• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEOPLE SMUGGLING, SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE (AFP) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV PEOPLE SMUGGLING, SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE (AFP) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federa"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PEOPLE SMUGGLING, SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE (AFP)

Dalam bab iv peneliti menjelaskan secara umum mengenai tindak kejahatan

People Smuggling, Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, Australian Federal Police (AFP) dan penjelasan yang terkait dengan alasan Australia yang seringkali dijadikan sebagai negara tujuan para imigran gelap.

4.1 People Smuggling

Sebelum peneliti membahas mengenai pemahaman People Smuggling, peneliti akan membahas konsep dasar dari penyelundupan manusia/migran dari sudut

pandang irregular migrationdan trafficking in persons. Bila kita melihat dari kacamata irregular migration dari United Nation Office on Drugs and Crime

(UNODC) People Smuggling dan irregular migration memiliki hubungan yang cukup erat karena People Smuggling memainkan peran penting dalam memfasilitasi

irregular migration karena penyelundup (smuggler) akan menyediakan layanan berupa transportasi fisik dan moda angkutan untuk melakukan penyeberangan

ilegal dari perbatasan dengan menggunakan dokumen palsu (UNDOC, 2004:53). Sedangkan dari kacamata trafficking in persons kita akan menemukan perbedaan yang mendasar dengan People Smuggling, menurut pasal 3 Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children dan United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Trafficking in Persons Protocol) trafficking in persons atau penjualan manusia

diartikan sebagai “perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penyimpanan atau penerimaan orang, melalui ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk

pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, penipuan, manfaat untuk mendapatkan

persetujuan dari suatu orang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan

(2)

Tabel 4.1

Perbedaan antara People Smuggling dan Human Trafficking People Smuggling Human trafficking

Wilayah • Memasuki negara

Niat Sukarela. Mengandung unsur

paksaan, bujuk rayu, tipu muslihat.

Keuntungan Keuntungan hanya dari pemindahan orang dari satu negara ke negara

Sumber: Bahan Overview People Smuggling Dittipidum TTPO Bareskrim, Mabes Polri.

Awal mula upaya membedakan pengertian dari Trafficking In Persons dan

People Smuggling oleh para akademisi setelah pertengahan tahun 1990an, namun sampai pada tahun 2000an konsep keduanya masih banyak disamakan. Menurut

Webb dan Burrows dalam penelitian mereka yang benama post-conviction, dalam penelitian tersebut Webb dan Burrows melakukan wawancara dengan pelaku

(smuggler) yang masih aktif dan pelaku yang telah di jatuhi hukuman, menurut mereka aksi perdagangan dan penyelundupan manusia saling tumpang tindih,

(3)

menggambarkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara People Smuggling dan

Trafficking In Persons.

Baik korban PS ataupun TIP, mereka berhak mendapatkan perlindungan

hukum dan bantuan finansial. Adanya ketentuan demikian menyebabkan adanya

perdebatan lainnya karena di nilai tidak seimbang, namun pada akhirnya perdebatan

mengenai bantuan yang diberikan kepada para korban menemukan titik terang

dengan berpedoman pada Smuggling of Migrants Protocol dimana ada sebuah kewajiban untuk melindungi hak para migran oleh negara-negara, khususnya bila

mereka dalam keadaan terancam oleh tindak kejahatan tersebut.

Australian Institute of Criminology beranggapan bahwa Trafficking in Persons

(TIP) dan People Smuggling (PS) adalah kasus yang sangat berbeda, TIP dalam aksi nya tidak memerlukan penyebrangan secara illegal, tidak selamanya lintas negara (khususnya dalam kasus perdagangan dalam negeri) dan korban TIP

dianggap sebagai sebuah komoditas yang telah dibayar oleh pelanggan yang berada

di luar negeri serta yang akan dirugikan dalam kasus TIP ini adalah personal atau

korban bukanlah negara (Rebecca Tailby, 2000:5). Sedangkan People Smuggling

(PS) adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan

secara massive dari bisnis yang dilakukannya dengan cara menyelundupkan seseorang ke negara tujuan yang bukan secara sah sebagai warga negara tersebut

atau illegal (United Nations Convention on Transnational Organized Crime,

Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children (the Trafficking Protocol, article 3)(UNDOC, 2004:55).

Dalam kasus People Smuggling korban yang tertangkap dan diamankan di Indonesia ini sendiri merupakan imigran gelap yang hendak menuju ke Australia

agar mendapatkan suaka dari negara tersebut dan Australia memiliki

undang-undang “anti-smuggling” yang sangat ketat dimana akan dijatuhkan pidana selama 20 tahun bagi setiap pelaku.

(4)

pelaku sudah berada di negara baru atau negara tujuan dan mengenai biaya para

korban akan dituntut adanya biaya tambahan yang dikenakan tak jarang pelaku

mengancam para individu yang diselundupkan tersebut dan pada akhirnya mereka

akan bekerja secara illegal untuk melunasi utang-utang akibat modal transportasi

yang mereka gunakan.

Indonesia sendiri mengartikan People Smuggling dengan merujuk pada pasal 1 angka 32 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau orang lain, dengan membawa seseorang atau sekelompok orang, baik secara terorganisir maupun tidak terorganisir atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau sekelompok orang, baik secara terorganisir maupun tidak terorganisir, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah indonesia atau keluar wilayah Indonesia dan atau masuk wilayah negara lain yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu atau tanpa menggunakan dokumen perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak.”

Kasus People Smuggling merupakan kejahatan yang tidak hanya merugikan satu negara saja melainkan akan merugikan dua negara atau lebih. Para individu

yang ingin diselundupkan dipicu oleh beberapa faktor yaitu:

• Faktor dari negara asal: perang, konflik sosial, kemiskinan dan kurangnya kesempatan untuk melakukan migrasi secara resmi;

• Faktor penarik dari negara tujuan: lingkungan yang aman, kesempatan ekonomi yang lebih tinggi, hubungan keluarga dan budaya serta negara

tersebut memiliki kebijakan menerima pengungsi/pencari suaka.

• Faktor kombinasi yaitu kemudahan melewati batas negara secara illegal, mudahnya akses ke sindikat penyelundupan manusia dan kemudahan dan

komunikasi dan perjalanan. Pola kejahatan People Smuggling adalah jaringan horizontal yang tidak ada komando yang jelas, mereka bergerak secara bebas

dan besama secara ad hoc. Biasanya para pelaku menggunakan jaringan sosial atau keluarga untuk memanfaatkan peluang yang mungkin akan muncul

(5)

Pada saat ini kita tidak dapat memungkiri bahawa aksi kejahatan People Smuggling merupakan bisnis migrasi. Peneliti menggunakan teori yang dimiliki

oleh Salt dan Stein dimana para imigran digambarkan sebagai sebuah “produk” dan penyelundup adalah “pengusaha illegal” (Bilecen, 2009:8). People Smuggling

sebagai bisnis global yang telah mengambil banyak keuntungan dari setiap aksi

yang berhasil dilakukan. Dengan berdasarkan pemahaman ini jelas terlihat sebagai

model perdagangan dengan dibaginya dalam tiga tahap yaitu mobilisasi dan

rekrutmen migran, pergerakan selama perjalanan dan penyisipan serta intergrasi

mereka ke pasar tenaga kerja atau masyarakat dalam negara tujuan. Namun penting

untuk di ingat bahwa kekuatan pasar tetap memiliki peran penting, semakin kuat

sebuah pasar maka keuntungan akan semakin besar untuk di miliki.

Dalam melakukan aksinya para pelaku (smuggler) memiliki modus operandi yang berbeda-beda dari tahun ke tahun hal tersebut dilakukan agar mampu

mengelabui para petugas di lapangan. Menurut data yang peneliti dapatkan dari

Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

Unit People Smuggling ada beberapa modus yang digunakan oleh para pelaku yaitu: 1. Modus Pertama

Para pelaku menggunakan Indonesia sebagai negara transit sebelum

diberangkatkan ke negara tujuan seperti Australia, Malaysia dan New Zealand.

