• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran Ternak di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran Ternak di Indonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Penyebaran Ternak di Indonesia

Data statistik peternakan Indonesia menyebutkan bahwa semua jenis ternak mulai ruminansia sampai unggas tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Namun demikian, sapi perah hanya ada di provinsi tertentu karena sapi perah membutuhkan lingkungan dan suhu tertentu yang sangat berpengaruh terhadap produksi susunya (Susilorini et al., 2008). Berdasarkan data badan pusat statistik tahun 2008 populasi ternak tertinggi adalah ternak ayam ras pedaging yaitu sebanyak 991.281.000 ekor dan untuk ternak ruminansia populasi tertinggi adalah ternak kambing yaitu sebanyak 15.815.000 ekor kemudian ternak sapi potong yaitu sebanyak 12.257.000 ekor. Populasi ternak terendah pertama adalah ternak kuda yaitu sebesar 393.000 ekor. Data ternak di Indonesia tahun 2004-2008 untuk tiap jenis ternak pada umumnya mengalami kenaikan. Data populasi ternak di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.

Penyebaran Ternak di Provinsi Jawa Barat

Di bidang peternakan, sapi perah, domba, ayam buras, dan itik adalah komoditas unggulan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat membagi kawasan pengembangan andalan peternakan ke dalam tiga wilayah dalam memaksimalisasi sektor peternaknya, yaitu: pertama, Jawa Barat bagian utara untuk peternakan itik; kedua, Jawa Barat bagian tengah untuk sapi perah, ayam ras, dan domba; serta ketiga, Jawa Barat bagian selatan untuk domba dan sapi potong (Dinas Peternakan Bogor, 2007). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 populasi ayam buras dan ayam ras pedaging dihitung berdasarkan populasi rata-rata tahunan. Populasi ternak tertinggi di Jawa Barat adalah ternak ayam ras pedaging yaitu sebanyak 40.022.126 ekor sedangkan ternak ruminansia terdiri dari ternak domba 5.311.836 ekor kemudian ternak kambing 1.431.012 ekor dan ternak sapi potong 295.554 ekor. Populasi ternak terendah ternak babi 4.773 ekor dan diikuti oleh ternak kuda 13.717 ekor. Data ternak di Provinsi Jawa Barat tahun

(2)

4 2004-2008 untuk tiap jenis ternak pada umumnya mengalami kenaikan. Untuk data populasi ternak di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Komposisi Gas dan Pembentukan Metan di Dalam Rumen

Komposisi gas di dalam rumen kurang lebih terdiri dari 63%-63,35 % CO2;

26,76%-27 % CH4; 7% N2 dan sedikit H2S; H2 dan O2. Karena kondisi anaerob di

dalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka produksi CO2 pada proses

fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi anaerob (Wilkie, 2000).

Menurut Wilkie (2000) peranan hidrogen dalam proses produksi metan adalah sebagai sumber elektron, sehingga rendahnya kadar H2 di dalam rumen

merupakan petunjuk adanya aktivitas menggunakan H2 untuk mengurangi CO2

menjadi CH. Di samping itu, untuk membentuk satu mol CH4 diperlukan empat mol

H2, maka laju penggunaan H2 adalah empat kali laju produksi metan, sehingga H2 di

dalam rumen tidak pernah terakumulir. Meskipun kadar nitrogen di dalam rumen sangat rendah, beberapa jenis bakteri memerlukan unsur N untuk pertumbuhannya. Sumber utama nitrogen untuk bakteri adalah amonia (NH3), peptida dan asam amino

dari makanan.

