DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
SURAT PERNYATAAN ……… ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iii
LEMBARAN PENGESAHAN ……… iv
KATA PENGANTAR ……… vi
ABSTRAK ………... x
DAFTAR ISI ………...………. xi
DAFTAR TABEL ……… xvi
DAFTAR GAMBAR ……… xvii
DAFTAR BAGAN ……… xviii
DAFTAR SKEMA ………. xix
DAFTAR FOTO ……… xx
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ………..……… 1
B. Rumusan masalah ………... 8
C. Tujuan penelitian ………... ….. 8
D. Manfaat penelitian ………... …. 9
E. Hipotesis kerja ………. 10
F. Paradigma penelitian ………... …. 12
G. Klarifikasi konsep ………. 14
B. Ritual daur hidup ……… 20
C. Masyarakat a. Paradigma kultural masyarakat Durkheimian ……… 27
b. Masyarakat adat ……… 35
D. Kebudayaan a. Pengertian kebudayaan ……… 38
b. Wujud, nilai dan unsur kebudayaan ……… 43
E. Ritual daur hidup dalam hubungan dengan pendidikan IPS ……….. 51
F. Studi terdahulu ( Referensi) ……….. 57
BAB III . METODOLOGI PENELITIAN A. Metode penelitian ……… 61
B. Subjek dan lokasi penelitian ……… 64
C. Instrument penelitian ……… 66
D. Teknik pengumpulan data ……… 67
E. Teknik analisis data ……… 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ……….. 83
1. Gambaran umum lokasi penelitian ………. 83
a) Kabupaten Maluku Tengah ………. 83
1). Kondisi geografis dan topografi ………..… 83
2). Keadaan hidrografi ……….. 84
b) Kecamatan Amahai ……….. 84
1). Letak geografi ………. 84
2). Iklim dan curah hujan ……… 86
3). Kondisi sosial budaya ……… 86
a. Penduduk ……… 86
c. Pendidikan ……… 88
d. Kesejahteraan sosial ……… 89
e. Budaya ……… 90
c) Desa Tamilou/Dusun Jalahatan ……… 90
1). Letak astronomis ……… 90
2). Letak geografis ……… 91
3). Kondisi demografis ……… 91
4). Infrastruktur negeri ……… 94
2. Kehidupan sosial budaya masyarakat ……….. 96
a) Sejarah suku Nuaulu ……….. 96
b) Riwayat berdirinya negeri Tamilou ……….. 100
c) Hubungan pela gandong Tamilou, Hutumuri dan Sori-sori … 102
d) Sistem pemerintahan masyarakat suku Nuaualu ………… 106
e) Sistem pendidikan masyarakat suku nuaulu ………… 110
3. Karakteristik masyarakat suku Nuaulu ……….. 113
a) Sistem bahasa ……….. 114
b) Sistem pengetahuan ……….. 115
c) Sistem organisasi sosial ………... 118
d) Sistem teknologi ………... 120
e) Sistem mata pencaharian hidup ……… 127
f) sistem agama ……… 132
g) sistem kesenian ……… 134
4. Ritual daur hidup (Life Cycles) ……….. 135
a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ……….. 137
b) Upacara masa melahirkan ………. 141
c) Upacara masa dewasa ………. . 149
1) Untuk perempuan (Pinamou) ……….. 150
d) Upacara masa kawin ………. 176
1) Kawin meminang ………. 176
2) Kawin lari ……… 181
e) Upacara masa kematian ………. 184
5. Makna di balik simbol dalam ritual daur hidup (life cycles) . ……... 191
a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ……….. 192
b) Upacara masa melahirkan ……… 194
c) Upacara masa dewasa ………. . 197
1) Untuk perempuan (Pinamou) ……… 197
2) Untuk laki-laki (Pataheri) ……….... 202
d) Upacara masa kawin ………. 206
1) Kawin meminang ………. 206
2) Kawin lari ……… 209
e) Upacara masa kematian ………. 211
6. Relevansi nilai-nilai adat dan tradisi di balik daur hidup (life cycles) sebagai sumber pembelajaran IPS ………. 213
a) Upacara masa kehamilan (9 bulan) ………. 214
b) Upacara masa melahirkan ……… 217
c) Upacara masa dewasa ………. . 219
d) Upacara masa kawin ………. 223
e) Upacara masa kematian ………. 227
B. Pembahasan 1. Analisis gambaran umum lokasi penelitian ……… 229
2. Analisis kehidupan sosial budaya masyarakat ………. 229
3. Analisis karakteristik masyarakat suku Nuaulu ………. 232
4. Analisis ritual daur hidup (life cycles) ……… 237
6. Analisis relevansi nilai-nilai adat dan tradisi di balik
daur hidup (life cycles) sebagai sumber pembelajaran IPS ……….. 245
BAB V KESIMPULAN
1. Kesimpulan ……… 257
2. Rekomendasi ……… 260
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
01. Paradigma penelitian ……… 13
02. Cakram maggilingan ………. 24
03. Konsep The Sacred Durkheim ………. 29
04. Proses teknik triangulasi ……….... 72