Para imigran yang diselundupkan banyak berasal dari Bangladesh, Myanmar,

Srilangka, Afganistan dan Nepal. Mereka akan dibawa masuk ke Indonesia

secara tidak resmi yaitu melalui jalur laut ataupun secara resmi yaitu jalur

udara. Ketika sampai di Indonesia para imigran tersebut kemudian dibawa ke

daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan selanjutnya1, setelah

berada di daerah yang beredekatan di titik pemberangkatan para imigran

kemudian ditampung di rumah yang telah disediakan oleh para pelaku2 dan

1Di Indonesia daerah yang menjadi titik pemberangkatan adalah daerah Jawa Barat, Dumai dan

Makasar dan daerah lainnya yang dilihat berpotensi sebagai titik pemberangkatan.

2 Para penyelundup (smuggler) dalam menjalankan aksinya mereka telah melakukan kerjasama

(6)

menunggu para pelaku lainnya untuk mencari kapal yag aman untuk

memberangkatkan para imigran tersebut ke negara tujuan, seringkali dalam

beberapa kasus People Smuggling kapal yang digunakan sangat tidak layak untuk berlayar baik dalam jarak dekat ataupun jauh walaupun telah di

modifikasi, banyak pelaku yang mencari kapal yang tidak mencolok dan

terkesan tidak mampu membawa penumpang dalam jumlah sedikit atau

banyak, contohnya adalah kapal para nelayan. Berdasarkan data dari Badan

Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III

Unit People Smuggling kapal-kapal tersebut minim fasilitas bahkan tidak sesuai dengan bayaran yang telah diberikan oleh para imigran yang berkisar

US$3000-US$12.000/orang kepada para pelaku (smuggler). 2. Modus Kedua

Pelaku yang memberangkatkan para imigran dari negara asal menuju negara

tujuan telah menerima uang yang digunakan untuk membiayai perjalanan para

imigran yang berkisar US$3000-US$12.000/orang dan pelaku juga

mempersiapkan dokumen-dokumen yang digunakan dalam perjalanan. Lalu

imigran tersebut diberangkatkan menuju negara transit yaitu Indonesia, ketika

sampai di Bandara Indonesia para imigran diminta untuk mengurus visi On Arrival dan selanjutnya mereka dibawa oleh pelaku lainnya yang telah menunggu di Indonesia untuk diantarkan ke tempat penampungan sementara

yang telah disediakan baik berupa apartment atau hotel yang berada di Jakarta atau Bogor. Para imigran akan tetap berada di rumah penampungan sementara

selama mendaftarkan diri mereka sebagai pencari suaka di United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) dan selanjutnya para imigran tersebut diberangkatkan ke negara tujuan melalui jalur laut dari Indonesia.

3. Modus Ketiga

Para imigran yang telah berada di Indonesia baik yang telah diberangkatkan

melalui jalur resmi (udara) ataupun tidak resmi (laut) mereka akan

diberangkatkan oleh para penyelundup yang sebelumnya telah mencarikan

(7)

namun terlebih dahulu kapal tersebut di renovasi agar mampu membawa

penumpang dalam jumlah banyak. Penyelundup juga telah mencari rekan yang

bisa dipercayakan untuk mengoperasionalkan kapal tersebut hingga sampai di

negara tujuan, biasanya para penyelundup akan mencari rekan-rekan ABK

yang telah memiliki pengalaman dalam berlaut dimana mereka juga mengerti

pekerjaan yang dilakukan, telah menerima upah dan mau menerima segala

bentuk resiko dari pekerjaan tersebut di negara tujuan ataupun selama

perjalanan menuju negara tujuan.

4. Modus Keempat

Para penyelundup ketika mengetahui bahwa petugas penegak hukum di

negara transit ataupun di negara tujuan aktif dalam beroperasi guna

memberantas aksi kejahatan penyelundupan manusia telah memaksa para

penyelundup ini untuk mencari jalan lain agar pekerjaan tersebut tetap dapat

dilaksanakan. Dalam modus ini para penyelundup akan membagi imigran

menjadi dua kelompok atau lebih, lalu mereka akan diberangkatkan ke negara

yang menjadi lokasi transit menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi

(laut). Ketika sampai di negara transit, para penyelundup akan memasukkan

imigran tersebut ke daerah yang berdekatan dengan titik pemberangkatan baik

kembali menggunakan jalur resmi (udara) atau tidak resmi (laut) ataupun

melalui jalur darat dengan menggunakan kendaraan besar seperti minibus atau

bus besar.

Dalam menjalankan aksinya para penyelundup telah membagi tugas

menjadi tiga kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang berasal dari

negara asal para imigran, negara transit dan negara tujuan. Pembagian tugasnya

adalah “Smuggler pertama” akan melakukan pengendalian dari negara asal

dengan mengontrol setiap penerimaan uang dari para imigran dan akan

disalurkan melalui penyelundup lainnya yang berada di negra transit,

Smuggler kedua” yang berada di negara transit akan bertugas mengontrol

kedatangan para imigran tersebut dari negara asal lalu mereka akan

mempersiapkan kapal atau moda angkutan yang digunakan untuk

(8)

yang bertugas adalah “Smugglerketiga” yang mana akan mengendalikan para

imigran tersebut di negara tujuan dan para penyelundup ini telah menjadi

penduduk di negara tujuan.

Sebelumnya peneliti diatas ada menyampaikan jalur resmi yaitu melalui

udara dan jalur tidak resmi adalah melalui laut serta jalur darat dan oleh karena

itu peneliti akan memaparkan jalur-jalur tersebut melalui beberapa peta

perjalanan di bawah ini.

Gambar 4.1

Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Laut dan Darat

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Dari peta diatas dapat kita lihat bahwa para smuggler membawa para imigran gelap dengan cara diselundupkan melalui negara Malaysia selanjutnya

ketika berada di Indonesia imigran tersebut dibawa melalui kota Pekanbaru,

Riau, lalu melewati daerah pinggiran Pulau Sumatera yaitu kota Padang,

Bengkulu dan diseberangkan menuju Jakarta menuju kota Kupang yang

berdekatan dengan Australia.

Tidak hanya melalui jalur darat, namun penyelundup juga melakukan

dengan menggunakan jalur udara dan berikut peneliti paparkan peta jalur

(9)

Gambar 4.2

Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Udara

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Dengan menggunakan jalur udara para smuggler memberangkatkan para imigran dari Dubai, Arab atau dari Kota Pekanbaru, Riau menuju Jakarta dan

ketika sampai di Jakarta para smuggler menerbangkan imigran gelap menuju Kupang sebagai lokasi pemberangkatan dengan menggunakan kapal menuju

Australia.

Tidak berhenti di jalur udara para smuggler juga menggunakan jalur yang lebih kompleks di Indonesia salah satunya adalah dengan melalui pulau

Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Berikut peneliti paparkan peta perjalanan

tersebut.

DUBA

I

(10)

Gambar 4.3

Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Perbatasan Darat (Kuala Lumpur, Sarawak dan Kalimantan Barat)

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Dengan melihat Kalimantan yang berdekatan dengan Malaysia makan

smuggler menyelundupkan para imigran dari Kalimatan lalu diterbangkan ke Jakarta, Makasar atau Surabaya lalu menuju Kupang untuk diberangkatkan

menuju Australia, namun sebelum menuju Jakarta smuggler menyelundupakan para imigran ke Kalimatan dari Pekanbaru, Riau.

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari Badan Reserse Kriminal Polri

Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat II Unit People Smuggling

terdapat banyak provinsi yang dijadikan lokasi masuk dan keluarnya para

imigran gelap oleh para smuggler dan berikut peneliti paparkan provinsi-provinsi tersebut.