Pembentukan gas bio berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerobik atau tidak berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasinya merupakan suatu reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi. Di mana sebagai donor dan akseptor elektronnya digunakan senyawa organik. Fermentasi anaerobik hanya dapat dilakukan oleh mikroba yang dapat menggunakan molekul lain selain oksigen sebagai akseptor elektronnya (Wilkie, 2000). Fermentasi anaerobik menghasilkan gas bio yang terdiri dari metana sebanyak 30%-50%, karbon dioksida 25%-45%, sedikit hidrogen, nitrogen dan hidrogen sulfide (Soejono et al., 1990). Keseluruhan reaksi pembentukan gas bio dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut :

Bahan Organik Mikroorganisme CH4 + CO2 + H2S + H2 + N2

anaerobik

Proses fermentasi anaerobik dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah reduksi organik komplek menjadi senyawa sederhana oleh bakteri hidrolitik. Bakteri

(3)

5 hidrolitik ini bekerja pada suhu antara 30-40˚C untuk kelompok mesophilik dan 50-60˚C untuk kelompok thermofilik. Tahap pertama proses ini berlangsung dengan pH optimum antara 6-7 (Soejono et al., 1990). Pada tahap kedua organisme pembentuk asam merubah senyawa sederhana dari tahap pertama di atas menjadi asam organik mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam propionat dan lain-lain. Dengan terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun. Namun pada waktu yang bersamaan terbentuk pula buffer alkali (larutan penghambat alkali) yang dapat menetralisir pH (Soejono et al., 1990). Tahap ketiga adalah konversi asam organik menjadi metan, CO2, dan gas lain dalam jumlah sedikit oleh bakteri metan.

Bakteri metan yang aktif pada tahap ini antara lain : Methanobacterium omelianskii, M. sobngenii, M. suboxydans, M. propionicum, M. formicium, M. ruminantum, M. bakeril, M. vannielii, M. mazei (Soejono et al., 1990).

Sistem Produksi Ternak dan Pemberian Pakan Ternak di Indonesia

Usaha ternak di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori ditinjau dari pelakunya, yaitu: yang dikelola oleh petani secara tradisional, yang diusahakan secara komersial oleh perusahaan besar, dan yang diusahakan oleh sistem inti-plasma. Secara umum, produksi ternak di Indonesia didominasi oleh usaha ternak skala rumah tangga yang dikelola secara tradisional (99,70%) dan sisanya sebesar 0,30% diusahakan oleh perusahaan berskala besar (Kasryno et al., 1989). Manajemen pemberian pakan ternak di Indonesia mayoritas tergantung pada musim. Peternak akan memberikan pakan pada ternaknya sesuai dengan keadaan lingkungan dan musim. Apabila musim hujan dengan keadaan hijauan melimpah maka peternak akan memberikan pakan hijauan lebih banyak daripada konsentrat sedangkan pada musim kemarau di mana hijauan sulit didapatkan maka peternak memberikan konsentrat ataupun pengganti hijauan lebih banyak. Ternak membutuhkan pakan secara seimbang dan sesuai dengan kebutuhan bukan tergantung pada musim. Hasil produksi yang baik akan didapatkan ketika manajemen pemberian pakan ternak sesuai dengan kebutuhan ternak.

(4)

6 Emisi Metan

Manur yang terdiri dari feses dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manur dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Selain menghasilkan feses dan urin, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4)

yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1% per tahun dan terus meningkat (Suryahadi et al., 2002). Sedangkan menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20%-35% dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfer. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi et al., 2002).

Emisi Dinitrogen Oksida

Emisi dinitrogen oksida dilihat dari manajemen manur dimana terdapat emisi dinitrogen oksida secara langsung dan tidak langsung. Tingkat ekskresi nitrogen tahunan harus ditentukan untuk setiap kategori jenis ternak yang ditentukan berdasarkan populasi tiap jenis ternak. Data-data yang dibutuhkan untuk perhitungan emisi dinitrogen oksida dapat diambil langsung dari dokumen atau laporan dari industri peternakan ataupun peternak rakyat dan literatur ilmiah atau berasal dari penelitian. Jika data tidak tersedia maka menggunakan model I yaitu standar IPCC. Nilai disajikan dalam satuan nitrogen yang diekskresikan per 1000 kg/ekor/hari.

