• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) ARDILLA PRAMESWARIE RAHARDJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) ARDILLA PRAMESWARIE RAHARDJO"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMUR PANEN

TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK

DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

ARDILLA PRAMESWARIE RAHARDJO

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

ARDILLA PRAMESWARIE RAHARDJO. C34104022. Pengaruh Umur Panen terhadap Komposisi Asam Lemak Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Dibimbing oleh NURJANAH dan TATI NURHAYATI

Ikan sebagai sumber utama komponen nutrisi mengandung protein yang memiliki komposisi asam amino yang lengkap, juga mengandung lemak yang kaya akan asam lemak tak jenuh. Ikan gurami merupakan salah satu ikan air tawar yang sangat disukai untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, sangat perlu untuk dilakukan penelitian mengenai gizi yang terkandung dalam ikan gurami, terutama komposisi asam lemaknya.

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang hidrokarbon yang menyusun lipid. Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh manusia, linoleat (omega 6) dan linolenat (omega 3) digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peran penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega 3 dapat menyembuhkan aterosklerosis, trombosis, penyakit tulang atau persendian, asma, dan mencegah proses penuaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur panen terhadap karakteristik, komposisi kimia dan profil asam lemak daging ikan gurami.

Tahap awal penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai asal sampel, umur panen, dan jenis pakan ikan gurami. Tahap selanjutnya adalah mengkaji karakteristik ikan gurami, yaitu ukuran, rendemen, serta komposisi kimia dan asam lemak daging ikan gurami. Ikan gurami yang digunakan terdiri dari tiga umur panen, yakni umur 2,5-3 tahun, 1,5-2 tahun dan 7 bulan-1 tahun. Berat rata-rata dan panjang total berturut-turut ikan gurami dengan umur panen 2,5-3 tahun, yaitu 1000 gram dan 37 cm, umur panen 1,5-2 tahun, yaitu 650 gram dan 33 cm; umur panen 7 bulan-1 tahun, yaitu 350 gram dan 28 cm. Rendemen daging, tulang, jeroan, insang, sirip, dan sisik ikan dengan umur panen 2,5-3 tahun berturut-turut 52 %, 30 %, 8 %, 1 %, 5 %, dan 4 %; umur 1,5-2 tahun, yaitu 49 %, 34 %, 8 %, 2 %, 3 %, dan 4 %; umur 7 bulan-1 tahun, yaitu 45 %, 38 %, 6 %, 2 %, 5 %, dan 4 %.

Komposisi kimia yang meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein daging ikan gurami berumur panen 2,5-3 tahun berturut-turut 72,96 %; 0,90 %; 2,79 %; dan 20,67 %; umur 1,5-2 tahun, yaitu 74,62 %; 0,95 %; 2,43 %; dan 18,93 %; umur 7 bulan-1 tahun, yaitu 75,48 %; 1,03 %; 2,21 %; dan 18,71 %. Asam lemak jenuh daging ikan gurami yaitu miristat, palmitat, margarat, stearat, dan behenat. Total asam lemak jenuh daging ikan berumur panen 2,5-3 tahun, yaitu 34,01 %; umur 1,5-2 tahun, yaitu 40,60 %; dan umur panen 7 bulan-1 tahun, yaitu 37,72 % dari total asam lemak ikan. Asam lemak tak jenuh tunggal terdiri dari palmitoleat, oleat, gadoleat, dan erukat. Total asam lemak tak jenuh tunggal daging ikan berumur panen 2,5-3 tahun, yaitu 40,21 %; umur 1,5-2 tahun, yaitu 37,02 %; dan umur panen 7 bulan-1 tahun, yaitu 38,23 % dari total asam lemak ikan. Asam lemak tak jenuh jamak ikan gurami, yaitu linoleat dan linolenat. Total asam lemak tak jenuh jamak daging ikan berumur panen 2,5-3 tahun, yaitu 25,78 %; umur panen 1,5-2 tahun, yaitu 22,38 %; dan umur panen 7 bulan-1 tahun, yaitu 24,05 % dari total asam lemak daging ikan gurami.

(3)

PENGARUH UMUR PANEN

TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK

DAGING IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ARDILLA PRAMESWARIE RAHARDJO C34104022

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(4)

Judul Skripsi : PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP

KOMPOSISI ASAM LEMAK DAGING

IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

Nama : Ardilla Prameswarie Rahardjo

NRP : C34104022

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si

NIP. 131 578 848 NIP. 132 149 436

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Umur Panen terhadap Komposisi Asam Lemak Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

Ardilla Prameswarie Rahardjo NRP C34103022

(6)

RIWAYAT HIDUP

Ardilla Prameswarie Rahardjo dilahirkan di Palembang pada tanggal 11 Juni 1986 sebagai anak terakhir dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Tri Rahardjo dan Ibu Yetti.

Penulis mengawali pendidikan di SD Xaverius 3 Palembang dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis diterima di SLTPN 8 Palembang dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 5 Palembang dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2004. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2004.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2008). Selain itu, penulis juga aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM-C).

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Umur Panen terhadap Komposisi Asam Lemak Daging Ikan Gurami

(Osphronemus gouramy)” dibawah bimbingan Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Penelitian dengan judul “Pengaruh Umur Panen terhadap Komposisi Asam Lemak Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)” merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini, diantaranya :

1. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran.

2. Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb sebagai dosen penguji atas saran dan arahan yang berharga.

3. Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, dan doa yang tak terbatas.

4. Saudaraku Mbak Kiki, Mas Angga, dan Mbak Ririn atas dukungan, perhatian dan doanya.

5. Nuzul Fadly, terimakasih atas perhatian, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

6. Pak Taufik dan Bu Rubiah yang telah membantu dalam penelitian. 7. Seluruh dosen, pegawai, dan staf TU atas bantuannya selama ini.

8. Teman dan sahabatku, Nia, Eka, Ika dan Serel, terimakasih atas persahabatan yang sangat berarti dan dukungannya selama ini.

9. Sahabatku di Palembang, Frena, Wiwik, Nelly, dan Della atas persahabatan yang telah terjalin.

10. Teman-temanku di “Pondok An-Nur”, terimakasih atas persahabatan kita selama ini.

(8)

11. Teman-teman THP 41 yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, serta bantuannya selama ini Anang, Gori, An’im, Laler, Windika, Rijan, Opik, Wahyu, Teta, Ari, Amel, Vika, Estrid, Ulfa, Yanti, Enif, Barlian, Santi, Dede Saputra dan semuanya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

12. Teman-teman THP 39, 40, 42, dan 43 atas kebersamaan dan semangatnya. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan

skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

14. Semua pihak yang telah membaca dan menggunakan karya ilmiah ini sebagai bahan acuan ataupun untuk kegunaan lainnya.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2008

Ardilla Prameswarie Rahardjo C34104022

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x DAFTAR ISTILAH ... xi 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Deskripsi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.)... 4

2.2. Lemak Ikan ... 6

2.3. Asam Lemak ... 7

2.4. Fungsi Asam Lemak ... 13

2.5. Kromatografi Gas (Gas Chromatography) ... 14

3. METODOLOGI ... 16

3.1. Waktu dan Tempat ... 16

3.2. Alat dan Bahan ... 16

3.3. Metode Penelitian... 17

3.3.1. Penelitian tahap I ... 17

3.3.2. Penelitian tahap II ... 17

3.3.2.1. Rendemen ... 18

3.3.2.2. Analisis proksimat ... 18

(a) Analisis kadar air (AOAC 1995)... 18

(b) Analisis kadar abu (AOAC 1995) ... 18

(c) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ... 19

(d) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) ... 20

3.3.2.3. Analisis asam lemak (AACC 1983)... 20

(a) Ekstraksi asam lemak ... 21

(b) Pembentukan metil ester (metilasi) ... 21

(10)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Karakteristik Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) ... 23