PAKISTAN

sema rang

(11)

Gambar 4.4

Mapping Keluar dan Masuknya Imigran Gelap

Keterangan:

Kolom berwarna putih merupakan pintu masuk Indonesia

Kolom berwarna ungu merupakan titik pemberangkatan menuju Australia Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Peta di atas menjelaskan bahwa Riau, Kepulauan Riau, Kalimatan Barat,

Kalimantan Timur, Banten, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan sebagai

lokasi masuknya para imgran gelap ke Indonesia, sedangkan Sumatera Utara,

Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa

Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Madura, Nusa Tenggara Barat

dan Nusa Tenggara Timur sebagai lokasi keluar atau pemberangkatan para

imigran gelap menuju Australia

Dan yang terakhir adalah peta keluarnya para imigran melalui jalur laut dari

(12)

Gambar 4.5

Jalur Keluar Melalui Laut

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Daerah yang terdekat dengan Christmas Island dan Carter Island adalah lokasi strategis yang digunakan oleh para smuggler untuk memberangkatkan para imigran seperti dari Palembang, Pelabuhan Ratu, Yogyakarta, Madura,

Banywangi, Situbondo, Dompu, Sumbawa, Maumere, Kupang, Bima dan

Bau-Bau.

Pihak Indonesia ataupun Australia telah mengalami beberapa kasus People Smuggling yang sama dalam periode waktu 2015-2017. Kasus-kasus tersebut ditangani oleh beberapa badan penegak hukum pada masing-masing negara.

Peneliti terlebih dahulu menjelaskan badan penegak hukum yang berada di

Indonesia dan bertugas serta bekerja sama dengan pihak Sekretariat

NCB-INTERPOL Indonesia dan pihak Australia dalam menangani kasus People Smuggling.

Dalam penanganan tindak kejahatan People Smuggling Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia memiliki peranan yang sangat penting yaitu terkait

Chrismast Island

Carter Island Cilacap

Paninbang Pel. Ratu

Madura Yogyakarta

Situbondo

Banyuwangi Kupang Bau Bau Kabaena

Dompu

Bima

(13)

dengan pembuatan MoU (Memorandum of Understanding) dan agreement

dengan pihak-pihak yang memiliki permasalahan yang sama terkait tindak

kejahatan People Smuggling, namun dalam penanganan secara teknis yang memegang kendali adalah pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat

Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Perihal yang melatarbelakangi dibentuknya suatu unit khusus yang

menangani kasus People Smuggling didalam Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum adalah dengan melihat peningkatan kasus

imigran ilegal di Indonesia pada tahun 2004 yang lalu menyebabkan pada tahun 2009 dibentuk sebuah Satgas People Smuggling yang berada di pusat yaitu Bareskrim Polri dan kemudian dikenal dengan “Satgaspus People Smuggling” dan di bawahi oleh Polda Jajaran yang disebut dengan Satgasda

People Smuggling. Satgas People Smuggling memiliki masa jabatan selama satu tahun dan dapat diperpanjang dengan berdasarkan keputusan Pimpinan

Polri dan menurut informasi yang peneliti dapatkan Satgas People Smuggling

pada bulan Juni 2015 tidak diperpanjang dan penanganan kasus People Smuggling berada ditangan Unit III Sub Direktorat III Tindak Pidana Umum yang dipimpin oleh Kanit yang berpangkat AKBP (Adjun Komisaris Besar

Polisi) dengan jumlah anggota sebanyak enam orang serta mendapatkan

dukungan anggaran dari DIPA Polri. Bila sebelumnya pihak AFP (Australian Federal Police) memberikan hibah berupa sarana dan prasarana kini dialihkan kepada Satgas TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).

Pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub

Direktorat III Unit People Smuggling mencatat data kasus dalam laporan tahunan saat Satgas People Smuggling masih beroperasi hingga diganti oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling

yaitu dari tahun 2010 sampai 2016. Berikut tabel data kasus penyelundupan

manusia yang ditangani oleh pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat

(14)

Tabel 4.2

Data Kasus Penyelundupan Manusia Yang Telah Ditangani

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Berdasarkan data diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2010 sampai 2013

terdapat banyak kasus penyelundupan dengan angka masing-masing pertahun

adalah 27 kasus ditahun 2010, 23 kasus ditahun 2011, 49 kasus ditahun 2012

dan 48 kasus ditahun 2013. Sedangkan ditahun 2014 sampai tahun 2016 yang

lalu kasus penyelundupan manusia mengalami penurunan yang signifikan

meskipun ada kenaikan merupakan kenaikan yang sedikit, ditahun 2014 ada 8

kasus, 2015 naik menjadi 10 kasus dan di tahun 2016 kembali mengalami

penurunan yaitu hanya 4 kasus.

Bila sebelumnya merupakan tabel yang berisi data kasus, berikut tabel yang

(15)

Tabel 4.3

Data Tersangka Yang Diproses

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Dengan melihat jumlah kasus dari tahun 2014-2016 mengalami penurunan

demikian pula data para pelaku yang telah berhasil ditangani oleh pihak

Kepolisian Indonesia yaitu Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak

Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling, dimana ditahun 2014 para pelaku yang berhasil ditangkap sebanyak 5 (lima) orang dengan

keterangan tiga WNI dan dua WNI, ditahun 2015 ditangkap 12 (duabelas)

dengan keterangan sebelas WNA dan satu WNI dan yang terakhir ada 3 orang

telah ditangkap dan ketiga orang tersebut berstatus sebagai WNA. Menurut

wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu petugas, beliau

mengatakan untuk data kasus ditahun 2017 pihak Badan Reserse Kriminal

Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling belum dapat melaporkan data resminya, namun sampai pada saat ini yang sedang ditangani oleh pihak Bareskrim Mabes Polri adalah

kasus-2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(16)

kasus yang telah terjadi di tahun sebelumnya baik berupa penyelidikan atau

pencarian pelaku-pelaku yang masih berstatus DPO.3

Pihak Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak

Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling telah menangani beberapa kasus penyelundupan manusia yang telah diselesaikan atau masih

dalam tahap proses persidangan dan pencarian dalam periode waktu

2015-2017. Berikut peneliti paparkan kasus-kasus tersebut.

1. Kasus Kapten Bram

Pada tahun 2015 tepatnya tanggal 31 Mei 2015, pihak Kepolisian

Indonesia mendapatkan 2 (dua) kapal motor pengangkut imigran yang

terdampar di pulau Lanu, Kecamatan Rote Baratdaya, Kabupaten Rote

Ndaho. Berdasarkan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kapal motor

tersebut telah mengangkut sebanyak 65 (enam puluh lima) orang yang

terdiri dari 10 (sepuluh) orang warga negara Srilangka. Para imigran

tersebut berangkat dari Tegal, Jawa Tengah menuju ke New Zealand.

Pihak perbatasan Australia mengambil tindakan untuk mendorong kapal

tersebut untuk kembali ke perairan Indonesia dan pada akhirnya terdampar

di pulau Lanu. Berdasarkan keterangan yang didapatkan oleh pihak

Kepolisian Indonesia, tujuan dari para imigran gelap menuju New Zealand

adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak karena kondisi

negara asal para imigran tersebut tidak dapat menjamin kemanan dan

kesejahteraan mereka. Para penyelundup mematok harga sebagai biaya

untuk menyelundupkan mereka adalah sebanyak US$ 4000 – US$ 8000 /orang.

Kasus penyelundupan manusia ini merupakan aksi kejahatan yang

dilakukan oleh Thines Khumar dan Abraham Louhenapessy (Kapten

Bram), menurut barang bukti yang didapatkan total uang yang didapatkan

3Hasil wawancara dengan salah satu penyelidik pembantu,Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat

(17)

para pelaku dari para imigran berkisar Rp. 4.000.000.000,- (empat miliyar

rupiah) dalam sekali pemberangkatan. Semua pelaku tidak ditangkap

secara bersamaan dan masing-masing diamankan pada tanggal dan tempat

yang berbeda, berikut peneliti paparkan proses penangkapan para pelaku: ➢ Pada tanggal 1 Juni 2015 pihak Kepolisian mengamankan 1 kapten

dan 4 ABK kemudian mereka ditetapkan sebagai tersangka pada

tanggal yang sama. Keempat ABK tersebut adalah Marthen Karaeng,

Steven, Medi Ampow dan Indra R. Rumambi.

➢ Pada tanggal 10 Juli 2015 pihak Bareskrim Polri mengamankan

seorang DPO atas nama Thines Khumar di sebuah rumah kost Jalan

Gunung Raya No. 40 D, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat,

Kota Tangerang Selatan.

