• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Emboli cairan ketuban atau amniotik merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana sejumlah besar cairan ketuban tiba – tiba memasuki aliran darah. Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. yang dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi. Dua tempat utama masuknya cairan ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena yang dapat robek sekalipun pada persalinan normal. Ruptura uteri meningkatkan kemampuan masuknya cairan ketuban. (dr. Irsjad Bustaman, SpOG.2009).

Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan pada dinding pembuluh darah dan dapat terjadi pada wanita tua/ usia lebih dari 30 tahun, sindrom janin mati, Multiparitas, Janin besar intrauteri, Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban dan kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat. Dalam kenyataannya memang emboli cairan ketuban jarang dijumpai, namun kondisi ini dapat mengakibatkan kematian ibu dengan cepat. Sekalipun mortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali. Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban terjadi pada wanita, maka akan menyumbat aliran darah ke paru, yang bila meluas akan mengakibatkan penyumbatan

(2)

wanita tersebut akan mengalami gangguan penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac arrest. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.). Risiko emboli cairan ketuban tidak bisa diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan dari bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK. Sementara bila di persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan mengalami kasus serupa.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada emboli cairan amniotic.

1.2.2 Tujuan khusus

a. Untuk memahami definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi serta prognosis pada emboli cairan amniotic.

b. Untuk mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan pada emboli cairan amniotic.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Bagaimana konsep teoritis dari emboli cairan amniotic. 1.3.2 Bagaimana patofisiologi dari emboli cairan amniotic.

1.3.3 Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan serta asuhan keperawatan pada emboli cairan amniotic.

1.4 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, rumusan masalah dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan terdiri dari definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan kegawatdaruratan, dan asuhan keperawatan pada aspirasi mekonium. Bab III Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran dan yang terakhir yaitu Daftar Pustaka.

(3)

-BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.2 Definisi Emboli Cairan Amniotic

Cairan ketuban merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan memiliki berbagai fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat bergerak dan tumbuh bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari luar, barier terhadap kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga membantu proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat persalinan berlangsung maupun sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis. Air ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Namun sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin.Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc.

Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh terjadinya hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumtif secara mendadak. Manifestasi klinis sangat bervariasi dan mungkin saja hanya salah satu di antara ketiga tanda klinis ini yang dominan atau malah tidak terjadi sama sekali. Sindrom ini mutlak jarang dijumpai, namun sindrom ini merupakan kausa umum kematian ibu (Berg dkk., 1996; Koonin dkk., 1997).

Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis

(4)

Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical ( yang dapat terobek sekalipun pada persalinan normal ) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban . Abruption plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.

Pengertian lain menyebutkan bahwa emboli air ketuban merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada persalinan tetapi kejadiannya tidak dapat diduga, tidak dapat dihindari, sangat berbahaya dan sulit untuk diobati dengan baik. Peristiwa ini dikemukakan pertama kali oleh Meyer ( 1927).

2.3 Etiologi

• Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun

Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .

• Janin besar intrauteri

Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.

• Kematian janin intrauteri

Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian mendadak.

• Menconium dalam cairan ketuban

(5)

Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.

• Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi

Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.

2.4 Faktor Presdiposisi

Embolisme cairan amnion dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Embolisme ini paling sering berkaitan dengan persalinan dan masalah lain yang terkait, tetapi kasus embolisme diawal kehamilan dan pascapartum juga telah didokumentasikan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa paritas meningkat resiko ibu atau bahwa embolisme cairan amnion terjadi akibat penggunaan oksitoksik. Resiko masukknya cairan amnion berkaitan dengan terpajannya sirkulasi maternal terhadap cairan amnion walaupun hanya sedikit. Masuknya cairan amnion dari uterus ke dalam saluran maternal dapat bersifat laten, dan terjadi akibat robekan pada selaput ketuban. Kemungkinan masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi di bawah tekanan juga dapat terjadi, meskipun aktivitas uterus hipertonik yang terlihat dalam beberapa kasus merupakan akibat hipoksia uterus yang terjadi pada fase pertama, bukan sebagai prekusor kondisi tersebut. Hipertonus uterus terjadi sebagai respon terhadap kolaps kardiovaskuler dan mencegah masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi maternal, bukan memompa cairan amnion ke dalam sirkulasi maternal.

