• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.

Di Indonesia tidak ada yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa sekitar sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia (SKRT) 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada SKRT 1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan di Indonesia terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevalensi 5,6%.

1

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasiens dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7%, seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5.014 juta jiwa dan Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,5%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.

16

1

Di negara Amerika serikat dibutuhkan dana sekitar 29,5 US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dengan biaya tak langsung sebesar 20,4 US$.2

(2)

Berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berusia antara 71-80 yaitu 33,9 dan kurang dari 50 tahun hanya 7,7% serta sebagian penderita adalah laki-laki. Pada orang normal penurunan faal paru yaitu volume ekspirasi detik pertama 28 ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK antara 50-80 ml. Di RS Persahabatan sebagai pusat rujukan paru nasional, PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan serta menduduki peringkat ke-4 dari jumlah penderita yang dirawat.17

Asap rokok diketahui merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK. Asap rokok bersama partikel berbahaya lainnya menyebabkan kerusakan jaringan paru, disfungsi mukosilier dan inflamasi saluran napas dan sistemik. Mekanisme tersebut diperberat dengan berulangnya eksaserbasi penyakit dan berperan pada terjadinya hiperinflasi dinamik paru, keterbatasan aliran udara ekspirasi, perubahan vaskuler paru dan disfungsi otot perifer yang memberikan gejala sesak napas, batuk disertai produksi sputum, kelelahan, intolerans latihan, depresi dan kecemasan yang seluruhnya menjadi faktor penentu kualiti hidup pasien PPOK.

18

Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik. Wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan obstruksi. Pemeriksaan klinis yang selalu dijumpai pada PPOK simptomatik adalah waktu ekspirasi memanjang yang paling baik di dengar di depan laring saat manuver forced expiratory. Ekspirasi yang > 4 detik suatu indikasi yang bermakna dari obstruksi. Jika penyakit bertambah berat, kelainan fisik bertambah jelas. Tampak barrel chest, pursed lip breathing, badan tambah kurus.

PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberi arah diagnosis PPOK. Pada tipe emfisema terlihat hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung atau pendulum. Pada tipe bronkitis kronik, foto toraks bisa normal atau corakan vaskuler bertambah pada 21% kasus.

19

Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan menilai derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas untuk mendiagnosa

(3)

PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu

kurang dari 70% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai unutk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Panduan mengenai derajat/klassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), British Thoracic Society (BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP

1,2,19

1/KVP dan nilai VEP1

Tabel II.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan . Derajat I 20,21 50≤ VEP1 Ringan 70≤ VEP1 Ringan 60≤VEP1<80 Derajat 0 (beresiko) Derajat I (Ringan) 80≥VEP1 Derajat I (Ringan) 80≥VEP1 Derajat II 35≤ VEP1<50 Sedang 50≤ VEP1<70 Sedang 40≤ VEP1<60 Derajat IIa (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat IIb 30≤VEP1<50 Derajat II (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat III (Berat) 30≤VEP1<50 Derajat III VEP1 < 35 Berat VEP1<50 Berat VEP1<40 Derajat III (Berat) VEP1 <50 & gagal nagas atau

gagal jantung kanan atau

VEP1<30

Derajat IV (Sangat berat) VEP1 <50 & gagal

nagas atau gagal jantung kanan atau

VEP1<30 ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2011

II.2. Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PPOK merupakan suatu penyakit progresif yang mengakibatkan kemunduran fungsi paru dan pertukaran gas secara bertahap. Manifestasi dini dari gejala PPOK adalah sesak napas

(4)

saat beraktivitas dan pengurangan aktivitas. PPOK merupakan penyakit yang progresif dengan kerusakan dan remodelling jaringan paru, kurangnya elastic recoil, perubahan ventilasi dan perfusi, peningkatan frekuensi napas membuat sesak napas semakin menonjol ketika beraktivitas.

Kelainan saluran napas dan parenkim paru yang terjadi berpengaruh pada kerja otot-otot respirasi. Usaha inspirasi pasien PPOK meningkat lebih dari empat kali dibandingkan orang normal. Kehilangan elastic recoil menyebabkan volume paru saat relaksasi meningkat dan terjadi penutupan saluran napas kecil pada awal ekspirasi (hiperinflasi statis). Ventilasi semenit saat istirahat meningkat 50% sebagai kompensasi terhadap gangguan pertukaran gas. Meningkatnya frekuensi napas menurunkan compliance paru dibawah nilai normal. Keterbatasan aliran udara ekspirasi yang terjadi pada 60% pasien PPOK menghambat proses pengosongan paru sehingga inspirasi dimulai pada saat paru belum mencapai volume relaksasinya (hiperinflasi dinamik).

22

Penelitian terkini menyatakan bahwa PPOK bukan hanya sebagai penyakit saluran napas yang hanya memberikan gejala di saluran napas saja tetapi juga memiliki efek sistemik diantaranya inflamasi sistemik, kehilangan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi otot rangka, penyakit kardiovaskular, gangguan sistem saraf dan efek pada tulang rangka. Disfungsi otot didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya kekuatan dan atau ketahanan otot. Kekuatan otot adalah kemampuan untuk menghasilkan tenaga maksimal dan ketahanan otot adalah kemampuan otot mempertahankan kerja dengan beban tertentu selama beberapa waktu.

