• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KEARIFAN ADAT DAN TRADISI DI BALIK RITUAL DAUR HIDUP (LIFE CYCLES) PADA MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS :Studi Etnografi di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NILAI-NILAI KEARIFAN ADAT DAN TRADISI DI BALIK RITUAL DAUR HIDUP (LIFE CYCLES) PADA MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS :Studi Etnografi di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

SURAT PERNYATAAN ……… ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iii

LEMBARAN PENGESAHAN ……… iv

KATA PENGANTAR ……… vi

ABSTRAK ………... x

DAFTAR ISI ………...………. xi

DAFTAR TABEL ……… xvi

DAFTAR GAMBAR ……… xvii

DAFTAR BAGAN ……… xviii

DAFTAR SKEMA ………. xix

DAFTAR FOTO ……… xx

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ………..……… 1

B. Rumusan masalah ………... 8

C. Tujuan penelitian ………... ….. 8

D. Manfaat penelitian ………... …. 9

E. Hipotesis kerja ………. 10

F. Paradigma penelitian ………... …. 12

G. Klarifikasi konsep ………. 14

(2)

B. Ritual daur hidup ……… 20

C. Masyarakat a. Paradigma kultural masyarakat Durkheimian ……… 27

b. Masyarakat adat ……… 35

D. Kebudayaan a. Pengertian kebudayaan ……… 38

b. Wujud, nilai dan unsur kebudayaan ……… 43

E. Ritual daur hidup dalam hubungan dengan pendidikan IPS ……….. 51

F. Studi terdahulu ( Referensi) ……….. 57

BAB III . METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian ……… 61

B. Subjek dan lokasi penelitian ……… 64

C. Instrument penelitian ……… 66

D. Teknik pengumpulan data ……… 67

E. Teknik analisis data ……… 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ……….. 83

1. Gambaran umum lokasi penelitian ………. 83

a) Kabupaten Maluku Tengah ………. 83

1). Kondisi geografis dan topografi ………..… 83

2). Keadaan hidrografi ……….. 84

b) Kecamatan Amahai ……….. 84

1). Letak geografi ………. 84

2). Iklim dan curah hujan ……… 86

3). Kondisi sosial budaya ……… 86

a. Penduduk ……… 86

(3)

c. Pendidikan ……… 88

d. Kesejahteraan sosial ……… 89

e. Budaya ……… 90

c) Desa Tamilou/Dusun Jalahatan ……… 90

1). Letak astronomis ……… 90

2). Letak geografis ……… 91

3). Kondisi demografis ……… 91

4). Infrastruktur negeri ……… 94

2. Kehidupan sosial budaya masyarakat ……….. 96

a) Sejarah suku Nuaulu ……….. 96

b) Riwayat berdirinya negeri Tamilou ……….. 100

c) Hubungan pela gandong Tamilou, Hutumuri dan Sori-sori … 102

d) Sistem pemerintahan masyarakat suku Nuaualu ………… 106

e) Sistem pendidikan masyarakat suku nuaulu ………… 110

3. Karakteristik masyarakat suku Nuaulu ……….. 113

a) Sistem bahasa ……….. 114

b) Sistem pengetahuan ……….. 115

c) Sistem organisasi sosial ………... 118

d) Sistem teknologi ………... 120

e) Sistem mata pencaharian hidup ……… 127

f) sistem agama ……… 132

g) sistem kesenian ……… 134

4. Ritual daur hidup (Life Cycles) ……….. 135

a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ……….. 137

b) Upacara masa melahirkan ………. 141

c) Upacara masa dewasa ………. . 149

1) Untuk perempuan (Pinamou) ……….. 150

(4)

d) Upacara masa kawin ………. 176

1) Kawin meminang ………. 176

2) Kawin lari ……… 181

e) Upacara masa kematian ………. 184

5. Makna di balik simbol dalam ritual daur hidup (life cycles) . ……... 191

a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ……….. 192

b) Upacara masa melahirkan ……… 194

c) Upacara masa dewasa ………. . 197

1) Untuk perempuan (Pinamou) ……… 197

2) Untuk laki-laki (Pataheri) ……….... 202

d) Upacara masa kawin ………. 206

1) Kawin meminang ………. 206

2) Kawin lari ……… 209

e) Upacara masa kematian ………. 211

6. Relevansi nilai-nilai adat dan tradisi di balik daur hidup (life cycles) sebagai sumber pembelajaran IPS ………. 213

a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ………. 214

b) Upacara masa melahirkan ……… 217

c) Upacara masa dewasa ………. . 219

d) Upacara masa kawin ………. 223

e) Upacara masa kematian ………. 227

B. Pembahasan 1. Analisis gambaran umum lokasi penelitian ……… 229

2. Analisis kehidupan sosial budaya masyarakat ………. 229

3. Analisis karakteristik masyarakat suku Nuaulu ………. 232

4. Analisis ritual daur hidup (life cycles) ……… 237

(5)

6. Analisis relevansi nilai-nilai adat dan tradisi di balik

daur hidup (life cycles) sebagai sumber pembelajaran IPS ……….. 245

BAB V KESIMPULAN

1. Kesimpulan ……… 257

2. Rekomendasi ……… 260

DAFTAR PUSTAKA

(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

01. Paradigma penelitian ……… 13

02. Cakram maggilingan ………. 24

03. Konsep The Sacred Durkheim ………. 29

04. Proses teknik triangulasi ……….... 72

05. Proses triangulasi sumber ……… 73

06. Langkah-langkah penelitian etnografi ………. 75

07. Periode pengumpulan data ……… 77

[image:6.595.88.509.185.622.2]
(7)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

01. Subjek penelitian ………... 65

02. Jumlah desa sekecamatan Amahai dengan luas wilayah ……. 85

03. Jumlah penduduk Kecamatan Amahai tahun 2008 ……….. 86

04. Jumlah sarana pendidikan Kecamatan Amahai tahun 2008 ……. 88

05. Hasil pendapatan keluarga sejahtera Kecamatan Amahai tahun 2008 ………. 89

06. Jumlah penduduk Desa Tamilou menurut pembagian dusun dan jenis kelamin ………. 92

07. Jumlah penduduk Desa Tamilou menurut tingkat pendidikan ……. 92

08. Jumlah penduduk Desa Tamilou dirinci menurut jenis pekerjaan ….. 93

09. Jumlah penduduk Desa Tamilou dirinci menurut agama …….. 93

(8)

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Halaman

01. Hukum cycles ……….. 23

02. Diagram grid/group model Douglas ………. 31

03. Kerangka kebudayaan ……… 44

04. Varian in value orientation ………. 46

05. Struktur pemerintahan Desa Tamilou berdasarkan UU No.18 tahun 1993 ……….. 107

06. Struktur pemerintahan adat suku Nuaulu ………. 108

07. Struktur pemerintahan negeri di Maluku Tengah ………. 109

(9)

DAFTAR SKEMA

No. Skema Halaman 01. Rumah suku Nuaulu tampak dari atas ………. 126

(10)

DAFTAR FOTO

No Foto Halaman

01. Batu hatumari ………. 101

02. Rumah kapitan solaweno ……….. 118

03. Rumah kapitan weleuru ………. 118

04. Bersama kapitan weleuru ………. 119

05. Bersama kapitan solaweno ………. 119

06. Pakaian adat perempuan (Pinamou) ………. 122

07. Pakaian adat laki-laki (Pataheri) ……… 122

08. Model rumah suku Nuaulu ……… 124

09. Papeda ……… 129

10. Proses pembuatan sagu ……….. 129

11. Perahu di tepi pantai ……… 132

12. Tifa (gendang) ……….. 135

13. Posone tampak dari samping ……… 139

14. Posone tampak dari depan ……….. 140

15. & 16 Posone di tengah hutan ……….. 155

17. Bentuk gigi setelah dipapar (diratakan) ………. 156

18. & 19 pinamou sedang sedang berdandan memakai pakaian adat … 158

20. Pinamou ……… 159

21. Pinamou bersama mama biang ……….. 159

22. Pinamou sedang menggosok minyak didada kepala suku …….. 160

23. & 24 Pohon yang kulitnya dipakai untuk membuat cawat. ……. 168

25. Bersama kepala suku ………. 170

26. Kegiatan ritual pataheri ………. 172

27. Bersama ma’atoke ……… 173

28. Acara setelah pemakaian kain berang ……… 174

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikenal sebagai Negara

yang bercorak Multikutural, multi etnik, agama, ras, golongan serta adat-istiadat yang

berbeda-beda. Keragaman inilah yang menjadikan bangsa Indonesia sebagai suatu

bangsa yang unik dan menarik bila dibandingkan dengan Negara-negara lain di dunia.

