• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Socio-demographic Factors on the Consistency of Condom Use among Female Sex Workers in Tulungagung District, East Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Effect of Socio-demographic Factors on the Consistency of Condom Use among Female Sex Workers in Tulungagung District, East Java"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 135

Effect of Socio-demographic Factors on the Consistency of

Condom Use among Female Sex Workers

in Tulungagung District, East Java

Ainun Hanifa1), Ari Natalia Probandari2), Eti Poncorini Pamungkasari2) 1)Diploma III Program in Midwifery, Tulungagung University

2)Faculty of Medicine, Sebelas Maret University ABSTRACT

Background:Sexually Transmitted Infection (STI) is common among female sex workers (FSW). STI can be cured by correct diagnosis and prompt treatment. Correct treatment depends on the specific causal infection agent, as well as host and environmental factors. This study aimed to examine the effect of socio-demographic factors on the consistency of condom use among female sex workers in Tulungagung district, East Java.

Subjects and Method:This was an analytic and observational study using cohort design. It was conducted at Ngujang and Gunung Bolo prostitution areas, Tulungagung, East Java, from November to December 2017. A total sample of 90 female sex workers was selected for this study. The dependent variable was consistency of condom use. The independent variables were age, marital status, education, urban-rural residence, exposure to information from health personnel. The data were collected by a set of questionnaire and diary. The data were analyzed by chi square and logistic regression model.

Results: Bivariate analysis with chi square test showed that female sex workers working at Ngujang prostitution area (OR= 11.7; 95% CI=11.7 to 95.9; p<0.001), widow (OR= 1.28; 95% CI= 1.12 to 1.45; p=0.012), education level lower than senior high school (OR= 1.30; 95% CI= 1.13 to 1.49; p= 0.005), were more likely to use condom consistently than those working at Gunung Bolo, married/ single, education level senior high school or higher, respectively. Female sex workers aged ≥35 years old (OR= 0.77; 95% CI= 0.68 to 0.89; p= 0.006), rural origin (OR=-0.65; 95% CI= 0.2 to 2.12; p= 0.474), receiving health information from health personnel (OR= 0.79; 95% CI= 0.70 to 0.90; p= 0.017), were less likely to use condom consistently than aged <35 years old, urban origin, not receiving information from health personnel.

Conclusion: Female sex workers working at Ngujang prostitution area, widow, education level less than high school, were more likely to use condom consistently than at Gunung Bolo, married/ single, education level senior high school/higher, respectively.

Keywords:sexually transmitted infection, consistent use of condom, socio-demographic factors Correspondence:

Ainun Hanifa. Diploma III Program in Midwifery, Tulungagung University. Email: arfabachtiar13@gmail.com.

LATAR BELAKANG

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. IMS merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh lebih dari 30 bakteri yang memiliki dampak secara langsung pada ke-sehatan seksual dan reproduki. Tingginya prevalensi maupun insiden IMS tersebut berkaitan dengan praktek perilaku

pence-gahan IMS yang masih sangat rendah, se-perti rendahnya angka penggunaan kon-dom pada seks berisiko, tingginya angka berganti pasangan. Kejadian IMS sebagian besar terjadi pada kelompok beresiko yaitu salah satunya pada Wanita Pekerja Seksual (WPS) (Sembiring et al., 2012).

WPS adalah wanita pekerja seksual yang dibagi menjadi dua antara lain WPS

(2)

136 e-ISSN: 2549-0273 (online) langsung (direct sex worker) yaitu wanita

yang secara terbuka menjajakan seks baik dijalanan maupun dilokalisasi atau eks lo-kalisasi. Sedangkan WPS tidak langsung

(indirect sex worker) adalah wanita yang

beroperasi secara terselubung sebagai pen-jaja seks komersial yang mempunyai peker-jaan utama lain dan secara tidak langsung menjajakan seks ditempat-tempat hiburan seperti panti pijat, karaoke dan lainnya (Li et al., 2012).