23

24

Disfungsi otot rangka menjadi penyebab utama keterbatasan aktiviti atau intolerans latihan pada pasien PPOK selain beberapa faktor lain yang diperkirakan dapat menjelaskan terjadinya kemunduran otot rangka pada pasien PPOK. Kurangnya aktivitas, kurangnya penggunaan otot rangka menyebabkan atrophy otot rangka. Hal lain yang juga berperan adalah inflamasi sistemik, ketidakseimbangan nutrisi, pemakaian kortikosteroid sistemik,

(5)

hipoksemia, dan juga gangguan elektrolit. lnflamasi sistemik PPOK berhubungan dengan perubahan biokimiawi tubuh dan fungsi organ secara bermakna. lnflamasi sistemik dianggap menjadi dasar terjadinya kaheksia, kehilangan berat badan, osteoporosis, muscle wasting, gagal jantung, aterosklerosis, demensia, depresi dan kanker.

Perubahan otot rangka pasien PPOK terutama terjadi pada otot-otot tungkai seperti otot quadriseps. Otot ini mengalami kehilangan serat tipe I (tipe aerobik), pengurangan enzim oksidatif dan meningkatnya apoptosis.

25,26

27,28

Gosker dkk mendapatkan persentase serat otot tipe l sebanyak 16% pada pasien emfisema dibandingkan dengan kontrol 45%.28 Kelemahan otot juga berhubungan dengan level lnterleukin-8 dalam sirkulasi. Faktor lain yang menyebabkan kelemahan otot adalah stres oksidatif. Tavilani H pada tahun 2012 telah membuktikan terjadinya penurunan kapasitas antioksidan plasma pada pasien PPOK dan juga perokok serta terjadinya peningkatan stres oksidatif pada kedua kelompok ini.29 Saat latihan terjadi peningkatan produksi radikal bebas oleh mitokondria dan jika mekanisme pertahanan tidak mencukupi akan terjadi proses oksidasi lemak dan protein. Atrofi otot dapat dilihat pada otot secara keseluruhan atau pada tingkat miosit tetapi dapat juga dinilai dengan memperkirakan kehilangan fat-free mass di tungkai. Perubahan otot rangka ini disebabkan oleh berubahnya gaya hidup pasien PPOK. Kemampuan oksidatif otot ini akan berkurang dari keadaan asidosis laktat akan lebih mudah terjadi pada latihan yang bersifat incremental. Asidosis laktat menjadi alasan mengapa pasien akan lebih awal menyelesaikan latihannya dan peningkatan ventilasi dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan karbondioksida sebagai mekanisme kompensasi terhadap asidosis laktat.

Sindrom metabolik seperti hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia serta penyakit jantung sering dilaporkan sebagai faktor penyerta pada PPOK. Gangguan atau penyakit tersebut dapat memperburuk toleransi latihan pada pasien PPOK. Crisafulli dkk mendapatkan prevalens sindrom metabolik sebanyak 61% dan penyakit jantung 24% sebagai penyerta pada

(6)

2962 pasien PPOK yang diteliti. Seluruh penyakit penyerta dalam penelitian ini memperburuk toleransi dan mengurangi efektifiti rehabilitasi.

Gas dan partikel berbahaya

31

Karakteristik penyakit Gejala

Keterbatasan ekspirasi, hiperinflasi Sesak, batuk , sputum Perubahan vaskuler Lelah

Disfungsi otot perifer Intolerans latihan Depresi, cemas Gambar II.1. Penurunan kualitas hidup pasien PPOK

II.3. Rehabilitasi Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

16

Sejarah rehabilitasi pertama kali dikembangkan pada penderita PPOK, kemudian diterapkan pada penyakit paru kronik misalnya penyakit interstisial, fibrosis kistik, bronkiektasis, bentuk dada abnormal, persiapan operasi dan evaluasi setelah operasi. Rehabilitasi dapat juga digunakan pada pascatrauma paru akut. penderita yang menggunakan ventilator yang lama dan penderita dengan gejala respirasi yang tidak stabil.30

Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi sesak napas dan menghilangkan rasa takut penderita akan timbulnya sesak napas yang menghambat penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Rehabilitasi paru berusaha untuk memulihkan individu ke arah potensi fisik, medik, mental, emosional, ekonomi, sosial sepenuhnya menurut

Individu dengan penyakit pernapasan yang kronik seperti PPOK sering mengalami gejala-gejala yang mengganggu seperti sesak napas dan kehilangan nafsu makan, keterbatasan aktivitas dan penurunan kualitas hidup.