Seperti yang diungkapkan oleh Nyoman (2004:1) bahwa hal tersebut tergambar

dengan jelas dalam “Bhineka Tunggal Ika” yang secara de facto mencerminkan

kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya, seperti yang dinyatakan oleh Wiriaatmadja (2002:151) bahwa

masyarakat bangsa Indonesia yang seperti dalam motto Bhineka Tunggal Ika,

menggambarkan berbagai bentuk keragaman, seperti etnik, bahasa, adat, kebiasaan,

kebudayaan dan agama adalah satu dengan kesetaraan dalam jenis perbedaan itu.

Sya’faat (2008: 42) mengungkapkan:

(12)

Indonesia. Karena itu, kebudayaan suatu bangsa harus dikuatkan agar bangsa tersebut dapat terangkat selain dianggap oleh bangsa lain.

Berbicara tentang adat-istiadat di daerah Maluku khususnya di Pulau Seram

tentunya tidak dapat dipisahkan dari berbagai pranata adat yang merupakan praktik

kemasyarakatan pada komunitas atau daerah tersebut. Pulau Seram (biasanya disebut

dengan istilah Pulau Ibu: karena masyarakat Maluku beranggapan bahwa nenek

moyang mereka berasal dari daerah ini (http://www.wikipedia.maluku.htm,2009).

Oleh Hadiwijono (2003:32) disebut sebagai wilayah yang didiami oleh

bermacam-macam suku, sekalipun mereka serumpun. Salah satu komunitas adat atau suku yang

sangat menarik yaitu suku “Nuaulu”.

Dilihat dari nama pulaunya “Seram” (berkaitan dengan spasial) tentunya

tergambar sekilas adanya sesuatu hal yang menyeramkan di pulau tersebut, berkaitan

dengan itu, pandangan masyarakat Pulau Ambon dan pulau-pulau sekitarnya yang

beranggapan miring/negatif terhadap suku Nuaulu, jika berbicara tentang suku

Nuaulu, yang terlintas di benak mereka adalah suatu hal yang menakutkan. Hal ini

disebabkan, dahulu suku Nuaulu ketika melaksanakan ritual adat biasanya mereka

melakukan pengayuan (pemenggalan) kepala manusia. Keunikan yang dimiliki oleh

suku Nuaulu dan tidak ditemukan di daerah lain yaitu setiap laki-laki dewasa

mengenakan kain berang (merah) di kepala, gigi merekapun sama ratanya seperti

dipapar (diratakan) dan ternyata dibalik itu semua ada lintasan-lintasan ritual yang

(13)

Bagi masyarakat pedesaan (suku Nuaulu) yang masih jauh dari jangkauan

modernisasi, hidup harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Uneputty (1984:56)

menyebutkan pola pemikirannya yaitu individu dalam kehidupannya berada dalam

suatu proses dimulai dari kelahiran dan berakhir pada titik kematian. Dari kelahiran

sampai kepada kematian ada lintasan-lintasan yang harus dilalui. Lintasan-lintasan

yang dimaksud oleh Rusdi Effendi (dalam http://www daur hidup orang bukit.html,

2009) disebut sebagai daur hidup (life cycles) mengandung pengertian pada siklus

dalam lingkaran perjalanan hidup manusia secara berputar/berproses.

Uneputty (1984: 57) menjelaskan daur hidup berkaitan dengan

upacara-upacara ritual kehidupan manusia yang terikat dengan religi dan menjadi

tradisi-budaya. Norma-norma yang berkaitan dengan lintasan hidup sudah merupakan

sesuatu yang sacral, karena sakralnya itu maka pengingkaran terhadapnya dapat

menimbulkan malapetaka. Pola pemikiran ini sangat jelas tampaknya pada suku

Nuaulu yang mendiamai Pulau Seram, bagi kelompok suku ini lintasan-lintasan hidup

mutlak harus diupacarakan.

Otonomi Daerah tentunya memberikan kesempatan yang seluasnya bagi

pengembangan daerah dan kebudayaan nasional. Dengan demikian pemahaman

tentang ritual daur hidup (life cycles) dalam suatu negeri adat atau daerah oleh

masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjawab pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004

yang mengatur tentang otonomi daerah. Sedyawati (2007:185) menyebutkan apalagi

karena potensinya untuk menjadi “kebanggaan daerah”. Tilaar (2004:93)

(14)

Semua itu menjadi suatu wacana dalam identitas politik bangsa untuk menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia dan mematahkan asumsi yang bahwa bangsa yang dilanda oleh kebudayaan global akan kehilangan identitasnya apabila bangsa itu tidak lagi menghargai dan tidak mengembangkan kebudayaannya sendiri. Sebab itu pengakuan terhadap kebudayaan lokal berarti pengakuan terhadap nilai-nilai yang mendasari tingkah laku dan tindakan manusia Indonesia.

Pengakuan terhadap kebhinekaan tersebut berarti merupakan suatu langkah ke

arah pemberdayaan masyarakat khususnya generasi muda sebagai tulang punggung

bangsa. Bukankah pengakuan terhadap nilai-nilai budaya lokal memberikan kepada

seseorang identitasnya? Selanjutnya identitas budaya lokal diperluas horizonnya

kepada dimensi identitas dan jati diri sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

Fakta menunjukan penyerapan budaya asing yang tidak sesuai dengan

kepribadian bangsa Indonesia terus terjadi dan dapat merusak, menghancurkan

budaya dan adat-istiadat yang telah lama dijaga dan dilestarikan sebagai warisan

leluhur. Dalam kehidupan dewasa ini tidak mustahil ada nilai-nilai budaya serta adat

istiadat yang mendapat bentuk baru atau juga lenyap dalam kehidupan modern.

Sebagaimana diungkapkan oleh Abdulkadir (2008:90) mengenai keresahan

yang muncul akibat benturan nilai teknologi modern dengan nilai-nilai tradisional.