Nilai ini dapat diterapkan untuk setiap jenis ternak dengan berbagai usia dan tahap pertumbuhan dengan rataan bobot badan tiap jenis ternak (TAM) yang ditunjukkan dengan persamaan :

(5)

7 Ket. : Nex (T) : N yang diekskresikan tiap jenis ternak T (kg N/ekor/tahun)

Nrate(T) : default rataan N yang diekskresikan (kg N/(1000kg Bobot Badan

ternak)/hari)

TAM(T) : tipe bobot badan ternak untuk tiap jenis ternak T (kg/ekor)

Emisi N2O secara langsung terjadi melalui gabungan proses nitrifikasi dan

denitrifikasi nitrogen yang terkandung dalam kotoran ternak. Emisi dari N2O dari

kotoran ternak selama penyimpanan dan perlakuan tergantung pada kandungan karbon nitrogen dan jumlah kotoran ternak, dan pada jangka waktu penyimpanan dan jenis perlakuan. Nitrifikasi (oksidasi amonia nitrogen menjadi nitrat nitrogen) merupakan prasyarat yang diperlukan untuk menghitung emisi N2O dari

penyimpanan kotoran ternak.

Tabel 1. Nilai Default untuk Rataan Nitrogen yang Diekskresikan (kg N/(1000kg Bobot Badan Ternak)/hari) di Asia

No. Jenis Ternak Nrate(T)

1. Sapi Perah 0,47 2. Sapi Potong 0,34 3. Kerbau 0,32 4. Babi 0,5 5. Domba 1,17 6. Kambing 1,37 7. Kuda 0,46 8. Unggas 0,82

Sumber: European Environmental Agency (2002)

Proses nitrifikasi akan terjadi pada kotoran ternak yang disimpan asalkan ada cukup pasokan oksigen. Nitrifikasi tidak terjadi dalam kondisi anaerob. Nitrit dan nitrat akan ditransformasikan ke N2O menjadi dinitrogen (N2) selama proses

denitrifikasi dengan kondisi anaerobik. Rasio N2O akan meningkatkan N2 dengan

keasaman yang meningkat, konsentrasi nitrat yang meningkat, dan penurunan kelembaban. Secara ringkas, produksi dan emisi N2O dari kotoran ternak yang

(6)

8 yang didahului oleh nitrifikasi dengan kondisi aerobik yang diperlukan untuk pembentukan nitrogen teroksidasi. Selain itu, terdapat kondisi yang mencegah penurunan N2O untuk menghasilkan N2, seperti pH rendah atau uap air yang terbatas

harus ada.

Emisi N2O tidak langsung dari manajemen manur merupakan hasil dampak

negatif dari nitrogen volatile (Nitrogen yang mudah menguap) yang terjadi terutama dalam bentuk amonia dan NOx. Perkiraan jumlah nitrogen dari kotoran ternak yang sebagian besar digunakan untuk pupuk kandang, atau digunakan dalam pakan, bahan bakar, ataupun keperluan konstruksi maka diperlukan untuk mengurangi jumlah total nitrogen yang dikeluarkan oleh ternak yang dikelola oleh sistem kehilangan N melalui volatilisasi, konversi ke N2O dan kehilangan N melalui pencucian (Run

off/leached) dan limpasan. Bentuk-bentuk organik dari bahan tempat tidur (jerami, serbuk gergaji, dll.) yang digunakan menghasilkan nitrogen tambahan sehingga bahan alas ternak juga harus dipertimbangkan sebagai bagian N dari kotoran ternak yang dijadikan pupuk kandang. Alas tidur ternak biasanya dikumpulkan dengan kotoran ternak yang tersisa dan ditumpuk di tanah. Mineralisasi senyawa nitrogen dalam beddings terjadi lebih lambat dibandingkan dengan kotoran ternak saja dan konsentrasi fraksi amoniak dalam beddings organik dapat diabaikan, baik N yang hilang karena penguapan dan pencucian selama penyimpanan beddings diasumsikan nol (European Environmental Agency, 2002).