QOL

Kerusakan jaringan Disfungsi mukosilier Inflamasi lokal dan i t ik Progresifitas penyakit Eksaserbasi

(7)

kemampuannya. Melalui program rehabilitasi paru, penderita diajar untuk memahami lebih dalam tentang penyakitnya, pilihan-pilihan terapi dan strategi-strategi untuk mengatasinya. Mereka di dorong untuk secara aktif terlibat dalam usaha-usaha pemeliharaan kesehatan, lebih mandiri dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari, dan tidak terlalu bergantung pada petugas kesehatan atau sumber-sumber daya medis lain yang mahal. Tiap usaha harus dilakukan untuk membawa penderita ke arah perbaikan fisik yang maksimal dan memelihara efisiensi pemakaian energi yang maksimal, sehingga penderita bisa melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Jika hal ini tidak mungkin, maka diusahakan latihan bekerja yang lebih ringan. Bahkan jika tidak mungkin memperoleh pekerjaan yang lebih menguntungkan, titik berat harus diletakkan agar penderita mempunyai kepercayaan diri semaksimal mungkin dan mengurangi ketergantungan pada orang sekitar.

Definisi awal yang dianut oleh Komite Rehabilitasi Paru American College of Chest Physician (ACCP) sejak tahun 1974 menyatakan bahwa rehabilitasi paru adalah suatu seni pengobatan dimana melalui diagnosis yang tepat, terapi, dukungan psikologis, dan edukasi, dirancangkan suatu program multidisipliner untuk masing-masing penderita guna menstabilkan atau menyembuhkan gangguan fisiologis pernapasan, dengan maksud mengembalikan penderita kepada tingkat kapasitas fungsional tertinggi yang masih mungkin dicapai dalam kondisi penyakitnya.

30,32

30,33

Sedangkan menurut ATS ( American Thoracic Society ) pada tahun 1999 Rehabilitasi paru adalah suatu program dengan multidisiplin yang memberikan perhatian pada pasien PPOK melalui suatu disain yang dapat mengoptimalkan kemampuan fisik dan kehidupan sosial serta mampu mandiri. Melibatkan berbagai spektrum seperti strategi pengobatan, latihan fisik, edukasi, nutrisi, dukungan psikososial dan kedisiplinan yang merupakan suatu kesatuan pada managemen terapi jangka panjang penderita PPOK.34

(8)

Menurut National Institutes of Health (NIH) Workshop an Pulmonary, rehabilitasi paru adalah pelayanan langsung multidisiplin secara terus menerus kepada seseorang dengan penyakit paru dan keluarganya, menggunakan interdisiplin tim spesialis, dengan tujuan meningkatkan dan mempertahankan tingkat kemampuan tertinggi untuk mandiri dan berguna bagi lingkungannya.

Rehabilitasi paru merupakan program yang telah mantap dan diterima secara luas sebagai penyempurnaan terapi standard penderita PPOK. Tujuan utama dari program ini adalah :

30

a. Meningkatkan pemahaman terhadap penyakit dan memperbaiki self-management.

b. Mengendalikan atau meringankan gejala penyakit dan komplikasi gangguan pernapasan semaksimal mungkin.

c. Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas fisik mandiri tertinggi yang masih mungkin tercapai

d. Memperbaiki kemampuan fisik dan psikologis pasien dalam interaksi dengan lingkungannya

e. Mencegah suatu kondisi yang membuat keterbatasan aktivitas dan pergerakan pada penderita PPOK oleh karena sesak napas yang dialaminya 34

Rehabilitasi paru secara menyeluruh mencakup beberapa hal yaitu evaluasi penderita, edukasi dan dukungan psikososial,latihan relaksasi, latihan pernapasan, latihan fisik dada, dan latihan fisik (exercise training).

II.3.1. Evaluasi Penderita

Penilaian pasien PPOK untuk program rehabilitasi paru bertujuan mendapatkan kandidat pasien yang tepat untuk diberikan program latihan. Pasien PPOK yang dianjurkan mengikuti program rehabilitasi paru adalah pasien dengan derajat 2 atau PPOK sedang atau

(9)

Tampilan Klinis

pasien yang memiliki VEP1 kurang dari 80% dari nilai prediksi. Pasien dengan derajat PPOK

ringan dan sangat berat juga dapat dianjurkan untuk melakukan rehabilitasi paru. Rehabilitasi paru secara umum diindikasikan untuk penderita PPOK yang telah mengalami gejala pernapasan yang menetap, penurunan kapasitas latihan, penurunan aktivitas dan penurunan kualitas hidup. Akan tetapi sebenarnya tidak ada suatu penurunan fungsi paru spesifik yang dijadikan standar pada program rehabilitasi paru. Kontraindikasi relatif rehabilitasi paru adalah pasien yang tidak dapat berjalan disebabkan kelainan ortopedi atau saraf, angina pektoris tidak stabil atau infark miokard, gangguan psikiatrik atau kognitif tidak dapat berkomunikasi dengan efektif. 34