IMS bisa disembuhkan apabila pene-gakkan diagnosa secara tepat dan menda-patkan pengobatan dengan segera. Pengo-batan IMS harus disesuaikan faktor penye-bab. Faktor penyebab kejadian IMS antara lain faktor agent, host dan environment. Keadaan sosio demografi merupakan bagi-an dari faktor penyebab terjadinya IMS. Sa-lah satu strategi yang efektif untuk mence-gah penularan dan memberikan perlindu-ngan terhadap kejadian IMS pada kelom-pok beresiko termasuk WPS adalah dengan penggunaan kondom yang konsisten (Bankole et al., 2007).

Penggunaan kondom yang konsisten adalah penggunaan kondom yang dilapor-kan oleh para WPS dengan selalu menggu-nakan kondom dalam melakukan transaksi seksual dengan mitra seksualnya. Penggu-naan kondom yang konsisten bisa diukur dengan menggunakan rasio penggunaan kondom terhadap jumlah hubungan sek-sual yang dilakukan yaitu dengan kategori > 50%. Selain itu konsistensi kondom juga bisa dilihat dari seks terakhir sebagai peri-ode sementara yang paling umum diguna-kan untuk menilai penggunaan kondom (Bankole et al., 2007; Budiono, 2012; Fonner et al., 2014).

SUBJEK DAN METODE

Jenis penelitian adalah observasional de-ngan desain penelitian kohort retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua

WPS yang berada di Kabupaten Tulung-agung. Sampel dalam penelitian ini adalah WPS yang berada di Eks Lokalisasi Ngujang yang berjumlah 69 orang dan Gunung Bolo yang berjumlah 21 orang.

Sampel dalam penelitian ini menggu-nakan tehnik non probability sampling je-nis purposive sampling untuk memilih 2 tempat penelitian yaitu eks lokalisasi Ngu-jang dan Gunung Bolo. Penelitian ini meng-gunakan total sampling sebagai metode un-tuk memilih responden yaitu dengan meng-ambil semua responden yang berada ditem-pat penelitian yang memenuhi kriteria in-klusi antara lain WPS yang bersedia men-jadi responden, WPS yang berada ditempat saat dilakukan penelitian, WPS yang bisa membaca dan menulis. Sedangkan res-ponden yang tidak masuk dalam kriteria penelitian merupakan kriteria ekslusi anta-ra lain WPS yang mengundurkan diri sebe-lum penelitian selesai.

HASIL

Berdasarkan hasil analisis bivariat pada variabel sosio demografi yaitu jenis loka-lisasi, umur, status pernikahan, pendidikan WPS, asal WPS, dan asal informasi dengan menggunakan uji Pearson Chi Square dida-patkan pada jenis lokalisasi sebagian besar WPS yang berada di eks lokalisasi Ngujang menggunakan kondom yang konsisten ya-itu 68 (98.6%) dan WPS di Gunung Bolo menggunakan kondom tidak konsisten yaitu 13 (61.9%) dengan nilai p<0.001 yang berarti ada pengaruh jenis lokalisasi ter-hadap penggunaan kondom yang konsisten. Sebagian besar WPS berumur tua >35 tahun dan konsisten menggunakan kondom yaitu 48 (77.4%) dengan nilai p=0.006 yang berarti signifikan sehingga ada peng-aruh umur terhadap penggunaan kondom yang konsisten. Status pernikahan didapat-kan sebagian besar WPS berstatus janda dan sudah menggunakan kondom secara

(3)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 137 konsisten yaitu 51 (78.5%) dengan nilai p

0.012 yang berarti signifikan sehingga ada

pengaruh status pernikahan terhadap peng-gunaan kondom konsisten.