Barier antara sirkulasi maternal dan kantong amnion dapat rusak jika terjadi abrupsio plasenta, saat dalam plasenta mengalami kerusakan. Prosedur seperti pemasanagan katater intrauterus dan perobekan selaput ketuban juga akibat hal ini. Embolisme cairan amnion dapat terjadi selama seksio sesaria dan tidak dapat dicegah menggunakan secsio sesarea. Embolisme ini juga dapat terjadi berkaitan dengan ruptur atau perforasi uterus. Trauma dapat terjadi selama manipulasi intrauterus, seperti versi podalik internal. Kemungkinan masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi maternal juga dapat terjadi selama terminasi kehamilan. Embolisme cairan amnion merupakan kondisi yang sulit diprediksi dan sulit dicegah. Embolisme cairan amnion menyebabkan angka mortallitas maternal yang tinggi.

(6)

kematian. Berdasarakan Confisdential Enquiry Report di Inggris, usia dianggap sebagai faktor resiko yang konsisten, dan wanita yang berusia lebih dari 30 tahun beresiko mengalami hal ini.

Predisposisi emboli air ketuban meliputi multiparitas wanita gemuk, persalinan dengan oksitosin drip, persalinan operasi, persalinan presipitatus ( kurang dari 3 jam ), pada IUFD atau missed abortion. Bila dilihat dari waktu kejadiannya, kondisi ini dapat terjadi pada persalinan spontan, persalinan dengan seksio sesarea, dan waktu terjadi rupture.

2.5 Patofisiologi

Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.

Setelah suatu fase awal hipertensi paru dan sistemik yang singkat, terjadi penurunan resistensi vaskular sistemik dan indeks kerja pulsasi ventrikel kiri (Clark dkk., 1988). Pada

(7)

fase awal sering dijumpai desaturasi oksigen transien tetapi mencolok sehingga sebagian besar pasien yang selamat mengalami cedera neurologis (Harvey dkk., 1996). Pada wanita yang bertahan hidup melewati fase kolaps kardiovaskuler awal, sering terjadi fase sekunder berupa cedera paru dan koagulopati.

Keterkaitan hipertonisitas uterus dengan kolaps kardiovaskular tampaknya lebih berupa efek daripada kausa emboli cairan amnion (Clark.m 1995). Memang, aliran darah uterus berhenti total apabila tekanan intrauterin melebihi 35 sampai 40 mmHg (Towell, 1976). Dengan demikian, kontraksi hipertonik merupakan waktu yang paling kecil kemungkinannya terjadi pertukaran janin-ibu. Demikian juga, tidak terjadi hubungan sebab akibat antara pemakaian oksitosin dengan emboli cairan amnion dan frekuensi pemakaian oksitosin tidak meningkat pada para wanita ini (American College Of Obstetricians And Gynecologists, 1993).

Proses emboli cairan amnion/ sindrom anafilaktik pada kehamilan : Cairan amnion masuk ke dalam sirkulasi maternal

Patofisiologis tanda klinis yang mungkin muncul Fase 1

Vasospasme pulmonal gangguan kondisi janin takipnea Hipoksia syok ansietas

Hipotensi hipertonus uterus menggigil Kolaps kardiovaskuler takikardia berkeringat Sianosis konvulsi

Tidak bernafas henti jantung Fase 2

Gagal ventrikel kiri perdarahan

Edema paru trombolisis (perdarahan dari jalur intravena) Perdarahan kolaps kardivaskuler

Gangguan koagulasi.

2.6 Manifestasi Klinis

(8)

• Ketika mencapai paru – paru akan menyebabkan penyumbatan kapiler paru-paru yang menyebabkan gangguan pada proses respirasi,dengan gejala dispnea,takipnea,nyeri dada,sianosis,edema paru,dan syok.

• Dapat menyebabkan spasme kuat pembuluh kapiler paru lalun terjadi pengurangan cardiac output,hipertensi,bradikardi,serta nantinya akan berlanjut ke gagal jantung kanan akut dan hipoksemia.

• Berlanjut menjadi hilang kesadaran,hal ini sekitar 25-50% dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam pertama (kematian mendadak).