Kontak budaya yang ada dengan kontak budaya asing menimbulkan perubahan

orientasi budaya yang mengakibatkan perubahan sistem nilai budaya. Ia pun

menambahkan bahwa pelaksanaan pembangunan yang berlangsung secara terus

menerus dapat menimbulkan perubahan dan pergeseran nilai budaya serta menjadi

(15)

lepas dari tantangan pembangunan, modernisasi dan urbanisasi tersebut. Adimihardja

(2008:107) mengungkapkan bahwa:

“Mitos modernisasi yang dipersepsi dan dipahami oleh para pengambil keputusan dan perencana pembangunan sebagai gejala perubahan, ternyata mencabut nilai-nilai tradisi dan menggantikan dengan nilai-nilai yang baru dari barat yang dianggap mampu mendorong sebagai unsur pendorong kemajuan”

Di kalangan masyarakat proses tersebut dikenal sebagai proses pembentukan

nilai yang kebarat-baratan, westernisasi yang sesungguhnya asing bagi masyarakat,

karena itu hal yang berbau tradisi ataupun adat istiadat dianggap sebagai hal yang

kuno, Jumud dan terbelakang. Model pembangunan ini bersifat Top Down dan tidak

berakar pada nilai-nilai budaya lokal. Pemahaman tersebut mengakibatkan nilai-nilai

budaya lokal semakin termarginalkan bahkan terkadang ditinggalkan”. Padahal

dengan memahami dan menghayati nilai-nilai adat dan tradisi masyarakat masa

lampau tersebut diharapkan mampu dapat menangkap aura dan etos (semangat yang

kuat dan mental force) dari nilai-nilai adat dan tradisi tersebut untuk mengembangkan

sosok pribadi-pribadi sebagai anggota masyarakat yang mampu bertanggung jawab

terhadap dirinya, sesama, lingkungan dan sang pencipta.

Karena itu diharapkan generasi muda sekarang ini diajak untuk sejenak

melirik kembali (look back) ke tempo dulu untuk sekedar mencoba membandingkan

dan bertanya mengapa dan apa gerangan yang ada di balik kehidupan masyarakat

tempo dulu yang ternyata telah mampu menciptakan nilai-nilai kearifan yang dikemas

(16)

upaya menapaki rentang kehidupan dengan nyaman, sejahtera dan sarat dengan

nilai-nilai toleransi antar individu dan kelompok sesuai dengan tuntuntan dan harapan dari

nilai-nilai yang menjadi acuan dan panduan adat atau tradisi tersebut.

Hal ini pun disebabkan karena pendidikan IPS yang selama ini diterapkan,

tidak mampu memberikan andil dalam pencapaian kehidupan masyarakat yang lebih

baik/berkualitas. Lemahnya pembelajaran IPS yang secara umum dilaksanakan di

lapangan oleh Al Muchtar 2005:99 disebutkan antara lain; 1) Dikaji dari sisi

pembelajaran IPS di sekolah, selama ini pembelajaran IPS hanya menekankan pada

sisi penguasaan konsep (konvensional)/pencurahan isi buku daripada penalaran. 2)

proses pembelajaran IPS lebih menekankan kepada pengembangan aspek kognitif

daripada afektif dan psikomotor 3) pembelajaran IPS kurang menyentuh aspek nilai

sosial dan keterampilan sosial. 4) pembelajaran IPS lebih menempatkan guru sebagai

sumber informan (teacher centered) daripada melibatkan siswa dalam proses berfikir

dan kemampuan memecahkan masalah. 5) Hal ini semakin diperparah dengan

pengembangan pembelajaran IPS oleh guru yang tidak mengaitkan dengan kehidupan

nyata dengan siswa.

Mengenai lemahnya pembelajaran IPS seperti yang dinyatakan oleh Al

Muchtar di atas, semakin diperkuat dengan kondisi sekolah di Desa Tamilou dimana

dengan segala keterbatasan guru yang jauh dari jangkauan informasi sehingga kurang

mengembangkan model pembelajaran dan penggunaan media, semakin membuat

pembelajaran IPS kompleks begitu lemah. Akibatnya pemahaman dan penghargaan

(17)

adanya penghargaan terhadap budaya dan adat istiadat tersebut yang notabene adalah

merupakan suatu aset kekayaan bangsa yang patut dijaga dan dilestarikan.

Padahal sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yakni

kurikulum berbasis kontekstual diharapakan lingkungan sekitar dapat dijadikan

sebagai Laboratorium/sumber belajar IPS. Sebagaimana teorinya Vygotsky

menunjukkan dengan jelas betapa lingkungan budaya yang dimulai dengan

lingkungan terdekat yaitu keluarga, kemudian masyarakat sangat menentukan di

dalam perkembangan kognisi anak.

Tilaar (2004:219) menyebutkan bahwa tanpa apresiasi budaya yang ada di

sekitarnya tidak mungkin terjadi perkembangan kognitif. Apabila pada suatu tingkat

tertentu nilai-nilai etis dan etetika meminta kemampuan kognisi, maka dengan

sendirinya penghayatan secara total dari nilai-nilai kebudayaan tidak dapat berjalan

tanpa pengembangan kemampuan kognitif, karena itu kebudayaan daerah merupakan

dasar dari pengembangan pribadi seorang anak. Menghilangkan kebudayaan daerah

di dalam berbagai bentuk berarti memotong alur komunikasi yang merupakan kondisi

dan perangsang untuk perkembangan kepribadian serta perkembangan kebudayaan.

Karena anak yang hidup dari keterasingan dan tecabut dari nilai akar budayanya akan

kehilangan pegangan di dalam kehidupan selanjutnya. Dengan demikian para siswa

haruslah diperkenalkan kepada unsur-unsur budaya yang luas dan beragam, bukan

hanya disodorkan mengenai fakta-fakta tapi haruslah dikembangkan kemampuan

(18)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih dalam tentang : NILAI-NILAI KEARIFAN ADAT DAN TRADISI DI

BALIK RITUAL“DAUR HIDUP” (LIFE CYCLES) PADA MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS (Studi Etnografi : Di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) dalam

masyarakat suku Nuaulu di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten

Maluku Tengah ?

2. Apakah arti/makna pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) bagi masyarakat

suku Nuaulu ?

3. Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi apakah di balik ritual daur hidup (life

cycles) yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran IPS ?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitiaan ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses pelaksanaan ritual daur hidup (life

cycles) dalam masyarakat suku Nuaulu di Desa Tamilou Kecamatan Amahai

(19)

2. Untuk mengetahui apakah arti/makna pelaksanaan ritual daur hidup (life

cycles) bagi masyarakat suku Nuaulu.

3. Untuk mengetahui nilai-nilai kearifan adat dan tradisi apakah di balik ritual

daur hidup (life cycles) yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran

IPS.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik

Memberikan kontribusi dalam membuka wawasan berfikir anak bangsa

bahwa di belahan bumi Pertiwi ini masih ada masyarakat suku Nuaulu di Maluku

tepatnya di Desa Tamilou Kabupaten Maluku Tengah yang masih kental

mempertahankan keasliannya dalam memperkaya khasanah budaya bangsa

Indonesia.

Selama ini masih banyak wacana masyarakat adat (suku-suku terpencil) di

Indonesia yang tidak dikenal oleh bangsa sendiri dan dianggap terbelakang serta tidak

punya potensi. Padahal menurut Sya’faat (2008: 22) kalau mau dilihat pengalaman

Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, India dan Yugoslavia dibangun

di atas landasan kemajemukan (pluralitas) masyarakatnya, begitu juga saat Indonesia

merdeka dulu.

Hal tersebut dibenarkan juga oleh Tilaar (2004:216) yang menurutnya contoh

lain yang bisa dilihat adalah lahirnya Negara Singapura menunjukkan bagaimana

(20)

mempunyai kelompok-kelompok etnik dengan budaya dan bahasa masing-masing.

Karena itu hal ini tentunya menjadi suatu alat penggerak kemajuan masyarakat adat

(suku-suku terpencil/terasing) untuk menunjukkan eksistensi bahwa mereka tidak

termarginalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dihargai dan

dibanggakan menjadi suatu aset kekayaan budaya dan adat istiadat bangsa kita,

bangsa Indonesia.