Gambar II.2. Gambaran pasien PPOK yang harus diberikan rehabilitasi paru 34

Intervensi

Gagal napas Beresiko Simptomatik Eksaserbasi

Berhenti merokok

Management penyakit

Lain – lain

Gejala

VEP1

Rehabilitasi Paru

(10)

Tahap awal rehabilitasi paru adalah menentukan penderita dan dievaluasi untuk disesuaikan dengan tujuan program. Proses evaluasi terdiri atas:

a. Wawancara

Wawancara merupakan langkah pertama yang penting untuk mengenalkan pasien tentang program, mengetahui riwayat penyakit dan problem psikososial. Anggota keluarga dan lingkungannya dilibatkan dalam wawancara ini. Komunikasi dengan dokter yang merawat dan petugas rehabilitasi penting untuk menentukan prioriti pertanyaan medis dalam mengawali program sehingga setiap individu mendapatkan jenis program yang sesuai dengan harapan.

b. Evaluasi medis

Sebelum proram rehabilitasi dilakukan, penting kiranya mengetahui kondisi penyakit penderita serta therapy yang diberikan selama ini apakah sudah optimal.34

c. Uji diagnostik

Riwayat penyakit penyerta harus diperhatikan untuk menentukan tingkat program. Data dasar harus dicatat termasuk faal paru, kemampuan uji latih, analisis gas darah (AGDA), foto toraks, elektro kardiografi (EKG), kadar hemoglobin (Hb), fungsi ginjal dan lainnya.

Uji faal paru digunakan untuk menentukan karakteristik penyakit paru dan derajat kelainan. Spirometri digunakan untuk mengukur faal paru. Parameter yang sering diukur adalah kapasiti difusi, tahanan jalan napas dan tekanan maksimal respirasi. Uji latih membantu untuk menentukan toleransi latihan, perubahan hipoksemia dan hiperkapnia selama latihan sehingga dapat menentukan intensiti latihan yang aman. Toleransi latihan juga ditentukan oleh persepsi gejala sesak napas. Pengukuran yang dilakukan selama monitoring adalah besarnya beban kerja, heart rate, EKG, oksigen arteri, analisis gas darah, konsumsi oksigen (VO2) dan gejala sesak napas. Pemeriksaan AGDA sebelum dan selama latihan penting untuk mengukur kapasiti latihan yang menginduksi hipoksemia.

(11)

d. Status psikososial

Keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh penanganan masalah fisis pasien tetapi juga masalah psikologi, emosi dan sosial. Penderita dengan problem psikososial sering tidak dapat menentukan masalahnya sendiri. Kelainan neuropsikologi

sering ditemukan pada PPOK, pasien menjadi depresi, takut, cemas dan sangat tergantung kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Gejala sesak yang progresif adalah gejala yang sangat ditakuti karena sedikit aktiviti akan bertambah sesak sehingga menghasilkan rasa takut dan cemas yang berlebih. Pada akhirnya aktiviti penderita akan terbatas. Status psikososial dan perhatian terhadap masalahnya dapat ditentukan waktu wawancara misalnya tingkat dukungan keluarga dan lingkungannya, aktiviti harian, hobi dan tingkat keterbatasannya. Kunci penting saat wawancara adalah memperhatikan komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah, sikap tubuh, sikap tangan dan gerakan tubuh. Kelainan kognitif yang terbatas pada pasien dapat secara baik diidentifikasi. Anggota keluarga dan lingkungan dapat dimasukkan dalam proses seleksi dan program bila memungkinkan.

e. Target yang akan dicapai

Target rehabilitasi ditentukan berdasarkan derajat penyakit, kebutuhan dan harapan penderita. Target harus realistik dan objektif sesuai dengan program. Keluarga dan lingkungan lainnya dilibatkan dalam penentuan target.

Pada sistem International Classification of impairment disability and handicap (ICIDH) WHO, penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi, impairment, disability dan handicap. Impairment saluran napas merupakan hilangnya atau abnormaliti psikologis, fisiologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran napas. Impairment merupakan keadaan patologi dan dapat ditentukan dengan pengukuran laboratorium. Pada penyakit saluran napas impairment menunjukkan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan udara yang terperangkap pada uji faal paru atau

(12)

penurunan kekuatan otot quadriceps pada uji fungsi otot. Disability saluran napas akibat penyakit paru menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktiviti normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi dinamis dan keterbatasan kerja fisis. Pada rehabilitasi paru keadaan disability ditentukan oleh uji lapangan seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan dan kuesioner indeks sesak untuk mengukur derajat sesak.Handicap saluran napas adalah suatu keadaan akibat impairment dan disability sehingga pasien tidak mampu berperan dalam masyarakat seperti yang diharapkan, misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam waktu yang ditentukan merupakan disability tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaan adalah handicap.

