas pokok pegawai
berupa proses keperawatan.
Cara yang digunakan kepala bidang berupa kepemimpinan direktif,
kepemimpinan supportive dan kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan
direktif, merupakan kepemimpinan kepala bidang perawatan memberi arahan atau
instruksi kepada pegawai di unit pelayanan keperawatan dalam pelaksanaan tugas
pokoknya tanpa meminta masukan kepada pegawai tersebut.
Indikator kepemimpinan direktif ini adalah :
a. Penjelasan tugas-tugas
b. Informasi cara bertugas
c. Hubungan tugas pegawai
d. Kejelasan instruksi
e. Reward tugas
f. Monitoring tugas
Kepemimpinan supportif, merupakan kepemimpinan kepala bidang perawatan
dalam memberi dorongan kepada pegawai. Di unit pelayanan keperawatan dalam
pelaksanaan tugas pokok dengan cara menarik dan membangkitkan minat
pegawainya. Indikator kepemimpinan supportif ini adalah :
b. Suasana kerja
c. Pemberian kesempatan
d. Konflik kerja
e. Semangat kerja
f. Hubungan kerja
Kepemimpinan partisipatif, merupakan kepemimpinan kepala bidang
perawatan dalam perumusan tugas pokok pegawai melaksanakan proses
keperawatan dengan keterlibatan yang sama dengan seluruh pegawai.
Indikator kepemimpinan partisipatif ini adalah :
a. Kebersamaan tugas
b. Kerja sama
c. Partisipasi
d. Kerja kelompok
e. Diskusi
f. Perhatian
2. Kemampuan berkomunikasi (X2), merupakan kemampuan kepala bidang
perawatan dalam menyampaikan pesan dalam bentuk informasi, gagasan ataupun
instruksi kepada pegawai di unit pelayanan keperawatan sehingga dimengerti dan
direspon dengan baik dalam bentuk pelaksanaan proses keperawatan.
Kemampuan berkomunikasi kepala bidang terdiri dari pengetahuan
wawasannya sebagai komunikator sesuai dengan bidang terdirid ari pengetahuan,
dan informasi yang disampaikan sehingga pegawai mengerti dan diproses dengan
pelaksanan proses keperawatan dengan optimal.
Indikator kemampuan berkomunikasi ini adalah :
a. Indikator komunikator
1. Pengetahuan proses keperawatan
2. Tujuan proses keperawatan
3. Pelaksanaan proses keperawatan
4. Informasi proses keperawatan
5. Metode informasi proses keperawatan
b. Indikator pesan
1. Kejelasan informasi 2. Bisa dimengerti
3. Cara penyampaian 4. Peranan pegawai 5. Fasilitas informasi 6. Bahasa yang jelas c. Indikator Komunikan
1. Penjelasan informasi 2. Pemahaman informasi 3. Pelaksanaan informasi
4. Perumusan tujuan d. Indikator umpan balik
2. Saran 3. Aktivitas
3. Kinerja Pegawai (Y), merupakan hasil kerja pegawai pada unit pelayanan
keperawatan dalam melaksanakan tugas pokoknya berupa proses keperawatan
kepada pasien dan terdokumentasi pada rekam medik pasien secara kualitas dan
kuantitas.
Indikator kinerja pegawai ini, merupakan indikator yang terdiri dari indikator
tugas pokok pegawai, indikator kualitas dan indikator kuantitas.
a. Indikator Tugas Pokok (Proses Keperawatan)
1. Kemampuan memberi layanan
2. Kemauan mengambil insiatif 3. Kemampuan merencanakan tugas 4. Kemampuan mengorganisasi mandiri
5. Kemampuan mengorganisasikan bersama 6. Kreativitas pekerjaan mandiri
7. Kreativitas pekerjaan bersama b. Indikator Kualitas (Proses Keperawatan)
1. Kesesuaian hasil kerja
2. Keterampilan pengkajian
3. Keterampilan diagnosa
4. Keterampilan rencana
7. Keterampilan dokumentasi 8. Kemampuan mengambil insiatif
c. Indikator kuantitas (proses keperawatan)
1. Kecepatan Pengkajian
2. Kecepatan Diagnosa
3. Kecepatan Rencana
4. Kecepatan Implementasi
5. Kecepatan Evaluasi
6. Kecepatan Dokumentasi
3.6. Metode Pengukuran
Variabel-variabel dalam penelitian ini dijabarkan menjadi dimensi
(sub variabel) dan selanjutnya disusun indikator-indikatornya, yang kemudian dibuat
menjadi item-item kuesioner. Skala pengukuran yang digunakan untuk menyatakan
tanggapan responden terhadap setiap item-item instrumen adalah dengan
menggunakan skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi dengan 4 alternatif jawaban. Urutan skala penilaian dari masing-masing item
indikator variabel tersebut, sebagai berikut:
Skala 4 : Sangat baik
Skala 3 : Baik
Skala 2 : Kurang baik
3.7. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah:
1) Regresi linear berganda
a. Persamaan umum regresi linear berganda adalah:
= a + b1x1 + b2x2
b. Perhitungan nilai koefisien determinan
Rumus koefisien determinan sebagai berikut:
R2 = (r) 2 x 100 %
Dimana :
R2 = koefisien determinasi
r = koefisien korelasi
2) Uji hipotesis dengan t-test dan F-test
a. Uji hipotesis dengan t-test digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas
memiliki hubungan signifikan atau tidak dengan variabel terikat secara
individual untuk setiap variabel.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai t-hitung adalah sebagai
berikut:
t-hitung = 2
r -1
b. Uji hipotesis dengan F-test digunakan untuk menguji hubungan variabel bebas
secara bersama-sama dengan variabel terikat. Rumusnya adalah sebagai
berikut:
F-hitung =
) 1 k n /( ) R 1 (
/k R 2
2
− − −
Dimana :
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah variabel independen
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara
4.1.1.