Tabel 1. Variabel sosio demografi penggunaan kondom

Variabel sosio demografi

Penggunaan kondom

OR CI 95% p

Konsisten Tidak konsisten

n % n %

Jenis Lokalisasi

Eks lokalisasi Ngujang 68 98.6 1 1.4 11.5 11.7 - 95.9 <0.001

Gunung Bolo 8 38.1 13 61.9

Umur WPS

Muda (< 35 tahun) 28 100 0 0 0.77 0.68 - 0.89 0.006 Tua (≥ 35 tahun) 48 77.4 14 22.6

Status pernikahan WPS

Belum menikah/ Sudah Menikah 25 100 0 0 1.28 1.12 - 1.45 0.012 Janda 51 78.5 14 21.5 Pendidikan WPS Pendidikan Dasar 47 77 14 23 1.30 1.13 - 1.49 0.005 Pendidikan Tinggi 29 100 0 0 Asal WPS Pedesaan 41 82) 9 18 0.65 0.2 - 2.12 0.474 Perkotaan 35 87.5) 5 12.5 Asal Informasi

Media (elektronik, cetak) 23 (100) 0 0 0.79 0.70 - 0.90 0.017 Tenaga kesehatan 53 (79.1) 14 20.9

Pada tingkat pendidikan didapatkan sebagian besar WPS berpendidikan dasar (SD, SMP) sudah menggunakan kondom yang konsisten yaitu 47 (77%) dengan nilai p=0.005 yang berarti signifikan sehingga ada pengaruh pendidikan WPS terhadap penggunaan kondom konsisten. Asal WPS sebagian besar dari pedesaan dan mayo-ritas sudah menggunakan kondom secara konsisten yaitu 41 (82%). Sebagian besar WPS sudah memperoleh informasi dari tenaga kesehatan dimana mayoritas sudah menggunakan kondom secara konsisten yaitu 53 (79.1%).

Tabel 2. Hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik

Variabel Exp B (OR) p

Jenis Lokalisasi 0.021 0.001 Umur WPS <0.001 0.998 Asal informasi <0.001 0.998

Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik didapatkan ada 3 variabel yang masuk ke dalam model yaitu jenis lokalisasi, umur WPS dan asal informasi. Dari ketiga variabel hanya satu variabel yang secara statistik signifikan yaitu jenis lokalisasi dengan p=0.001, se-hingga ada pengaruh jenis lokalisasi ter-hadap penggunaan kondom konsisten.

PEMBAHASAN

1. Pengaruh jenis lokalisasi terhadap penggunaan kondom konsisten Berdasarkan Tabel 1 didapatkan pada jenis lokalisasi sebagian besar WPS yang berada di eks lokalisasi Ngujang menggunakan kondom yang konsisten yaitu 68 (98.6%) dan WPS di Gunung Bolo menggunakan kondom tidak konsisten yaitu 13 (61.9%) dengan nilai p<0.001 yang berarti ada

(4)

138 e-ISSN: 2549-0273 (online) pengaruh jenis lokalisasi terhadap

peng-gunaan kondom yang konsisten.

Faktor kerja sama sangat dikaitkan dengan penggunaan kondom yang konsis-ten seperti tempat prostitusi (liar atau resmi), pembayaran tunai atau kredit dan jumlah mitra seks. Wanita dengan tarif sek-sual yang rendah sangat jarang melaporkan jumlah mitra seksual dan penggunaan kon-dom karena cenderung mencerminkan te-kanan ekonomi (Graham et al., 2014).

Hal tersebut sesuai dengan jenis loka-lisasi dimana sebagian besar WPS yang berada di eks lokalisasi Ngujang (pencer-minan prostitusi resmi) sebagian besar su-dah konsisten dalam menggunakan kon-dom karena sudah secara terstruktur dan terjadwal dalam mendapatkan penyuluhan, pemeriksaan baik VCT, IMS maupun tes HIV sehingga mereka lebih hati-hati dan konsisten dalam menggunakan kondom bila dibandingkan dengan WPS yang ber-ada di Gunung Bolo (pencerminan prosti-tusi liar) dimana para WPS nya sebagian besar menggunakan kondom tidak konsis-ten karena para WPS belum secara rutin mendapatkan penyuluhan atau informasi serta pemeriksaan VCT, IMS maupun tes HIV yang terjadwal sehingga mereka merasa sehat dan tetap melakukan tran-saksi seksual yang beresiko.