05. Proses triangulasi sumber ……… 73
06. Langkah-langkah penelitian etnografi ………. 75
07. Periode pengumpulan data ……… 77
[image:6.595.88.509.185.622.2]DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
01. Subjek penelitian ………... 65
02. Jumlah desa sekecamatan Amahai dengan luas wilayah ……. 85
03. Jumlah penduduk Kecamatan Amahai tahun 2008 ……….. 86
04. Jumlah sarana pendidikan Kecamatan Amahai tahun 2008 ……. 88
05. Hasil pendapatan keluarga sejahtera Kecamatan Amahai tahun 2008 ………. 89
06. Jumlah penduduk Desa Tamilou menurut pembagian dusun dan jenis kelamin ………. 92
07. Jumlah penduduk Desa Tamilou menurut tingkat pendidikan ……. 92
08. Jumlah penduduk Desa Tamilou dirinci menurut jenis pekerjaan ….. 93
09. Jumlah penduduk Desa Tamilou dirinci menurut agama …….. 93
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Halaman
01. Hukum cycles ……….. 23
02. Diagram grid/group model Douglas ………. 31
03. Kerangka kebudayaan ……… 44
04. Varian in value orientation ………. 46
05. Struktur pemerintahan Desa Tamilou berdasarkan UU No.18 tahun 1993 ……….. 107
06. Struktur pemerintahan adat suku Nuaulu ………. 108
07. Struktur pemerintahan negeri di Maluku Tengah ………. 109
DAFTAR SKEMA
No. Skema Halaman 01. Rumah suku Nuaulu tampak dari atas ………. 126
DAFTAR FOTO
No Foto Halaman
01. Batu hatumari ………. 101
02. Rumah kapitan solaweno ……….. 118
03. Rumah kapitan weleuru ………. 118
04. Bersama kapitan weleuru ………. 119
05. Bersama kapitan solaweno ………. 119
06. Pakaian adat perempuan (Pinamou) ………. 122
07. Pakaian adat laki-laki (Pataheri) ……… 122
08. Model rumah suku Nuaulu ……… 124
09. Papeda ……… 129
10. Proses pembuatan sagu ……….. 129
11. Perahu di tepi pantai ……… 132
12. Tifa (gendang) ……….. 135
13. Posone tampak dari samping ……… 139
14. Posone tampak dari depan ……….. 140
15. & 16 Posone di tengah hutan ……….. 155
17. Bentuk gigi setelah dipapar (diratakan) ………. 156
18. & 19 pinamou sedang sedang berdandan memakai pakaian adat … 158
20. Pinamou ……… 159
21. Pinamou bersama mama biang ……….. 159
22. Pinamou sedang menggosok minyak didada kepala suku …….. 160
23. & 24 Pohon yang kulitnya dipakai untuk membuat cawat. ……. 168
25. Bersama kepala suku ………. 170
26. Kegiatan ritual pataheri ………. 172
27. Bersama ma’atoke ……… 173
28. Acara setelah pemakaian kain berang ……… 174
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikenal sebagai Negara
yang bercorak Multikutural, multi etnik, agama, ras, golongan serta adat-istiadat yang
berbeda-beda. Keragaman inilah yang menjadikan bangsa Indonesia sebagai suatu
bangsa yang unik dan menarik bila dibandingkan dengan Negara-negara lain di dunia.
Seperti yang diungkapkan oleh Nyoman (2004:1) bahwa hal tersebut tergambar
dengan jelas dalam “Bhineka Tunggal Ika” yang secara de facto mencerminkan
kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya, seperti yang dinyatakan oleh Wiriaatmadja (2002:151) bahwa
masyarakat bangsa Indonesia yang seperti dalam motto Bhineka Tunggal Ika,
menggambarkan berbagai bentuk keragaman, seperti etnik, bahasa, adat, kebiasaan,
kebudayaan dan agama adalah satu dengan kesetaraan dalam jenis perbedaan itu.
Sya’faat (2008: 42) mengungkapkan:
Indonesia. Karena itu, kebudayaan suatu bangsa harus dikuatkan agar bangsa tersebut dapat terangkat selain dianggap oleh bangsa lain.
Berbicara tentang adat-istiadat di daerah Maluku khususnya di Pulau Seram
tentunya tidak dapat dipisahkan dari berbagai pranata adat yang merupakan praktik
kemasyarakatan pada komunitas atau daerah tersebut. Pulau Seram (biasanya disebut
dengan istilah Pulau Ibu: karena masyarakat Maluku beranggapan bahwa nenek
moyang mereka berasal dari daerah ini (http://www.wikipedia.maluku.htm,2009).
Oleh Hadiwijono (2003:32) disebut sebagai wilayah yang didiami oleh
bermacam-macam suku, sekalipun mereka serumpun. Salah satu komunitas adat atau suku yang
sangat menarik yaitu suku “Nuaulu”.