• Kematian sering terjadi pada emboli cairan amnion yang banyak mengandung debris partikel,misalnya: cairan amnion.Cepat lambatnya ibu meninggal bergantung pada jumlah cairan ketuban yang masuk ke sirkulasi ibu.

• Reaksi anafilaktik mungkin terjadi emboli yang berasal dari fetus merupakan benda asing di dalam tubuh ibu.

• Pendarahan hebat (HPP) akibat darah sulit membeku,karena adanya unsure tromboplastik dalam cairan amnion.Khususnya pendarahan pada traktus genetalis dan daerah yang mengalami trauma.

• Trombositopenia berat timbul dan khasnya darah sulit membeku bila diberi thrombin atau maksimal membentuk bekuan kecil lalu segera mengalami lisis sempurna.

• Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran (Hipotensi ).

• Dyspnea, Batuk.

• Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.

• Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal. • Pulmonary edema, Cardiac arrest.

• Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.

(9)

• Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

• Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.

• Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan amninon.

• Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal , menunjukkan DIC.

• EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.

• Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.

• Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.

2.8 Penatalaksanaan

Walaupun pada awal perjalanan klinis emboli cairan amnion terjadi hipertensi sistemik dan pulmonal, fase ini bersifat sementara. Wanita yang dapat bertahan hidup setelah menjakani resusitasi jantung paru seyogyanya mendapat terapi yang ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi serta pemberian darah dan komponen darah sangat penting dikerjakan. Belum ada data yang menyatakan bahwa suatu intervensi yang dapat mempermaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion. Wanita yang belum melahirkan dan mengalami henti jantung harus dipertimbangkan untuk melakukan tindakan seksio caesaria perimortem darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. Namun, bagi ibu yang hemodinamikanya tidak stabil, tetapi belum mengalami henti jantung, pengambilan keputusan yang seperti itu menjadi semakin rumit.

(10)

1. Minta bantuan darurat. Dengan segera konsul dan rujuk kedokter. 2. Mulai lakukan RJP.

3. Spesialis kandungan dan tim dokter melakukan terapi pendukung dan seksio sesaria darurat sesegera mungkin jika janin bertahan hidup.

4. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).

5. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan.

6. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri. 7. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .

8. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.

9. Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme. 10. Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan

peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira – kira 100 mmHg.

11. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .

12. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.

13. Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.

14. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.

15. Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.

16. Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.

(11)

2.9 Komplikasi 1. Terhadap Ibu

Koagulasi intravaskuler diseminata (Disseminnated Intravascular Coagulupati, DIC) cenderung terjadi pada 30 menit sejak awal kolaps. Pada beberapa kasus, ibu mengalami perdarahan hebat sebelum mengalami embolisme cairan amnion, yang memperburuk kondisinya. Pernah juga dilaporkan bahwa cairan amnion dapat menekan miometrium sehingga mengakibatkan atonia uterus. Hal ini selanjutnya menyebabkan perdarahan.

• Gagal ginjal akut merupakan komplikasi kehilangan darah yang berlebihan dan hipotensi hipovolemik yang terlalu lama. Ibu memerlukan pengkajian haluaran urin yang kontinu, dengan menggunakan kateter indwelling. Bidan harus mencatan asupan cairan dan haluaran urine serta urinalisis secara akurat. Haluaran urine kurnag dari 30 ml per jam harus dilaporkan karena dapat terjadi proteinuria. Ibu diindikasikan untuk dipindahkan ke unit perawatan intensif guna mendapat asuhan keperawatan khusus. Asuhan dan saran kebidanan harus terus diberikan kepada keluarga.

• Emboli air ketuban menyebabkan komplikasi dan gejala klinik yang bersumber dari: a. Kardiovaskuler kolap

1. Air ketuban yang terhisap dengan benda padatnya (rambut lanogo, lemah, dan lainnya) menyumbat kapiler paru, sehingga terjadi hipertensi arteri pulmonum, edema paru, dan gangguan pertukaran O2 dan CO2.

2. Akibat hipertensi pulmonum menyebabkan

• Tekanan atrium kiri turun

Cardiac output menurun

• Terjadinya penurunan tekanan darah sistemik yang mengakibatkan syok berat.

3. Gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan sesak napas, sianosis, dan gangguan pengaliran O2 ke jaringan yang mengakibatkan:

• Metabolic asidosis

• Anaerobic metabolism

4. Edema paru dan gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan:

• Terasa dada sakit, berat, dan panas.

(12)

• Dikeluarkannya histamine yang menyebabkan spasme bronkus dan sesak napas.

5. Terjadinya reflek nervus vagus yang menyebabkan:  Bradikardi

 Vasokostriksi arteria koronea, menimbulkan gangguan kontraksi otot jantung dan dapat menimbulkan acute cardiac arrest.

 Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan, dan sianosis.

6. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit sampai 36 jam. 7. Gangguan pembekuan darah

• Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah.

• Mengandung factor X, yang dapat menjadi treger terjadinya intravaskuler koagulasi.

• Mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas implantasi plasenta.

8. Kekurangan O2 dan terjadinya anerobik metabolism dalam otot uterus, menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan.

2. Terhadap Janin

Angka mortalitas dan morbisitas perineal tinggi jiak embolisme cairan amnion terjadi sebelum kelahiran bayi. Keterlambatan dari awal kolaps maternal sampai pelahiran perlu diminimalkan untuk menghindari kematian atau gangguan kondisi janin. Namun demikian, resusitasi ibu pada saat itu tetap menjadi prioritas.

Hal penting terkait embolisme cairan amnion :

1. Embolisme cairan amnion adalah penyebab utama kematian ibu di dunia. 2. Istilah yang sering digunakan merupakan istilah yang tidak tepat, tidak

terdapat adanya embolisme.

3. Sekarang sudah dipahami bahwa hal ini merupakan respon anafilaktis terhadap cairan amnion yang memasuki sirkulasi maternal.

4. Gambaran umumnya adalah syok maternal dan distress janin, diikuti dengan dipsnea dan kolaps kardiovaskuler.

5. Dapat merupakan respon terhadap cairan amnion berapapun jumlahnya, tidak hanya yang berjumlah banyak.

(13)

6. Dapat terjadi kapanpun, kecuali persalinan dan dampaknya yang segera merupakan hal yang paling sering terjadi.

7. Harus dicurigai pada kasus kolaps mendadak atau perdarahan yang tidak terkendali.

2.10 Prognosis

Angka kematian itu berkaitan dengan embolisme cairan amnion dilaporkan sangat beragam ( berkisar dari 25 hingga 90 persen ). Para wanita yang bertahan hidup sering mengalami kerusakan syaraf yang parah. Prognosis juga buruk bagi janin dan berkaitan dengan lama interval antara henti jantung ibu hingga pelahiran. Angka kesintasan neonates keseluruhan adalah sekitar 70 persen , tetapi hampir separuh dari bayi ini menderita sekuele gangguan syaraf.

Prognosis emboli cairan amnion yang buruk jelas berkaitan dengan bias pelaporan. Juga, sindrom ini kemungkinan besar kurang terdiagnosis (underdiagnosed), kecuali pada kasus-kasus yang sangat parah. Pada laporan-laporan national registry, angka kematian ibu adalah 60%. Di data dasar 1,1 juta persalinan di California oleh Gilbert dan Danielson (1999), hanya seperempat kasus yang dilaporkan yang meninggal. Weiwen (2000) menyajikan data awal dari 38 kasus di daerah Suzhou di Cina. Hampir 90% wanita dengan kasus ini meninggal. Kematian dapat terjadi sangat cepat, dan diantara 34 wanita yang meninggal dala penelitian di Cina, 12 meninggal dalam waktu 30 menit.

Kelainan neurologis yang parah sering terjadi pada mereka yang selamat. Di antara para wanita yang dilaporkan ke National Registry mengalami henti jantung disertai gejala-gejala awal, hanya 8% yang selamat tanpa mengalami kelainan neurologis. Hasil akhir juga buruk bagi janin kelompok wanita yang selamat tersebut dan berkaitan dengan interval henti jantung smpai pelahiran. Angka kelahiran hidup neonatus keseluruhan adalah 70%, tetapi hampir separuh menderita kelainan neurologis residual.