2. Pengaruh umur WPS terhadap penggunaan kondom konsisten Berdasarkan Tabel 1 didapatkan sebagian besar WPS berumur tua ≥35 tahun dan konsisten menggunakan kondom yaitu 48 (77.4%) dengan nilai p=0.006 yang berarti signifikan sehingga ada pengaruh umur ter-hadap penggunaan kondom yang konsisten.

Semakin tua umur WPS memang m-eningkatkan perilaku penggunaan kondom konsisten tetapi sebagian dari WPS yang berumur tua tidak konsisten menggunakan kondom bila dibandingkan WPS berumur muda semuanya konsisten menggunakan

kondom. WPS yang memiliki umur lebih banyak kemungkinan besar sudah bekerja dalam waktu yang lama sehingga sudah memiliki jumlah mitra yang banyak yang menyebabkan merekarentan untuk tidak menggunakan kondom yang konsisten dan mempunyai perilaku seksual yang beresiko (Mahaputra et al., 2013).

WPS yang berumur tua pada peneliti-an ini cenderung kurpeneliti-ang memiliki mitra seksual setiap harinya tetapi jika di kumu-latifkan akan memiliki total mitra seksual yang lebih banyak. Karena tuntutan faktor ekonomi, para WPS yang berumur lebih tua cenderung asal menerima pelanggan tanpa bisa menseleksi sehingga sebagian dari me-reka tidak menggunakan kondom yang konsisten. Walaupun masih banyak dari mereka yang masih menggunakan kondom secara konsisten.

3. Pengaruh status pernikahan WPS terhadap penggunaan kondom konsisten

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar WPS berstatus janda dan sudah menggunakan kondom secara kon-sisten yaitu 51 (78.5%) dengan p=0.012 yang berarti signifikan.

WPS yang rendah dalam penggunaan kondom konsisten adalah mereka yang ber-umur lebih tua, sudah pernah menikah atau janda, sudah bekerja sebagai WPS ≥10 ta-hun dan WPS yang melakukan transaksi seksual 3 kali atau lebih dalam satu minggu (Mahaputra et al., 2013).

WPS dalam penelitian ini sebagian besar berstatus janda dan pernah menikah sehingga masuk didalam kelompok yang beresiko. Pada kelompok ini sebagian besar bekerja sebagai WPS karena tuntutan eko-nomi sehingga para WPS ini menyerah dengan tuntutan yang dibuat oleh mitra seksual tentang jenis hubungan seks, konsumsi alkohol atau bahkan penggunaan kondom. Karena mereka berprinsip bahwa

(5)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 139 yang terpenting mendapatkan pelanggan

sebanyak mungkin sehingga akan menam-bah pemasukan mereka tanpa memikirkan hal lain. Hal ini sering ditemukan pada WPS yang berada di prostitusi liar dalam hal ini gunung Bolo karena praktik seksual yang dilakukan masih belum terorganisir dengan baik.

4. Pengaruh pendidikan WPS

ter-hadap penggunaan kondom

konsisten

Berdasarkan Tabel 1 didapatkan pada ting-kat pendidikan didapatkan sebagian besar WPS berpendidikan dasar (SD, SMP) sudah menggunakan kondom yang konsisten ya-itu 47 (77%) dengan nilai p 0.005 yang ber-arti signifikan sehingga ada pengaruh pen-didikan WPS terhadap penggunaan kon-dom konsisten.

Semakin tinggi tingkat pendidikan se-seorang akan mempunyai perilaku peng-gunaan kondom yang konsisten. Perilaku penggunaan kondom yang konsisten bisa dilihat dari seks terakhir dimana me-rupakan periode sementara yang paling umum untuk pengukuran penggunaan kon-dom (Fonner et al., 2014).