2. Manfaat praktik

a. Menjadi masukan bagi pembaca, khususnya anak cucu Maluku dalam

menambah pengetahuan tentang masyarakat suku “Nuaulu” di Pulau Seram.

b. Bagi Pemda Provinsi Maluku dan Dinas Kebudayaan Maluku, penelitian ini

menjadi referensi dan informasi tambahan dalam mengungkap kekayaan

budaya masyarakat Maluku. Sehingga diharapkan penelitian ini menjadi

wacana bagi pengembangan kebudayaan di Maluku pada umumnya dan

Pulau Seram pada khususnya.

c. Memberikan kontribusi dan motivasi kepada lembaga ilmu pengetahuan dan

ilmu penelitian tentang penelitian-penelitian kontemporer dalam kehidupan

masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram.

d. Menjadi sumbangan bagi pembelajaran IPS di sekolah.

E. Hipotesis Kerja

Masyuri dan Zainuddin (2010:136) mengemukakan bahwa dasar penyusunan

hipotesis adalah kerangka berfikir. Hipotesis dalam penyusunannya secara teknis

(21)

umum ke khusus. Sedangkan Soewardi (2004:168) mengatakan bahwa hipotesis kerja

yang dirumuskan dalam penelitian kualitatif ini difungsikan sebagai pemandu

penelitian, dalam arti beragam ritual yang diteliti senantiasa mengacu dan berpatokan

terhadap research guide tersebut.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Alwasilah (2009:154) yakni bahwa

dalam penelitian kualitatif, hipotesis berfungsi untuk membuat peneliti sensitif

terhadap fenomena yang sedang diteliti, bukan untuk diuji terbukti tidaknya seperti

dalam penelitian kuantitatif.

Berdasarkan dari konsep diatas maka hipotesis kerja dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Ritual daur hidup (life cycles) yang ada di suku Nuaulu dimulai dari ritual

upacara masa kehamilan (9 bulan) dan kelahiran, masa anak-anak, masa

dewasa, masa menikah, masa kematian.

2. Ritual daur hidup (life cycles) sangatlah penting dalam mengembangkan

adat dan tradisi masyarakat suku Nuaulu sebagai suatu bentuk pengenalan

sebuah jati diri bagi suku Nuaulu.

3. Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi di balik ritual daur hidup (life cycles)

yaitu nilai solidaritas, penghargaan hakikat hidup (HAM), tanggung

jawab, ketaatan, ketertiban, keindahan, keterpaduan, kekompakan, kerja

keras, keuletan, persatuan, kedisiplinan, kerukunan, kebaikan dan

(22)

IPS seperti nilai sejarah, nilai etnisitas (antropologi), nilai geografi, dan

nilai muatan lokal.

F.Paradigma Penelitian

Agar penelitian ini benar-benar mengarah pada sasarannya maka diperlukan

suatu paradigma atau kerangka berfikir yang jelas, karena metode yang digunakan

untuk mencari kebenaran haruslah dilandasi oleh suatu paradigma tertentu.

Paradigma menurut Kuhn (1989:43) dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang,

cara berfikir, pendekatan atau kerangka pikir (frame of reference) yang melandasi

kegiatan ilmiah, atau sebagai suatu gugus berfikir baik berupa model atau pola yang

digunakan oleh para ilmuan dalam upaya studi-studi keilmuan. Wiriaatmadja (2005

:84-85) menyebutkan paradigma dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan membantu

peneliti untuk memahami fenomena tentang asumsi-asumsi dunia sosial, bagaimana

ilmu disusun atau diorganisir, dan apa yang disebut masalah dan kriteria

pembuktiannya.

Bogdan dan Biklen (1982:2) mendefinfisikan paradigma adalah sebagai

kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau

proposisi yang mengarahkan cara berfikir dalam penelitian. Lebih lanjut penelitian

ini mengunakan paradigma penelitian ilmiah yang dipraktekan dalam

langkah-langkah metode penelitian kulaitatif. Dengan demikian paradigma kualitatif yang ada

dapat dipandang sebagai dasar tilikan, sehingga berbagai permasalahan yang ada

dapat terungkap secara komprehensif, integralistik dan holistik. Apabila ditampilkan

(23)

Bagan 01 Paradigma Peneilitian

Terkikis

Ritual daur hidup (life cycles) masyarakat suku Nuaulu

Faktor penghambat Faktor internal -.perkawinan campur -anak yang mengenal dunia pendidikan (generasi muda)

Faktor ekternal -urbanisasi -. Modernisasi -.pelaksanaan pembangunan Kesadaran dari masyarakat suku Nuaulu Faktor pendorong: Peranan tua-tua adat serta orang tua yang masih bersekukuh

mempertahankan keaslian budaya daerah sebagai sebuah pesan dari leluhur untuk tetap dijaga dan

survive

Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi di balik ritual daur hidup mengandung nilai; solidaritas, penghargaan hakikat hidup (HAM), tanggung jawab, ketaatan, ketertiban, keindahan, keterpaduan, kekompakan, kerja keras, keuletan, persatuan, kedisiplinan, kerukunan, kebaikan dan keteladanan

Sumber belajar IPS

(24)

G. Klarifikasi Konsep

Dalam rangka memperjelas pemahaman dalam penelitian ini maka perlu

diklarifikasi beberapa konsep sebagai berikut :

1. Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi

kehidupan manusia. Budiyono (2007:75) menjelaskan bahwa nilai adalah

kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir

maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau

motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku.

2. Kearifan oleh Mutakin (2005:43) diartikan sebagai kemampuan berfikir,

berasa, bersikap dan bertindak seseorang atau kelompok orang dalam upaya

memperkenalkan dan menanam ide, konsep, gagasan, harapan, anjuran atau

sejumlah informasi yang bekenan dengan nilai-nilai dan norma-norma sebagai

acuan tentang bagaimana selayaknya hidup dan kehidupan dikembangkan,

dinikmati dan disyukuri sehingga bermakna dan bermanfaat bagi individu

yang bersangkutan, sesama dan lingkungannya sesuai dengan situasi, kondisi

dan tuntutan yang ada pada saat itu.

3. Garna (1996:166) mengatakan tradisi adalah kebiasaan sosial yang

diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialiasi.

Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi

merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah

menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia

(worldview) yang menyangkut kepercayaan mengenai masalah kehidupan dan

(25)

berkaitan dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai dan pola serta cara berfikir

masyarakat.

4. Mengenai daur hidup (life cycles) akan dikaitkan dengan upacara-upacara

ritual kehidupan manusia yang telah diikat oleh Religi dan menjadi sebuah

tardisi budaya, sehingga tidak bisa dipisahkan dari aspek kehidupan manusia

dan menjadi sebuah kepribadian suku etnik tersebut. Karenanya Spengler

(dalam Horton dan Hunt 2004: 120) mengemukakan bahwa kehidupan

manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah

berakhir dengan pasang surut, seperti halnya kehidupan organisme yang

mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa

tua sampai kepada kematian. Perkembangan pada masyarakat ini merupakan

(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap

kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok

(Syaodih 2007:60). Tentunya hal ini terkait dengan yang penulis teliti yakni ingin

mendeskripsikan dan menganlisis tentang fenomena masyarakat suku Nuaulu, baik

itu peristiwa-peristiwa sejarah masa lampau (sejarah suku), aktifitas sosial,

kepercayaan (termaktub dalam 7 unsur kebudayaan), juga persepsi masyarakat suku

Nuaulu terkait hal tersebut di atas, baik secara individu maupun kelompok.