Adanya kehilangan N secara langsung dan tidak langsung yang signifikan dari nitrogen yang dihasilkan kotoran ternak di dalam sistem manajemen manur sehingga sangat diperlukan untuk memperkirakan jumlah sisa nitrogen dari manur yang tersedia untuk dijadikan pupuk atau digunakan dalam pakan, bahan bakar, ataupun tujuan konstruksi.

Emisi Total

Emisi total dapat diketahui melalui perhitungan yang terdapat pada Program ALU Tools yaitu dengan mengalikan jumlah populasi ternak rata-rata tahunan dengan faktor emisi metan maupun dinitrogen oksida. Faktor emisi metan maupun dinitrogen oksida dipengaruhi oleh sistem pencernaan ternak, konsumsi pakan ternak dan manajemen manur (Deborah et al., 2006). Setiap gas rumah kaca mempunyai

(7)

9 potensi pemanasan global (Global Warming Potential - GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2 dengan nilai satu. Indeks GWP mencerminkan potensi

setiap komponen GRK untuk menyebabkan pemanasan global, yang nilainya dipengaruhi oleh masa tinggal di atmosfer dan kemampuannya dalam penyerapan sinar infra merah. Makin besar nilai GWP makin bersifat merusak. Berdasarkan perhitungan untuk beberapa tahun belakangan ini dapat disimpulkan bahwa kontribusi CO2 terhadap pemanasan global mencapai lebih dari 60% (Mimuroto dan

Koizumi, 2003). Menurut IPCC (2001) indeks GWP untuk CH4 dan N2O

masing-masing sebesar 23 dan 296. Nilai tersebut merupakan reaksi terhadap nilai GWP oleh IPCC 1996 yaitu masing-masing sebesar 21 dan 310 untuk CH4 dan N2O (EEA,

2004). Nilai GWP yang dikeluarkan oleh IPCC berdasarkan lamanya gas CH4

maupun N2O selama 100 tahun di atmosfer. Sebagai dasar penilaian fluks CH4 dan

N2O pada peternakan digunakan potensi pemanasan global sebagai penjumlahan dari

hasil kali total fluks masing-masing gas terhadap indeks GWPnya.

Manajemen Manur dengan Memanfaatkan Kotoran Ternak menjadi Pupuk Kandang

Cara mengubah manur menjadi pupuk kandang cukup mudah. Sebenarnya dengan membiarkan begitu saja di kandang, dalam waktu tertentu manur akan berubah menjadi pupuk kandang. Namun jika tidak ditangani dengan baik, hal ini akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan penyusutan unsur hara dalam kotoran tersebut (Setiawan, 1996). Manajemen manur menjadi pupuk kandang menghasilkan emisi metan dan dinitrogen oksida.

Manajemen Manur dengan Memanfaatkan Manur sebagai Bahan Baku Gasbio (Biogas)

Kotoran ternak dominan akan bahan organik. Limbah organik ini dengan pengolahan teknologi sederhana dapat diupayakan menghasilkan gasbio, di mana gas ini dapat digunakan sebagai bahan bakar menggunakan kompor gas seperti lazimnya pemanfaatan gas LPG (Setiawan, 1996). Prinsip utama pemanfaatan kotoran ternak untuk dapat menghasilkan gasbio adalah perombakan bahan organik pada kondisi kedap udara (anaerob) tidak kontak dengan udara luar. Prasyarat yang perlu dipenuhi

(8)

10 untuk pembuatan gasbio adalah ketersediaan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas dan suhu udara yang sesuai. Ketersediaan dalam hal ini tidak hanya berarti jumlahnya yang mencukupi, tetapi juga kelangsungannya (kontinuitas). Suhu yang paling baik untuk berlangsungnya proses pembentukan gasbio adalah sekitar 32-37° C . Suhu udara yang terlalu rendah (< 15° C) atau terlalu tinggi kurang baik untuk pembentukan gasbio (Setiawan, 1996).