4.2. Komposisi Kimia Daging Ikan Gurami ... 26

(a) Kadar air ... 27

(b) Kadar abu... 28

(c) Kadar protein ... 29

(d) Kadar lemak... 30

4.3. Kandungan Asam Lemak Daging Ikan Gurami... 31

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

6. DAFTAR PUSTAKA ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Data produksi ikan gurami di Indonesia ... 5 2. Umur panen, panjang, dan berat ikan gurami ... 23 3. Komposisi kimia dagingikan gurami (Osphronemus gouramy)

pada berbagai umur panen ... 26 4. Komposisi rata-rata asam lemak daging ikan gurami

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy)... 4

2. Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3... 12

3. Diagram alir penelitian ... 17

4. Mekanisme kerja kromatografi gas ... 22

5. Persentase rendemen ikan gurami umur panen 2,5-3 tahun ... 24

6. Persentase rendemen ikan gurami umur panen 1,5-2 tahun ... 24

7. Persentase rendemen ikan gurami umur panen 7 bulan-1 tahun ... 24

8. Kadar air ikan gurami pada berbagai umur panen ... 27

9. Kadar abu ikan gurami pada berbagai umur panen... 28

10. Kadar protein ikan gurami pada berbagai umur panen ... 29

11. Kadar lemak ikan gurami pada berbagai umur panen... 30

12. Komposisi asam lemak jenuh ikan gurami pada berbagai umur panen .. 33

13. Komposisi asam lemak tak jenuh tunggal ikan gurami pada berbagai umur panen ... 34

14. Komposisi asam lemak tak jenuh jamak ikan gurami pada berbagai umur panen ... 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kolam budidaya Cibereum Petir, Bogor, Jawa Barat ... 42

2. Kromatografi gas Shimadzu GC 9A ... 43

3. Data mentah panjang dan berat ikan gurami ... 44

4. Rendemen ikan gurami... 44

5. Komposisi kimia ikan gurami pada berbagai umur panen ... 45

6. Komposisi asam lemak ikan gurami pada berbagai umur panen... 46

7. Peak asam lemak ikan gurami umur 2,5-3 tahun ulangan 1 ... 47

8. Peak asam lemak ikan gurami umur 2,5-3 tahun ulangan 2 ... 48

9. Peak asam lemak ikan gurami umur 1,5-2 tahun ulangan 1 ... 49

10. Peak asam lemak ikan gurami umur 1,5-2 tahun ulangan 2 ... 50

11. Peak asam lemak ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun ulangan 1... 51

12. Peak asam lemak ikan gurami umur 7 bulan-1 tahun ulangan 2... 52

(14)

DAFTAR ISTILAH

Aterosklerosis : penyempitan dan pengerasan pembuluh darah

DB : kolom kapiler durabond

Desaturasi : penambahan ikatan rangkap pada asam lemak

DGLA : delta gamma linoleic acid

DHA : dokosaheksaenoic acid

Eikosanoid : hormon (hormonlike)

Elongasi : perpanjangan rantai karbon pada asam lemak

EPA : eicosapentaenoic acid

FID : flame initiation detector

GLA : gamma linoleic acid

GC : gas chromatography (kromatografi gas)

HDL : high density lipoprotein

Inhibitor : penghambat

KGC : kromatografi gas cair

KGP : kromatografi gas padat

MUFA : monounsaturated fatty acid/asam lemak tak jenuh tunggal

PUFA : polyunsaturated fatty acid/asam lemak tak jenuh jamak

(15)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan. Wilayah perairan yang luas ini menjadikan Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan di laut dan di perairan umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton dan 301.150 ton, sedangkan produksi perikanan budidaya pada tahun 2006 mencapai 2.625.800 ton (Ditjen Perikanan Tangkap 2007). Walaupun produksi perikanan budidaya masih berada di bawah perikanan tangkap, namun potensi perikanan budidaya sangat besar. Budidaya air tawar memiliki potensi produksi sumberdaya perikanan yang besar, yaitu sekitar 58 juta ton per tahun, dan baru diproduksi sebesar 1,6 juta ton (0,3 %) (Dahuri 2003). Produksi perikanan budidaya didominasi oleh udang 327.260 ton, rumput laut 1.079.850 ton, ikan mas 285.250 ton, bandeng 269.530 ton, nila 227.000 ton, lele 94.160 ton, gurami 35.570 ton dan kerapu 8.430 ton (Irianto dan Soesilo 2007).

Potensi sumberdaya perikanan Indonesia dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa perikanan memiliki peluang yang baik untuk berkontribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat. Jenis ikan yang kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah ikan pelagis kecil, ikan demersal, dan ikan air tawar. Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan dikonsumsi masyarakat karena rasa dagingnya yang sangat lezat sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi.

Produksi ikan gurami terbesar ada di Pulau Jawa, dengan proporsi produksi lebih dari 70 % dari produksi nasional. Untuk memenuhi kebutuhan ikan gurami di Jakarta dan Jawa Barat diperlukan sekitar 12 ton/minggu dan belum dapat dipenuhi seluruhnya (Bank Indonesia 2004). Produksi ikan gurami di Indonesia tahun 2001 meningkat dari tahun sebelumnya, dan mengalami penurunan pada tahun 2002 menjadi 16.438 ton. Namun, produksi ikan gurami dapat berkembang lagi hingga tahun 2007, produksi ikan gurami mencapai nilai tertinggi, yaitu 31.600 ton (Ditjen Perikanan Budidaya 2007).

(16)

Besarnya potensi produksi yang dimiliki oleh ikan gurami sangat menunjang perekonomian Indonesia, namun kurangnya informasi mengenai kandungan gizi ikan tersebut menyebabkan sumberdaya yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu informasi penting yang belum banyak diketahui adalah jenis dan jumlah asam lemak daging ikan gurami.

Ikan pada umumnya sangat penting untuk dikonsumsi sebagai sumber utama komponen nutrisi karena selain mengandung protein yang memiliki komposisi asam amino yang lengkap, juga diketahui mengandung lemak yang kaya akan asam lemak tak jenuh. Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Ikan paling banyak mengandung asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid=PUFA), yaitu sebesar 79-83 % (Lehninger 1990).

Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh, asam lemak esensial seperti linoleat (omega 6) dan linolenat (omega 3) digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peran penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega-3 yang paling banyak pada ikan adalah EPA (asam eikosapentaenoat) dan DHA (asam dokosaheksaenoat) yang dapat menyembuhkan penyakit aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah), trombosis, dan penyakit tulang atau persendian, asma, dan mencegah proses penuaan (Duthie dan Barlow 1992 diacu dalam Nurjanah 2002). Jumlah PUFA yang optimum untuk konsumsi adalah 6-10 % dari total energi yang dibutuhkan setiap hari. Kekurangan PUFA dapat menyebabkan risiko terkena kanker, menurunkan kekebalan tubuh,

meningkatkan risiko trombosis dan aterosklerosis, menurunkan HDL (High Density Lipoprotein), oksidasi dinding pembuluh darah, meningkatkan

jumlah peroksida sehingga mempercepat proses penuaan dan meningkatkan risiko terkena batu empedu (Grudy 1989 diacu dalam Nurjanah 2002).