Dilihat dari nama pulaunya “Seram” (berkaitan dengan spasial) tentunya
tergambar sekilas adanya sesuatu hal yang menyeramkan di pulau tersebut, berkaitan
dengan itu, pandangan masyarakat Pulau Ambon dan pulau-pulau sekitarnya yang
beranggapan miring/negatif terhadap suku Nuaulu, jika berbicara tentang suku
Nuaulu, yang terlintas di benak mereka adalah suatu hal yang menakutkan. Hal ini
disebabkan, dahulu suku Nuaulu ketika melaksanakan ritual adat biasanya mereka
melakukan pengayuan (pemenggalan) kepala manusia. Keunikan yang dimiliki oleh
suku Nuaulu dan tidak ditemukan di daerah lain yaitu setiap laki-laki dewasa
mengenakan kain berang (merah) di kepala, gigi merekapun sama ratanya seperti
dipapar (diratakan) dan ternyata dibalik itu semua ada lintasan-lintasan ritual yang
Bagi masyarakat pedesaan (suku Nuaulu) yang masih jauh dari jangkauan
modernisasi, hidup harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Uneputty (1984:56)
menyebutkan pola pemikirannya yaitu individu dalam kehidupannya berada dalam
suatu proses dimulai dari kelahiran dan berakhir pada titik kematian. Dari kelahiran
sampai kepada kematian ada lintasan-lintasan yang harus dilalui. Lintasan-lintasan
yang dimaksud oleh Rusdi Effendi (dalam http://www daur hidup orang bukit.html,
2009) disebut sebagai daur hidup (life cycles) mengandung pengertian pada siklus
dalam lingkaran perjalanan hidup manusia secara berputar/berproses.
Uneputty (1984: 57) menjelaskan daur hidup berkaitan dengan
upacara-upacara ritual kehidupan manusia yang terikat dengan religi dan menjadi
tradisi-budaya. Norma-norma yang berkaitan dengan lintasan hidup sudah merupakan
sesuatu yang sacral, karena sakralnya itu maka pengingkaran terhadapnya dapat
menimbulkan malapetaka. Pola pemikiran ini sangat jelas tampaknya pada suku
Nuaulu yang mendiamai Pulau Seram, bagi kelompok suku ini lintasan-lintasan hidup
mutlak harus diupacarakan.
Otonomi Daerah tentunya memberikan kesempatan yang seluasnya bagi
pengembangan daerah dan kebudayaan nasional. Dengan demikian pemahaman
tentang ritual daur hidup (life cycles) dalam suatu negeri adat atau daerah oleh
masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjawab pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004
yang mengatur tentang otonomi daerah. Sedyawati (2007:185) menyebutkan apalagi
karena potensinya untuk menjadi “kebanggaan daerah”. Tilaar (2004:93)
Semua itu menjadi suatu wacana dalam identitas politik bangsa untuk menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia dan mematahkan asumsi yang bahwa bangsa yang dilanda oleh kebudayaan global akan kehilangan identitasnya apabila bangsa itu tidak lagi menghargai dan tidak mengembangkan kebudayaannya sendiri. Sebab itu pengakuan terhadap kebudayaan lokal berarti pengakuan terhadap nilai-nilai yang mendasari tingkah laku dan tindakan manusia Indonesia.
Pengakuan terhadap kebhinekaan tersebut berarti merupakan suatu langkah ke
arah pemberdayaan masyarakat khususnya generasi muda sebagai tulang punggung
bangsa. Bukankah pengakuan terhadap nilai-nilai budaya lokal memberikan kepada
seseorang identitasnya? Selanjutnya identitas budaya lokal diperluas horizonnya
kepada dimensi identitas dan jati diri sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Fakta menunjukan penyerapan budaya asing yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia terus terjadi dan dapat merusak, menghancurkan
budaya dan adat-istiadat yang telah lama dijaga dan dilestarikan sebagai warisan
leluhur. Dalam kehidupan dewasa ini tidak mustahil ada nilai-nilai budaya serta adat
istiadat yang mendapat bentuk baru atau juga lenyap dalam kehidupan modern.
Sebagaimana diungkapkan oleh Abdulkadir (2008:90) mengenai keresahan
yang muncul akibat benturan nilai teknologi modern dengan nilai-nilai tradisional.
Kontak budaya yang ada dengan kontak budaya asing menimbulkan perubahan
orientasi budaya yang mengakibatkan perubahan sistem nilai budaya. Ia pun
menambahkan bahwa pelaksanaan pembangunan yang berlangsung secara terus
menerus dapat menimbulkan perubahan dan pergeseran nilai budaya serta menjadi
lepas dari tantangan pembangunan, modernisasi dan urbanisasi tersebut. Adimihardja
(2008:107) mengungkapkan bahwa:
“Mitos modernisasi yang dipersepsi dan dipahami oleh para pengambil keputusan dan perencana pembangunan sebagai gejala perubahan, ternyata mencabut nilai-nilai tradisi dan menggantikan dengan nilai-nilai yang baru dari barat yang dianggap mampu mendorong sebagai unsur pendorong kemajuan”
Di kalangan masyarakat proses tersebut dikenal sebagai proses pembentukan
nilai yang kebarat-baratan, westernisasi yang sesungguhnya asing bagi masyarakat,
karena itu hal yang berbau tradisi ataupun adat istiadat dianggap sebagai hal yang
kuno, Jumud dan terbelakang. Model pembangunan ini bersifat Top Down dan tidak
berakar pada nilai-nilai budaya lokal. Pemahaman tersebut mengakibatkan nilai-nilai
budaya lokal semakin termarginalkan bahkan terkadang ditinggalkan”. Padahal
dengan memahami dan menghayati nilai-nilai adat dan tradisi masyarakat masa
lampau tersebut diharapkan mampu dapat menangkap aura dan etos (semangat yang
kuat dan mental force) dari nilai-nilai adat dan tradisi tersebut untuk mengembangkan
sosok pribadi-pribadi sebagai anggota masyarakat yang mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya, sesama, lingkungan dan sang pencipta.