Agriculture and Land Use (ALU) Software

Awalnya ALU dikembangkan melalui proyek pembangunan sektor pertanian di Amerika Tengah. Program ini awalnya disebut CAALU - Central America Agriculture and Land Use Software. ALU dikembangkan untuk digunakan sebagai bagian dari proyek di negara-negara Asia Tenggara. Hal ini memerlukan beberapa perbaikan antara lain: lebih mudah digunakan, grafis antarmuka, lingkungan operasi lebih stabil, dan ditambahkan pilihan bagi pengguna untuk memasukkan data dan menetapkan faktor-faktor yang mempengaruhi (IPCC, 2001).

Ruang lingkup ALU meliputi: 1) program perangkat lunak untuk perhitungan emisi gas rumah kaca; 2) penekanan pada penggabungan praktek yang terpadu dengan akomodasi dari IPCC berupa metode Tier 1 dan Tier 2; 3) membimbing kompilator user-interface melalui proses persediaan data yang dibutuhkan ALU Software yaitu meliputi: kegiatan input data, penentuan faktor emisi dan perhitungan emisi; 4) manajemen kemampuan data yaitu meliputi kegiatan mengumpulkan data, faktor emisi, nilai emisi dengan menggunakan data berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) pada penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan yang diturunkan dari citra penginderaan jauh, pengembangan karakterisasi ternak (enhanced); 5) Arsip digital dari semua data dan hasil meliputi database yang tersedia dengan aktivitas input data, referensi dokumentasi dan hasil, memori kelembagaan untuk kesinambungan jangka panjang besarnya emisi GRK; dan 6) Laporan dukungan kepada UNFCCC melalui proyek peningkatan kapasitas pertanian dalam arti luas (IPCC, 2009).

(9)

11 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) adalah organisasi yang bisa memberikan kebijakan berkaitan dengan perubahan iklim dengan tujuan memberikan sumber informasi objektif mengenai perubahan iklim. IPCC tidak mempunyai tugas melakukan penelitian mengenai perubahan iklim atau memonitor data-data iklim ataupun parameter-parameter terkait dengan perubahan iklim (Risnandar, 2008).

IPCC merupakan lembaga ilmiah yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Lembaga PBB dalam program lingkungan (UNEP /united nation environment program).Perubahan iklim secara global merupakan suatu hal yang sangat kompleks dan memerlukan penanganan serius. Perubahan iklim global memerlukan kebijakan menyeluruh dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial ekonomi masyarakat. Perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan membutuhkan organisasi yang netral yang bisa memberikan pencerahan mengenai adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Terkait dengan keputusan mengenai suatu kebijakan IPCC berada dalam posisi netral sehingga diharapkan segala hal yang diputuskan oleh IPCC dapat diterima dan diakui oleh semua negara (Risnandar, 2008).

Pakan Tambahan yang Dapat Mereduksi Emisi GRK

Pakan tambahan yang dapat mereduksi emisi GRK dari jenis tumbuhan sebagian besar merupakan tanaman leguminosa. Hal ini dikarenakan tanaman leguminosa dapat mengikat Nitrogen di udara sehingga dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup di dalam tanah. Tanaman legum yang dapat mereduksi GRK antara lain kembang sepatu, gamal, kaliandra, dll. Selain itu perbaikan kualitas pakan dengan adanya pakan tambahan yang salah satunya berupa Urea Molasses Block (UMB) juga dapat mereduksi metan dengan adanya kandungan Urea yang dapat mengurangi kandungan metan dalam tubuh ternak.