Komposisi lemak dan asam lemak ikan sangat bervariasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain spesies, musim, letak geografis, tingkat

kematangan gonad, dan ukuran ikan tersebut (Stansby 1967). Menurut Ozogul dan Ozogul (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi

(17)

umur dan ukuran ikan tersebut. Komposisi asam lemak ikan air tawar mengandung kadar C16 dan C18 yang tinggi, sedangkan C20 dan C22 rendah,

sebaliknya komposisi asam lemak ikan air laut mengandung C20 dan C22 yang

tinggi dan C16 dan C18 yang rendah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi

jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan hidupnya (Ackman 1994).

Menurut Rahman et al. (1994), komposisi asam lemak yang terkandung dalam beberapa ikan air tawar, seperti ikan mas, sepat, mujair, catfish, dan belut meliputi total asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu 17-53 %, asam lemak jenuh sebesar 15-43 %, dan asam lemak tak jenuh jamak sebesar 12-25 %. Ikan tersebut paling banyak mengandung asam lemak jenuh C16:0 (asam palmitat) dan C18:0 (asam stearat), serta asam lemak tidak jenuh C16:1n-7 (asam palmitoleinat), C18:1n-9 (asam oleat), dan C18:2n-6 (asam linoleat). Walaupun komposisi asam lemak beberapa ikan air tawar seperti di atas telah diketahui, namun belum ada penelitian mengenai komposisi asam lemak ikan gurami pada berbagai ukuran konsumsi. Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia dan sangat disukai oleh masyarakat, sehingga diharapkan dapat menambah informasi yang berharga dalam pemenuhan gizi masyarakat. Kandungan asam lemak daging ikan tersebut dapat diketahui menggunakan alat kromatografi gas (gas chromatography).

1.2. Tujuan

Penelitian ini antara lain bertujuan untuk :

(1) mengetahui asal sampel, umur panen, jenis pakan, serta karakteristik ikan gurami yang meliputi ukuran tubuh dan rendemen ikan;

(2) mengetahui pengaruh umur panen terhadap komposisi kimia (proksimat) dan profil asam lemak ikan gurami (Osphronemus gouramy).

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

Ikan gurami (Osphronemus gouramy) merupakan ikan air tawar konsumsi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Di kalangan petani dan konsumen dikenal banyak jenis ikan gurami, diantaranya adalah gurami Angsa (Soang), Jepun, Blausafir, Paris, Bastar, Kapas, Batu, Putih, Porselen, dan Merah. Penduduk di Jawa menyebut ikan gurami sebagai gurami, gurami, grameh, dan brami. Di Sumatera dan Kalimantan akrab disebut kalui, kalua, kala, kalwe, kali, dan sialui (Sitanggang dan Sarwono 2007).

Klasifikasi ikan gurami menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Labyrinthici Subordo : Anabantoide Famili : Anabantidae Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus gouramy

Gambar 1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy )

Secara morfologi, ikan gurami memiliki bentuk badan pipih, agak panjang dan lebar serta tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulut gurami kecil dan dapat disembulkan, bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas. Ikan gurami memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut labirin berupa

(19)

selaput berbentuk tonjolan pada tepi atas lapisan insang pertama yang berfungsi untuk mengambil oksigen di udara. Oksigen yang terisap akan diikat dengan labirin. Dari kelebihan ini, ikan gurami mampu hidup di perairan yang oksigen terlarutnya rendah (Jangkaru 1998).

Ikan gurami bersifat omnivora. Jenis makanan yang diberikan dibedakan berdasarkan stadia umur. Larva atau benih biasanya diberikan berbagai jenis fitoplankton dan zooplankton antara lain Rotifera, Chlorella, Infusoria, Artemia dan Daphnia. Setelah berumur dua bulan, gurami memakan jentik-jentik nyamuk, cacing sutera, dan plankton, sedangkan ikan gurami dewasa biasanya diberikan daun tumbuhan yang lunak dan pakan buatan (Sitanggang dan Sarwono 2007).

Penyebaran ikan gurami sebagai ikan budidaya meliputi wilayah yang sangat luas. Budidaya gurami terdapat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Malaysia, Thailand, Cina, Srilangka, Kepulauan Sychillin, dan Australia (Sitanggang dan Sarwono 2007). Ikan ini hidup dengan baik di daerah tropis pada ketinggian antara 0-800 meter dari permukaan laut, yakni di perairan rawa, situ, waduk, danau, lebak, kolong, kolam dan lebung (Jangkaru 1998). Perairan yang paling optimal untuk budidaya ikan gurami adalah pada ketinggian 50-400 meter di atas permukaan laut, seperti di Bogor, Jawa Barat. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan gurami adalah 24-28 oC (Sitanggang dan Sarwono 2007).

Produksi ikan gurami (Osphronemus gouramy) Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data produksi ikan gurami di Indonesia

Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya (2007) Tahun Jumlah Produksi (ton)

2000 14.065 2001 19.027 2002 16.438 2003 22.666 2004 23.758 2005 25.442 2006 28.716 2007 31.600

(20)

2.2 Lemak Ikan

Lemak didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak larut air namun larut dalam pelarut organik (Pomeranz dan Meloan 2002 diacu dalam Abadi 2007). Definisi lain mengenai lemak, ialah suatu molekul yang disintesis oleh sistem biologis, yang memiliki rantai alifatik hidrokarbon yang panjang sebagai struktur utamanya, dapat bercabang dan tidak bercabang, dapat membentuk cincin karboksilat, dan dapat mengandung rantai tak jenuh (Johnson dan Davenport 1971). Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruang, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak dari daging ikan mengandung asam lemak jenuh antara 17-21 % dan asam lemak tidak jenuh antara 79-83 % (Lehninger 1990).

Ada tiga bentuk utama lemak yang didapatkan dari diet manusia dan makanan lainnya: (1) gliserida, terutama trigliserida; bentuk ini adalah bentuk lemak yang disimpan untuk energi dan merupakan bentuk yang paling banyak dalam bahan-bahan makanan dan jaringan, (2) fosfolipid, dan (3) sterol, terutama kolesterol. Trigliserida merupakan 95-98 % dari seluruh bentuk makanan. Trigliserida merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Untuk hidup dalam keadaan sehat optimum, dari trigliserida yang terkonsumsi harus mengandung asam lemak esensial. Fosfolipid dikonsumsi dalam jumlah sedikit, dan merupakan komponen utama dinding sel dan sampul mielin (Linder 1992). Jenis ikan dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan lemaknya (Ackman 1994), yaitu:

(1) lean fish, kandungan lemak kurang dari 2 %; (2) low fat fish, kandungan lemak 2-4 %;

(3) medium fat fish, kandungan lemak 4-8 %; dan (4) high fat fish, kandungan lemak 8-20 %.

Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling tinggi. Sejumlah lemak yang tidak segera digunakan untuk energi akan disimpan dalam jaringan adipose. Lemak yang disimpan ini berguna sebagai cadangan energi, membentuk lapisan isolator panas sehingga menjaga kestabilan suhu tubuh, dan melindungi organ peka seperti ginjal dari hentakan fisik

(21)

(Gaman dan Sherrington 1992 diacu dalam Abadi 2007). Ikan yang tergolong lean fish menyimpan lemaknya dalam bentuk triasilgliserol dalam hati, dan fatty fish menyimpan lemaknya dalam bentuk triasilgliserol dalam daging. Beberapa ikan menyimpan cadangan lemaknya sebagai ester lilin yang memiliki nilai nutrisi rendah (Gurr 1992).