Karena itu diharapkan generasi muda sekarang ini diajak untuk sejenak
melirik kembali (look back) ke tempo dulu untuk sekedar mencoba membandingkan
dan bertanya mengapa dan apa gerangan yang ada di balik kehidupan masyarakat
tempo dulu yang ternyata telah mampu menciptakan nilai-nilai kearifan yang dikemas
upaya menapaki rentang kehidupan dengan nyaman, sejahtera dan sarat dengan
nilai-nilai toleransi antar individu dan kelompok sesuai dengan tuntuntan dan harapan dari
nilai-nilai yang menjadi acuan dan panduan adat atau tradisi tersebut.
Hal ini pun disebabkan karena pendidikan IPS yang selama ini diterapkan,
tidak mampu memberikan andil dalam pencapaian kehidupan masyarakat yang lebih
baik/berkualitas. Lemahnya pembelajaran IPS yang secara umum dilaksanakan di
lapangan oleh Al Muchtar 2005:99 disebutkan antara lain; 1) Dikaji dari sisi
pembelajaran IPS di sekolah, selama ini pembelajaran IPS hanya menekankan pada
sisi penguasaan konsep (konvensional)/pencurahan isi buku daripada penalaran. 2)
proses pembelajaran IPS lebih menekankan kepada pengembangan aspek kognitif
daripada afektif dan psikomotor 3) pembelajaran IPS kurang menyentuh aspek nilai
sosial dan keterampilan sosial. 4) pembelajaran IPS lebih menempatkan guru sebagai
sumber informan (teacher centered) daripada melibatkan siswa dalam proses berfikir
dan kemampuan memecahkan masalah. 5) Hal ini semakin diperparah dengan
pengembangan pembelajaran IPS oleh guru yang tidak mengaitkan dengan kehidupan
nyata dengan siswa.
Mengenai lemahnya pembelajaran IPS seperti yang dinyatakan oleh Al
Muchtar di atas, semakin diperkuat dengan kondisi sekolah di Desa Tamilou dimana
dengan segala keterbatasan guru yang jauh dari jangkauan informasi sehingga kurang
mengembangkan model pembelajaran dan penggunaan media, semakin membuat
pembelajaran IPS kompleks begitu lemah. Akibatnya pemahaman dan penghargaan
adanya penghargaan terhadap budaya dan adat istiadat tersebut yang notabene adalah
merupakan suatu aset kekayaan bangsa yang patut dijaga dan dilestarikan.
Padahal sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yakni
kurikulum berbasis kontekstual diharapakan lingkungan sekitar dapat dijadikan
sebagai Laboratorium/sumber belajar IPS. Sebagaimana teorinya Vygotsky
menunjukkan dengan jelas betapa lingkungan budaya yang dimulai dengan
lingkungan terdekat yaitu keluarga, kemudian masyarakat sangat menentukan di
dalam perkembangan kognisi anak.
Tilaar (2004:219) menyebutkan bahwa tanpa apresiasi budaya yang ada di
sekitarnya tidak mungkin terjadi perkembangan kognitif. Apabila pada suatu tingkat
tertentu nilai-nilai etis dan etetika meminta kemampuan kognisi, maka dengan
sendirinya penghayatan secara total dari nilai-nilai kebudayaan tidak dapat berjalan
tanpa pengembangan kemampuan kognitif, karena itu kebudayaan daerah merupakan
dasar dari pengembangan pribadi seorang anak. Menghilangkan kebudayaan daerah
di dalam berbagai bentuk berarti memotong alur komunikasi yang merupakan kondisi
dan perangsang untuk perkembangan kepribadian serta perkembangan kebudayaan.
Karena anak yang hidup dari keterasingan dan tecabut dari nilai akar budayanya akan
kehilangan pegangan di dalam kehidupan selanjutnya. Dengan demikian para siswa
haruslah diperkenalkan kepada unsur-unsur budaya yang luas dan beragam, bukan
hanya disodorkan mengenai fakta-fakta tapi haruslah dikembangkan kemampuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih dalam tentang : NILAI-NILAI KEARIFAN ADAT DAN TRADISI DI
BALIK RITUAL“DAUR HIDUP” (LIFE CYCLES) PADA MASYARAKAT SUKU NUAULU DI PULAU SERAM SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS (Studi Etnografi : Di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) dalam
masyarakat suku Nuaulu di Desa Tamilou Kecamatan Amahai Kabupaten
Maluku Tengah ?
2. Apakah arti/makna pelaksanaan ritual daur hidup (life cycles) bagi masyarakat
suku Nuaulu ?
3. Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi apakah di balik ritual daur hidup (life
cycles) yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran IPS ?
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitiaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses pelaksanaan ritual daur hidup (life
cycles) dalam masyarakat suku Nuaulu di Desa Tamilou Kecamatan Amahai
2. Untuk mengetahui apakah arti/makna pelaksanaan ritual daur hidup (life
cycles) bagi masyarakat suku Nuaulu.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai kearifan adat dan tradisi apakah di balik ritual
daur hidup (life cycles) yang dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran
IPS.
D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik
Memberikan kontribusi dalam membuka wawasan berfikir anak bangsa
bahwa di belahan bumi Pertiwi ini masih ada masyarakat suku Nuaulu di Maluku
tepatnya di Desa Tamilou Kabupaten Maluku Tengah yang masih kental
mempertahankan keasliannya dalam memperkaya khasanah budaya bangsa
Indonesia.