➢ Pada tanggal 13 Februari 2016 pada pukul 11:45 WIB di sebuah

rumah kontrakan Kampung Sawah Baru, RT 03 RW 08 Desan

Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pihak

Bareskrim Polri mengamankan Abadul (Abdul).

➢ Pada tanggal 23 Juli 2016, sekitar pukul 12.15 WIB di Jalan Marigol,

Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, pihak Bareskrim Polri

mengamankan Mansyur (Yohanes Mansyur atau Arman Johanes). ➢ Pada tanggal 23 September 2016 tersangka Kapten Bram (Abraham

Louhenapessy) berhasil diamankan di Perumahan Semanan Jaya

Blok. 4 Nomor 8 RT 11 RW 08, Keluarahan Semanan, Kecamatan

Kalideres, Jakarta Barat.

Berdasarkan keputusan persidangan para pelaku menerima masa

tahanan yang berbeda-beda dan berikut peneliti memberikan informasi

yang tekait dengan masa kurungan para pelaku dari pihak Bareskrim Polri

yang menangani kasus tersebut dan data masa kurungan para tersangka

(18)

➢ Kapten kapal Thines Khumar (Kugan) dijerat dengan pasal 120 Ayat

1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan

vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.

➢ Abdul (Abdul Bangla) sebagai koordinator imigran Bangladesh

dijerat dengan pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011

tentang Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan

penjara.

➢ Kapten Bram (Abraham Louhenapessy) yang bertugas sebagai

koordinator angkutan dijerat dengan pasal 120 Ayat 1

Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan vonis pidana

selama 6 tahun dan subsidair 6 bulan penjara serta membayar denda

sebanyak Rp. 500.000.000.

➢ Mansyur (Arman Yohanes) sebagai perekrut ABK dijerat dengan

pasal 120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang

Keimigrasian dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan

penjara.

➢ Yahonis Himiang sebagai kapten kapal dijerat dengan pasal 120 Ayat

1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan

vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.

➢ Keempat orang ABK yang bernama Marthen Karaeng, Steven, Medi

Ampow dan Indra R Rumambi, masing-masing dijerat dengan pasal

120 Ayat 1 Undang-Undang No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian

dengan vonis pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara.

Berikut peneliti tampilkan bagan jaringan Kapten Bram yang peneliti

(19)

Bagan 4.1

Jaringan Kapten Bram

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Selain bagan jaringan Kapten Baram, peneliti juga memaparkan peta

perjalanan yang dilalui oleh Kapten Bram dan pelaku lainnya dalam

melakukan aksi kejahatan penyelundupan manusia serta kronologis

penangkapannya.

Kapten Bram

“Abraham Louhenapessy”

sebagai koordinator angkutan Thines Khumar alias

Kugan (koordinator)

Mansyur alias Arman Yohanes sebagai

perekrut ABK

Keempat orang ABK yang bernama Marthen Karaeng, Steven, Medi Ampow dan Indra R Rumambi Abdul alias Abdul

Bangla (Agen Bangladesh)

(20)

Gambar 4.6

Peta Perjalanan Imigran Dalam Kasus Kapten Bram

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

2. Kasus Jaringan Saleh

Dalam proses penyelidikan oleh Badan Reserse Kriminal Polri

Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling pada hari Jum’at tanggal 19 Februari 2016, pukul 04.30 WIB

pihak Kepolisian yang melakukan patroli melihat adanya beberapa orang

yang diduga sebagai WNA di jalan Sidumulyo. WNA tersebut diamankan

dan dimintai keterangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan mereka mengaku

bermukim di Jalan Darma Bhakti RT. 015 Kelurahan Ratu Siam, Kota

Dumai. Pihak Kepolisian langsung mendatangi lokasi tersebut dan

menemukan 74 (tujuh puluh empat) orang dan melakukan pemeriksaan

berkas dan dokumen ke tujuh puluh empat orang tersebut. 31 (tiga puluh

satu) orang diantaranya memiliki paspor dan visa yang telah expired. Pihak Kepolisian mengamankan pemilik rumah yang bernama

Sugeng Riadi dan Sugiarto alias Ujang yang menyewakan rumah tersebut

(21)

mengaku bahwa dirinya diperintahkan oleh tersangka Tengku Said Saleh

alias Saleh yang bertugas untuk menjemput dan mencarikan rumah

penampungan. Kedantangan WNA ini diawasi oleh tersangka Jowel Miah

alias Roni yang menjemput WNA dari Bandara Soekarno Hatta,

Cengkareng, Banten lalu dibawa oleh Harahap dengan menggunakan bis.

WNA tersebut rencananya hendak diselundupkan ke Malaysia dengan

menggunakan kapal motor (speedboat) milik Saleh dengan melalui jalur tidak resmi.

Menurut data yang didapatkan peneliti dari Badan Reserse Kriminal

Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling para tersangka telah diamankan dan sebagian telah menerima vonis oleh pihak pengadilan, berikut peneliti paparkan datanya sebagai

berikut yaitu:

➢ Saleh sebagai penyedia kapal yang akan digunakan untuk membawa

para imigran gelap menuju Malaysia diamankan pada tanggal 18

Maret 2017.

➢ “Roni” sebagai koordinator imigran di Indonesia diamankan pada

tanggal 18 Maret 2017.

➢ “Fadil” yang bertugas untuk menjemput dan sebagai koordinator

angkutan para imigran diamankan pada tanggal 18 Maret 2017. ➢ “Sugiarto” sebagai penyedia rumah penampungan telah diamankan

dan menerima vonis karena melanggar pasal 124 Undang-Undang No

6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

➢ “Sugeng” sebagai penyedia rumah penampungan telah diamankan dan

menerima vonis karena melanggar pasal 124 Undang-Undang No 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Tindak kejahatan yang dilakukan oleh “Jaringan Saleh” termasuk

jenis kejahatan penyelundupan manusia yang begitu kompleks dan tertata

rapi dalam setiap operasi yang mereka lakukan, sehingga pihak

(22)

ini masih bebas dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Berikut peneliti

tampilkan bagan “Jaringan Saleh” secara rinci.

Bagan 4.2 Jaringan Saleh

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

(23)

Gambar 4.7

Peta Perjalanan Imigran Dalam Kasus Jaringan Saleh

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Jaringan Saleh menyelundupkan imigran tersebut melalui Jakarta

dari Bangladesh dan diberangkatkan ke Dumai untuk seberangkan ke

Malaysia melalui pantai Sepahat, Tanjung Leban dan Pantai Selengsem.

Jaringan Saleh dari bulan Agustus 2016 sampai dengan Maret 2017 telah

mengirimkan imigran illegal sebanyak 2.710 orang dan jumlah

penyelundupan imigran tertinggi yang berhasil dilakukan adalah pada

bulan Agustus 2016 sebanyak 660 orang disusul bulan Januari 2017

sebanyak 54 orang dan data tersebut didapatkan dari buku catatan yang

(24)

Tabel 4.4

Data Penyelundupan Manusia oleh Jaringan Saleh

No Bulan Pengiriman Jumlah Pengiriman

1 Agustus 2016 660 orang

2 September 2016 161 orang

3 Oktober 2016 43 orang

4 November 2016 91 orang

5 Desember 2016 175 orang

6 Januari 2017 541 orang

7 Februari 2017 499 orang

8 Maret 2017 540 orang

Total 2.710 orang

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling.

Dari hasil pengungkapan kasus “Jaringan Saleh” pihak Kepolisian

Indonesia mendapatkan barang bukti berupa handphone, buku catatan, kunci rumah penampungan dan bukti lainnya yang tidak dapat peneliti

sampaikan karena bersifat rahasia untuk penyelidikan lebih lanjut.

4.2 Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia 4.2.1 ICPO-INTERPOL

Sebelum menjelaskan pembentukan Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia,

perlu kita ketahui terlebih dahulu mengenai organiasi induk dari NCB-INTERPOL

yang bermarkas besar di Lyon, Perancis yaitu INTERPOL.

ICPO-INTERPOL pada awal mulanya terbentuk dari adanya persamaan kepentingan

dalam memberantas kejahatan transnasional dan internasional yang terjadi di

negara-negara di dunia (ICPO, 2017). Banyak faktor yang menyebabkan adanya

kejahatan lintas negara seperti perkembangan teknologi yang telah memberikan

dampak tidak hanya dampak positif namun juga dampak negatif dalam kehidupan

internasional seperti menimbulkan kejahatan transnasional/internasional.