2.3 Asam Lemak

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang, yang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Johnson dan Davenport 1971).

Penamaan sistematik asam lemak berdasarkan pada jumlah atom karbon dan posisi ikatan tak jenuh dari gugus karboksilnya (Lobb 1992). Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh memiliki titik cair lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh dan merupakan dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak. Lemak yang tersusun oleh asam lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar, sedangkan lemak yang tersusun oleh asam lemak jenuh akan berbentuk padat. Asam lemak tidak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA). Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/PUFA) (Muchtadi et al. 1993).

Kata omega berasal dari bahasa latin, yang berarti terakhir atau ujung netral. Penomoran atom-atom karbon pada asam lemak dihitung dari atom karbon karboksil (-COOH), sedangkan penomoran ikatan rangkap pada atom karbon-n dihitung dari atom karbon gugus metil yang terujung. Asam lemak dengan konfigurasi omega 3 adalah asam-asam lemak tidak jenuh yang memiliki posisi ikatan rangkap yang pertama pada atom karbon nomor tiga dari ujung gugus metilnya. Ikatan rangkap berikutnya pada tiap gugus metil ketiga dari ikatan rangkap sebelumnya. Pada asam lemak omega-6, posisi ikatan rangkap yang pertama terletak pada atom karbon nomor enam dari ujung metilnya (Lobb 1992).

(22)

Asam lemak tidak jenuh omega-3 berasal dari sintesis asam palmitat yang merupakan prekursor dari sistem asam lemak sintase. Asam palmitat ini yang kemudian menjadi prekursor bagi terbentuknya asam lemak berantai panjang lainnya melalui sistem perpanjangan asam lemak. Adapun ikatan rangkap terjadi akibat adanya enzim desaturase (Lehninger 1990).

Keberadaan letak ikatan rangkap dalam struktur kimiawi asam lemak mengakibatkan adanya perbedaan konfigurasi, bila ikatan rangkapnya terletak pada sisi yang sama dengan gugus hidrogen maka disebut sebagai konfigurasi cis, sedangkan bila ikatan rangkapnya terletak di sisi yang berlawanan maka disebut sebagai konfigurasi trans. Asam lemak konfigurasi trans dapat memberikan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Asam lemak tak jenuh jamak yang ideal adalah asam lemak yang berkonfigurasi cis, biasanya yang berasal dari alam, seperti asam lemak omega-3 cis yang berasal dari ikan (Hidajat 2003).

Ikan pada umumnya banyak mengandung asam lemak tak jenuh, yaitu omega-3 dan omega-6. Berikut ini merupakan berbagai jenis asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acid) (O’Keefe et al. 2002):

(1) Asam lemak n-3 (Omega 3)

Bentuk paling umum dari omega-3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA), asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam alpha-linolenat, yang membantu membentuk EPA dan DHA. Omega 3 umumnya berasal dari minyak ikan, terdiri dari rantai panjang dari asam linolenat, yang terbentuk ketika hewan mengkonsumsi tanaman yang kaya akan asam linolenat.

(a) Asam α-linolenat (18:3n-3)

Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12 dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji. Asam α-linolenat berperan sebagai prekursor metabolik untuk menghasilkan asam lemak n-3 pada hewan. (b) Asam eikosapentanoat (20:5n-3)

Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (± 25-20 % berat) walaupun tidak dihasilkan oleh ikan. Produksi EPA signifikan dapat terjadi pada hewan lewat

(23)

rantai pendek β-oksidasi DHA. Asam eikosapentaenoat berperan sebagai kompetitif inhibitor metabolisme asam arakhidonat.

(c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)

Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah melibatkan desaturasi Δ6 pada hewan.

(d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)

Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer minyak ikan (± 8-20 % berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3. Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh desaturasi Δ6 (kemungkinan enzim desaturasi Δ6) dan menghasilkan asam lemak lewat satu siklus β-oksidasi membentuk DHA.

(e) Asam lemak n-3 lainnya

Asam lemak n-3 turunan dari α-linolenat dan dapat dimodifikasi lewat elongasi rantai, desaturasi, β-oksidasi, dan lain-lain. Grup n-3 yang langka adalah 16:3, 16:4, 18:4, 18:5, 20:2, 20:3, 20:4, 21:5, 22:3, 24:3, 24:4, 24:5, 24:6, 26:5, 26:6, 28:7 dan 30:5.

(2) Asam lemak n-6 (Omega-6)

Bentuk umum asam lemak omega 6 adalah asam gamma linolenat. Omega 6 umumnya ditemukan di tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam lemak omega 6:

(a) Asam linoleat (18:2n-6)

Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesa PUFA. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun dapat ditemukan dalam cadangan makanan. Hewan tidak dapat memproduksi asam linoleat, namun makanannya kaya asam lemak, dan manusia mendapatkan asam linoleat dalam daging. Asam linoleat berperan sebagai prekursor untuk produksi asam lemak esensial asam arakhidonat.

(24)

(b) Asam γ-Linolenat (18:3n-6)

Asam γ-Linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Pada hewan, asam linoleat didesaturasi oleh Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-Linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat. Asam γ-Linolenat terakumulasi dalam jaringan hewan dimana elongasi langsung produk 20:3n-6, dan tak dikonversi menjadi asam arakhidonat.

(c) Dihomo-asam- γ-Linolenat (20:3n-6)

Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-Linolenat (DGLA) adalah komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-Linolenat berperan sebagai prekursor pembentukan asam lemak esensial asam arakhidonat sebagaimana untuk rangkaian prostaglandin G1.

(d) Asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam linoleat dikonversi menjadi asam arakhidonat pada hewan oleh aktivitas Δ6 desaturase, elongasi mikrosomal dan Δ5 desaturase. Asam arakhidonat merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.

(e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)

Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam arakhidonat dan terdapat sedikit di jaringan hewan. Asam dokosatetraenoat adalah substrat untuk peroksisom retrokonversi dalam pembentukan asam arakhidonat. (f) Asam lemak n-6 lainnya

Asam lemak n-6 dapat dikonversi melalui elongasi, desaturasi dan β-oksidasi. Asam lemak n-6 yaitu 16:2, 20:2, 22:2, 22:3, 24:2, 25:2, 26:2, dan 30:4. (3) Asam lemak n-7 (Omega-7)

Asam lemak omega 7 tergolong ke dalam jenis asam lemak non-esensial, yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Berikut merupakan jenis asam lemak omega 7 yang biasanya terkandung di dalam tubuh hewan dan tumbuhan:

(25)

(a) Asam palmitoleat atau heksadekamonoenoat (16:1n-7)

Asam palmitoleat diproduksi de novo oleh tumbuhan dan hewan melalui desaturasi Δ9 asam palmitat. Asam palmitoleat adalah komponen kecil dari lemak hewan dan tumbuhan.

(b) Asam vasenat (18:1n-7)

Asam vasenat merupakan hasil utama dari sintesa bakteri asam lemak dan juga muncul dalam konsentrasi sedikit pada lemak hewan dan tumbuhan. Asam vasenat diproduksi dari elongasi asam palmitat.

(4) Asam lemak n-9 (Omega-9)

Asam lemak omega 9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak non-esensial, yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan omega 9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting.

(a) Asam oleat (18:1n-9)

Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. (b) Asam erukat (22:1n-9)

Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan produk elongasi asam oleat.

