• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep dan Teori Pajak 1. Pengertian Pajak

Menurut Rochmat Soemitro sebagaimana yang dikutip oleh Lauddin Marsuni (2006 : 7 ), mendefinisikan pajak sebagai berikut :

Pajak adalah iuran kepada kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : a. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan Undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

(2)

2. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.

B. Manajemen Pajak

1. Pengertian Manajemen Pajak

Upaya untuk melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak.

Akutansi pajak menurut Sophar lumbantoruan (2006:483) mendefinisikan bahwa ”manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”.

Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. menerapkan peraturan perpajakan secara benar;

b. usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Tujuan dari manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari:

a. perencanaan pajak (tax planning);

b. pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation); c. pengendalian pajak (tax control).

(3)

2. Pelaksanaan dan Kewajiban Perpajakan

Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.

Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu:

a. memahami ketentuan peraturan perpajakan;

b. menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.

3. Pengendalian Pajak

Pengendalian pajak merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak. Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak (tax review).

Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar daripada pajak terutang. Apabila diperkirakan bahwa jumlah pajak

(4)

yang disetor diperkirakan telah melampui pajak yang terutang, segera diajukan permohonana kepada fiskus untuk mendapatkan izin tidak membayar pajak lebih lanjut. Apabila pajak terlanjur dibayar lebih besar daraipada pajak terutang, perusahaan dapat segera mengupayakan untuk mengajukan permohonan restitusi.

C. Tax Planning

1. Pengertian tax planning

Secara umum tax planning didefinisikan sebagai proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tax planning sebenarnya bagian dari manajemen pajak. Tujuan dari manajemen pajak umumnya sama dengan tujuan manajemen keuangan yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang cukup. Manajemen pajak disini didefinisikan sebagai memenuhi kewajiban pajak yang benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya.

Tujuan dari tax planning seperti diutarakan oleh James W. Pratt, Jane O. Burns dan William N. Kulsrud dalam buku Individual Taxation 1989 Edition

(5)

(1989 : 1-37) adalah : the obvious goal of most tax planning is the minimization of the amount that a person or other entity must transfer to the government.

Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali.

b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan. c. Menunda pengakuan penghasilan.

d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain.

e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru.

f. Menghindari pengenaan pajak ganda.

g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak

Manfaat tax planning itu sendiri adalah :

a. Penghematan kas keluar, karena pajak yang merupakan unsur biaya dapat kurangi.

b. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

Umumnya tax planning banyak diterapkan oleh wajib pajak – badan, dalam hal ini badan usaha yang besar, dengan tujuan untuk mengatur pembayaran pajaknya, khususnya untuk mengelak dari pengenaan pajak penghasilan lapisan

(6)

ke-3 yaitu lebih dari 50 juta dengan tarif 30% -Pph pasal 17. Contoh, misalnya sebuah perusahaan memiliki laba sebelum pajak Rp. 100 juta. Pajak penghasilan yang harus dibayarkan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994 pasal 17 adalah :

10 % X Rp. 25.000.000 = Rp. 2.500.000 15 % X Rp. 25.000.000 = Rp. 3.750.000 30 % X Rp. 50.000.000 = Rp. 15.000.000 Jumlah pajak penghasilan Rp. 21.250.000

Jumlah pajak penghasilan yang terutang adalah Rp. 21.250.000, hampir seperempat dari laba perusahaan. Apabila dilakukan tax planning, jumlah sebesar 21.250.000 ini bisa ditekan dan tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan.

2. Tahapan dalam membuat tax planning

a. Tax Planning untuk mengefisienkan Beban Pajak

Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan perusahaan haruslah bersifat legal, supaya tidak dapat menghindari sanksi-sanksi pajak di kemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the least and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan.

Strategi mengefisienkan beban pajak tersebut dari berbagai literatur dapat dijabarkan sebagai berikut (early suandy, 2008, 113) :

(7)

1) Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha.

2) Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya pemerintah memberikan semacam insentif pajak/fasilitas perpajakan khususnya untuk daerah tertentu (misalnya di Indonesia Bagian Timur), banyak pengurangan Pajak Penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Disamping itu juga diberikan fasilitas seperti penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya dan sebagainya. 3) Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari

berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak (laba) perusahaan besar dan akan dikenakan tarif pajak tinggi/tertinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan, dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan.(deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak.

4) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga diatur mengenai penggunaan tariff pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha.

5) Mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba (profit center) dan ada yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya (cost center). Dari hal tersebut

(8)

dapat diperoleh manfaat dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan bagi beberapa Wajib Pajak didalam satu grup, begitu juga terhadap biaya, sehingga dapat diperoleh keuntungan atas pergeseran pajak (tax shifting) yakni meghindari tarif paling tinggi (maksimum). 6) Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura

dan kenikmatan (fringe benefit)

7) Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian persediaan yang diizinkan oleh peraturan perpajakn, yaitu metode rata-rata (average method) dan metode masuk-pertama keluar-pertama (first-in first-out-FIFO method).

8) Untuk pendanaan aset tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease), disamping pembelian langsung, karena jangka waktu sewa guna usaha dapat dibayarkan seluruhnya.

9) Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan prediksi cukup besar maka dapat dipakai metode saldo menurun dan sebaliknya perusahaan prediksi akan timbul kerugian maka metode yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus.

10) Menghindari darai pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi bukan objek pajak.

11) Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.

12) Penundaan pembayaran kewajiban pajka dapat dilakukan dengan cara melakukan pembayran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo.

(9)

13) Menghindari pemerikasaan pajak. Pemeriksaan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak dilakukan terhadap Wajib Pajak yang SPT lebih bayar atau SPT rugi.

b. Tax Planning untuk Pajak Penghasilan 1) Laba Akuntansi vs Penghasilan Kena Pajak

Laba komersial (accounting income) merupakan pengukuran laba yang lazim digunakan dalam pemegang saham dan kepentingan lainnya. Laba komersial ini dihitung berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Sejak tahun 1995 standar akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Penghitungan laba komersial tertumpu pada prinsip matching cost against revenue (persandingan antara pendapatan denagn biaya-biaya yang terkait). Dalam salah satu prinsip tersebut terdapat konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang, bukanlah merupakan aset sehingga harus dibebankan sebagai biaya. Denagn demikian dalam akuntansi seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan diakui sebagai biaya/beban.

Laba Kena Pajak/Penghasilan Kena Pajak (Taxable Income) merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajkan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini adalh UU No.7/1983 yang diubah dengan UU No.10/1994 dan diubah terakhir

(10)

dengan UU No.17/2000 mengenai Pajak Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya.

Penghitungan laba kena pajak dalam kaitannya dengan karyawan didasarkan atas prinsip umum taxability deductibility. Dengan prinsip ini, biaya-biaya baru dapat dikurangkan darai penghasilan bruto apabila pihak/orang yang menerima pengeluaran uang atas biaya perusahaan tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable). Dengan demikian akan selalu ada pihak dapat dikenakan pajak sebagaimana dijelaskan di atas. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa laba komersial yang lazim digunakan dalam dunia bisnis berbeda dengan laba kena pajak.

Agar dapat melakukan penghitungan penghasilan kena pajak dengan benar dan tepat, Wajib Pajak perlu memahami :

a) Penghasilan yang menjadi objek pajak.

b) Penghasilan yang pajkanya dikenakan secara final.

c) Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses).

d) Biaya yang tidak boleh dibolehkan dari penghasilan bruto (nondeductible expenses).

(11)

2) Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak

Yang termasuk penghasilan menurut UU No.17 tahun 2000 pasal 4 ayat (1):

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan

c) laba usaha

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

 Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

 Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan

badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

 Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.  Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan

(12)

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antar pihak-pihak yang bersangkutan.

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

g) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dari deviden perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi.

h) Royalti.

i) Sewa dan pembagian lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkalah.

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai jumlah tertentu uang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n) Premi asuransi.

(13)

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

3) Penghasilan yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak

Penghasilan yang bukan obyek pajak (diatur dalam pasal 4 ayat 3): a) 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh

badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

b) Warisan

c) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan perseroaan terbatas, perseroaan komanditer, perseroaan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik

(14)

daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya sebagai pengganti saham atau sebagai penyertaan modal.

d) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. f) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh

perseroaan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedududukan di Indonesia.

g) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai

h) Penghasilan dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

(15)

i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroaan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. j) Bunga laba yang diterima atau diperoleh perusahaan Reksa

Dana

k) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan tersebut :

- Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

- Sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia.