Koentjaraningrat (2002:329) melihat penelitian kualitatif ini sebagai

penelitian yang bersifat Etnografi yaitu suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu

bangsa dengan pendekatan Antropologi. Hal inipun dibenarkan oleh Fathoni

(2005:98) Karena bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu

komunitas dari suatu daerah tertentu menjadi pokok deskripsi sebuah karangan

etnografi, maka dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan menurut

suatu tata urut yang sudah baku. Susunan tata urut itu disebut sebagai kerangka

(27)

penelitian etnografi, penulis juga melakukan penelitian ini dengan menggunakan

pendekatan etnografi, disebabkan bahan yang diteliti adalah mengenai kesatuan

kebudayaan suku bangsa/ras di suatu komunitas dari suatu daerah tertentu yaitu

menyangkut ritual daur hidup (life cycles) masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram,

yang dimulai dari masa kehamilan Sembilan bulan, sampai titik akhir kehidupan

yakni kematian yang akan dideskripsikan, dianalisis dan diinterpretasi oleh penulis.

Untuk memperinci unsur-unsur dari suatu kebudayaan, sebaiknya dipakai

daftar unsur kebudayaan universal. Kerena unsur kebudayaan itu bersifat universal

maka dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suku bangsa yang menjadi pokok

perhatian Antroplogi pasti juga mengandung aktivitas adat istiadat (ritual-ritual),

pranata sosial dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan ke dalam salah

satu dari tujuh unsur kebudayaan.

Sebagamana yang diungkpakan oleh Creswell (1998:493)

Ethnographic research is a Qualitative design for describing, analyzing and interpreting the patterns of a culture-sharing group. Culture is a broad term used to encompass all human behavior and beliefs. Typically, it includes study of language, rituals, structures, life stages, interactions and communication. Ethnographers visit the “field” collect extensive data through such procedures as observation and interviewing and write up a cultural portrait of the group within its setting

Dalam penelitian ini peneliti langsung berinteraksi dengan masyarakat suku

Nuaulu setempat sehingga segala permasalahan yang terkait dengan budaya

masyarakat setempat dapat diketahui, dipahami oleh peneliti secara jelas. Ciri umum

yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan diatas oleh

(28)

dihasilkan data deskriptif dan analisis serta interpretasi berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Dengan demikian, lebih memusatkan pada ucapan dan tindakan subjek

penelitian, serta situasi yang dialami dan dihayatinya, dengan berpegang pada

kekuatan data hasil wawancara. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, Bogdan dan Biklen

(1982:27-29) secara terperinci menjabarkan karakteristik penelitian kualitatif,

diantaranya :

1. peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data

2. mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung kata-kata daripada angka

3. menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses tidak semata-mata kepada hasil

4. melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang terjadi

5. mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa karakteristik yang ditonjolkan ;

pertama, peneliti bertindak sebagai alat peneliti utama (key instrument) dengan

melakukan wawancara sendiri para informan dan pengumpulan bahan yang berkaitan

dengan objek penelitian dan peneliti terlibat aktif dalam proses penelitian. Kedua,

peneliti mengumpulkan dan mencatat data-data dengan rinci yang berkaitan dengan

(29)

B. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian a. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, sumber data dipilih secara purposive dan bersifat

snowball sampling. Sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang

yang memiliki power dan otoritas pada situsi sosial atau objek yang diteliti, sehingga

mampu “membuka pintu” kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data

mereka tergolong gatekeepers (penjaga gawang) dan (knowledgeable informant)

informan yang cerdas (Sugiono 2008:56)

Mengacu pada hal di atas, maka mula-mula yang menjadi informan kunci

(gatekeepers) dalam penelitian ini adalah bapak ma’atoke, setelah itu beliau

memberikan informasi tentang para informan lainnya yang punya kapasitas penting

terhadap masalah yang peneliti sedang teliti, akhirnya dianjurkan menuju ke tua-tua

adat yang ada (kepala suku, kapitan solaweno, kapitan weleuru, tuan tanah) karena

merasa keterangan yang diberikan menyangkut ritual kelahiran dan masa dewasa

belum terlalu dalam dan lengkap maka informan selanjutnya adalah mama biang dan

seorang gadis muda yang baru saja menyelesaikan ritual pinamou yang lebih

mengetahui tentang ritual tersebut, setelah itu menyangkut ritual kematian data

diambil dari pendeta adat. Sedangkan untuk masalah keterkaitan menyangkut

gambaran umum lokasi penelitian, data diperoleh di kantor desa negeri Tamilou

(kepala urusan pembangunan) bapak Taher Pawae. Untuk gambaran umum

(30)

bapak Philip Halatu. Oleh Karena itu dalam penelitian ini bersifat snowball sampling

[image:30.595.105.520.191.573.2]

maka informan ditetapkan oleh peneliti sebagai berikut ;

Tabel 01 Subjek Penelitian

Informan pangkal Informan pokok/kunci

1. Tokoh adat : yang meliputi raja, kepala

suku, tuan tanah, kapitan dan ma’atoke

2. Tokoh agama : Ulama, pendeta dan

pendeta adat serta mama biang

3. Tokoh masyarakat yang terdiri dari :

Kepala kecamatan Amahai, guru SMA

negeri Tamilou

1. Komunitas masyarakat

Islam

2. Komunitas masyarakat

Kristen

3. Komunitas masyarakat

Agama Suku

b. Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi dalam penelitian adalah sebuah Desa di Pulau Seram

bagian Timur yaitu Desa Tamilou Dusun Jalahatan. Peneliti tertarik untuk meneliti di

Pulau Seram karena di wilayah ini masih banyak adat istiadat dan budaya yang belum

terkuak dan dikenal oleh masyarakat Maluku pada khususnya dan Indonesia pada

umumnya yang sangat menarik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya di

(31)

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu

sendiri. Peneliti kualitatif, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan

menganalisis data juga menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya.

Nasution (2003:61) menyatakan :

Dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Dalam kaitannya peneliti sendiri adalah human instrument, dapat dibuktikan

ketika di lapangan peneliti menetapkan fokus penelitian pada masyarakat suku

Nuaulu, yaitu ketika di lapangan hal pertama yang peneliti lakukan tidaklah langsung

menanyakan tentang ritual-ritual masyarakat tersebut, akan tetapi yang pertama

peneliti mengobservasi lokasi penelitian berupa kegiatan masyarakat sehari-hari,

kemudian menyangkut karakteristik masyarakat suku Nuaulu dimana pokok pertama

adalah yang dilakukan adalah berusaha memahami bahasa Nuaulu setelah itu baru

memfokuskan pada ritual daur hidup (life cycles) tentunya, setelah peneliti mampu

berkomunikasi dengan baik para informan.

Para informan kemudian di tetapkan sendiri oleh peneliti, dengan bantuan

(32)

adalah dengan jalan menanyakan kepada bapak ma’atoke tentang fungsi dari

masing-masing tua adat yang ada, siapa saja nyang punya peran penting dalam setiap

upacara-upacara adat yag dilaksanakan. Setelah keterangan didapat maka langkah

selanjutnya adalah menuju rumah setiap informan yang akan dimintai keterangan

menyangkut dengan masalah penelitian. Setelah data terkumpul peneliti kemudian

melakukan analisis dan menafsirkan setiap data yang diperoleh serta membuat

kesimpulan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

menguasai teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standard yang ditetapkan.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan di dalam “natural

setting” (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data

lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam (in depth interviuw) dan

dokumentasi.

1. Observasi

Nasution (2003:67) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta

mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui obeservasi. Sedangkan Menurut

(33)

the meaning attached to those behavior”, yakni melalui observasi, peneliti belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.

Alwasilah (2009:154-155) menambahkan bahwa dengan menggunakan teknik

observasi ini memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna

dan sudut pandang informan, kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Dengan

adanya observasi, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan

(tacit undertanding) juga sudut pandang informan yang mungkin tidak tercungkil

lewat wawancara.