(c) Mead acid (20:3n-9)

Mead acid adalah bagian dari kekurangan asam lemak esensial dan mempunyai perbedaan sebagai satu-satunya PUFA terbesar diproduksi oleh hewan. Tidak adanya asam lemak n-6 dan n-3, desaturase Δ6 mengubah asam oleat 18:2n-9, yang dielongasi dan desaturasi Δ5 membentuk mead acid.

(d) Asam lemak n-9 lainnya

Kelompok asam lemak omega 9 produksi asam oleat dapat dikonversikan melalui elongasi, desaturasi, β-oksidasi, dan lain-lain. Cukup jarang namun secara

alami terdapat asam lemak omega 9 termasuk 18:2, 20:1, dan 22:3. Proses metabolisme tiga famili asam lemak tak jenuh n-9, n-6, dan n-3 dapat

(26)

asam lemak n-9 asam lemak n-6 asam lemak n-3

18:1(9) 18:2 (9, 12) 18:3 (9, 12, 15)

oleat linoleat α-linolenat

6-desaturase 6-desaturase 18:2 (6, 9) 18:3 (6, 9, 12) 18:4 (6, 9, 12, 15) elongase elongase 20:2 (8,11) 20:3 (8, 11, 14) 20:4 (8, 11, 14, 17) 5-desaturase 5-desaturase 20:3 (5, 8, 11) 20:4 (5, 8, 11, 14) 20:5 (5, 8, 11, 14, 17) arakhidonat eikosapentaenoat (EPA

elongase elongase

22:3 (7, 10, 13) 22:4 (7,10,13,16) 22:5 (7, 10, 13, 16,19)

4-desaturase 4-desaturase

22:4 (4, 7, 10, 13) 22:5 (4, 7, 10, 13, 16) 22:6 (4, 7, 10, 13, 16, 19) dokosaheksaenoat (DHA) Gambar 2. Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3

Menurut Mukhopadhyay (2003), asam lemak ikan air tawar mengandung asam lemak tak jenuh C18 yang tinggi dan cukup banyak mengandung EPA dan

DHA. Ikan air tawar mampu mengubah asam lemak tak jenuh C18 n-6 dan n-3

menjadi C20 dan C22 melalui proses desaturasi dan elongasi. Menurut Rahman et al. (1994), ikan air tawar bukan sumber asam lemak omega-3

(27)

2.4 Fungsi Asam Lemak

Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh, asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti hormon (hormonlike) yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Whitney et al. 1998 diacu dalam Thoha 2004).

Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid mempunyai fungsi (Muchtadi et al. 1993) sebagai berikut:

(1) memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler; (2) mengatur metabolisme kolesterol;

(3) merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis, yaitu: prostaglandin, thromboksan, prostasiklin;

(4) dibutuhkan untuk aksi piridoksin (vitamin B6) dan asam pantotenat; dan (5) dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Asam lemak omega-3 DHA (dokosaheksaenoat) dan EPA (eikosapentaenoat) yang merupakan kelompok Long Chain Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam perkembangan otak dan fungsi penglihatan (Hornstra 2000 diacu dalam Thoha 2004). Asam eikosapentaenoat berperan dalam mencegah penyakit degeneratif sejak janin dan pada saat dewasa. Pada saat janin dalam kandungan, EPA sangat diperlukan dalam pembentukan sel pembuluh darah dan jantung. Pada saat dewasa berfungsi menyehatkan darah dan jantung, mekanisme pembuluhnya, dan kerja jantung pengatur sirkulasi. Oleh karena itu, defisiensi n-3 dapat berisiko menderita penyakit pembuluh darah dan jantung (Muchtadi et al. 1993). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan pangan kaya lemak omega-3 rantai panjang, yaitu EPA dan DHA menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner karena kedua asam lemak tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat lipoprotein serum (Koswara 2008).

Rekomendasi yang dikeluarkan kelompok ahli FAO/WHO adalah sebagai berikut: (1) rasio asam linoleat dan α-linolenat dalam diet hendaknya antara 5:1

dan 10:1, (2) seseorang yang mengkonsumsi lemak dengan rasio asam linoleat:α-linolenat dalam dietnya lebih dari 10:1 dianjurkan untuk banyak

(28)

mengkonsumsi makanan kaya asam lemak omega-3 seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, ikan dan makanan laut lainnya, dan (3) perhatian khusus harus diberikan untuk menjamin kecukupan konsumsi asam-asam lemak esensial selama masa hamil dan menyusui untuk perkembangan janin dan anak. Rekomendasi yang diberikan kelompok ahli FAO/WHO sehubungan dengan konsumsi asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh dan kolesterol adalah: (1) konsumsi asam lemak jenuh hendaknya tidak melebihi 10 persen dari total energi, (2) dianjurkan konsumsi lemak linoleat menyumbang antara 4-10 persen dari total energi. Konsumsi yang lebih tinggi dari kisaran tersebut dianjurkan jika konsumsi lemak jenuh dan kolesterol tinggi, dan (3) konsumsi kolesterol dari makanan dianjurkan kurang dari 300 mg/hari (Koswara 2008).

Berdasarkan pada kenyataan banyaknya penyakit-penyakit degeneratif dan obesitas, maka Amerika merekomendasikan untuk mengurangi konsumsi lemak dari 35 % menjadi 30 % dengan komposisi asam lemak jenuh 10 %, asam

lemak tak jenuh tunggal 10 %, dan asam lemak tak jenuh jamak 10 % (Anonim 1991 diacu dalam Nurjanah 2002). Organisasi kesehatan dunia (WHO)

menyarankan konsumsi lemak per hari adalah 35 % dari kebutuhan energi dengan

komposisi asam lemak jenuh (SAFA) tidak lebih dari 15 % (Duthie dan Barlow 1992). Anjuran untuk jenis asam lemak ini di Indonesia

belum ada, tetapi rata-rata konsumsi yang umum setiap hari untuk orang dewasa sehat adalah kalori yang berasal dari lemak 20 %, protein 12 %, dan karbohidrat 68 % (Fadilah 1987).

2.5 Kromatografi Gas (Gas Chromatography)

Asam lemak yang terkandung dalam ikan dapat ditentukan menggunakan alat yang disebut kromatografi gas atau gas chromatography (GC). Kromatografi gas adalah alat yang digunakan untuk memisahkan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus gas melalui fase diam. Bila fase diam berupa zat padat, maka disebut sebagai kromatografi gas-padat (KGP). Bila fase diam berupa zat cair, maka disebut kromatogragi gas-cair (KGC) ( McNair dan Bonelli 1988).

Identifikasi asam lemak pada tahun 1950-an dilakukan dengan destilasi ester-ester asam lemak yang membutuhkan waktu lama, pelaksanaannya rumit, hasilnya kurang cermat dan meragukan, sampel yang dibutuhkan banyak sampai

(29)

0,5 kg, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kromatografi juga lebih berkembang, metode pendeteksian yang lebih canggih sehingga pelaksanaannya menjadi lebih praktis dan sederhana ( Sudarmadji et al. 1989).

Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan (McNair dan Bonelli 1988), antara lain:

(1) Kecepatan

Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam, dan dapat digunakan kecepatan-gas-pembawa yang tinggi.

(2) Resolusi (daya pisah)

Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih yang hampir sama. Hal ini dikarenakan kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif.

(3) Analisis kualitatif

Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.

(4) Kepekaan

Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi. Keuntungan tambahan dari kepekaan yang tinggi ini adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk menganalisis secara lengkap.

(5) Kesederhanaan

Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.