II.3.2. Edukasi dan Dukungan Psikososial

35

Edukasi pasien bertujuan agar setiap pasien PPOK memahami kondisi penyakitnya dan keterbatasan aktifitas yang disebabkan oleh progresifiti PPOK. Edukasi program komponen haruslah mencakup review terapi yang telah digunakan selama ini, pemakaian oksigen, mekanisme penyakit, modifikasi gaya hidup. Pasien PPOK selayaknya memahami penyakit yang diderita agar meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian. Pasien harus mengerti bagaimana memakai obat inhalasi secara tepat. Kebiasaan merokok harus dihentikan karena dapat memperburuk kapasiti fungsional pasien dan juga karena pasien yang masih tetap merokok biasanya akan menolak program rehabilitasi dengan alasan yang tidak jelas. Penderita PPOK cenderung untuk kehilangan berat badannya, terutama bagi penderita dengan derajat obstruksi yang berat. Kehilangan berat badan selalu dihubungkan dengan tingkat kematian yang tinggi. Oleh karena itu, jika hal ini dapat diatasi maka akan meningkatkan survival rate. Dibutuhkan dukungan nutrisi pada penderita PPOK. Obesitas pada penderita PPOK juga harus dikurangi untuk menghindari komplikasi pada kardiorespirasi sistem dengan jalan pengaturan diet.35

(13)

Dukungan psikososial berguna untuk memberikan rasa percaya diri pasien PPOK dan mencegah depresi yang akan berakibat menurunkan efektifiti rehabilitasi paru. Pasien PPOK harus dihindari dari keadaan depresi yang juga dapat menjadi alasan drop out program rehabilitasi.

II.3.3. Latihan Relaksasi

Prevalens serangan panik pada pasien PPOK sepuluh kali lebih besar daripada orang normal. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya partisipasi penderita dalam kegiatan-kegiatan sosial termasuk dalam hal hubungan seksual. Bimbingan psikologis sebaiknya dilakukan terhadap pasien PPOK terutama mereka yang memiliki kecenderungan mengalami serangan panik. Psikoterapi baik dalam bentuk penyuluhan atau edukasi maupun terapi relaksasi dan desentisasi sesak napas yang diintegrasikan dalam komponen rehabilitasi paru lainnya diharapkan dapat mengurangi kecemasan, depresi, dan sesak napas, serta meningkatkan rasa percaya diri.

Tujuan latihan relaksasi adalah:

a. Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan. b. Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.

c. Memberikan sense of well being

Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa tegang, cemas dan takut. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu diambil setiap akan memulai latihan pernapasan dan terapi fisik dada . Agar penderita memahami, latihan ini harus diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang dan posisi yang nyaman.

II.3.4. Latihan Pernapasan

36

(14)

Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:

a. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping b. Memperbaiki fungsi diafragma

c. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks

d. Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan

e. Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.

Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang) ini terjadi bila ventilasi melampaui 50 l/menit. Pada penderita PPOK terdapat hambatan aliran udara terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Fungsi diafragma penderita PPOK kurang dari 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PE max) sekitar 37%. Latihan pernapasan meliputi:

36

a.1. Latihan pernapasan diafragma

Melatih kembali penderita untuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesorius. Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut:

a.1.1.Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus dilakukan drainase

(15)

postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah.

a.1.2. Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar .

a.1.3. Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan dada minimal, dinding dada dan otot bantu napas relaksasi.

a.1.4.Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah.

a.1.5. Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5-1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini. Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga

a.2. Pursed lips breathing

36

Tujuan program ini adalah mengurangi napas pendek dan aktiviti otot asesorius, mencegah kolaps saluran napas kecil selama ekspirasi, meningkatkan P02 dan menurunkan PC02. Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti

(16)

bersiul, lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4-6 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan memberikan keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah latihan berlangsung lebih dari 10 menit. 36

a.Menarik napas b. Bibir seolah-olah c. Buang napas perlahan-lahan akan meniup perlahan-lahan melalui hidung melalui mulut Gambar II.3. Tekhnik pursed lips breathing

a.3. Latihan batuk

37

Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria: 1) Kapasitas vital yang

(17)

cukup untuk mendorong sekret. 2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi. Cara melakukan batuk yang baik: Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga menimbulkan tekanan intratorak. Tungkai bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita diminta menarik napas melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot dinding perut serta badan sedikit membungkuk ke depan. Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara latihan batuk.36

II.3.5. Terapi Fisik Dada

Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan menyumbat saluran napas dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan radang yang menambah obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga mengganggu mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret merupakan penyulit yang cukup serius. Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat dilakukan dengan cara drainase postural, perkusi dinding dada, vibrasi menggunakan tangan (manual) atau dengan bantuan alat (mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan (clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru terutama pada penderita PPOK dengan produksi sputum yang meningkat (>30 ml/ hari). Drainase postural adalah cara membersihkan jalan napas dari lendir dengan meletakkan penderita pada berbagai posisi pada waktu tertentu sehingga gravitasi akan membantu aliran lendir. Lendir digerakkan dari

(18)

bronkial ke bronkus dan menuju trakea untuk dibatukkan. Posisi lobus yang akan didrainase diletakkan lebih tinggi daripada bronkus utama. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama 5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengaliran sekret.