(25)

dan dalam kejahatan lintas negara dapat kita lihat dari organisasi para aktor

kejahatan, peralatan, modus operandi dan daerah operasi. Tentunya dalam

penanganan kejahatan lintas negara, negaraakan seringkali mengalami kesulitan

dalam menanganinya baik dalam sektor yuridis maupun prosedur ini disebabkan

setiap negara di dunia memiliki kedaulatan dan sistem hukum peradilan yang

berbeda.

ICPO-INTERPOL memiliki visi, misi dan prinsip. Visi dari ICPO-INTERPOL

adalah untuk menciptakan kondisi dunia yang aman dan memberikan pelayanan

kepada para penegak hukum dalam upayanya menjaga dan menjalankan kerjasama

secara transnasional ataupun internasional dalam memerangi kejahatan

internasional seperti yang tercantum dalam pasal 2 Konstitusi INTERPOL dan misi

yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL adalah guna menjadi sebuah organisasi di

dunia yang dapat mendukung organisasi lainnya ataupun badan dan lembaga yang

memiliki misi yang sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan

transnasional atau internasional. Adapun cara tersebut adalah dengan mengadakan

kerja sama baik secara global maupun regional, melakukan pertukaran informasi

secara berkala, akurat relevan dan lengkap, berupaya menyediakan fasilitas kerja

sama dalam lingkup internasional, menjadi koordiator dalam kegiatan operasional

bersama negara-negara anggota dan menyediakan pedoman tentang cara

pencegahan dan penanganan kejahatan berdasarkan Konstitusi dan Ketentuan

umum ICPO-INTERPOL (ibid, 2017).

Guna melihat posisi dari NCB dalam ICPO-INTERPOL, berikut peneliti

(26)

Bagan 4.3 Struktur Organisasi

Sumber : Divisi Hubungan Internasional Polri, Vademikum, 2012

4.2.2 National Central Bureau INTERPOL Indonesia

Peneliti dalam penelitian ini lebih memilih untuk menjelaskan lebih lanjut

mengenai NCB yang tertera dalam struktur organisasi ICPO-INTERPOL.

National Central Bureau (NCB) merupakan sebuah Biro Pusat Nasional yang bertugas sebagai penghubung dengan lembaga-lembaga dalam negeri yang

terdiri dari NCB negara lain dan Setjen ICPO-INTERPOL. NCB dibentuk

dengan merujuk pada pasal 31 Konstitusi ICPO-INTERPOL mengenai

diperlukan kerjasama secara aktif dengan para anggota INTERPOL di seluruh

dunia guna adanya saling keterikatan dan memperkuat kekuatan jaringan

INTERPOL (INTERPOL, 1956:6).

Penerimaan Indonesia sebagai bagian dari ICPO-INTERPOL bermula

ketika pemerintah Indonesia mengirimkan utusan sebanyak dua orang

sebagai peninjau ditahun 1952 di Stockholm, Swedia dan pada tahun 1954

Indonesia telah resmi bergabung. Namun dalam periode 1952-1954

Executive Committee

General Secretariat

NCB’s Advisers

(27)

Pemerintah Indonesia belum sama sekali menunjuk badan yang akan

berfungsi sebagai NCB, dan seluruh permasalahan yang terkait dengan

tugas-tugas NCB diembankan kepada Kantor Perdana Menteri Republik Indonesia.

Di akhir tahun 1954 bersamaan dengan keluarkan Surat Keputusan Perdana

Menteri Republik Indonesia No.245/PM/1954 pada tanggal 5 Oktober 1954

menunjuk Jawatan Kepolisian Negara sebagai Kepala NCB Indonesia yang

diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara. Selain itu dengan merujuk pada

lampiran “J” Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/53/X/2002 tangal 17 Oktober

2002 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Sekreatriat NCB-INTERPOL

Indonesia, dimana tugas Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia memiliki

tugas untuk menyelenggarakan kerjasama atau koordinasi melalui wadah

ICPO-INTERPOL guna mendukung upaya penanggulangan kejahatan

internasional ataupun transnasional dan melakukan kerjasama baik secara

internsional ataupun antar negara dalam mendukung kinerja Polri baik dalam

bidang pendidikan, pelatihan maupun teknologi dan kegiatan “Peace Keeping Operation” dibawah naungan bendera PBB (Vademinkum, 2012:10).

Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia berada dalam organisasi Divisi

Hubungan Internasional (Divhubinter) Kepolisian Republik Indonesia.

Divhubinter dibentuk dengan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun

2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi di

Tingkat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Divhubinter resmi

berdiri pada bulan September 2010 yang bertugas untuk mengawasi dan

membantu pimpinan hubungan internasional yang berada dibawah Kapolri,

serta melaksanakan dan menyelenggrakan kegiatan National Central Bureau

(NCB)-INTERPOL. Divhubinter saat ini dipimpin oleh Irjen Pol Drs. H. S.

Maltha, S.h., M.Si (ibid, 2012:12).

4.2.3 Tugas dan Fungsi Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia

Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, disingkat Set NCB-INTERPOL

Indonesia bertugas membina, mengawasi dan mengendalikan

(28)

dalam lingkup bilateral, trilateral dan multilateral, dan dipimpin oleh Brigjen

Pol Drs. M. Naufal Yahya, M.Sc.Eng. Set NCB-INTERPOL Indonesia

membawahi limabagian dan memiliki tugas masing-masing untuk menunjang

kinerja Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan pembagian tugas

berdasarkan kelima tersebut adalah sebagai berikut:

• Bagian Kejahatan Internasional, disingkat Bagjatinter, bertugas melaksanakan kegiatan kerjasama INTERPOL dalam rangka

pencegahan dan pemberantasan kejahatan internasional/transnasional

serta pelayanan umum internasional dalam kaitannya dengan kejahatan,

pelaku kejahatan dan bantuan hukum internasional; disamping itu juga

melaksanakan perlindungan terhadap WNI di luar negeri.

• Bagian Komunikasi Internasional, disingkat Bagkominter, bertugas melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran

informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan

internasional/ transnasional melalui sarana jaringan INTERPOL,

ASEANAPOL dan sarana informasi lainnya; serta mengumpulkan

informasi dan pengolahan data, publikasi dan dokumentasi terhadap hasil

kegiatan Divhubinter.

• Bagian Konvensi Internasional, disingkat Bagkonvinter, bertugas mempersiapkan pelaksanaan perjanjian internasional dan

penyelenggaraan pertemuan internasional baik di dalam maupun di luar

negeri dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional/

transnasional dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia maupun

sarana prasarana

• Bagian Liaison Officer (LO) dan Perbatasan, disingkat Bag lotas, bertugas melaksanakan pembinaan para Atase Polri/ SLO dan Staf

Teknis/ LO Polri di luar negeri, serta kerjasama penegakan hukum di

wilayah perbatasan.

Dalam penelitian ini peneliti berfokus kepada salah satu bagian dalam

Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, yaitu Bagian Konvensi Internasional

(29)

singkat tugas dari bagkonvinter. Berdasarkan Vandeminkum Divhubinter

Polri, Bagkonvinter memiliki beberapa fungsi, yaitu:

• Untuk mengkaji hubungan kerjasama dengan negara lain dan organisasi/badan internasional.

• Mempersiapkan draft naskah perjanjian internasional, melaksanakan pertemuan internasional, regional, bilateral dan multilateral.

• Menyelenggarakan Working Group Meeting sebagai wadah untuk merumuskan perjanjian kerja sama.

• Berwenang untuk melakukan analisa dan evaluasi mengenai efektifitas kerja sama yang akan atau sedang dilakukan dengan Kepolisian atau

penegak hukum di negara lain serta organisasi dan badan internasional.