Penerapan kromatografi gas pada bidang industri antara lain meliputi: obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri minyak, kimia klinik, pestisida dan residunya serta pangan. Di bidang pangan, kromatografi gas digunakan untuk menetapkan kadar antioksidan dan bahan pengawet makanan serta untuk menganalisis sari buah, keju, aroma makanan, minyak, produk susu dan lain-lain (Fardiaz 1989).

(30)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008. Pengambilan sampel dilakukan di kolam budidaya Cibereum Petir, Bogor, Jawa Barat, yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis kimia yang meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, serta analisis asam lemak dilakukan di Pusat Penelitian Seafast Center, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, termometer, meja kerja, timbangan kue dan timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator (analisis kadar air), tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung soxhlet, pemanas, (analisis kadar lemak), tabung Kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein kasar), tanur dan desikator (analisis kadar abu).

Analisis asam lemak terdiri dari tahap ekstraksi, metilasi, injeksi dan perekaman hasil analisis yang tercetak dalam kromatogram. Tahap ekstraksi menggunakan homogenizer, sentrifuse, evaporator, dan erlenmeyer. Proses metilasi menggunakan corong pisah dan botol vial. Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak adalah kromatografi gas (gas chromatography) Shimadzu GC 9A, dengan detektor FID suhu 260 oC dan injektor bersuhu 250 oC, yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

Bahan yang digunakan adalah daging ikan gurami yang diperoleh dari budidaya air tawar di Cibereum petir, Bogor, Jawa Barat. Bahan yang digunakan pada analisis proksimat adalah akuades, campuran selen, H2SO4, NaOH, HCl dan

pelarut heksana. Analisis asam lemak menggunakan bahan-bahan, seperti heksana, metanol, kloroform (CHCl3), NaOH, NaCl, dan BF3.

(31)

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penelitian tahap I

Penelitian tahap I yaitu pengambilan ikan yang dilakukan di kolam budidaya Cibereum Petir, Bogor. Setelah dilakukan wawancara terhadap nelayan dan berdasarkan Sitanggang dan Sarwono (2007), ikan gurami yang biasa

dikonsumsi masyarakat, yaitu ikan gurami dengan umur panen sekitar 2,5-3 tahun, 1,5- 2 tahun, dan 7 bulan- 1 tahun. Pada kolam yang sama, dilakukan

pengambilan sampel sebanyak 3 ekor tiap umur panen. Ikan ditransportasikan ke laboratorium dengan meletakkan ikan dalam plastik besar berisi air dan diberi udara (oksigen). Pakan yang biasa diberikan kepada ikan gurami, yaitu pelet dan tumbuh-tumbuhan seperti daun talas.

3.3.2. Penelitian tahap II

Penelitian tahap II meliputi pengukuran terhadap panjang dan bobot ikan dan penghitungan rendemen tubuh ikan yang meliputi daging, jeroan, insang, sirip, tulang, dan sisik. Kemudian daging ikan gurami dalam keadaan segar dengan umur panen yang berbeda lalu dianalisis proksimat dan asam lemak.

Gambar 3. Diagram alir penelitian Pengambilan sampel ikan gurami

Pengukuran panjang, berat, dan rendemen

Analisis proksimat

(kadar air, abu, protein, dan lemak)

Analisis asam lemak

(32)

3.3.2.1. Rendemen

Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan SNI-19-1705-2000. Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh

ikan dari bobot ikan awal. Adapun perumusan matematik adalah sebagai berkut: Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100 %

Bobot total (g) 3.3.2.2. Analisis proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap daging ikan gurami, terdiri dari analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.

(a) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan biarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daging ikan gurami seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan biarkan sampai dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air pada daging ikan gurami: % Kadar air x100% A B C B   

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan daging ikan (gram)

C = Berat cawan dengan daging ikan setelah dikeringkan (gram). (b) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 650 oC selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah suhu tungku turun menjadi sekitar 200 oC dan ditimbang. Daging ikan gurami sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap hingga suhu 650 oC. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih.

(33)

Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 oC, cawan abu porselin didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya.

Perhitungan kadar abu pada daging ikan gurami: % Kadar abu x100% A B A C   

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan setelah dikeringkan (gram).

(c) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Daging ikan gurami ditimbang seberat 0,3 gram untuk daging kering sedangkan untuk daging basah seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke

dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(2) Tahap destilasi

Tahap destilasi terdiri dari 2 tahap yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian lakukan pengecekan alkali dan air dalam tangki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tekan tombol power pada kjeltec system yang dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air didalam tabung mendidih. Steam dimatikan dan tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeltec system.

Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi daging ikan yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec system beserta erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml.

(34)

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink.

Perhitungan kadar protein pada daging ikan gurami:

% Nitrogen = (ml HCl daging ikan – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100 % mg daging ikan gurami

% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi (d) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Daging ikan gurami seberat 3 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas

saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan

dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung diruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak pada daging ikan gurami: % Kadar Lemak = W3 – W2 x 100 %

W1

Keterangan: W1 = Berat ikan gurami (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.3.2.3. Analisis asam lemak (AACC 1983)

Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum dilakukan

(35)

injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat. Standar asam lemak yang digunakan, yaitu asam oktanoat (C8:0), asam dekanoat (C10:0), asam dodekanoat (C12:0), asam tridekanoat (C13:0), asam miristat (C14:0), asam tetramonodekanoat (C14:1), asam pentadekanoat (C15:0), palmitat (C16:0), palmitoleat (C16:1), margarat (C17:0), stearat (C18:0), oleat (C18:1), linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), arakhidat (C20:0), gadoleat (C20:1), behenat (C22:0), dan erukat (C22:1).

(a) Ekstraksi asam lemak

Ekstraksi asam lemak dilakukan berdasarkan metode Folch et al. (1957). Sampel ikan gurami sebanyak 1 gram ditambahkan asam margarat (C17:0) sebagai standar internal lalu digerus. Kemudian ditambahkan larutan metanol (CH3OH) dan kloroform (CHCl3) dengan perbandingan 1:2 serta akuades lalu

dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan 20 ml larutan kloroform dan 20 ml akuades. Untuk setiap penambahan dihomogenasi dengan shaker selama 1 jam. Homogenat yang diperoleh dipisahkan dengan labu pisah. Fraksi yang mengandung minyak (lapisan bawah) ditampung pada labu ukur dan dievaporasi vakum hingga diperoleh lemak.

(b) Pembentukan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas (Fardiaz 1989).

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 16 % dan n-heksana. Sebanyak

± 50 mg minyak ikan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 oC. Larutan kemudian didinginkan, ditambahkan 2 ml NaCl jenuh kemudian dikocok. Ditambahkan 1 ml n-heksana, kemudian dikocok dengan baik. Larutan n-heksana bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi ± 0,1 gram Na2SO4 anhydrous dibiarkan selama 15

(36)

menit. Larutan disimpan pada suhu dingin untuk selanjutnya disaring dengan mikrofilter sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi gas.

(c) Identifikasi dengan kromatografi gas

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas yang digunakan adalah Shimadzu GC 9A, gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas Helium dengan aliran bertekanan 1 kg/cm2 dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen dengan aliran 0,5 kg/cm2. kolom yang digunakan adalah kolom kapiler DB 23 yang panjangnya 50 mm dengan diameter dalam 0,32 mm dan tebal lapisan film 0,25 µm. Temperatur terprogram yang digunakan adalah suhu 120 oC yang dipertahankan 6 menit, kemudian suhu dinaikkan 3 oC permenit hingga suhu akhir 230 oC, yang dipertahankan selama 25 menit, suhu injektor=250 oC, dan suhu detektor=260 oC.