4) Penghasilan yang Pajaknya Dikenakan Secara Final

Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur beberapa pajak tertentu secara khusus di luar yang diatur dalam Pasal 4 ayat (!) yang dikenal dengan PPh Final :

a) Transaksi penjualan efek di bursa efek, penjualan saham pendiri (0,6% x nilai transaksi) dan penjualan saham biasa (0,1% x nilai transaksi).

(16)

c) Bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat BI (20% X nilai penghasilan bruto).

d) Penghasilan hak atas tanah dan bangunan oleh Wajib Pajak real estate (2% x nilai penjualan rumah sakit) serta tanah dan bangunan lainnya (5% x nilai penjualan).

e) Penjualan dan sewa atas tanah/bangunan Orang Pribadi (10% x nilai nialia sewa) dan Badan (6% x nilai sewa).

f) Penghasilan pelayaran dalam negeri (2.64% x dari peredaran). g) Pelayaran/penerbangan luar negeri (2,64% x dari peredaran). h) Penghasilan jasa konstruksi untuk pelaksana (2% x nilai jasa

pelaksana konstruksi) serta untuk perencanaan dan pengawasan (4% x nialai jasa perencanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi).

Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak dan penghasilan yang pajaknya dikenakan final tidak perlu lagi dilaporkan pada SPT PPh Badan.

5) Biaya yang boleh dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Biaya yang boleh dikurangkan menurut UU No. 17 pasal 6 ayat (1) a) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,

(17)

bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.

b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.

d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

e) Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia.

g) Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.

h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: - Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

komersial.

- Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau badan urusan piutang dan lelang negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai

(18)

penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.

- Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus dan

- Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada direktorat jenderal pajak.

6) Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Biaya yang tidak dapat dikurangkan menurut UU No.17 pasal 9 ayat (1):

a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa, guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.

(19)

d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau

(20)

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

h) Pajak penghasilan.

i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau

perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta

sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

7) Biaya yang Boleh Dikurangkan Sebesar 50%

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50% dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah :

a) Atas biaya perolehan atau pembelian telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

b) Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai terterntu karena jabatan atau pekerjaannya.

c) Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan

(21)

perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

d) Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

c. Strategi yang Dapat Digunakan untuk Mengefisienkan Beban PPh Badan

1) Pemilihan Alternatif Dasar Pembukuan

Akuntansi dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi. Pada basis akrual, pendapatan dan biaya dicatat dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang, Basis kas yang dimodifikasi dalam rangka menghitung PPh Badan sebagai berikut :

a) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang non tunai

b) Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayar.

(22)

c) Dalam perolehan harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya yang boleh dibebankan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

Jadi perbedaan antara basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi menurut versi perpajakan terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual, biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat timbulnya kewajiban; sedangkan pada basis kas, biaya tersebut harus dibebankan pada saat terjadinya pembayaran. Dengan demikian, dari sisi efesiensi beban pajak lebih menguntungkan memilih basis akrual.

2) Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada karyawan.

Strategi utama efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini, sangat tergantung dari kondisi perusahaan sebagai berikut :

a) Pada perusahaan yang memperoleh Penghasilan Kena Pajak diatas 100 juta dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura yang tidak diperkenankan sebagai biaya.

b) Pada perusahaan yang dikenakan PPh badan secara final, diupayakan secara minimal memberikan kesejahteraan kepada

(23)

karyawan dalam bentuk natura karena pemberian natura dari pemberi pemberi kerja merupakan obyek PPh Pasal 21. Pada sisi perusahaan, biaya-biaya pemberian natura tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh Badan karena PPh Badan Final dihitung dari prosentase atas penghasilan bruto sebelum dengan dikurangi dengan biaya-baiya.

c) Pada perusahaan yang rugi, merubah pemberian natura/kenikmatan menjadi tunjangan hanya akan menaikkan PPh Pasal 21, sementara PPh Badan tetap nihil.