II.3.6.Latihan Fisik (Exercise Training)

36

Latihan rekondisi merupakan kunci kesuksesan dalam program latihan pada pasien PPOK. Masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana mendisain pola latihan secara individual dengan mempertimbangkan kelainan kardiovaskuler dan sistem rangka yang mungkin sudah terjadi. Program latihan harus mempertimbangkan tiga hal utama yaitu intensiti, spesifisiti dan reversibiliti. Latihan harus dilakukan sedikitnya tiga hingga lima hari seminggu dan intensiti latihan antara 40-80 % dari cadangan ambilan oksigen (perbedaan antara ambilan oksigen pada waktu istirahat dengan ambilan oksigen maksimal). Latihan dilakukan selama lebih dari 20 menit secara kontiniu atau dengan interval. Latihan fisis sebanyak 20 sesi terbukti memberi manfaat yang lebih baik daripada 10 sesi. Sebagian program rehabilitasi melakukan latihan 3 kali seminggu diawasi langsung dengan durasi 3-4jam. Biasanya durasi program rehabilitasi selama 6 hingga 12 minggu.

lntensiti latihan yang rendah memperbaiki gejala pasien PPOK, kualiti hidup dan beberapa aspek aktifiti harian. Manfaat fisiologis lebih besar didapat pada intensiti latihan yang lebih berat .lntensiti latihan berat pada orang normal adalah intensitas tertentu yang dapat meningkatkan kadar laktat dalam darah. lntensiti melebihi 60% kapasiti puncak latihan dianggap cukup meningkatkan kemampuan.

25

38

Spesifisiti latihan pasien PPOK umumnya dilakukan dengan memusatkan perhatian pada latihan tungkai dengan menggunakan treadmill, sepeda statis atau dengan latihan berjalan secara incremental. Aktifiti latihan juga dilakukan terhadap otor-otot lengan dengan menggunakan arm cycle ergometer, free weights dan elastic bands. Latihan terhadap otot

(19)

lengan dapat mengurangi sesak sewaktu aktifiti dengan menggunakan lengan dan menurunkan kebutuhan ventilasi sewaktu mengangkat lengan. Orang normal membutuhkan peningkatan ambilan oksigen sebanyak 16% dan peningkatan ventilasi 24% sewaktu mengangkat lengan.

Endurance exercise dilakukan dengan cara berjalan atau bersepeda termasuk latihan yang sering dilakukan dalam program rehabilitasi paru. Durasi latihan efektif harus melebihi 30 menit. Beberapa pasien sulit diperoleh durasi latihan yang kontiniu dan sebagai alternatif dapat dilakukan latihan secara interval dengan cara membagi durasi latihan menjadi beberapa sesi dengan selingan istirahat atau latihan dengan intensiti lebih rendah. Strength exercise dapat memberikan perbaikan massa dan kekuatan otot daripada endurance exercise.

18,30

Oca dkk melaporkan bahwa latihan bersepeda meningkatkan kapasiti fungsional pasien PPOK sebesar 19% lebih besar daripada uji jalan 6 menit yang hanya meningkatkan 1% kapasiti fungsional pasien.38

Latihan fisik dapat mengurangi gejala sesak napas dengan cara mengurangi hiperinflasi dinamik pada pasien PPOK. Hiperinflasi dinamik terjadi pada saat latihan fisik yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ventilasi dan berkurangnya waktu ekspirasi hingga terjadi air trapping. Latihan fisik menurunkan kebutuhan ventilasi dan frekuensi napas sehingga memberikan waktu yang cukup untuk ekspirasi dan mengurangi hiperinflasi paru. Desensitisasi perasaan sesak terjadi di otak melalui mekanisme yang belum dapat dijelaskan. Kecemasan dan depresi pada pasien PPOK berkurang sebagai efek dari peningkatan kapasiti latihan.

Resistance training dilakukan dengan cara memberi beban tertentu terhadap kelompok otot kecil secara berulang. Alasan dilakukannya latihan ini karena pada pasien PPOK biasanya terjadi kelemahan otot perifer yang juga berperan pada kelelahan pada waktu latihan. Latihan yang dilakukan pada otot perifer dapat mengurangi sesak pada pasien. Spruit

(20)

dkk membandingkan efek resistance dengan endurance training pada pasien PPOK yang mengalami kelemahan otot tungkai. Terdapat hasil bermakna pada peningkatan jarak uji jalan 6 menit sebesar 54 meter tetapi tidak terdapat perbedaan hasil antara resistance dan endurance training pada pasien yang diteliti.39

Peningkatan jarak minimum bermakna menurut rekomendasi British Thoracic Society (BTS) adalah 54 meter sedangkan menurut American Thoracic Society (ATS) 50 meter.

39

Gambar II.4. Latihan fisik yang dapat dilakukan pada program rehabilitasi paru

II.4. KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

37

Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkup kemampuan keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup dapat menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada berbagai bidang misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi.