2.11 Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian tehadap kesehatan pasien sangat diperlukan dalam menindaklanjuti suatu intervensi keperawatan kepada pasien. Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh maka

(14)

Menetapkan kapan gejala mulai timbul, Menetapkan kapan gejala timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala tersebut dan apa yang memperburuk gejala adalah bagian dari pengkajian, juga mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.

Anamnesa,meliputi: 1. Identitas pasien

Biasanya hal ini terjadi pada ibu yang hamil berusia 30 tahun 1. Riwayat Sakit dan Kesehatan

1. Paru – paru, hasil pemeriksaan yang bermakna antara lain : • Edema Perdarahan alveolar

• Emboli yang tersusun dari partikel bahan dalam cairan ketuban(skuama , debris amorf, mucin , vernix dan lanugo).

• Pembulu darah pulmonalis yang berdilatasi pada daerah embolisasi.

2. Jantung

Jantung sisi kanan acapkali berdilatasi .Parah yang diaspirasi daari sisi kanan tersebut memperhatikan adanya elemen – elemen cairan ketuban . Terjadi gangguan koagulasi serta perdarahan yang terjadi adalah akibat kegagalan koagulasi dan menurunkan tonus utrus. Faktor yang mungkin menyebabkan gagalnya proses koagulasi adalah pelepasan tromboplastin ke dalam sirkulasi darah yang menimbulkan “ disseminated intro vascular coagulation “ serta diikuti oleh hipofribrinogenemia dan menghasilkan produk degradasi fibrin. Umumnya dijumpai atonia uteri tetapi sebab yang tepat tidak diketahui.

2. Diagnosa

1) Gangguan pola napas yang berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perfusi ventilasi.

(15)

3) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kadar oksigen dalam sirkulasi menurun.

4) Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan. 3. Tujuan

- Pertukaran gas berjalan dengan baik - Pola napas normal

- Volume cairan tubuh dalam batas normal - Syok dapat teratasi

4. Intrvensi dan Implementasi

1. Gangguan pola napas b/d penurunan oksigen dalam udara inspirasi. NOC:

- Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas - Status Tanda-Tanda Vital

NIC:

1. Manajemen jalan napas Aktivitas:

Sediakan jalan napas orofaringeal atau blok bite untuk mencegah tergigitnya tube endotrekeal

• Berikan hidrasi sistemik adekuat dengan cairan oral atau parenteral

• Pompa cuff endotrakeal/trakeostoma menggunakan teknik volum oklusif minimal atau teknik yang meminimalkan kebocoran

(16)

Pantau tekanan cuff setiap 4-8 jam selama ekspirasi menggunakan 3 cara stopcock, syringe yang dikalibrasi dan manometer raksa

• Cek dengan segera tekanan cuff setelah memberikan anastesi umum

• Tukar pita endotrakeal setiap 24 jam, perhatikan kondisi kulit dan mukosa oral, pindahkan ET tube ke sisi mulut yang lain

• Auskultasi suara paru setelah insersi dan setelah merubah pita endotrakeal/trakeostomi

• Catat petanda centimeter acuan pada tube endotrakeal untuk memantau kemungkinan penggantian

• Bantu dengan rontgen dada untuk memantau posisi tube

• Berikan suction endotrakeal

• Berikan perawatan trekeostomi setiap 4-8 jam, bersihkan bagian dalam kanula, bersihkan dan keringkan area disekitar stoma dan ganti pita trakeostomi

• Berikan perawatan mulut dan suction orofaring 2. Terapi oksigen

- Bersihkan sekresi mulut, hidung dan trakea - Jaga kepatenan jalan napas

- Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi - Pantau aliran oksigen

- Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien

- Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai dengan indikasi

(17)

- Pantau kecemasan pasien terkait terapi oksigen

- Pantau kerusakan kulit akibat penekanan alat oksigen Bersihkan oral, hidung dan trakea dari sekret

- Monitor posisi pemasangan alat oksigen

- Pindahkan ke alternatif alat oksigen lainnya yang bisa meningkatkan kenyamanan 3. Monitor pernapasan

Aktivitas:

- Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas

- Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan retaksi otot intercostal

- Monitor bising pernafasan seperti ribut atau dengkuran

- Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi

- Palpasi jumlah pengembangan paru

- Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks sampai basis secara bilateral - Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang

- Monitor hasil dari ventilator, catat peningkatan dalam pernapasan dan penurunan volume tidal jika dibutuhkan

- Monitor peningkatan keletihan, kecemasan dan kebutuhan akan oksigen - Monitor kemampuan pasien untuk batuk

(18)

- Monitor krepitus

- Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust jika dbutuhkan - Lakukan resusitasi jika dibutuhkan

- Lakukan terapi pengobatan pernapasan (contoh: nebulizer) jika dibutuhkan 4. Bantuan ventilasi

Aktivitas:

- Jaga kepatenan jalan napas

- Berikan posisi yang mengurangi dyspnea

- Posisikan untuk meminimalkan usaha bernapas seperti meninggikan kepala tempat tidur

- Dorong pasien untuk napas dalam dan lambat serta batuk

- Pantau kelemahan otot pernapasan, Mulai dan jaga oksigen tambahan - Berikan medikasi-medikasi nyeri yang cocok untuk mencegah hipoventilasi - Pantau status respirasi dan oksigenasi

- Berikan obat-obatan seperti bronkodilator, inhaler yang meningkatkan kepatenan jalan napas dan perubahan gas juga mengajari teknik bernapas

- Monitor efek dari dari perubahan posisi dalam pemakaian oksigen. 2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perfusi ventilasi NOC:

1. Status respiratori :pertukaran gas 2. Status tanda tanda vital

(19)

NIC:

1. Monitor pernapasan Aktivitas

- Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas

- Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan retaksi otot intercostal

- Monitor bising pernafasan seperti ribut atau dengkuran

- Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi

- Palpasi jumlah pengembangan paru

- Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks sampai basis secara bilateral - Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang

- Monitor hasil dari ventilator, catat peningkatan dalam pernapasan dan penurunan volume tidal jika dibutuhkan

- Monitor peningkatan keletihan, kecemasan dan kebutuhan akan oksigen - Monitor kemampuan pasien untuk batuk

- Catat lama, karakteristik dan lama batuk

- Monitor dispnu dan persitiwa yang bisa meningkatkan kejadian dispnu - Monitor krepitus

- Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik chin lift atau jaw thrust jika dbutuhkan - Lakukan resusitasi jika dibutuhkan

(20)

- Lakukan terapi pengobatan pernapasan (contoh: nebulizer) jika dibutuhkan 2. Terapi oksigen

Aktivitas:

- Bersihkan sekresi mulut, hidung dan trakea - Jaga kepatenan jalan napas

- Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi - Pantau aliran oksigen

- Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien

- Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai dengan indikasi

- Pantau tanda keracunan oksigen dan tanda hipoventilasi yang dipengaruhi oksigen - Pantau kecemasan pasien terkait terapi oksigen

- Pantau kerusakan kulit akibat penekanan alat oksigen Bersihkan oral, hidung dan trakea dari sekret

- Monitor posisi pemasangan alat oksigen

- Pindahkan ke alternatif alat oksigen lainnya yang bisa meningkatkan kenyamanan 3. Pemantauan tanda-tanda vital

Aktivitasnya:

- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan, jika diindikasikan. - Catat adanya fluktuasi tekanan darah.

(21)

- Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum, selama, dan sesudah beraktifitas, jika diindikasikan.

- Monitor adanya tanda dan gejala hipotermi/hipertermi.

- Jika perlu, periksa nadi apikal dan radial secara simultan dan catat perbedaannya. - Monitor kuat/lemahnya tekanan nadi, Monitor irama dan frekuensi jantung. - Monitor bunyi jantung, Monitor frekuensi dan irama nafas.

- Monitor adanya abnormalitas pola nafas, Monitor warna, suhu, dan kelembaban kulit. - Identifikasi faktor penyebab perubahan tanda-tanda vital.

- Monitor tekanan darah selama, sebelum dan sesudah beraktivitas - Identifikasi penyebab terjadinya perubahan tanda-tanda vital.