Terkait dengan penelitian ini, peneliti datang ke lokasi atau tempat tinggal

masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram untuk mengamati situasi (pada waktu siang

dan malam) dalam aktivitas masyarakat setempat (berkebun, meramu sagu, mengolah

tepung sagu menjadi sagu dan papeda, mencuci, nelayan, membelah kayu untuk

dijadikan kayu kabar, dll). Dengan obervasi, maka data yang diperoleh akan lebih

lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang

tampak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jorgensen (1989:23) bahwa :

Methodology observation is appropriate for a wide range of scholarly problems pertinent to human exictence. It focuses on human interaction and meaning viewed from the insiders’ viewpoint in everyday life situation and setting. Its aims to generate practical and theoretical truths formulated as interpretative theories

Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data, terlibat dengan

kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber

(34)

dilakukan oleh masyarakat suku Nuaulu setiap harinya, dengan pengamatan peneliti

mampu melihat hal-hal yang tidak mampu diungapkan oleh masyarakat suku Nuaulu,

misalnya ketika malam itu laki-laki suku Nuaulu yang ingin melaut biasanya akan

menentukan pergi tidaknya mereka dengan tanda bulan, atau ketika anak dari bapak

ma’atoke yang sakit dibungkus dengan daun jarak, ketika besoknya bangun pagi ia

sudah tidak demam lagi. Hal ini tidak peneliti peroleh ketika berwawancara, (karena

keterbatasan pengetahuan mereka akan bahasa Indonesia) itulah mengapa observasi

dangat penting dalam penelitian kualitatif ini.

2. Wawancara

Estenberg (2002:98) mendefinisikan interview sebagai berikut. “A meeting of

two person to exchange information and idea through questions and responses,

resulting in communication and joint construction of meaning about a particular

topic”. Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi dengan

wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan

interview kepada orang-orang yang ada didalamnya. Terkait dengan hal tersebut,

maka dalam penelitian ini, peneliti di samping melakukan observasi terhadap

masyarakat asli Pulau Seram, juga di selingi dengan memberikan pertanyaan

(wawancara) yang berhubungan dengan masalah-masalah adat/budaya atau tradisi.

Dalam wawancara dengan informan, peneiliti memberikan keleluasaan

kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data

(35)

pedoman wawancara. Nasution (2003:69) mengemukakan bahwa “observasi saja

tanpa wawancara tak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya observasi

harus dilengkapi dengan wawancara”.

Wawancara sangat penting dalam penelitian ini, karena keterbatsan bahasa

maka wawancara yang dilakukan menggunakan ahasa Melayu Ambon dengan tujuan

mempermudah para informan untuk mengerti/mencerna maksud dan tujuan dari

pertanyaan yang ada (pedoman wawancara). Informan memberikan keseluruhan

informasi yang mereka punya, tentang proses ritual yang biasanya mereka

laksanakan. Pada awalnya data yang diambil dimulai dari bapak ma’atoke kemudian

menuju kepala suku dari kepala suku ke kapitan solaweno, kapitan weleuru, tuan

tanah, ke pendeta adat. Akan tetapi menyangkut ritual kelahiran dan pinamou peneliti

merasa agak membingungkan, dan merasa keterangan yang diberikan kurang jelas

akhirnya peneliti menanyakan kepada bapak ma’atoke adakah orang yang bertugas

untuk melaksankan ritual tersebut. Akhirnya didapatilah seorang nara sumber (mama

biang) yang memang mempunyai andil penting dalam ritual tersebut, sehingga data

yang diperoleh sangat melengkapi penelitian ini. Selanjutnya dari mama biang

peneliti menuju ke mama ma’atoke, si gadis yang juga baru selesai dengan upacara

Pinamou dan meminta kesediaannya untuk diambil foto/gambar.

3. Studi Dokumenter

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dalam penelitian

(36)

tentang suku Seram, gambar-gambar aktifitas masyarakat asli pulau Seram, catatan

sejarah tentang pulau Seram dan masyarakat aslinya. Namun karena masyarakat suku

Nuaulu sendiri baru mengenal dunia pendidikan sekarang sekarang ini, maka

dokumen-dokumen yang diperlukan tidak peneliti peroleh., yang peneliti peroleh di

suku ini hanyalah dokumen yang berbentuk gambar yaitu tiga buah foto yang

menggambarkan tentang: 1) pelaksanaan ritual daur hidup masa dewasa (pinamou)

ketika melakukan proses pengusapan minyak di dada bapak ma’atoke, 2) ritual daur

hidup masa dewasa bagi laki-laki (pataheri) pada saat tiba di depan baeleo dan

setelah pemakaian cawat dan kain berang.

Studi dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi

dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga

tingkat validitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh peneliti.

4. Triangulasi Data

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan

data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data

dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus

menguji kredibilitas data, yaitu mengecek validitas dan kredibilitas data dengan

berbagai teknik pengumpulan data sebagai sumber data. Triangulasi teknik, berarti

peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

(37)

wawancara, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda

dengan teknik yang sama.

Sugiono (2007:85) mengatakan bahwa “Nilai dari teknik pengumpulan data

dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent

(meluas), tidak konsisten dan kontradiksi. Karena itu dengan menggunakan teknik

triangulasi dalam pengumpuan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten,

tuntas dan pasti”. Lebih lanjut Sugiono menggambarkan proses triangulasi sebagai

berikut :

Gambar 02

Proses Teknik Triangulasi

Sumber Data; bapak ma’atoke,

kepala suku, kapitan solaweno,

kapitan weleuru, mama biang, tuan

tanah, pendeta adat, mama biang, mama

ma’atoke

Observasi (situasi; pada waktu siang maupun malam serta aktivitas apa

saja yang biasanya dilakukan oleh masyarakat suku Nuaulu)

Wawancara mendalam mengenai ritual daur hidup (mengandung 9 bulan,kelahiran,dewasa; pinamou

dan pataheri, perkawinan, kematian )

Dokumentasi ; berupa 3 foto; 2 foto ritual pataheri, 1 foto

(38)

Gambar 03

Proses Triangulasi sumber

(sumber : Sugiono 2008:84)

Proses triangulasi data seperti yang telah digambarkan pada bagan di atas

adalah, merupakan salah satu bentuk pengecekan terhadap sumber-sumber hasil

wawancara, yang dilakukan oleh peneliti, agar tetap menjunjung tinggi tingkat

keakuratan data yang diperoleh peneliti.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan dalam hal ini Sugiono

(2008:90) menyatakan bahwa: “analisis telah mulai sejak dirumuskan dan

menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan terus berlanjut sampai

penulisan hasil penelitian“. Wawancara mendalam

A

B

(39)

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di

lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Lincoln dan Guba (1985:345)

mengatakan bahwa :

Langkah pertama dalam reduksi data ke dalam unit analisis satuan ialah peneliti hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang sudah terkumpul. Setelah itu usahakan agar satuan-satuan itu diindentifikasi. Peneliti memasukan ke dalam kartu indeks. Penyusunan satuan dan pemasukan ke dalam kartu indeks hendaknya dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap ini analisis hendaknya jangan dulu membuang satuan yang ada walaupun mungkin dianggap tidak relevan.

Tujuan analisis data yang dilakukan oleh peneliti yakni proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya

dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan

mengoraganisir data, menjabarkan kedalam unit-unit analisis, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang

dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Spradley (Creswell 1998:487) adapun

(40)
[image:40.595.113.511.132.617.2]

Gambar 04

Langkah-langkah penelitian Etnografi

3Making an ethnographic record

2 Interviewing an informant

1Location in information

Sumber : Creswell J (1998:497)

Bertolak dari konsep di atas, maka untuk memudahkan peneliti dalam proses

menganalisis data dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan alur analisis

sebagai berikut :

12 writing the etnography

11 Discovering cultural themes

10 making a componential analysis

9 Asking contrast questions

8 making a taxonomic analysis

7 asking structural questions

6 making a domain analysis

5 analyzing ethnographic interviews

(41)

1. Analisis sebelum di lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum memasuki

lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data

sekunder, yang akan digunakan untuk menemukan focus penelitian. Maka, peneliti

telah melakukan analisis terhadap sebuah buku dan beberapa artikel tentang suku

Nuaulu. Diharapkan analisis ini dapat memberikan sedikit gambaran tentang masalah

yang akan dikaji oleh peneliti.