Selama ini masih banyak wacana masyarakat adat (suku-suku terpencil) di
Indonesia yang tidak dikenal oleh bangsa sendiri dan dianggap terbelakang serta tidak
punya potensi. Padahal menurut Sya’faat (2008: 22) kalau mau dilihat pengalaman
Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, India dan Yugoslavia dibangun
di atas landasan kemajemukan (pluralitas) masyarakatnya, begitu juga saat Indonesia
merdeka dulu.
Hal tersebut dibenarkan juga oleh Tilaar (2004:216) yang menurutnya contoh
lain yang bisa dilihat adalah lahirnya Negara Singapura menunjukkan bagaimana
mempunyai kelompok-kelompok etnik dengan budaya dan bahasa masing-masing.
Karena itu hal ini tentunya menjadi suatu alat penggerak kemajuan masyarakat adat
(suku-suku terpencil/terasing) untuk menunjukkan eksistensi bahwa mereka tidak
termarginalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dihargai dan
dibanggakan menjadi suatu aset kekayaan budaya dan adat istiadat bangsa kita,
bangsa Indonesia.
2. Manfaat praktik
a. Menjadi masukan bagi pembaca, khususnya anak cucu Maluku dalam
menambah pengetahuan tentang masyarakat suku “Nuaulu” di Pulau Seram.
b. Bagi Pemda Provinsi Maluku dan Dinas Kebudayaan Maluku, penelitian ini
menjadi referensi dan informasi tambahan dalam mengungkap kekayaan
budaya masyarakat Maluku. Sehingga diharapkan penelitian ini menjadi
wacana bagi pengembangan kebudayaan di Maluku pada umumnya dan
Pulau Seram pada khususnya.
c. Memberikan kontribusi dan motivasi kepada lembaga ilmu pengetahuan dan
ilmu penelitian tentang penelitian-penelitian kontemporer dalam kehidupan
masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram.
d. Menjadi sumbangan bagi pembelajaran IPS di sekolah.
E. Hipotesis Kerja
Masyuri dan Zainuddin (2010:136) mengemukakan bahwa dasar penyusunan
hipotesis adalah kerangka berfikir. Hipotesis dalam penyusunannya secara teknis
umum ke khusus. Sedangkan Soewardi (2004:168) mengatakan bahwa hipotesis kerja
yang dirumuskan dalam penelitian kualitatif ini difungsikan sebagai pemandu
penelitian, dalam arti beragam ritual yang diteliti senantiasa mengacu dan berpatokan
terhadap research guide tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Alwasilah (2009:154) yakni bahwa
dalam penelitian kualitatif, hipotesis berfungsi untuk membuat peneliti sensitif
terhadap fenomena yang sedang diteliti, bukan untuk diuji terbukti tidaknya seperti
dalam penelitian kuantitatif.
Berdasarkan dari konsep diatas maka hipotesis kerja dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Ritual daur hidup (life cycles) yang ada di suku Nuaulu dimulai dari ritual
upacara masa kehamilan (9 bulan) dan kelahiran, masa anak-anak, masa
dewasa, masa menikah, masa kematian.
2. Ritual daur hidup (life cycles) sangatlah penting dalam mengembangkan
adat dan tradisi masyarakat suku Nuaulu sebagai suatu bentuk pengenalan
sebuah jati diri bagi suku Nuaulu.
3. Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi di balik ritual daur hidup (life cycles)
yaitu nilai solidaritas, penghargaan hakikat hidup (HAM), tanggung
jawab, ketaatan, ketertiban, keindahan, keterpaduan, kekompakan, kerja
keras, keuletan, persatuan, kedisiplinan, kerukunan, kebaikan dan
IPS seperti nilai sejarah, nilai etnisitas (antropologi), nilai geografi, dan
nilai muatan lokal.
F.Paradigma Penelitian
Agar penelitian ini benar-benar mengarah pada sasarannya maka diperlukan
suatu paradigma atau kerangka berfikir yang jelas, karena metode yang digunakan
untuk mencari kebenaran haruslah dilandasi oleh suatu paradigma tertentu.
Paradigma menurut Kuhn (1989:43) dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang,
cara berfikir, pendekatan atau kerangka pikir (frame of reference) yang melandasi
kegiatan ilmiah, atau sebagai suatu gugus berfikir baik berupa model atau pola yang
digunakan oleh para ilmuan dalam upaya studi-studi keilmuan. Wiriaatmadja (2005
:84-85) menyebutkan paradigma dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan membantu
peneliti untuk memahami fenomena tentang asumsi-asumsi dunia sosial, bagaimana
ilmu disusun atau diorganisir, dan apa yang disebut masalah dan kriteria
pembuktiannya.