Profil
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan Rumah Sakit
Jiwa Pemerintah satu-satunya di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan
pelayanan kesehatan jiwa Kelas A (SK. Menkes No.135, 1978) Rumah Sakit Jiwa ini
juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan pelayanan
kesehatan jiwa lintas kabupaten/ kota dan provinsi dan telah terakreditasi dengan 5
(lima) pelayanan dasar yaitu pelayanan administrasi dan manajemen, pelayanan
medik, pelayanan rekam medik, pelayanan gawat darurat dan pelayanan keperawatan.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2004,
Rumah sakit jiwa ini ditetapkan sebagai lembaga teknis daerah dengan kedudukan
sebagai Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara (RSJD Provsu).
RSJD Provsu ini beralamat di Jln. Letjend Jamin Ginting KM 10/ Jln. Tali Air
No. 21 Medan dan terletak pada lahan seluas 37,880 M2 (+ 3,8 ha) dengan luas
gedung 26, 688 m2. Kapasitas tempat tidur yang tersedia sejumlah 450, tempat tidur
yang terdiri dari : Kelas III sebanyak 367 tempat tidur, Kelas II sebanyak 63 tempat
tidur, dan kelas I sebanyak 20 tempat tidur.
4.1.2.
Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara
Sesuai dengan Perda Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2004
tentang susunan Organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara, Bagan Struktur organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
DIREKTUR Wakil Direktur Kelompok Jabatan
Fungsional Sekretariat
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Penyusunan dan Laporan Bidang Pelayanan Medik Bidang Keperawatan Bidang Penunjang Medik Sub Bidang Pelayanan Medik I
Sub Bidang Pelayanan Medik II
Sub Bidang Pelayanan Medik III
Sub Bidang Keperawatan I Sub Bidang Keperawatan II Sub Bidang Keperawatan III Sub Bidang Penunjang Medik I
Sub Bidang Penunjang Medik II
Sub Bidang Penunjang Medik III Sub Bidang
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Perda Pronvinsi Sumatera Utara No. 8
Tahun 2004
4.1.3.
Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Perda Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2004 RSJD
Provsu mempunyai tugas membantu Kepala daerah dalam menyelenggarakan
pelayanan pencegahan peningkatan dan rehabilitas di Bidang Kesehatan Jiwa
bagi masyarakat Sumatera Utara.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, RSJD Provsu mempunyai fungsi :
a. Melaksanakan Pelayanan Medis
b. Melaksanan Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis
c. Melaksanakan Pelayanan Asuhan Keperawatan.
d. Melaksanakan Pelayanan Rujukan
e. Melaksanakan Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan.
4.1.4.
Visi, Misi, Motto
Visi : Menjadikan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terbaik
secara profesionalisme untuk kepuasan masyarakat.
Misi : a. Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Jiwa dan Fisik yang
terpadu
b. Meningkatkan Upaya Pencegahan dan penanggulangan
gangguan jiwa dan masalah psikososial di masyarakat.
c. Menyediakan dan mengembangkan faslitias pendidikan,
pelatihan dan penelitian dalam bidang pelayanan kesehatan
jiwa.
d. Meningkatkan upaya profesionalisme dan sumber daya
manusia (SDM) melalui pengembangan ilmu filosofi,
ketrampilan dan etika profesi.
Motto : HORAS
H : Harmonis
O : Objektif
R : Rapi
S : Sigap
RSJD Provsu dalam melayani Pasien didukung oleh tenaga medis, para medis
perawatan, paramedis non perawatan serta tenaga non medis. Secara rinci dapat
[image:59.612.107.531.266.449.2]dilihat pada tabel 4.1 berikut :