Konsep pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan biasanya merujuk paling sedikit pada salah satu dari 4 domain atau komponen penting yaitu sensasi somatik, fungsi fisis, status emosi, atau psikososial dan interaksi sosial.

Pengukuran kualitas hidup biasanya menggunakan kuesioner yang dapat mewakili 4 domain tersebut. Akan tetapi kuesioner kesehatan umum kurang sensitif terhadap derajat berat penyakit PPOK maka sering digunakan pengukuran spesifik misalnya St. George’s

(21)

Respiratory Questionaire (SGRQ) yang dikembangkan oleh Jones dkk, Clinical COPD Questionnaire (CCQ), MRC (Medical Research Council) Dyspnoe Scale, BODE Index, dan juga CAT (COPD assessment Test) yang merupakan kuesinoer paling baru yang sedang dikembangkan.

CAT pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009, merupakan lembar penilaian yang mudah dan ringkas, dapat dipergunakan dalam praktik kedokteran sehari-hari, merupakan lembar penilaian yang dapat digunakan untuk menilai seluruh aspek pada penderita PPOK, dan juga meningkatkan komunikasi antara dokter-pasien. Walaupun CAT hanya terdiri dari beberapa buah pertanyaan saja, namun sudah mencakup area luas yang dapat menilai kualitas hidup pasien. Validasi terhadap CAT telah dilakukan di Amerika Serikat dan di beberapa negara di Eropa, diharapkan juga efektif di Asia.

14

Berdasarkan data yang telah diambil dari enam negara telah membuktikan bahwa pengukuran CAT telah melingkupi seluruh penilaian pasien PPOK. Data tersebut juga telah membuktikan bahwa CAT relevan dengan populasi PPOK dan dapat digunakan secara global.

40

CAT merupakan kuesioner dengan delapan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sangat mudah. Penderita harus menjawab dengan memberi tanda silang pada angka yang memberikan gambaran terbaik kondisinya saat itu. Dokter tidak boleh mengarahkan jawaban yang akan diberikan kepada pasien. Setiap pertanyaan memiliki nilai dari 0 sampai 5. 0 artinya kondisinya sangat baik dan 5 berarti kondisinya sangat tidak baik. Namun lembar penilaian tidak memberikan nilai ukur terhadap skor 0-5 untuk setiap pertanyaan yang sudah ada, oleh karena itu untuk memudahkan proses pengisian lembar CAT, maka peneliti memberi penjelasan terhadap makna skor 0-5 dari setiap lembar penilaian CAT.

Delapan pertanyaan tersebut adalah (lembar penilaian CAT terlampir) :

(22)

a. Kondisi batuk penderita b. Kondisi dahak penderita c. Apakah ada rasa berat di dada

d. Bagaimana kondisi sesak napas saat mendaki/naik tangga e. Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari

f. Apakah ada kekhawatiran untuk keluar dari rumah akibat penyakit yang dideritanya

g. Apakah penderita dapat tidur dengan nyenyak atau tidak h. Apakah pasien merasa bertenaga atau tidak

Tabel II.2. Lembar Praktis Penggunaan COPD Assessement Test (CAT) Skor CAT Level Gambaran klinis terhadap

skor CAT

Penatalaksanaan yang mungkin dilakukan

 30 Sangat tinggi

Pada kondisi ini pasien sangat sulit untuk melakukan aktifitasnya, setiap hari ia akan terganggu akan penyakit PPOKnya. Pasien juga kan sulit walau hanya akan melakukan aktivitas seperti mandi atau sekedar keluar dari rumah. Bahkan terkadang pasien akan sulit untuk meninggalkan tempat tidur atau kursinya. Pada kondisi ini, pasien sering menjadi lelah menjadi manusia yang tidak berguna

Pasien harus mendapatkan perhatian yang serius

- Harus mendapatkan pengobatan dari spesialis

- Pertimbangkan pemberian obat tambahan

- Rujuk ke rehabilitasi paru

- Pertimbangkan pendekatan pengobatan terbaik untuk

mencegah terjadinya eksaserbasi

 20 Tinggi PPOK menggangu hampir seluruh aktivitasnya. Pasien akan merasa sesak walau hanya mandi, memakai baju atau berjalan di sekitar rumahnya. Pasien juga terkadang merasa sesak saat berbicara. Pasien sering merasa lelah dan merasa nyeri di dada yang dapat mengganggu tidur mereka. Pada keadaan ini pasien merasa semua aktivitas memerlukan tenaga yang

(23)

besar. Terkadang pasien juga merasa stress dan panik terhadap penyakitnya

10-20 Sedang PPOK merupakan masalah utama pasien ini. Mereka kadang memiliki beberapa hari yang baik dalam satu minggu, tetapi tetap mengeluhkan selalu adanya batuk disertai dahak setiap hari, dan mengalami satu atau lebih eksaserbasi setiap tahunnya. Pasien sering terbangun dari tidur karena keluhan sesak napas. Pasien hanya dapat melakukan aktifitas harian dengan perlahan-lahan

- Periksa pengobatan yang telah diberikan selama ini. Sudah optimal apa belum.