WPS dalam penelitian ini hampir se-luruhnya memiliki pendidikan tingkat dasar yaitu setara dengan SD dan SMP. WPS yang menggunakan kondom tidak konsisten lebih cenderung berpendidikan SD maupun yang tidak tamat SD. Mereka kurang memahami pentingnya penyuluhan yang selama ini pernah diberikan oleh pe-tugas terutama pada WPS yang berada di prostitusi liar (gunung Bolo). Mereka hanya berfikir untuk datang ke tempat prostitusi unttuk bekerja sebagai WPS dan pulang de-ngan membawa uang yang cukup untuk memenuhi keperluan hidup. Selebihnya mereka tidak berfikir jauh. Tetapi ada WPS yang walaupun berpendidikan tingkat da-sar tetapi mereka sudah memahami dengan resiko pekerjaan mereka. Sebagian besar

terjadi pada WPS yang berada di eks lokali-sasi resmi dimana mereka sering menda-patkan penyuluhan dan pemeriksaan kese-hatan sehingga mereka lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi seksual bila di-bandingkan dengn WPS yang ada dipros-titusi liar.

5. Pengaruh asal informasi WPS terhadap penggunaan kondom konsisten

Berdasarkan Tabel 1, sebagian besar WPS sudah memperoleh informasi dari tenaga kesehatan dan mayoritas sudah menggu-nakan kondom secara konsisten yaitu 53 (79.1%) dengan p=0.017.

Sesi konseling baik secara singkat maupun interaktif telah berhasil dalam mengurangi insiden IMS/ HIV lebih dari 50%. Ketrampilan perundingan diperlukan untuk memastikan WPS bisa meyakinkan para mitra seksual untuk bekerjasama da-lam menggunakan kondom secara konsis-ten. Dan WPS bisa diajarkan untuk mene-gosiasikan penggunaan kondom dengan mitra seksual yang bisa diberikan pelatihan atau penyuluhan oleh petugas kesehatan (Strathdee et al., 2013).

Pada penelitian ini sebagian WPS yang konsisten menggunakan kondom su-dah pernah mendapatkan informasi dari te-naga keehatan. Karena infromasi dari tena-ga kesehatan ternyata lebih mudah dipa-hami oleh para WPS dibandingkan dengan informasi yang hanya berasal dari media cetak maupun elektronika yang belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

WPS yang menggunakan kondom yang konsisten adalah WPS yang berada di protitusi resmi yang secara terjadwal dan terstruktur sudah mendapatkan penyulu-han atau konseling atau informasi secara lengkap dari petugas kesehatan bila diban-dingkan dengan para WPS di prostitusi liar (Gunung Bolo) yang belum maksimal men-dapatkan informasi tentang kondom. WPS

(6)

140 e-ISSN: 2549-0273 (online) ini juga lebih bisa menegosiasikan seks

yang aman kepada mitra seksual tanpa ha-rus terbebani dengan tuntutan ekonomi yang terlalu tinggi.

Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik didapatkan dari 6 variabel yang signifikan pada analisis bivariat hanya ada 3 variabel yang masuk kedalam model yaitu jenis lokalisasi dengan nilai p 0.001, umur WPS dengan nilai p 0.998 dan asal informasi dengan nilai p 0.998 yang berarti secara statistik ada pengaruh jenis lokalisasi terhadap peng-gunaan kondom yang konsisten.

Semakin banyak WPS yang berada di prostitusi resmi (Eks Lokalisasi Ngujang) akan meningkatkan perilaku penggunaan kondom yang konsisten sebanyak 0.021 kali. Untuk 3 variabel lain tidak masuk mo-del karena memiliki nilai presisi yang cu-kup ekstrem sehingga dikeluarkan dari mo-del.