Sedangkan fungsi dari Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia merujuk

pada konstitusi organisasi INTERPOL, Sekretariat NCB-INTERPOL

memiliki fungsi sebagai koordinator dalam lingkup nasional untuk

menanggulangi kejahatan transnasional atau internasional maka Sekretariat

NCB-INTERPOL memiliki hubungan dengan beberapa instansi sesuai

dengan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/203/V/1992 pada tanggal 9

Mei 1992 yaitu dibentuknya Tim Koordinasi INTERPOL. Tim Koordinasi

INTERPOL adalah wadah koodinasi dan kerjasama yang besifat

non-struktural yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala

Kepolisian Republik Indonesia selaku Kepala NCB-INTERPOL Indonesia

yang dalam kegiatan sehari-hari dikoordinasikan oleh Sekretaris

NCB-INTERPOL Indonesia.

1.3Australian Federal Police (AFP)

(30)

Commonwealth Investigation Service4 dan Peace Officer Guard5. Pada tahun 1970an pemerintah Australia berusaha untuk mengkonsolidasikan semua

lembaga penegak hukum yang mendapatkan dana dari pemerintah federal,

namun mengalami masalah ditengah dan gagal untuk dilakukan setelah Whitol

menjadi Perdana Menteri pada 1975. Pembentukan lebih lanjut AFP kembali

bergema saat adanya kejadian pemboman di Hotel Hilton yang mana pada saat

itu sedang diadakan Commonwealth Heads of Government Regional Meeting, ACT Police dan Narcotics Bureau kembali membentuk AFP pada tahun 1979 dan AFP telah berhasil menjalankan tugas nya sebagai bagian dalam lembaga

penegak hukum di Australia baik dalam lingkup internasional, nasional dan

masyarakat sipil. AFP dalam pembentukannya harus bertanggung jawab pada

Minister of Justice.

AFP memiliki peran untuk memberlakukan undang-undang pidana

Commonwealth serta berkontribusi aktif dalam memerangi dan memberantas kejahatan kompleks, serius dan teroganisir yang akan memberikan dampak

buruk terhadap keamanan nasional Australia ataupun luar negeri. Selain

bertanggung jawab kepada Minister of Justice, AFP juga harus bertanggung jawab kepada beberapa lembaga kepolisian yang berada di wilayah Ibukota

Australia dan negara bagian Australia lainnya termasuk Christmas Island,

Kepulauan Cocos (Keeling), Norfolk Island dan Jervis Bay. AFP juga

melakukan kerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya yang berada di

negara bagian dan pada tingkat internasional guna meningkatkan kualitas

keamanaan dan menyediakan lingkungan regional dan global yang aman.

4Commonwealth Investigation Service (CIS) merupakan penggabungan dari The Commonwealth

Investigation Branch dan Military Security Service pada masa perperangan.

https://www.archives.act.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/562587/History_of_Australian_Feder al_Police.pdf diakses pada tanggal 30 Oktober 2017

5Peace Officers Guard (POG) didirikan di Aerodrome Parafield di Australia Selatan. Fungsi POG

adalah untuk memastikan keamanan dan patroliDepartment of Defence Production (Division of

Aircraft Production) yang berlokasi di Parafield, Adelaide bagian

(31)

AFP memiliki beberapa prioritas dalam bekerja yaitu mereka

diharuskan untuk memberikan informasi yang up to date kepada parlemen dan dalam tindakan operasional AFP dengan jelas akan menyelidiki kejahatan

kompleks, transnasional, serius dan tergorganisir, AFP akan melindungi warga

Australia dan kepentingan Australia serta mencegah aksi terorisme dan

ekstreminisme garis keras, AFP mewakili polisi dan penegak hukum Australia

dalam pertemuan internasional dan mengembangkan kemampuan serta

memanfaatkan teknologi untuk mendukung kepentingan nasional Australia.

Perihal tanggung jawab AFP bertanggung jawab terhadap perlindungan

nasional para warga negara, perusahaan dan kejadian yang diidentifikasikan

oleh Pemerintah Australia sebagai sebuah resiko serta bertanggung jawab

dalam penanganan dan pencegahan aksi terorisme nasional terlebih pada

kemananan penerbangan dan infstruktur negara. AFP menjunjung tinggi etika

dan nilai-nilai yang dianut oleh Australia, merangkul keberagaman. Sebagai

pelindung warga negara AFP menghargai kepercayaan masyarakat sipil,

keadilan, integristas, komitmen dalam pelayanannya.

Guna menjaga hubungan kerjasamanya AFP menawarkan serangkaian

investigasi ke departemen dan agen lain untuk membantu dalam penyelidikan,

yaitu:

• Masalah serius dan kompleks seperti tindak kecurangan, perdagangan narkoba, kejahatan terorgansir, pencucian uang dan penyelundupan

manusia.

• Bantuan operasional dalam pelaksanaan investigasi kriminal dengan departemen atau lembaga lain, termasuk kejahatan S3E Crimes Act6dalam mencari bantuan penghubung internasional dan adanya permintaan

INTERPOL.

6S3E Crimes Actmerupakan bagian dari Crimes ACT 1914 yang berisi surat perintah pencarian

terhadap kasus yang sedang diselidiki.

(32)

• Ikut membantu dalam melayani investigasi keuangan termasuk pelatihan, memberikan saran dan bimbingan yang berkaitan dengan hasil

penyelidikan kejahatan.

• Bantuan forensik komputer dan layanan forensik lainnya.

• Bantuan dalam memberikan kerjasama bidang elektronik termasuk dalam pelatihan, saran dan pemeriksaan forensik komputer dan barang elektronik

yang menjadi barang bukti (disita).

Terdapat regulasi yang harus dipatuhi oleh AFP ketika merujuk hal-hal kepada

departemen dan para agen yaitu:

• Mengacu pada Commonwealth's Fraud Control Policy (Attorney General's Department).

• Sesuai dengan jalur protokol yang telah ditetapkan.

• Mempertimbangkan masalah yang akan dirujuk agar tidak berbau politis. • Adanya arahan dari AFP Operations Monitoring Centers guna

memastikan sumber daya AFP sesuai dengan prioritas dan menggunakan

AFP's Case Categorisation and Prioritisation Model.

AFP dalam bekerja mereka berfokus menangani beberapa macam tindak

kriminalitas diantaranya kekerasan terhadap anak, counterfeit currency,

cybercrime, drug crime, environmental crime, family law, terorisme, pembajakan,

human trafficking, intellectual property crime, People Smuggling dan proceeds of crime. Dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada salah satu tindak kejahatan yang ditangani oleh AFP yaitu People Smuggling. People Smuggling atau penyelundupan manusia telah menjadi salah satu kejahatan yang menyita perhatian

Australia. Australia mendefinisikan People Smuggling adalah bentuk kejahatan yang mana membantu individu atau kelompok untuk memasuki negara secara tidak

sah dan yang seringkali terjadi di Australia penyelundupan manusia melalaui udara

atau laut (Australian Federal Police, 2017:3).

(33)

saat adanya orang-orang yang tiba di Australia tanpa adanya identifikasi dengan

benar, adanya resiko terhadap kesehatan karena adanya kemungkinan penyebaran

penyakit dari para keleompok yang datang secara illegal, akan menimbulkan masalah dalam pembiayaan logistik dan secara hukum perundang-undanganan

kehadiran kelompok illegal tersebut telah melanggar kedaulatan Australia.

Untuk menangani permasalahan tersebut Australia membentuk The Joint Agency Task Force (JATF) dan Operation Sovereign Borders (OSB) yang didirikan pada tanggal 18 September 2013 dan memiliki tugas untuk memastikan adanya

upaya memberantas penyelundupan manusia dan melindungi perbatasan Australia.