Bogdan dan Biklen (1982:2) mendefinfisikan paradigma adalah sebagai
kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau
proposisi yang mengarahkan cara berfikir dalam penelitian. Lebih lanjut penelitian
ini mengunakan paradigma penelitian ilmiah yang dipraktekan dalam
langkah-langkah metode penelitian kulaitatif. Dengan demikian paradigma kualitatif yang ada
dapat dipandang sebagai dasar tilikan, sehingga berbagai permasalahan yang ada
dapat terungkap secara komprehensif, integralistik dan holistik. Apabila ditampilkan
Bagan 01 Paradigma Peneilitian
Terkikis
Ritual daur hidup (life cycles) masyarakat suku Nuaulu
Faktor penghambat Faktor internal -.perkawinan campur -anak yang mengenal dunia pendidikan (generasi muda)
Faktor ekternal -urbanisasi -. Modernisasi -.pelaksanaan pembangunan Kesadaran dari masyarakat suku Nuaulu Faktor pendorong: Peranan tua-tua adat serta orang tua yang masih bersekukuh
mempertahankan keaslian budaya daerah sebagai sebuah pesan dari leluhur untuk tetap dijaga dan
survive
Nilai-nilai kearifan adat dan tradisi di balik ritual daur hidup mengandung nilai; solidaritas, penghargaan hakikat hidup (HAM), tanggung jawab, ketaatan, ketertiban, keindahan, keterpaduan, kekompakan, kerja keras, keuletan, persatuan, kedisiplinan, kerukunan, kebaikan dan keteladanan
Sumber belajar IPS
G. Klarifikasi Konsep
Dalam rangka memperjelas pemahaman dalam penelitian ini maka perlu
diklarifikasi beberapa konsep sebagai berikut :
1. Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi
kehidupan manusia. Budiyono (2007:75) menjelaskan bahwa nilai adalah
kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir
maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku.
2. Kearifan oleh Mutakin (2005:43) diartikan sebagai kemampuan berfikir,
berasa, bersikap dan bertindak seseorang atau kelompok orang dalam upaya
memperkenalkan dan menanam ide, konsep, gagasan, harapan, anjuran atau
sejumlah informasi yang bekenan dengan nilai-nilai dan norma-norma sebagai
acuan tentang bagaimana selayaknya hidup dan kehidupan dikembangkan,
dinikmati dan disyukuri sehingga bermakna dan bermanfaat bagi individu
yang bersangkutan, sesama dan lingkungannya sesuai dengan situasi, kondisi
dan tuntutan yang ada pada saat itu.
3. Garna (1996:166) mengatakan tradisi adalah kebiasaan sosial yang
diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialiasi.
Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi
merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah
menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia
(worldview) yang menyangkut kepercayaan mengenai masalah kehidupan dan
berkaitan dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai dan pola serta cara berfikir
masyarakat.
4. Mengenai daur hidup (life cycles) akan dikaitkan dengan upacara-upacara
ritual kehidupan manusia yang telah diikat oleh Religi dan menjadi sebuah
tardisi budaya, sehingga tidak bisa dipisahkan dari aspek kehidupan manusia
dan menjadi sebuah kepribadian suku etnik tersebut. Karenanya Spengler
(dalam Horton dan Hunt 2004: 120) mengemukakan bahwa kehidupan
manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah
berakhir dengan pasang surut, seperti halnya kehidupan organisme yang
mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa
tua sampai kepada kematian. Perkembangan pada masyarakat ini merupakan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok
(Syaodih 2007:60). Tentunya hal ini terkait dengan yang penulis teliti yakni ingin
mendeskripsikan dan menganlisis tentang fenomena masyarakat suku Nuaulu, baik
itu peristiwa-peristiwa sejarah masa lampau (sejarah suku), aktifitas sosial,
kepercayaan (termaktub dalam 7 unsur kebudayaan), juga persepsi masyarakat suku
Nuaulu terkait hal tersebut di atas, baik secara individu maupun kelompok.
Koentjaraningrat (2002:329) melihat penelitian kualitatif ini sebagai
penelitian yang bersifat Etnografi yaitu suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu
bangsa dengan pendekatan Antropologi. Hal inipun dibenarkan oleh Fathoni
(2005:98) Karena bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu
komunitas dari suatu daerah tertentu menjadi pokok deskripsi sebuah karangan
etnografi, maka dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan menurut
suatu tata urut yang sudah baku. Susunan tata urut itu disebut sebagai kerangka
penelitian etnografi, penulis juga melakukan penelitian ini dengan menggunakan
pendekatan etnografi, disebabkan bahan yang diteliti adalah mengenai kesatuan
kebudayaan suku bangsa/ras di suatu komunitas dari suatu daerah tertentu yaitu
menyangkut ritual daur hidup (life cycles) masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram,
yang dimulai dari masa kehamilan Sembilan bulan, sampai titik akhir kehidupan
yakni kematian yang akan dideskripsikan, dianalisis dan diinterpretasi oleh penulis.
Untuk memperinci unsur-unsur dari suatu kebudayaan, sebaiknya dipakai
daftar unsur kebudayaan universal. Kerena unsur kebudayaan itu bersifat universal
maka dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suku bangsa yang menjadi pokok
perhatian Antroplogi pasti juga mengandung aktivitas adat istiadat (ritual-ritual),
pranata sosial dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan ke dalam salah
satu dari tujuh unsur kebudayaan.