Analisis multivariat mengindikasikan bahwa penggunaan kondom yang konsisten terdapat pada WPS yang berada pada pros-titusi resmi dalam hal ini adalah eks Lokali-sasi Ngujang dibandingkan para WPS yang berada di prostitusi liar. Hal tersebut didu-kung penelitian dari Mahaputra et al (2013) yang menunjukkan lebih dari dua pertiga WPS terlibat dalam hubungan seksual de-ngan mitra seksual mereka dan pengguna-an kondom ypengguna-ang konsisten cukup tinggi pada kelompok WPS dengan mitra yang ko-mersil tetapi tetap rendah dengan mitra yang non komersil seperti pada pacar. Yang disebabkan oleh kepercayaan dengan pe-langgan.

WPS yang bekerja selama 10 tahun atau lebih menunjukkan jumlah mitra yang lebih sedikit dibandingkan WPS yang ma-sih muda sehingga para WPS ini menyerah pada tuntutan yang dibuat oleh mitra sek-sual tentang jenis hubungan seks dan

peng-gunaan kondom. Hal tersebut sesuai gam-baran para WPS yang berada di Gunung Bolo.

WPS yang berada disana sebagian besar berusia ≥35 tahun, memiliki pendidi-kan dasar dan hanya mendapatpendidi-kan infor-masi tentang kondom dari petugas kese-hatan. WPS dari Gunung Bolo yang masih tergolong prostitusi liar yang belum ter-jadwal baik itu untuk VCT, tes IMS/HIV sehingga mereka merasa sehat dan terus melakukan transaksi seksual. Akan tetapi, diketahui bahwa kejadian IMS diawali dengan tidak adanya gejala dan akan muncul apabila sudah masuk ke dalam stadium yang lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Bankole A, Ahmed FH, Neema S, Ouedra-ogo C, Konyani S (2007). Knowledge of correct condom use and consis-tency of use among adolescents in four countries in Sub-Saharan Africa: African Journal of Reproductive Health, 11 (3).

Budiono I. (2012). Konsistensi Penggunaan Kondom Oleh Wanita Pekerja Seks/ Pelanggannya. Kemas: Jurnal Keseha-tan Masyarakat 7 (2): 97-101.

Department Of Health And Human Servi-ces. Condoms and STDs: Fact Sheet for Public Health Personnel: Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Febiyantin C, Kriswiharsi KS (2011). Fak tor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian infeksi menular seksual (IMS) pada wanita pekerja seksual (WPS) usia 20-24 tahun di Resosiali-sasi argorejo semarang. Kesmas: Jur-nal Kesehatan Masyarakat UDINUS, 1(12).

Fonner FA, Kennedy CE, O’Reilly KR, Sweat MD (2014). Systematic assess-ment of condom use measureassess-ment in

(7)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 141 evaluation of HIV prevention

inter-ventions: need for standardization of measures: AIDS Behav NIH Public Access 18(12).

Graham SM, Raboud J, Jaoko W,

Mandaliya K, McClelland RS,

Bayoumi AM (2014). Changes in Sexual Risk Behavior in the Mombasa Cohort: 1993–2007: Research Article. PLoS ONE, 9(11).

HandlovskyaI, Bungaya V, Kolarb K (2012). Condom use as situated in a risk context: women’s experiences in themassage parlour industry in Vancouver, Canada. Diakses 1 Januari 2017.

Jie W, Xiaolan Z, Ciyong L, Moyer E, Hui W, Lingyao H (2012). A Qualita-tive Exploration of Barriers to Con-dom Use among Female Sex Workers in China. Diakses 2 Januari 2017.

Karyati S (2011). Faktor-Faktor Yang Mem-pengaruhi Konsistensi Wanita Penjaja Seks Dalam Pemakaian Kondom Un-tuk Mencegah Penularan PMS Dan Hiv Di Pati: Thesis FIK UI.

Mahaputra B, Lowndes CM, Mohanty SK, Gurav K, Ramesh BM, Moses S, Washington R, Alary M (2013). Factors Associated with Risky Sexual Practices among Female Sex Workers in Karnataka, India: A Literature Re-view. PLoS ONE 8(4).

Manlove J, Ikramullah E, Humen ET. (2008). Condom Use and Consistency Among Male Adolescents in the Uni-ted States: A Literature Review. Jour-nal of Adolescent Health 43 (208) 325–333.