- Rujuk ke pusat rehabilitasi paru

- Pertimbangkan pendekatan pengobtan terbaik untuk mencegah terjadinya eksaserbasi

- Periksa faktor pemberat. Apakah pasien masih merokok?

< 10 Rendah Pasien tidak terlalu mengeluhkan gejala PPOK, tetapi terkadang mengganggu aktifitas. Pasien mengeluhkan adanya batuk dalam beberapa hari setiap minggunya, dan mengalami sesak napas ketika berolahraga atau bekerja keras. Pasien juga mudah mengalami kelelahan.

- Berhenti merokok

- Vaksinasi influenza setiap tahun

- Cegah terpapar dengan faktor resiko

- Berikan pengobatan sesuai dengan hasil pemeriksaan

Uji jalan 6 menit

Pada awal tahun 1960 Balke mengembangkan uji sederhana untuk mengevaluasi kapasitas fungsional dengan mengukur jarak jalan dalam periode waktu tertentu. Uji jalan 12 menit dikembangkan untuk menilai hasil latihan orang sehat dan penderita bronkitis kronik. Uji jalan 6 menit dikembangkan dan ternyata hasilnya sebaik 12 menit, lebih mudah ditoleransi pasien dan lebih menggambarkan keadaan aktivitas sehari-hari. Indikasi utama uji jalan 6 menit adalah untuk mengukur respon pengobatan pasien dengan kelainan jantung atau paru derajat ringan sampai berat. Indikasi lain adalah untuk mengukur status fungsional pasien dan memprediksi mortaliti dan morbiditi penyakit. Uji jalan 6 menit mempunyai

(24)

korelasi bermakna dengan konsumsi oksigen maksimum (r=0,73) dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas hidup.

II.5. Kerangka Teoritis

42,43

Gambar II.5. Kerangka Teoritis

Asap rokok

Perubahan struktur

PPOK

Inflamasi berulang

Hambatan aliran udara

Penurunan kapasitas

fungsional

Peningkatan

kapasitas

fungsional

Penurunan kualitas

hidup

Peningkatan

kualitas hidup

Rehabilitasi paru

(25)

II.6 Kerangka Konsep

Gambar II.6. Kerangka Konsep II.7 Hipotesis

II.7.1 Adanya peningkatan kualitas hidup penderita PPOK setelah menjalani program rehabilitasi paru

II.7.2 Adanya peningkatan kapasitas fungsional penderita PPOK setelah menjalani program rehabilitasi paru

PPOK stabil derajat ringan sampai

berat

Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

Perlakuan

Rehabilitasi 8 minggu

Analisis statistik

Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit

Penilaian CAT dan uji jalan 6 menit pada setiap

tahapan latihan

Gambar

Tabel II.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan .  Derajat I  20,21 50 ≤ VEP1  Ringan 70 ≤ VEP1  Ringan 60 ≤VEP1&lt;80  Derajat 0  (beresiko)  Derajat I (Ringan)  80≥VEP1 Derajat I  (Ringan)  80≥VEP1  Derajat II  35 ≤  VEP1&lt;50  Sed
Gambar II.2. Gambaran pasien PPOK yang harus diberikan rehabilitasi paru  34
Gambar II.4. Latihan fisik yang dapat dilakukan pada program rehabilitasi paru
Tabel II.2. Lembar Praktis Penggunaan COPD Assessement Test (CAT)  Skor CAT  Level  Gambaran klinis terhadap
+3

Referensi

Dokumen terkait

45 yang dimana mereka tidak menetap agamanya, seperti halnya pada saat pendeta atau ustad yang datang ke Desa Petani tersebut untuk datang penyuluhan agama maka

Tendangan juga dilakukan untuk clearing ataupun pembersihan dengan jalan menyapu bola yang berbahaya di daerah sendiri atau dalam usaha membendung serangan lawan pada daerah

Brazilski jiu-jitsu je uporaben na tekmovanjih MMA, borba in tekmovanje v mešanih borilnih veščinah pa sta dober pribliţek realni borbi na ulici, zato menim, da bi uvedba

Kebijakan pengarusutamaan gender pada pendidikan formal dilakukan pada jenjang pendidikan TK, SD, SMP dan SMA. Sosialisasi gender oleh Dinas Pendidikan Kabupaten

Hasil pengujian hipotesis menghasilkan nilai pengaruh langsung sebesar 0,404 dan tidak langsung sebesar 0,090 (0,521*0,172), sehingga total pengaruhnya menjadi

yang mengedepankan pembelajaran berbasis riset. Salah satu misi Perpustakaan UGM ialah menjadi pusat referensi informasi ilmiah bagi seluruh civitas academica di

Tahap awal sebelum inversi adalah dengan membuat model awal kecepatan dari data sumur yang diinterpolasikan mengikuti pola bentuk horizon yang telah di-picking

Motivasi dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh revaluasi aset tetap bewujud dan rekayasa akrual terhadap laba kena pajak perusahaan.. Variabel bebas