Perhitungan jumlah asam lemak

Jumlah asam lemak A (mg asam lemak/g minyak)

= berat SI pada sampel (mg) x RF x area asam lemak sampel berat sampel (g) area SI

RF asam lemak A = area SI x konsentrasi asam lemak A dari standar berat sampel (gram) area asam lemak A dari standar Keterangan: SI = Standar Internal C17 (asam margarat)

RF = Respon Faktor

Gambar 4. Mekanisme kerja kromatografi gas Gas pembawa (tangki)

Pengendali aliran

Injektor

Perekam (integrator) Detektor

(37)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy)

Ikan gurami yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam ikan budidaya di desa Cibereum Petir, Bogor. Budidaya ikan gurami yang dilakukan di kolam tersebut adalah usaha pembesaran. Pakan yang digunakan, yaitu berupa pelet dan pakan alami, yaitu daun talas. Umur panen ikan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ikan gurami yang dipanen pada saat berumur 2,5-3 tahun, ikan gurami yang dipanen pada saat berumur 1,5-2 tahun, dan ikan gurami yang dipanen pada saat berumur 7 bulan-1 tahun. Umur panen tersebut dipilih pada penelitian ini karena memiliki ukuran konsumsi yang biasanya disukai oleh konsumen. Umur panen, panjang, dan berat ikan gurami dapat dilihat pada Tabel 2. Data mentah umur panen, panjang, dan berat ikan gurami dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2. Umur panen, panjang, dan berat ikan gurami (Osphronemus gouramy) Umur panen Panjang (cm) Berat (gram)

2,5-3 tahun 37 1000

1,5-2 tahun 33 650

7 bulan-1 tahun 28 350

Tabel 2 menunjukkan bahwa ikan yang digunakan pada penelitian ini meliputi tiga jenis, yaitu ikan gurami yang dipanen pada saat berumur 2,5-3 tahun, ikan gurami dengan umur panen 1,5-2 tahun, dan ikan gurami dengan umur panen 7 bulan-1 tahun. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa panjang dan berat ikan gurami semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur panen. Ikan gurami baru mencapai ukuran 1 kg setelah berumur 2,5-3 tahun, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ikan gurami yang tergolong sangat lambat jika dibandingkan ikan budidaya lainnya. Ikan gurami baru dapat mencapai ukuran konsumsi 500 gram per individu setelah memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun (Sitanggang dan Sarwono 2007). Pertumbuhan gurami dapat mencapai bobot 2 kg atau lebih per individu bilamana dipelihara selama 5 tahun.

(38)

daging 49% tulang 34% sisik 4% sirip 3% insang 2% Jeroan 8% tulang 38% daging 45% sisik 4% sirip 5% insang 2% Jeroan 6% daging 52% tulang 30% sisik 4% sirip 5% insang 1% Jeroan 8%

Laju pertumbuhan harian individu ikan gurami dengan bobot tubuh 21,6 ± 1,13 gram, yaitu berkisar antara 1,9-2,2 % (Mokoginta dan Subandiyono 2005). Rendemen ikan gurami berupa daging, sirip, jeroan, tulang, insang dan sisik dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7. Data mentah rendemen disajikan pada Lampiran 4.

Gambar 5. Persentase rendemen ikan gurami umur panen 2,5-3 tahun

Gambar 6. Persentase rendemen ikan gurami umur panen 1,5-2 tahun

(39)

Gambar 5, 6, dan 7 menunjukkan bahwa untuk rendemen daging tertinggi dimiliki oleh ikan gurami dengan umur panen 2,5-3 tahun yaitu sekitar 52 % dan ikan gurami dengan umur panen 7 bulan-1 tahun memiliki nilai terendah yaitu sekitar 45 %. Ikan gurami dengan umur panen 2,5-3 tahun memiliki nilai

rendemen tulang terendah yaitu sekitar 30% dan ikan gurami berumur 7 bulan-1 tahun memiliki nilai tertinggi sekitar 38%. Dari data tersebut, dapat

diketahui bahwa ikan gurami berumur 2,5-3 tahun memiliki rendemen daging tertinggi karena memiliki bobot tubuh paling besar, sedangkan ikan C memiliki rendemen daging terendah karena bobot tubuhnya paling kecil. Rendemen daging menurun seiring dengan kenaikan rendemen tulang, artinya untuk ikan yang memiliki rendemen daging tertinggi, memiliki rendemen tulang yang rendah, sedangkan untuk ikan dengan rendemen daging terendah, memiliki rendemen

tulang yang besar. Hal ini disebabkan karena ikan gurami berumur 7 bulan-1 tahun diperkirakan masih dalam tahap pertumbuhan sehingga memiliki

bobot tulang yang lebih besar dibandingkan ikan yang telah dewasa.

Rendemen jeroan, insang, sirip, dan sisik, yaitu untuk jeroan berkisar antara 6-8 %, untuk insang 1-2 %, untuk sirip 3-5 %, dan sisik sekitar 4 %. Ikan berumur 1,5-2 tahun dan 2,5-3 tahun memiliki rendemen jeroan yang sama, yaitu 8 %, sedangkan rendemen jeroan ikan berumur 7 bulan-1 tahun, yaitu 6 %. Rendemen ikan dipengaruhi oleh pola pertumbuhan ikan tersebut. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis kelamin, umur, faktor keturunan, dan ketersediaan makanan (Effendi 1997 dan Kayama 1999 diacu dalam Nurjanah et al. 2007).

Bagian-bagian yang belum dimanfaatkan seperti tulang, jeroan, insang, sirip dan sisik yang dimiliki oleh ikan gurami memiliki nilai yang cukup besar, yaitu berkisar antara 48-55 %. Bagian ini seringkali dibuang dan dirasakan kurang manfaatnya, namun industri perikanan saat ini telah mengembangkan prinsip zero waste, yaitu memanfaatkan limbah sehingga tidak ada bagian yang dibuang dan memiliki nilai tambah. Tulang dan sirip merupakan sumber mineral yang memiliki potensi komersial bila dimanfaatkan, tulang sudah banyak diproduksi menjadi tepung tulang ikan yang kaya akan mineral. Sisik ikan gurami yang

(40)

cukup besar dapat dimanfaatkan menjadi gelatin dan asesoris. Jeroan ikan dapat dijadikan pakan ternak.

4.2. Komposisi Kimia Daging Ikan Gurami

Komposisi kimia yang terkandung dalam ikan berbeda-beda dan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas ikan tersebut memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Keragaman komposisi kimia dapat

disebabkan oleh faktor makanan, spesies, jenis kelamin, dan umur ikan (Kusumo 1997). Komposisi kimia ikan meliputi kadar air, abu, protein, lemak,

dan karbohidrat. Komposisi kimia ikan gurami pada berbagai umur panen dapat dilihat pada Tabel 3. Data mentah komposisi kimia daging ikan gurami disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 3. Komposisi kimia daging ikan gurami (Osphronemus gouramy) pada berbagai umur panen, n=2

Komposisi kimia rata-rata (%)

Daging ikan umur 2,5-3 tahun

Daging ikan umur 1,5-2 tahun

Daging ikan umur 7 bulan-1 tahun

Kadar air 72,96 ± 0,05 74,62 ± 0,08 75,48 ± 0,28

Kadar abu 0,90 ± 0,01 0,95 ± 0,05 1,03 ± 0,08

Kadar protein 20,67 ± 0,28 18,93 ± 0,01 18,71 ± 0,13

Kadar lemak 2,79 ± 0,04 2,43 ± 0,08 2,21 ± 0,42

Tabel 3 menunjukkan bahwa komposisi kimia ikan gurami pada penelitian

ini berbeda-beda. Kadar air tertinggi pada ikan gurami dengan umur 7 bulan-1 tahun, yaitu 75,48 %, terendah pada umur panen 2,5-3 tahun, yaitu