OSB merupakan operasi keamanan yang dipimpin militer dan mendapatkan

dukungan dari lembaga penegak hukum Australia dan berbagai macam badan dari

pemerintahan Australia termasuk AFP (Joyce Chia, 2013: 34) . Melalui OSB pihak

pemerintah Australia berupaya mencegah hilangnya nyawa di laut dan melindungi

perbatasan dan dibawah OSB bagi para penyelundup dan korban akan segera di

kembalikan ke negara pemberangakatan sebelumnya dan Australia tidak akan

melakukan negosiasi dengan para pelaku dan korban. Aturan ini berlaku untuk

semua orang baik keluarga, anak-anak (termasuk anak-anak tanpa pendamping)

maupun bagi mereka yang berpendidikan dan terampil. Berikut peneliti paparkan

(34)

Bagan 4.5

Struktur Organisasi JATF dan OSB

Sumber: http://www.osb.border.gov.au/~/media/Files/OSB/osb-organisational-chart.ashx?la=en

Dalam struktur organisasi JATF dan OSB terdiri dari Disruption and Deterrence Task Group (DDTG) organisasi multi agensi yang di pimpin oleh Australian Federal Police (AFP), Detection, Interception and Transfer Task Group (DITTG)

Minister for Immigration and Border Protection

“Peter Dutton”

Commissioner of the Australian Border Force “Roman Quaedvlieg”

Commander Joint Agency Task Force Operation Sovereign Borders

“Air Vice-Marshal Stephen Osbrone”

Operation Sovereign Borders

Operation Sovereign Borders (OSB) dipimpin secara militer, operasi keamanan perbatasan didukung dan dibantu dari berbagai macam badan pemerintahan federal.

Joint Task Force OSB dibentuk untuk memastikan upaya secara menyeluruh untuk memerangi penyelundupan manusia dan melindungi perbatasan Australia.

Disruption and Force dan Australian

Border Force)

(35)

di pimpin oleh Maritime Border Command dalam Australian Border Force dan

Detention and Removals Task Group (DRTG) yang bekerja sama dengan seluruh pelayanan detensi imigrasi dan dipimpin langsung oleh Australian Border Force Support Group.

Australia telah mengeluarkan anggaran untuk membantu program dan

badan penegakkan hukum lainnya untuk memberantas tindak kejahatan

penyelundupan manusia sebanyak $48,3 juta. Australia melaui AFP akan

melakukan kerjasama dengan Polri untuk mengumpulkan, menganalisa dan

memberikan informasi tindakan para pelaku dengan menyisipkan perwakilan

intelijen tambahan dan juga membantu Polri dalam menindak para pelaku. AFP

juga berpatisipasi aktif dalam forum internasional untuk memerangi aksi

penyelundupan manusia diantara adalah INTERPOL yang mana didalamnya

akanada upaya untuk mengidentifikasi jaringan penyelundupan manusia,

membantu negara-negara anggota dalam penyelidikan dan membangun jaringan

komunikasi petugas yang telah dipiih untuk saling bertukar informasi, selain

INTERPOL adapun Bali Process yang merupakan forum untuk mengerjakan langkah-langkah praktis untuk membantu memerangi penyelundupan manusia dan

kejahatan lintas negara di kawasan Asia Pasifik dan sekitarnya dan yang terakhir

adalah Law Enforcement Cooperation Program(LECP) merupakan program yang ditujukan kepada para LO (Liaison Officers) dimana mereka akan membentuk hubungan antar negara serta memfasilitasi pertukaran informasi guna

meningkatkan komunikasi dan pemahaman dengan menghadiri seminar-seminar

internasional dan mempromosikan LECP ke negara lain sehingga dapat terjalinnya

hubungan baik (Australian Federal Police, 2017).

4.4 Australia Sebagai Negara Tujuan Imigran

Pada tahun 2015-2016 lalu peneliti mendapatkan data mengenai jumlah para

imigran yang datang ke Australia dengan melalui prosedur resmi bukan sebagai

(36)

Tabel 4.5

Jumlah imigran Australia tahun 2015-2016

Sumber: https://www.border.gov.au/ReportsandPublications/Documents/statistics/2015-16-migration-programme-report.pdf

Dari tabel diagram diatas dapat kita lihat bahwa para imigran yang datang

dari India menduduki peringkat pertama yang bermigrasi ke Australia dengan

angka 40.145 jiwa yang mengalami kenaikkan sebesar 21.2% dimana pada tahun

2014-2015 jumlah imigran adalah 34.874 jiwa, disusul oleh RRT (Republik Rakyat

Tiongkok/ Peoples Republic of China) pada peringkat kedua dengan angka 29.008 jiwa yang mengalami kenaikan sebanyak 15.3% dari jumlah imigran RRT pada

tahun 2014-2015 sebanyak 27.872 jiwa dan pada peringkat ketiga diduduki oleh

Inggris dengan jumlah imigran sebanyak 18.950, khususnya imigran dari Inggris

mengalami penurunan sebanyak 10% dari data tahun 2014-2015 yaitu sebanyak

21.078 jiwa (Department of Immigration and Border Protection 2016:4) .

Meskipun jumlah para imigran yang bersifat dinamis dengan adanya

kenaikan dan penurunan jumlah imigran dari sebuah negara, ada baiknya bila kita

harus mengetahui mengapa Australia menjadi tujuan para imigran tersebut. Tidak

(37)

mencari suaka dari tempat asal untuk mendapatkan perlindungan. Australia sampai

pada saat ini dikenal dengan sebagai negara yang sangat multikultur di dunia,

bahkan 40% penduduk Australia saat ini banyak berasal dari luar negeri.

(Australian Today 2015: 14)

Para imigran yang datang ke Australia sebagian besar merupakan mereka

yang sedang mencari pekerjaan dan dipanggil untuk mengisi kekuarangan tenaga

kerja di beberapa perusahaan Australia. Oleh karena dilihat sebagai sektor yang

menguntungkan saat ini ada bisnis yang bekerja dengan menyalurkan para imigran

untuk dijadikan tenaga kerja, tentunya harus melewati tahap seleksi ketat. Selain itu

para imigran yang datang untuk mencari pekerjaan, mereka lakukan untuk

mengurangi ketergantungan terhadap dana kesejahteraan yang diberikan

pemerintah rutin setiap bulannya. Kedatangan para migran ke Australia untuk

mencari pekerjaan juga memberikan keuntungan untuk Australia, selain dapat

terpenuhinya tenaga kerja adapun sisi positifnya adalah meningkatnya modal

manusia yang terampil di Australia (Brown, 2007:25).

Australia dengan jelas selalu memberikan pembekalan dan pelatihan dari

para imigran yang datang, tujuan dilakukannya adalah untuk mendapatkan sisi

positif yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dan juga untuk meninggkat etika

pekerja pada generasi mendatang. Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah

Australia tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan yaitu kualitas yang

dimiliki oleh para imigran dalam bekerja lebih baik daripada pekerja yang murni

penduduk asli Australia (The Social Cost and Benefits of Migration Into Australia

2007: 14). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Australia saat ini adalah

tentang pemukiman untuk para imigran tersebut, meskipun mereka memiliki

kualitas yang baik dan di akui bukan berarti para imigran tersebut memiliki tempat

tinggal yang memadai terlebih saat para imigran menjadi bagian dari anggota

masyarakat, selain itu masalah yang lain adalah mengenai pemberian dana

kesejahteraan (jaminan sosial) sebagian imigran baru banyak yang tidak memenuhi

persyaratan atau berusia non-produktif menjadikan mereka ancaman dalam

(38)

Dalam upaya meningkatkan modal manusia di Australia, pemerintah

Australia juga memberikan pelayanan lainnya untuk para imigran yang datang

sebagai pekerja tersebut yaitu dalam ranah pendidikan. Pemerintah Australia

sendiri telah mengeluarkan sebuah program yang bernama Adult Migrant English Program(AMEP). AMEP merupakan program pelatihan yang berbasis bahasa Inggris yang diberikan kepada para imigran untuk menunjang pekerjaan ataupun

untuk kehidupan mereka sehari-hari. AMEP menyedikan 510 jam untuk program

belajar bahasa Inggris kepada para imigran (Adult Migrants English Programs: 2017). Program pelatihan ini dapat ditemukan di 307 lokasi di seluruh Australia

baik di kota-kota besar dan juga daerah pendesaan dan regional. Selain AMEP

adapun sebuah pelayanan dari NGO yang bernama AMES Australia. Pelayanan ini

ada sejak tahun 1951, AMES Australia yang menyediakan berbagai program untuk

membantu para imigran agar fasih dalam berbahasa Inggris, selain itu ada juga

pelatihan komprehensif, kejuruan, dan pekerjaan (AMES: 2017). Dalam AMES

Australia ini sendiri mengajak para tenaga profesional untuk membantu secara

sukarela terhadap para imigran, pengungsi ataupun pencari suaka. Saat ini AMES

Australia memiliki 1200 staf dan telah memberikan pelayanan kepada 50.000 client

di Australia.