Sebagamana yang diungkpakan oleh Creswell (1998:493)
Ethnographic research is a Qualitative design for describing, analyzing and interpreting the patterns of a culture-sharing group. Culture is a broad term used to encompass all human behavior and beliefs. Typically, it includes study of language, rituals, structures, life stages, interactions and communication. Ethnographers visit the “field” collect extensive data through such procedures as observation and interviewing and write up a cultural portrait of the group within its setting
Dalam penelitian ini peneliti langsung berinteraksi dengan masyarakat suku
Nuaulu setempat sehingga segala permasalahan yang terkait dengan budaya
masyarakat setempat dapat diketahui, dipahami oleh peneliti secara jelas. Ciri umum
yang ditampilkan dalam penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan diatas oleh
dihasilkan data deskriptif dan analisis serta interpretasi berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Dengan demikian, lebih memusatkan pada ucapan dan tindakan subjek
penelitian, serta situasi yang dialami dan dihayatinya, dengan berpegang pada
kekuatan data hasil wawancara. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, Bogdan dan Biklen
(1982:27-29) secara terperinci menjabarkan karakteristik penelitian kualitatif,
diantaranya :
1. peneliti sendiri sebagai instrument utama untuk mendatangi secara langsung sumber data
2. mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung kata-kata daripada angka
3. menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses tidak semata-mata kepada hasil
4. melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang terjadi
5. mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa karakteristik yang ditonjolkan ;
pertama, peneliti bertindak sebagai alat peneliti utama (key instrument) dengan
melakukan wawancara sendiri para informan dan pengumpulan bahan yang berkaitan
dengan objek penelitian dan peneliti terlibat aktif dalam proses penelitian. Kedua,
peneliti mengumpulkan dan mencatat data-data dengan rinci yang berkaitan dengan
B. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, sumber data dipilih secara purposive dan bersifat
snowball sampling. Sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang
yang memiliki power dan otoritas pada situsi sosial atau objek yang diteliti, sehingga
mampu “membuka pintu” kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data
mereka tergolong gatekeepers (penjaga gawang) dan (knowledgeable informant)
informan yang cerdas (Sugiono 2008:56)
Mengacu pada hal di atas, maka mula-mula yang menjadi informan kunci
(gatekeepers) dalam penelitian ini adalah bapak ma’atoke, setelah itu beliau
memberikan informasi tentang para informan lainnya yang punya kapasitas penting
terhadap masalah yang peneliti sedang teliti, akhirnya dianjurkan menuju ke tua-tua
adat yang ada (kepala suku, kapitan solaweno, kapitan weleuru, tuan tanah) karena
merasa keterangan yang diberikan menyangkut ritual kelahiran dan masa dewasa
belum terlalu dalam dan lengkap maka informan selanjutnya adalah mama biang dan
seorang gadis muda yang baru saja menyelesaikan ritual pinamou yang lebih
mengetahui tentang ritual tersebut, setelah itu menyangkut ritual kematian data
diambil dari pendeta adat. Sedangkan untuk masalah keterkaitan menyangkut
gambaran umum lokasi penelitian, data diperoleh di kantor desa negeri Tamilou
(kepala urusan pembangunan) bapak Taher Pawae. Untuk gambaran umum
bapak Philip Halatu. Oleh Karena itu dalam penelitian ini bersifat snowball sampling
[image:30.595.105.520.191.573.2]maka informan ditetapkan oleh peneliti sebagai berikut ;
Tabel 01 Subjek Penelitian
Informan pangkal Informan pokok/kunci
1. Tokoh adat : yang meliputi raja, kepala
suku, tuan tanah, kapitan dan ma’atoke
2. Tokoh agama : Ulama, pendeta dan
pendeta adat serta mama biang
3. Tokoh masyarakat yang terdiri dari :
Kepala kecamatan Amahai, guru SMA
negeri Tamilou
1. Komunitas masyarakat
Islam
2. Komunitas masyarakat
Kristen
3. Komunitas masyarakat
Agama Suku
b. Lokasi Penelitian
Tempat atau lokasi dalam penelitian adalah sebuah Desa di Pulau Seram
bagian Timur yaitu Desa Tamilou Dusun Jalahatan. Peneliti tertarik untuk meneliti di
Pulau Seram karena di wilayah ini masih banyak adat istiadat dan budaya yang belum
terkuak dan dikenal oleh masyarakat Maluku pada khususnya dan Indonesia pada
umumnya yang sangat menarik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya di
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti itu
sendiri. Peneliti kualitatif, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan
menganalisis data juga menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya.
Nasution (2003:61) menyatakan :
Dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.
Dalam kaitannya peneliti sendiri adalah human instrument, dapat dibuktikan
ketika di lapangan peneliti menetapkan fokus penelitian pada masyarakat suku
Nuaulu, yaitu ketika di lapangan hal pertama yang peneliti lakukan tidaklah langsung
menanyakan tentang ritual-ritual masyarakat tersebut, akan tetapi yang pertama
peneliti mengobservasi lokasi penelitian berupa kegiatan masyarakat sehari-hari,
kemudian menyangkut karakteristik masyarakat suku Nuaulu dimana pokok pertama
adalah yang dilakukan adalah berusaha memahami bahasa Nuaulu setelah itu baru
memfokuskan pada ritual daur hidup (life cycles) tentunya, setelah peneliti mampu
berkomunikasi dengan baik para informan.
Para informan kemudian di tetapkan sendiri oleh peneliti, dengan bantuan
adalah dengan jalan menanyakan kepada bapak ma’atoke tentang fungsi dari
masing-masing tua adat yang ada, siapa saja nyang punya peran penting dalam setiap
upacara-upacara adat yag dilaksanakan. Setelah keterangan didapat maka langkah
selanjutnya adalah menuju rumah setiap informan yang akan dimintai keterangan
menyangkut dengan masalah penelitian. Setelah data terkumpul peneliti kemudian
melakukan analisis dan menafsirkan setiap data yang diperoleh serta membuat
kesimpulan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
menguasai teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standard yang ditetapkan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan di dalam “natural
setting” (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data
lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam (in depth interviuw) dan
dokumentasi.