72,96 %. Kadar abu tertinggi pada umur panen 7 bulan-1 tahun, yaitu 1,03 %, terendah pada umur 2,5-3 tahun, yaitu 0,90 %. Kadar protein tertinggi pada umur 2,5-3 tahun, yaitu 20,67 %, terendah pada umur 7 bulan-1 tahun, yaitu 18,71 %. Kadar lemak tertinggi pada umur 2,5-3 tahun, yaitu 2,79 %, terendah pada umur 7 bulan-1 tahun, yaitu 2,21 %. Komposisi kimia ikan memiliki nilai yang beragam disebabkan oleh faktor makanan, spesies, jenis kelamin, dan umur ikan. Komposisi kimia pada daging ikan umumnya terdiri dari 70-85 % kadar air, 15-25 % protein, 1-10 % kadar lemak, 0,1-1 % karbohidrat, dan 1-15 % mineral (Kusumo 1997).

(41)

(a) Kadar air

Air merupakan komponen ut a ma penyusun tubuh ikan. Kandungan air pada ikan terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas yang terdapat dalam ruang antar sel dan plasma, dapat melarutkan berbagai vitamin, garam mineral dan senyawa-senyawa nitrogen tertentu. Air terikat terdapat dalam beberapa macam yaitu terikat secara kimiawi, terikat secara fisikokimia, dan terikat oleh daya kapiler. Kadar air ikan gurami pada berbagai umur panen dapat dilihat pada Gambar 8.

72,96 74,62 75,48 71,5 72 72,5 73 73,5 74 74,5 75 75,5 76

2,5-3 tahun 1,5-2 tahun 7 bulan-1 tahun

Umur panen K ad ar ai r rat a-rat a (% )

Gambar 8. Kadar air rata-rata daging ikan gurami pada berbagai umur panen Gambar 8 menunjukkan bahwa kandungan air daging ikan gurami berkisar antara 72,96-75,48 %. Kandungan air tertinggi pada ikan berumur 7 bulan-1 tahun, yaitu 75,48 % dan paling rendah terdapat pada ikan A, yaitu 72,96 %. Semakin kecil ukuran ikan maka kandungan air cenderung semakin tinggi. Kadar air berbanding terbalik dengan kandungan protein, artinya semakin meningkat kandungan protein maka kandungan air semakin rendah. Senyawa protein yang terdapat pada suatu bahan mengandung air konstitusi yang terikat secara kimiawi. Air konstitusi adalah air yang merupakan bagian dari molekul senyawa padatan tertentu dan bukan dalam bentuk H2O (Syarief et al. 1993).

(42)

(b) Kadar abu

Komposisi bahan makanan sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau disebut juga kadar abu. Mineral yang ditemukan dalam tubuh makhluk hidup dan dalam bahan pangan tergabung dalam persenyawaan anorganik, dan ada pula yang ditemukan dalam bentuk unsur (Harper et al. 1998). Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi, baik macam maupun jumlahnya. Kandungan abu dan komponennya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji dan Suhardi 1989). Kadar abu pada ikan gurami dengan umur panen yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9. 0,90 0,95 1,03 0,8 0,85 0,9 0,95 1 1,05

2,5-3 tahun 1,5-2 tahun 7 bulan-1 tahun

Umur panen K ad ar ab u r at a-rat a (%)

Gambar 9. Kadar abu rata-rata daging ikan gurami pada berbagai umur panen Kadar abu daging ikan gurami pada berbagai umur panen berkisar antara 0,90-1,03 %. Kadar abu tertinggi terdapat pada ikan berumur 7 bulan-1 tahun

dengan nilai 1,03 % dan kadar abu terkecil terdapat pada ikan berumur 2,5-3 tahun dan ikan berumur 1,5-2 tahun dengan nilai 0,90 %. Kandungan abu

yang tinggi pada ikan berumur 7 bulan-1 tahun disebabkan karena rendemen tulang ikan tersebut yang cukup besar karenaikan tersebut masih dalam tahap pertumbuhan, sehingga banyak terdapat komponen-komponen mineral penyusun tulang dan meningkatkan kandungan abu/mineral ikan tersebut. Kadar mineral tulang mencapai puncaknya di awal masa dewasa, kemudian secara perlahan menurun bersama umur (Linder 1992).

(43)

Abu atau mineral dan unsur lainnya dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi utamanya di dalam tubuh ikan, yaitu (a) fungsi struktural, contohnya kalsium, fosfor, dan magnesium (pembentukan tulang dan gigi); (b) fungsi pernapasan, contohnya besi, copper, dan kobalt (pembentukan hemoglobin); (c) metabolisme (fungsi pada sel dan tubuh). Pada fungsi metabolisme, unsur yang berperan adalah natrium, kalium, kalsium dan klorin sebagai pengatur keseimbangan sistem osmosis dan sel turgor (Lagler et al. 1962).

Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan

ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer

ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2000).

(c) Kadar protein

Ikan pada umumnya memiliki kadar protein yang tinggi dengan protein yang mudah untuk dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh. Komposisi asam-asam amino dalam bahan makanan hewani sesuai dengan komposisi jaringan di dalam tubuh manusia itu sendiri. Kadar protein ikan gurami yang cukup tinggi memberikan peluang pemanfaatan ikan tersebut sebagai sumber protein bagi konsumsi sehari-hari. Kadar protein ikan gurami pada berbagai umur panen dapat dilihat pada Gambar 10.

20,67 18,93 18,71 17,5 18 18,5 19 19,5 20 20,5 21

2,5-3 tahun 1,5-2 tahun 7 bulan-1 tahun

Umur panen K a d a r p ro te in r a ta -r a ta ( % )

Gambar

Gambar 1. Ikan gurami (Osphronemus gouramy )
Tabel 1. Data produksi ikan gurami di Indonesia
Gambar 3. Diagram alir penelitian Pengambilan sampel ikan gurami
Gambar 4. Mekanisme kerja kromatografi gas Gas pembawa (tangki)
+7

Referensi

Dokumen terkait

From  the  above  description,  we  can  see  several  basic  problems  that  need 

Renang gaya dada ( chest stroke ) atau gaya katak adalah berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air. Kedua belah kaki menendang ke arah luar sementara kedua belah

Hasil analisis indeks dominansi menyatakan bahwa dominansi jenis ikan di perairan mangrove Desa Karangsong termasuk dalam kategori “Rendah” dengan nilai indeks dominansi

Pengalaman positif yang dirasakan akibat pernikahan dapat membuat tingkat kesejahteraan psikologis penyandang tunarungu wicara akan berbeda dibandingkan penyandang

Ketergantungan rumah tangga peternak pada kawasan ini serta situasi sosial ekonomi rumah tangga telah mendeterminasi pilihannya dalam menerapkan sistem

Artinya bahasa tubuh dan tekanan suara yang digunakan olell wasit merupakan faktor terpenting bagi seseorang dalam mendengarkan pesan yang benar secara krisual

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan logical thinking , yaitu (1) Keruntutan Berpikir, yaitu siswa dapat menentukan langkah yang ditempuh

IMPLEMENTASI ALGORITMA ENHANCED CONFIX STRIPPING STEMMER PADA KAMUS SISTEM BAHASA ISYARAT