Namun demikian focus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan

berkembang seteleh peneliti masuk dan selama di lapangan. Sugiono (2008:90)

mengibaratkan tahapan ini seperti :

Seseorang yang sedang mencari pohon jati di suatu hutan. Berdasarkan karakteristik tanah dan iklim, maka dapat diduga bahwa hutan tersebut ada pohon jatinya. Oleh karena itu peneliti dalam membuat proposal penelitian fokusnya adalah ingin menemukan pohon jati dari hutan tersebut. Berikut karakteristiknya. Setelah masuk peneliti masuk ke hutan beberapa lama ternyata hutan tersebut tidak ada pohon jatinya…… kalau fokus penelitian yang di rumuskan dalam proposal tidak ada di lapangan, maka peneliti akan merubah fokusnnya, tidak lagi mencari kayu jati di hutan, tetapi akan berubah dan mungkin setelah masuk hutan tidak tertarik lagi pada kayu jati tetapi beralih ke pohon/binatang yang ada di hutan tersebut.

Untuk hal tersebut, maka ada satu buku (hasil penelitian dan dokumentasi dari

dinas pendidikan dan kebudayaan yang mengkaji tentang upacara-upacara tradisional

daerah Maluku), makalah (eksistesi agama suku Nuaulu di Maluku) dan resensi

disertasi (menyangkut ritual pataheri dan posone) yang peneliti gunakan, untuk

menganalisis agar memberikan gambaran tentang masalah yang akan dikaji oleh

(42)

2. Analisis selama di lapangan model Miles dan Huberman

Miles dan Huberman (1992:12) mengemukakan bahwa aktifitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus, sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data

reduction, data display dan conclusioan drawing/verivication. Langkah-langkah

[image:42.595.116.512.235.612.2]

analisis ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar 05

Periode Pengumpulan Data

Reduksi Data

Antisipasi Selama Setelah

Display Data

Selama Setelah ANALISIS

Kesimpulan/verifikasi

(43)

1) Data reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian

data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari

bila diperlukan. Reduksi data dapat dilakukan dengan menggunakan kode pada

aspek-aspek tertentu.

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari

catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama

pengumpulan data berlangsung. Reduksi data merupakan bagian dari analisis

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan

akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Jadi semua catatan lapangan menyangkut

masyarakat suku Naaulu, di pilah berdasarkan butir soal yang ada misalnya semua

data baik wawancara dan observasi menyangkut ritual daur hidup pinamou, akan

dikategorikan kedalam bagian point khusus sehingga sangat memudahkan peneliti

ketika melakukan display data. Begitu juga untuk ritual lainnya, sehingga dapat

(44)

2) Data display (penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan

Huberman (1992:17) manyatakan “The most frequent from of display data for

qualititative research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.

Sebagaimana halnya dengan reduksi data, penciptaan dan penggunaan

penyajian data tidaklah terpisah dari analisis. Penyajian data yang peneliti lakukan

adalah dengan merancang keseluruhan data berupa catatan lapangan yang telah

direduksi ke dalam kolom-kolom sebuah matriks, yaitu dalam bentuk narative text

(menceritakan) masing-masingnya point tersebut. Pertama penulis mencoba

menceritakan/menggambarkan terlebih dahulu mengenai lokasi penelitian, kemudian

kehidupan sosial budaya, pemerintahan dan pendidikan dari masyarakat suku Nuaulu,

setelah itu mengenai karakteristik masyarakat dilihat dari tujuh unsur kebudayaan,

barulah peneliti menceritakan tentang ritual daur hidup, makna dibalik setiap simbol

yang digunakan dalam ritual tersebut serta relevansinya terhadap pendidikan IPS.

3) Conclusing drawing/verification/penarikan kesimpulan

Langkah analisis ketiga yang penting dalam penelitian kualitatif menurut

(45)

pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,

pola-pola, penjelasan, sebab-akibat dan proposisi. Kesimpulan awal yang ditemukan

mula-mula masih bersifat sementara karena belum jelas, namun dengan meminjam

istilah Glaser dan Staruss (dalam Miles dan Huberman 1992:20) bahwa kemudian

akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh, bila ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan

data. Maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan-kesimpulan yang ada juga kemudian diverifikasi selama

penelitian ini berlangsung. Verifikasi itu berupa pemikiran kembali yang melintas

dalam pikiran peneliti selama masa penulisan (penyusunan dan pengolahan data),

tinjauan ulang pada catatan-catatan selama masa penelitian (di lapangan), tinjauan

kembali dengan saksama berupa tukar pikiran dengan para ahli (pembimbing) untuk

mengembangkan kesepakatan intersubjektif, serta membandingkan dengan salinan

atau temuan dalam data-data yang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan agar

hasil penelitian ini dapat dipercaya selain dengan menggunakan teknik triangulasi

data yaitu dengan melakukan pengecekan kebenaran data tertentu dengan

membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, hal ini dilakukan untuk

menghindari terjadinya interpretasi data yang bias. Selain itu peniliti juga

(46)

1. Member Check

Tujuan dari member check adalah agar informasi yang peneliti

peroleh dan digunakan dalam penulisan laporan ini sesuai dengan apa

yang dimaksud oleh informan. Data yang diperoleh peneliti selanjutnya

dilakukan pengujian secara ktitis melalui member check, yang dapat

ditempuh dengan dua cara yaitu: 1) meminta tanggapan pada informan

untuk mencek kebenaran data yang disusun. Dalam hal ini para tokoh

adat yaitu kepala suku, ma’atoke, tuan tanah, kapiatan solaweno, kapitan

weleuru, mama biang dan pendeta adat. jadi setelah diwawancara untuk

meyakinkan peneliti, para informan dimintai untuk mendengarkan

peneliti membaca kembali ulang catatan yang telah dibuat sebagai hasil

wawancara, apabila ada yang keliru/salah akan dibetulkan. 2)

pengecekan data ini dilakukan terus menerus dan berulang-ulang selama

penelitian berlangsung. Pengecekan keakuratan data peneliti lakukan

secara terus menerus kepada semua informan.

2. Audit Trail

Tahap ini merupakan tahap pemantapan, yang dimaksud untuk

membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian.

tahapan ini merupakan hasil analisis data tentang jenis, unsur, makna dan

nilai dalam ritual daur hidup sebagai sumber pembelajaran IPS diperiksa

dan diteliti kebenaran dan keakuratannya oleh peneliti rekan sejawat.

Langkah ini didasarkan pada perkiraan bahwa hasil analisis data dapat

(47)

memahami masalah dan tujuan penelitian ini sebelum ditetapkan sebagai

simpulan akhir, dalam hal ini pembimbing satu (Prof. Gurniwan Kamil

Pasha, M.Si) dan pembimbing dua (Prof.Rochiati Wiriaatmadja, MA)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu

objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga diteliti menjadi

jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan

akhir tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean,

(48)

BAB V PEMBAHASAN

1) Analisis Kondisi Geografis Maluku Tengah

Kabupaten Maluku Tengah (Masohi) dikenal sebagai jantungnya provinsi

Maluku karena memiliki hutan yang luas dan lebat serta potensi alam yang besar

dengan luas wilayah 147.480 Km2, dan secara administratif memiliki 11 kecamatan

dengan 161 anak negeri/ desa serta didiami oleh berbagai macam etnik/suku yang

beranekaragam budaya, agama dan adat-istiadatnya. Tidak terkecuali bagi masyarakat

suku Nuaulu yang telah mendiami Pulau Seram ini selama berpuluh-puluh tahun.