Adapun motif lain yang membuat para imigran menjadikan Australia

sebagai negara tujuan adalah budaya multikultur yang ada di Australia telah

menarik perhatian para imigran tersebut. Bila kembali kita membahas sejarah

Australia, benua ini merupakan persemakmuran dari kerajaan Inggris seperti yang

telah peneliti jelaskan pada awal sub judul, membuat Australia telah diduduki oleh

imigran yang berasal dari Inggris. Australia juga disebut sebagai negara yang paling

multikultur di dunia selain Kanada. Meskipun saat ini adanya pergeseran asal

muasal para imigran yang tidak hanya berasal dari Inggris melainkan banyak yang

datang dari kawasan Asia dan telah membuat komunitas di beberapa tempat pada

negara bagian Australia. Keberadaan komunitas tersebut telah mengambil perhatian

pemerintah Australia guna menghindari adanya gesekan sosial yaitu dengan

membuat sebuah program yang bertujuan untuk menerima kehadiran para imigran

(39)

bertempat tinggal di wilayah tersebut diharapkan menyambut kedatang para

imigran dan menganggap mereka sebagai keluarga.

Pada tahun 2017 yang lalu pemerintah Australia mengeluarkan sebuah

kebijakan yang menekankan multikultural yang ada di Australia bernama

“Multicultural Australia: United, Strong and Successful, Australia’s Multicultural Statement” yang berisi komitmen Australia terhadap multikultural yang berada di

negara Australia. Dalam kebijakan tersebut pemerintah Australia melihat bahwa

saat ini adalah saat yang tepat untuk memperbaharui dan menegaskan kembali

komitmen pemerintah Australia, bahwa mereka akan bertanggung jawab dengan

kepentingan nasional dan menjawab segala bentuk tantangan multikultural di

Australia dan akan turut bertanggung jawab dan mendukung nilai-nilai yang dianut

oleh masyarakat Australia serta akan menjunjung tinggi kebebasan dan

kemakmuran (Departement of Social Services Australia 2017: 7).

Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Hieu Van Le (2009: 89)

selaku Chairman dari South Australian Mulitcultural and Ethnic Affairs Commision (SAMEAC)7 menyampaikan:

“Sebanyak 97,7% orang Australia Selatan percaya bahwa keragaman budaya memberikan pengaruh postif di masyarakat kita. Hampir setengah dari mereka yang di survei memiliki lima bahkan lebih teman atau kolega dengan latar belakang budaya berbeda. Lebih dari 40% percaya bahawa keragaman telah menghasilkan keterapilan dan pengetahuan lebih luas di Australia Selatan. Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat Australia adalah salah satu masyarakat yang paling harmonis di Bumi. Namun, tingkat apresiasi terhadap manfaat keragaman budaya ini bukanlah sesuatu yang bisa kita lupakan. Kami telah bekerja keras dan lama untuk menciptakan dan mempertahankan tingkat pemahaman dan apresiasi terhadap manfaat dan kekayaan yang dibawa oleh keragaman budaya.”

Reaksi negatif dari sebagian masyarakat tentu ada dan menjadi tantangan

bagi pemerintah Australia dan dalam kurun waktu terakhir adanya perubahan sikap

terhadap kehadiran para imigran di wilayah regional Australia dan juga dipengaruhi

7Agensi yang berada dibawah naungan Minister for Multicultural Affairs Australia yang bertugas

(40)

isu-isu global pada saat ini. Ada banyak kritik terhadap multikulturalisme yang

terjadi di Australia salah satunya adalah dapat kita temukan dalam karya Katharine

Betts yang mana beliau sebelumnya berbicara mengenai Ideologi dan Imigrasi dan

diperbaharui dalam karyanya berjudul “The Great Divide” Betts berpendapat bahwa multikulturalisme telah berkembang dalam kebijakan pemerintah pada tahun

1970an dengan berkomitmen bahwa keberagaman akan semakin memperkaya

masyarakat. Namun, di Australia khususnya para tetua tidak begitu antusias dengan

kebijakan multikulturalisme sehingga adanya perpecahan dalam memahami

multikulturalisme di Australia dan untuk mereka yang menolak multikulturalisme

disebabkan adanya ketidaksukaan terhadap kehadiran para imigran (Beth,

1999:124).

Seorang peneliti pernah melakukan sebuah penelitian terhadap warga Australia

yang murni berasal dari Inggris dan yang bukan merupakan orang Inggris, dimana

peneliti tersebut mengajukan sebuah pendapat bahwa dengan adanya keberagaman

yang dibawa oleh kelompok imigran dapat membuat Australia semakin kuat.

Peneliti tersebut mengambil sampel dari populasi warga Inggris sebanyak 1695

orang dan warga bukan dari Inggris sebanyak 294 orang dan berikut berikut peneliti

(41)

Tabel 4.6

Respon warga Australia yang berasal dari Inggris dan bukan warga Australia yang berasal dari Inggris.

Warga Inggris Selain Warga

Inggris

Sangat Setuju 19,7% 34.4%

Setuju 45.9% 40.5%

Antara setuju atau tidak setuju 3.5% 2.4%

Tidak Setuju 19.1% 11.9%

Sangat Tidak Setuju 8.6% 3.4%

Tidak tahu 2.9% 7.5%

Menolak 0.2% 0.0%

Sumber: Scanlon Foundation social cohesion survey- national (2007)

Dari tabel tersebut dapat kita lihat 19,7% warga Australia yang berasal dari Inggris

setuju dan 45.9% sangat setuju sedangkan dari pihak warga Australia yang bukan

dari Inggris 34.4% setuju dan 40.5% sangat setuju. Berdasarkan penelitian dari

Scanlon Foundation tersebut memperlihatkan bahwa warga Australia yang berasal bukan dari Inggris sangat setuju dengan adanya keberagaman yang ada di Australia

karena akan memperkuat multikultural yang ada di Australia begitu pula yang dapat

dilihat dari respon warga Australia yang berasal dari Inggris setuju dengan adanya

keberagaman tersebut.

Dari setiap pelayanan dan kondisi yang dimiliki oleh Australia wajar apabila

banyak imigran yang memilih Australia sebagai negara tujuan dalam bermigrasi.

Australia yang dilihat sebagai negara yang cukup terbuka dalam menerima

kehadiran para imigran tersebut. Namun, perlu untuk diketahui bahwa setiap negara

juga memiliki kapasitas demikian pula Australia. Guna meminimalisir jumlah

imigran yang datang ke Australia khususnya kepada para imigran gelap yang

mengancam kedaulatan dan keamanan Australia dengan melalui kebijakan JATF

Gambar

Tabel 4.1
Gambar 4.1 Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Laut dan Darat
Gambar 4.2
Gambar 4.3 Jalur Perlintasan Illegal Imigran Melalui Perbatasan Darat (Kuala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satu dari dua elemen JSP yang akan Kita pelajari dalam bab ini adalah JSP Expression Language(EL).Expression Language ini diperkenalkan dengan spesifikasi JSP 2.0 dan disediakan

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). dengan pendekatan kualitatif, dengan sumber data dari manajer dan nasabah KSPPS NU Sejahtera

Faktor guru, proses pembelajaran, disertai dengan penggunaan media pembelajaran selama pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

1) Menyeimbangkan antara teori dan praktik ilmu serta meyatukan antara teori dan praktik. 2) Memberikan keterampilan kerja ilmiah. 3) Memberikan dan memupuk keberanian

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan kausalitas yang terjadi antara inflasi dan harga eceran beras (HEB) adalah satu

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat diidentifikasi problem yang seringkali timbul dalam proses estimasi, yaitu berapakah kebutuhan tulangan dalam setiap

Salah satu bentuk dokumen ilmiah kegiatan KKIN 2016 adalah diterbitkannya buku Prosiding ber- ISSN yang merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atau wawasan serta bahan referensi bagi penelitian kualitatif