Murti B. (2013). Desain Dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Di Bidang Kesehatan. Surakarta: Gadjah Mada University Press.

Profil Kesehatan Profinsi Jawa Timur Tahun 2012 Tentang Jumlah Kasus Baru HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual Lainnya Menurut Jenis Ke-lamin dan Kabupaten/ Kota.

Profil Kesehatan Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 Tentang Persentase In-feksi Menular Seksual Diobati.

Samra OM (2008). How to Use a Condom: Advocates for Youth. Washington DC. Sembiring R, Sembiring F (2012). Pengaruh

Predisposing Factor, Enabling Factor Dan Reinforcing Factor Terhadap Upaya Pencegahan Infeksi Menular Seksual Pada Wanita Pekerja Seks Komersial Di Lokalisasi Warung Be-bek Serdang Bedagai. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sari Mutiara Indonesia.

Shannon K, Strathdee S A, Shoveller J, Rusch M, Kerr T (2009). Structural Environmental Barriers to Condom Use Negotiation With Clients Among Female Sex Workers: Implications for Prevention Strategies and Po-licy. Diakses 1 Januari 2017.

Strathdee SA, Lozada R, Martinez G, Vera A, Rusch M, Nguyen L, Pollini RA, Salas FU, Beletsky L, Patterson TL (2011). Social and Structural Factors Associated with HIV Infection among Female Sex Workers Who Inject Drugs in the Mexico-US Border Re-gion: A Literature Review. PLoS ONE 6(4).

Strathdee SA, Abramovitz D, Lozada R, Martinez G, Rangel MG, Vera A, Staines H, Rodriguez CM, Patterson TL (2013). Reductions in HIV/STI In-cidence and Sharing of Injection

Equipment among Female Sex

Workers Who Inject Drugs: Results from a Randomized Controlled Trial: A Literature Review. PLoS ONE 8(6).

(8)

142 e-ISSN: 2549-0273 (online) World Health Organization. (2008). 10

facts on sexually transmitted infec-tions: Dept. of Reproductive Health and Research. Accessed 7 April 2016. Widyastuti, Utami, Arifianti (2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian IMS di Lokalisasi gang sadar Baturaden Banyumas: Jurnal Ilmiah Kebidanan, 3 (1).

Yadav D, Ramanathan S, Goswami P, Ramakrishnan L, Saggurti L, Sen S, George B, Paranjape (2013). Role of Community Group Exposure in Reducing Sexually Transmitted Infection-Related Risk among Female Sex Workers in India: A Literature Review. PLoS ONE 8(10).

Gambar

Tabel 1. Variabel sosio demografi penggunaan kondom Variabel sosio

Referensi

Dokumen terkait

Upaya penegakan hukum lainnya, yakni terkait dengan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal yang berbendera asing (KIA), yang diduga telah

Kebijakan tentang pendirian minimarket tentu hal yang penting yang harus di perhatikan oleh pemerintah, namun pendirian minimarket belum memiliki perda yang dikhususkan

Keefektifan ekstrak daun sirih hutan dalam mengendalikan hama kutu daun persik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena senyawa bahan aktif

Permainan biliar makin berkembang, bahkan sudah punya organisasi resmi yang diakui oleh KONI yaitu POBSI (Persatuan Olahraga Biliar Indonesia) yang didirikan pada tanggal

Mata kuliah ini membahas berbagai metode penelitian sistematika tumbuhan, meliputi teknik eksplorasi dalam penyusunan checklist dan flora, teknik penelitian herbarium untuk

Pada setiap tingkat rapat arus dan temperatur elektrolit tertentu, guna mengoptimalkan hasil yang didapat, diukur ketebalan lapisan di beberapa titik uji dengan

Sehubungan dengan penelitian untuk tesis pada Magister Sains Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan, yang berjudul : Pengaruh Kewenangan Formal, Sistem Informasi

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang. kepala melalui vagina, tanpa alat, pada usia genap 37minggu