3. Perubahan perfusi jaringan b/d kadar oksigen dalam sirkulasi menurun. NOC:

Perfusi jaringan : perifer NIC:

1. Manajemen Asam-Basa - Pertahankan kepatenan akses IV - Pertahankan kepatenan jalan nafas

- Pantau kehilangan asam (seperti : muntah, pengeluaran nasogastrik, diare dan diuresis), sesuai dengan kebutuhan

- Pantau kehilangan bikarbonat ( seperti : drainase fistula dan diare), sesuai dengan kebutuhan

(22)

- Atur posisi untuk memudahkan ventilasi yang adekuat (seperti : membuka jalan nafas dan mengangkat kepala di tempat tidur)

- Pantau gejala gagal nafas ( seperti : PaO2 rendah dan menaikkan tingkat PaCO2 dan kelelahan otot pernafasan)

- Pantau pola pernafasan

- Pantau proses transfer O2 di jaringan (seperti : paO2, SaO2, dan tingkat hemoglobin dan curah jantung), sesuai dengan kebutuhan

- Sediakan terapi oksigen, jika diperlukan

- Pantau kesalahan ketidakseimbangan elektrolit dengan mengoreksi ketidakseimbangan asam-basa

- Kurangi konsumsi oksigen ( seperti : meningkatkan kenyamanan, mengendalikan deman, dan mengurangi kecemasan), sesuai dengan kebutuhan

- Pantau status neurologis ( seperti : tingkat kesadaran dan kebingungan)

- Instruksikan pasien dan/atau keluarga untuk mengatasi ketidakseimbangan asam-basa - Tingkatkan orientasi

2. Terapi oksigen aktivitas:

- Bersihkan sekresi mulut, hidung dan trakea - Jaga kepatenan jalan napas

- Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi - Pantau aliran oksigen

(23)

- Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai dengan indikasi

- Pantau tanda keracunan oksigen dan tanda hipoventilasi yang dipengaruhi oksigen - Pantau kecemasan pasien terkait terapi oksigen

- Pantau kerusakan kulit akibat penekanan alat oksigen Bersihkan oral, hidung dan trakea dari sekret

- Monitor posisi pemasangan alat oksigen

- Pindahkan ke alternatif alat oksigen lainnya yang bisa meningkatkan kenyamanan 4. Defisit volume cairan behubungan dengan pendarahan.

NOC:

• Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa

• Keseimbangan Cairan

• Hidrasi

• Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan NIC:

1. Manajemen elektrolit :

Hiperkalsemia, hiperkalemia, hipermagnesemia, hipernatremia, hiperfosfatemia. Aktivitas

- Memantau masukan dan keluaran

- Memantau fungsi ginjal (missal : BUN dan kadar Cr) jika perlu

- Memantau kecenderungan kadar serum pada kalsium (misalnya : kalsium terionisasi), sebisanya

(24)

- Memantau ketidakseimbangan elektrolit dihubungkan dengan hiperkalsemia (misalnya : hipo atau hiperfosfatemia, hiperkloremik asidosis, dan hipokalemi dari dieresis) seperlunya - Mengatur pengobatan yang ditentukan untuk mengurangi kadar serum kalsium terionisasi (misalnya : fosfat, sodium bicarbonate, dan glukokortikoid), seperlunya

- Memantau kelebihan cairan yang dihasilkan dari terapi hidrasi (misalnya : berat badan harian, haluaran urin, penegangan vena jugularis, bunyi paru, dan tekanan atrium kanan), seperlunya

- Mendorong banyak mengkonsumsi bauh-buahan (misalnya : cranberries, prunes, atau plums) untuk meningkatkan keaaman urin dan menurunkan resiko pembentukan batu ginjal, seperlunya

- Memantau manifestasi CNS dari hiperkalsemia (misalnya :letargi, depresi, hilang ingatan, sakit kepala, pusing, koma, dan perubahan kepribadian)

- Memantau manifestasi neuromuscular pada hiperkalsemia (misalnya : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdominal, dan konstipasi)

- Memantau manifestasi kardiovaskuler dari hiperkalsemia (Misalnya : pemendekan segmen ST dan interval QT, pemanjangan interval PR, peruncingan gelombang T, sinus bradikardi, hambatan jantung, hipertensi, dan henti jantung)

- Memantau penyebab kenaikan kadar kalsium (misalnya : indikasi dehidrasi berat dan gagal ginjal), seperlunya

2. Manajemen cairan Aktivitas:

- Timbang BB tiap hari

- Pertahankan intake yang akurat

- Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa membrane, nadi)