Peluang-peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan adalah biaya yang berkaitan dengan : PPh Pasal 21 karyawan

- PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan. - Tunjangan PPh Pasal 21.

- PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan.

Pengobatan/Kesehatan Karyawan

- Perusahaan mendirikan rumah sakit / klinik atau bekerjasama dengan pihak rumah sakit tertentu.

- Karyawan diberikan tunjangan kesehatan secara rutin, baik sakit maupun tidak.

(24)

- Karyawan diikutsertakan dalam asurnasi kesehatan sehingga jika karyawan bersangkutan sakit klaim dapat dilakukan ke perusahaan asuransi.

Pembayaran premi asuransi untuk pegawai - Premi ditanggung pegawai.

- Premi ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.

- Premi sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian yang lain ditanggung oleh karyawan.

Iuran Pensiun dan Iuran JHT - Iuran ditanggung pegawai.

- Iuran ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.

- Iuran sebagian ditanggung perusahaan dan sebagian yang lain ditanggung oleh karyawan.

Rumah dinas untuk karyawan

- Perusahaan menyediakan rumah dinas.

- Perusahaan memberikan tunjangan perumahan. Transportasi untuk karyawan

- Perusahaan menyediakan mobil dinas.

- Perusahaan memberikan tunjangan transportasi. Pakaian seragam untuk karyawan

- Pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja (misalnya: satpam, pegawai hotel, pilot dll).

(25)

Pemberian natura lainnya untuk karyawan Perjalanan dinas karyawan

- Perusahaan memberikan beras atau menyediakan catering untuk karyawan.

- Tunjangan beras atau uang makan. Bonus dan jasa produksi

- Dibebankan dalam biaya tahun berjalan.

- Dibebankan ke laba ditahan bukan merupakan biaya perusahaan.

3) Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud.

Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap/aktiva tidak berwujud yang diakui oleh fiskus sejak tahun 1995 terdiri atas 2 metode yaitu :

a) Metode garis lurus b) Metode saldo menurun

Penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus akan menghasilkan beban penyusutan yang sama besarnya setiap tahun. Penyusutan dengan menggunakan metode saldo menurun akan menghasilkan beban penyusutan yang lebih besar pada awal perolehan/pembelian aktiva dan makin menurun pada tahun-tahun berikutnya, tetapi pada akhir tahun umur ekonomis aktiva tersebut jumlah

(26)

akumulasi penyusutan akan sama.Penyusutan metode saldo menurun ini menguntungkan bagi Wajib Pajak dari segi likuiditas.

4) Transaksi yang berkaitan dengan perusahaan sebagai pemungut pajak. Selain sebagai pembayar pajak, perusahaan juga sebagai pemotong pajak terhadap pihak ketiga (withholding tax). Masalah yang sering kali timbul adalah pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong withholding tax (misalnya PPh Pasal 23 atas jasa konsultan), maka perusahaan akan menanggung akibat jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar withholding tax dimaksud ditambah denda bunga atas keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.

Untuk mengatasinya, perusahaan sebaiknya me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perushaan hanya membayar PPh Pasal 23 maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

5) Optimalisasi pengkreditan pajak penghasilan yang telah dibayar

Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan selain angsuran masa bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. PPh yang dapat dikreditkan, antara lain: PPh

(27)

atas penghasilan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak dibidang real estate; PPh Pasal 22 atas impor; PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina; fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n. karyawan qq. Perusahaan berikut NPWP perusahaan); PPh Pasal 23 atas bunga dari nonblank, royalty; PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri.

6) Pengajuan penurunan angsuran masa PPh Pasal 25

Besarnya pembayaran PPh Pasal 25 tergantung dari besarnya PPh terutang tahun lalu atau adanya kenaikan laba pada RKAP tahun berjalan untuk BUMD/BUMN. Namun bisa saja terjadi diproyeksikan dalam tahun berjalan akan terdapat penurunan laba (penghasilan kena pajak), sehingga jika kita mengangsur PPh Pasal 25 yang besarnya berdasarkan tahun lalu maka kemungkinan pada akhir tahun akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Untuk itu, perusahaan sebaiknya mengajukan permohonan penurunan angsuran masa dengan disertai proyek laba pada akhir tahun dan alasannya terjadi penurunan laba. Hal ini disebabkan jika terjadi kelebihan pembayran pajak yang walaupun dapat direstitusi, tetapi sebelumnya Wajib Pajak akan dikenakan tindakan pemeriksaan.