Tidaklah mengherankan bahwa dengan potensi alam yang ada, Maluku

Tengah menyimpan begitu banyak pesona dan kekayaan alam yang melimpah bagi

masyarakat Maluku karena luasnya hutan yang mengitari daerah ini, sehingga

memungkinkan masyarakat suku Nuaulu merasa aman menetap di wilayah ini. Suku

Naualu adalah komunitas yang masih menganut agama dan budaya tradisional. Adat

istiadat yang masih dipertahankan diantaranya adalah daur hidup (life cycles) yang

merupakan salah satu keragaman budaya yang dimiliki masyarakat bangsa Indonesia.

2) Analisis Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Jauh sebelum terjadi perjumpaan dengan berbagai bangsa di Maluku, para

leluhur telah mengambil peranan sebagai pelaku kebudayaan. Mereka ditantang

(49)

menakutkan, kalaupun ada waktu-waktu untuk mengantarkan pada keadaan damai

dan sukacita. Mereka membutuhkan kehidupan yang tidak terus diganggu atau

dihadang dalam perjalanan mencapai bahagia, dan terdapat kekuatan tertentu yang

mereka sebut upu (Tuhan) alam kodrati dan tantangannya menjadi pemicu

mempersiapkan kerangka bagi mereka dalam menjawab berbagai kekuatan yang

dihadapi manusia sehingga semakin menyadarkan potensi dirinya dan menyadari pula

kebersamaannya dalam pembentukan Hena (negeri/desa) dan menyabar pada Pata/Uli

(lingkaran beberapa hena yang mempunyai ikatan kekeluargaan).

Dalam aturan-aturan adat tersebut masyarakat dibina untuk menjaga ikatan

persaudaraan dan untuk mencapai partisipasi antar sesama, kerja sama dan saling

membantu, menghargai dan saling memberi hormat. Pada konteks ini kita harus

memahami secara terperinci apa yang disebut dengan “Budaya

komunikatif-bersaudara” yakni yang dikenal dengan budaya Pela yang merupakan ikatan

kekerabatan antara dua atau lebih negeri, yang disebabkan karena bantuan negeri satu

kepada negeri yang lain karena peristiwa bahaya atau untuk membangun sarana

penting, seperti mesjid atau gereja dan baileu. Gandong merupakan hubungan

saudara-saudara sekandung, yang pada masa lampau terpisah antara satu dengan yang

lainnya dari kampung halaman mereka. Dalam masyarakat adat Maluku

hubungan-hubungan sosial budaya antar sesama itu ditertibkan melalui aturan-aturan adat (ada

perjanjian) dan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya sehingga tetap terpelihara luhur.

Pada intinya terbentuknya pela di Maluku sangat dipengaruhi oleh wilayah

(50)

dengan karakter masyarakat Maluku yang bertensi tinggi, hal ini disebebkan oleh

kondisi topografis dan iklim di daerah Maluku yang sangat panas, berkisar antara

27,70-32,70 serta struktur tanah yang subur namun terdiri dari bebatuan yang keras,

telah membentuk masyarakat Maluku menjadi manusia yang memiliki tempramen

yang tinggi. Terkadang suatu masalah yang kecil dapat berujung pada konflik.

Kemudian mengenai sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Maluku pada

dasarnya dilaksanakan berdasarkan keputusan Mendagri No. 18 tahun 1993 yakni

bahwa sistem pemerintahan desa dikepalai oleh seorang kepala desa. Jika dilihat

berdasarkan keadatan maka sistem pemerintahan yang dianut adalah maka yang

memerintah adalah seorang raja, hal ini dapat dipahami karena jika sekilas kita

melihat tentang arti kata “Maluku” itu itu sendiri walaupun belum dapat dipastikan

dari sumber-sumber tradisional yang ada, baik dari Naidah maupun Kronik Bacan.

Pedagang-pedagang Arab menyebut daerah Maluku ini dengan sebutan

“Jazirat-al-muluk” artinya daerah dari banyak tuan. Tentu yang dimaksud adalah wilayah yang

diperintah oleh raja-raja. Selanjutnya mengenai pemilihan tua-tua adat dalam

mekanisme pemilihannya terdapat unsur pendidikan politik, karena pemilihan

dilaksanakan lima tahun sekali, bukannya berlangsung seumur hidup. Hal ini

tentunya punya keterkaitan dengan ritual pataheri (masa dewasa bagi laki-laki suku

Nuaulu), dimana mereka yang telah dipilih dalam jangkaun tiga hari dari ritual

tersebut telah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai calon tua adat selanjutnya.

Mengenai sistem pendidikan dari masyarakat suku Nuaualu mereka mengenal

(51)

Hal positif yang baik dari mereka adalah adanya kesadaran untuk sekolah, sehingga

orang tua walaupun tidak sekolah dan buta huruf tetapi mereka mau menyekolahkan

anak-anak mereka. Tentunya ini menjadi suatu kemajuan bagi pengembangan suku

Nuaulu kedepan, sehingga bisa membuka wawasan mereka tentang pentingnya

kehidupan yang higenis. Dalam hal ini tidaklah melarang pelaksaan ritual yang

menjadi aturan tata adat mereka, akan tetapi sebainya hal-hal yang negatif yang dapat

merugikan mereka dapat dirubah seiring dengan disekolahkannya anak-anak suku

Nuaulu, sehingga mereka mampu menerima pencerahan yang baik bagi kelangsungan

hidup masyarakat suku Nuaulu sendiri.

3) Analisis Karakteristik Masyarakat Suku Nuaulu

Secara umum kita mengakui bahwa masyarakat suku Nuaulu memiliki

karakteristik adat budaya tersendiri. Karakteristik adat budaya yang khas bagi

masyarakat suku Nuaulu itu tertuang dalam ketujuh unsur kebudayaan yang

universal. Masyarakat suku Nuaulu tentunya memiliki karakteristik budaya

masyarakat yang kompleks, yakni dengan adanya sistem bahasa yang merupakan

suatau sistem komunikasi yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupuan manusia yang dipakai untuk

berhubungan antara satu dengan yang lainnya sampai-sampai sebuah kisah nyata dari

seorang Hellen Keller, dapat membuat kita mengerti akan arti sebuah bahasa. wanita

Gambar

Gambar
Tabel 01 Subjek Penelitian
Gambar 04 Langkah-langkah penelitian Etnografi
Gambar 05 Periode Pengumpulan Data

Referensi

Dokumen terkait

Proposal pendanaan Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) usulannya wajib melalui seleksi dari LPPM/ LPM/ UP2M/ UP3M/ Lembaga Penelitian/ Lembaga

Hasil uji simultan menunjukkan bahwa inflasi, tingkat suku bunga SBI, pendapatan per kapita dan ekspor memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah dan

Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan Obat Bebas Terbatas,

1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional. Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam menyusun tes

 Menu Referensi - Aktif, menampilkan semua data peserta didik aktif yang sudah valid dan diberikan NISN secara otomatis oleh sistem.. TINGKAT SEKOLAH/LEMBAGA – ANTARMUKA MENU

Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Priantinah dkk (2012) persepsi karyawan tentang peran auditor internal sebagai pengawas, konsultan dan katalisator Dalam pencapaian

Peneliti mencoba mengembangkan soal-soal berpikir kritis pada materi sistem ekskresi, pada kompetensi dasar 3.9 yaitu menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ

Dalam bidang transportasi darat, sistem transportasi di DI Yogyakarta terbilang