(25)

- Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem, asites, distensi vena leher)

- Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah dialisa - Monitor status nutrisi

- Anjurkan klien untuk intake oral - Distribusikan cairan > 24 jam - Tawarkan snack (seperti : jus buah)

- Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan tanda kehilangan cairan makin buruk - Persiapkan untuk administrasi produk darah

- Berikan terapi IV, Berikan cairan dan Produk darah 3. Manajemen perdarahan

- Memakai balutan sesuai indikasi

- Monitor jumlah dan karakter (nature) kehilangan darah pasien

- Berikan penekanan manual diatas pendarahan atau area yang berpotensi pendarahan - Berikan kantong es untuk mempengaruhi area perdarahan

- Catat kadar Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan darah sebagai indikasi

- Evaluasi respon psikologi pasien terhadap perdarahan dan pemahaman terhadap kejadian

- Inspeksi perdarahan dari membran mukosa, luka memar karena trauma, pengeluaran darah dari tempat tusukan / bocor, adanya peteki

(26)

- Lakukan Tes darah semua cairan dan observasi adanya darah di muntah, dahak, urine,feses.

4. Manajemen syok : volume Aktifitas :

- Monitor tanda dan gejala perdarahan yang konsisten. - Catat pendarahan tertutup pada pasien.

- Cegah kehilangan darah (ex : melakukan penekanan pada tempat terjadi perdarahan) - Berikan cairan IV, yang tepat/

- Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah sesuai indikasi. - Berikan tambahan darah (ex : platelet, plasma) yang sesuai.

- Monitor faktor koagulasi, termasuk waktu protombin (PT), PTT, fibrinogen, degrtadasi fibrin, den jumlah platelet, jika diperlukan.

(27)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical (yang dapat terobek sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli. Etiologinya Kematian janin intrauteri, Janin besar intrauteri, Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban, Kontraksi uterus yang kuat. Ketika emboli cairan ketuban terjadi, maka akan terjadi penyumbatan aliran darah ibu, lama-kelamaan akan mengalami penumbatan diparu, bila meluas akan terjadi penyumbatan aliran darah ke jantung, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan di jantung, dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada wanita yang sudah tua. Perdarahan juga bisa terjadi, akibat emboli cairan ketuban, sehingga pasien akan mengalami kekurangan volume cairan akibat perdarahan, jika tidak diatasi segera, pasien dapat mengalami syok.

3.2 Saran

Dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, penulis berharap mahasiswa dapat memahami konsep teori beserta asuhan keperawatan emboli cairan ketuban, meskipun emboli cairan ketuban jarang ditemukan, namun sebagai tim medis harus tetap waspada akan terjadinya emboli cairan ketuban, sehingga secara tidak langsung dapat mengurango mortalitas ibu dan bayi.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/emboli-cairan-ketuban/ http://midwife-fatimah.blogspot.com/2012/04/emboli-cairan-amnion.html

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Imaginary Communities, Anderson (1991, p.5) menjelaskan sebuah bangsa sebagai “bayangan komunitas politik” merupakan bayangan para anggota yang berbagi ide umum dalam

Selain itu, diperlukan suatu tatanan yang disebut sebagai poliarki, yakni suatu tatanan politik yang pada tingkatnya paling umum dibedakan menjadi dua ciri: kewarganegaraan

Penggunaan teknik sosiodrama melalui layanan bimbingan kelompok untuk mengurangi prasangka sosial terhadap teman - teman disekolah digunakan karena masalah yang

Penyesuaian dalam keluarga (family adjustment) pada warga desa Tambakbulusan termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti orangtua cukup mampu menyeimbangkan

Berdasarkan hasil evaluasi dimensi up flow filter pada IPAL rumah sakit, bahwa dimensi unit berdasarkan kriteria disain telah memenuhi sedangkan untuk waktu detensi tidak sesuai,

Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara parameter oseanografi dan hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning dan menentukan faktor-faktor

A seorang mahasiswa WNI yang sedang menuntut ilmu di Jepang telah dibunuh oleh B seorang warga negara Jepang. Untuk menghindarkan diri dari kemungkinan dituntut

1) Penarikan kembali kuasa penerima kuasa. 2) Pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa. 3) Meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa maupun