Pengajuan pengurangan pembayaran angsuran masa PPh Pasal 25 disampaikan ke KKP yang bersangkutan dengan melampirkan :

a) Proyeksi perhitungan laba/rugi tahun yang bersangkutan b) Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.

(28)

c) Proyeksi besarnya PPh Badan yang terutang, yang ternyata akan terjadi kelebihan pembayaran pajak, apabila besarnya angsuran masa tidak dikurangi.

7) Contoh Tax Planning

Keterangan Komersial Koreksi fiskal Fiskal

Biaya seragam Biaya pengobatan Biaya asuransi Biaya tenaga ahli Biaya iklan dan promosi

22.974.750,00 28.166.550,00 37.015.493,04 89.748.812,14 32.458.133,25 10.338.638,00 11.576.000,00 9.253.473,26 6.282.416,85 7.140.789,32 33.313.388,00 39.742.550,00 46.269.366,30 96.031.228,99 39.598.922,57 Sumber data : Pardiat, 2009

a) Biaya seragam

Di dalam biaya seragam sebesar Rp. 22.974.950,00 belum termasuk biaya seragam satpam Rp. 10.338.637,50 sesuai dengan KEP-213/PJ/2001 sehingga biaya tersebut dapat dikurangkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak.

b) Biaya Pengobatan

Biaya yang berupa tunjangan pengobatan kepada karyawan sebesar Rp. 28.166.550,00 tetapi masih terdapat biaya pengobatan yang bersifat reimbursment tetapi tidak didukung dengan bukti sebesar Rp.11.576.000,00 sehingga biaya tersebut bisa dikurangkan dalam

(29)

perhitungan penghasilan kena pajak yang sesuai dengan pasal 21 UU pajak penghasilan

c) Biaya Asuransi

Dimana asuransi karyawan sebesar Rp. 9.253.873,26 dan pengoptimalan terhadap biaya tersebut adalah dengan cara mengubah biaya asuransi yang bayar karyawan menjadi tunjangan asuransi, maka biaya bisa menjadi pengurang dari penghasilan bruto sesuai dengan pasal 21 UU pajak penghasilan

d) Biaya Tenaga Ahli

Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berupa tunjangan pajak Rp.6.282.416,85 untuk tenaga ahli tersebut, dan dapat dikurangkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak yaitu sesuai dengan pasal 26 UU pajak penghasilan

e) Biaya Iklan dan Promosi

Ditemukan bukti pembayaran iklan melalui yellow pages sebesar Rp. 7.140.789,32 biaya ini dapat mengurangi penghasilan bruto karena termasuk dalam biaya pasal 6 (1) huruf a

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelas eksperimen XI IPA 1 meningkatnya ketekunan sikap terhadap belajar disebabkan karena model pembelajaran Demonstrasi Interaktif berbantuan media alat

Teknik klasifikasi berbasis piksel merupakan teknik klasifikasi yang telah lama digunakan dalam penginderaan jauh di mana klasifikasi dilakukan dengan menentukan

Saya mengikuti pengajian, meskipun ada acara lain yang lebih penting6. Saya tidak pernah absen

Diperoleh hasil koefisien korelasi dari ketiga variabel rx 1,2 y sebesar 0,561 dengan taraf signifikansi p sebesar 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan

Film “Batas” merepresen- tasikan pendidikan bukan sebagai sebuah lembaga dengan aturan- aturan, kurikulum yang rumit, namun pendidikan di perbatasan digam- barkan sebagai

(2) Pengelolaan dana program jaminan sosial tenaga kerja oleh Badan Penyelenggara dilakukan semata-mata untuk kepentingan peserta dengan mempertimbangkan perimbangan yang

Berdasarkan hasil VSM, diperoleh kurva loop histerisis untuk sampel A seperti pada Gambar 3, besar medan koersif sampel A sebesar 44,5 Oersted.. Kurva loop

TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan indikator ROA, jika indikator tersebut dihubungkan dengan indikator yang memberikan kontribusi