(10)

12 Kaliandra

Salah satu bahan pakan hijauan yang dapat dijadikan pakan alternatif pengganti konsentrat adalah Kaliandra (Calliandra calothyrsus). Kaliandra termasuk tanaman leguminosa yang biasanya tumbuh liar namun bisa dimanfaatkan sebagai pengendali erosi dan tanaman naungan (Djaja et al., 2007). Kandungan nutrisi daun Kaliandra cukup potensial sebagai sumber pakan alternatif pengganti konsentrat karena mengandung 26,4% bahan kering; 24% protein kasar; 21,7% serat kasar; 8% abu; 1,6% Ca; 0,2% P; dan 12,6% energi (Simbaya, 2002). Faktor pembatas pemanfaatannya adalah tanin, namun tidak berpengaruh bila pemberiannya sekitar 30%-40% dalam ransum (Djaja et al., 2007).

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Djaja et al. (2007) bahwa ada dua manfaat dari kombinasi rumput, konsentrat 80% + daun kaliandra 20% yaitu produksi susu dengan kadar lemak sebesar 4% meningkat dan mampu menghemat anggaran untuk pembelian konsentrat. Dengan demikian, pemberian Daun Kaliandra dapat memberikan manfaat yang cukup signifikan terhadap biaya pakan.

Suplemen Urea Molasses Multinutrient Block (UMMB)

Urea molasses multinutrient block berupa bahan pakan dengan tambahan urea yang merupakan sumber N di mana dengan penambahan UMB sangat memudahkan tersedianya N untuk mikroba rumen. Molases adalah sumber karbohidrat yang sangat mudah terfermentasi dalam rumen sehingga merupakan sumber energi dan kerangka karbon yang segera dapat tersedia bagi mikroba rumen untuk mensintesis protein. Blok merupakan salah satu bentuk teknologi sederhana yang dikembangkan dengan memadatkan campuran urea molases dan multinutrient agar keras dan kompak sehingga hanya dapat dijilat sedikit demi sedikit untuk mencegah kosumsi yang berlebihan dalam waktu singkat yang dapat menyebabkan ternak keracunan (Tangdilintin, 2002). Keuntungan pembuatan UMMB ini adalah mudah dipindahkan (pengangkutan dan penanganan mudah), membutuhkan sedikit ruang penyimpanan, dapat digunakan sebagai “carrier”, mudah pemberiannya pada ternak, bernilai gizi tinggi (Mide, 2002), meminimumkan bahaya keracunan dan dapat diisi bahan NPN dengan level relatif tinggi (Tangdilintin, 2002). Penggunaan multinutrient block

(11)

13 merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecernaan pakan ternak ruminansia, khususnya pada musim kemarau yang berkepanjangan. Multinutrient block ini mengandung urea, mineral, dan kadang-kadang diberi protein by-pass (Tolleng, 2002). Berbagai laporan hasil uji coba di berbagai negara, dapat dilihat bahwa pakan blok ini dapat meningkatkan produktivitas maupun tingkat reproduksi pada ternak ruminansia.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan kreatif dari perancangan desain kemasan Loenpia Nyonya Giok ini adalah menciptakan kemasan baru yang sesuai dengan sifat produk, praktis, dapat melindungi,

Zn dalam tanah dikelompokkan dalam bentuk-bentuk kelompok mudah tersedia sampai tidak tersedia bagi tanaman, yaitu bentuk terlarut dalam air, dapat dipertukarkan (terikat

Hal diatas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Pramudia (2006) dalam jurnal yang menyatakan bahwa, tujuan dari kegiatan orientasi peserta didik baru antara lain agar

Ada enam contoh sikap yang yang mencerminkan sikap saling menghargai dalam menghargai perbedaan antara dirinya dan orang lain ditemukan dalam novel Surga yang Tak Dirindukan

Pada pertemuan itulah terjadinya “cakak” (perkelahian) antara kedua rombongan tersebut dengan saling melempari batu yang terkadang.. Tanah yang telah di ambil sesampainya

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi timbulan limbah yang dihasilkan dari proses produksi slondok serta mengembangkan alternatif peluang produksi bersih

Sumber: Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngawi Source: Cooperative, Industrial and Trade Services of Ngawi Regency. Tabel/Table 7.2.1 Number of New

Menambahkan 1 (satu) Lampiran dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri sebagaimana telah