1. Observasi
Nasution (2003:67) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui obeservasi. Sedangkan Menurut
the meaning attached to those behavior”, yakni melalui observasi, peneliti belajar
tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.
Alwasilah (2009:154-155) menambahkan bahwa dengan menggunakan teknik
observasi ini memungkinkan peneliti menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna
dan sudut pandang informan, kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Dengan
adanya observasi, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan
(tacit undertanding) juga sudut pandang informan yang mungkin tidak tercungkil
lewat wawancara.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti datang ke lokasi atau tempat tinggal
masyarakat suku Nuaulu di Pulau Seram untuk mengamati situasi (pada waktu siang
dan malam) dalam aktivitas masyarakat setempat (berkebun, meramu sagu, mengolah
tepung sagu menjadi sagu dan papeda, mencuci, nelayan, membelah kayu untuk
dijadikan kayu kabar, dll). Dengan obervasi, maka data yang diperoleh akan lebih
lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
tampak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jorgensen (1989:23) bahwa :
Methodology observation is appropriate for a wide range of scholarly problems pertinent to human exictence. It focuses on human interaction and meaning viewed from the insiders’ viewpoint in everyday life situation and setting. Its aims to generate practical and theoretical truths formulated as interpretative theories
Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data, terlibat dengan
kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
dilakukan oleh masyarakat suku Nuaulu setiap harinya, dengan pengamatan peneliti
mampu melihat hal-hal yang tidak mampu diungapkan oleh masyarakat suku Nuaulu,
misalnya ketika malam itu laki-laki suku Nuaulu yang ingin melaut biasanya akan
menentukan pergi tidaknya mereka dengan tanda bulan, atau ketika anak dari bapak
ma’atoke yang sakit dibungkus dengan daun jarak, ketika besoknya bangun pagi ia
sudah tidak demam lagi. Hal ini tidak peneliti peroleh ketika berwawancara, (karena
keterbatasan pengetahuan mereka akan bahasa Indonesia) itulah mengapa observasi
dangat penting dalam penelitian kualitatif ini.
2. Wawancara
Estenberg (2002:98) mendefinisikan interview sebagai berikut. “A meeting of
two person to exchange information and idea through questions and responses,
resulting in communication and joint construction of meaning about a particular
topic”. Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi dengan
wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan
interview kepada orang-orang yang ada didalamnya. Terkait dengan hal tersebut,
maka dalam penelitian ini, peneliti di samping melakukan observasi terhadap
masyarakat asli Pulau Seram, juga di selingi dengan memberikan pertanyaan
(wawancara) yang berhubungan dengan masalah-masalah adat/budaya atau tradisi.
Dalam wawancara dengan informan, peneiliti memberikan keleluasaan
kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data
pedoman wawancara. Nasution (2003:69) mengemukakan bahwa “observasi saja
tanpa wawancara tak memadai dalam melakukan penelitian, itu sebabnya observasi
harus dilengkapi dengan wawancara”.
Wawancara sangat penting dalam penelitian ini, karena keterbatsan bahasa
maka wawancara yang dilakukan menggunakan ahasa Melayu Ambon dengan tujuan
mempermudah para informan untuk mengerti/mencerna maksud dan tujuan dari
pertanyaan yang ada (pedoman wawancara). Informan memberikan keseluruhan
informasi yang mereka punya, tentang proses ritual yang biasanya mereka
laksanakan. Pada awalnya data yang diambil dimulai dari bapak ma’atoke kemudian
menuju kepala suku dari kepala suku ke kapitan solaweno, kapitan weleuru, tuan
tanah, ke pendeta adat. Akan tetapi menyangkut ritual kelahiran dan pinamou peneliti
merasa agak membingungkan, dan merasa keterangan yang diberikan kurang jelas
akhirnya peneliti menanyakan kepada bapak ma’atoke adakah orang yang bertugas
untuk melaksankan ritual tersebut. Akhirnya didapatilah seorang nara sumber (mama
biang) yang memang mempunyai andil penting dalam ritual tersebut, sehingga data
yang diperoleh sangat melengkapi penelitian ini. Selanjutnya dari mama biang
peneliti menuju ke mama ma’atoke, si gadis yang juga baru selesai dengan upacara
Pinamou dan meminta kesediaannya untuk diambil foto/gambar.
3. Studi Dokumenter
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dalam penelitian
tentang suku Seram, gambar-gambar aktifitas masyarakat asli pulau Seram, catatan
sejarah tentang pulau Seram dan masyarakat aslinya. Namun karena masyarakat suku
Nuaulu sendiri baru mengenal dunia pendidikan sekarang sekarang ini, maka
dokumen-dokumen yang diperlukan tidak peneliti peroleh., yang peneliti peroleh di
suku ini hanyalah dokumen yang berbentuk gambar yaitu tiga buah foto yang
menggambarkan tentang: 1) pelaksanaan ritual daur hidup masa dewasa (pinamou)
ketika melakukan proses pengusapan minyak di dada bapak ma’atoke, 2) ritual daur
hidup masa dewasa bagi laki-laki (pataheri) pada saat tiba di depan baeleo dan
setelah pemakaian cawat dan kain berang.
Studi dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi
dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga
tingkat validitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh peneliti.
4. Triangulasi Data
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data
dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus
menguji kredibilitas data, yaitu mengecek validitas dan kredibilitas data dengan
berbagai teknik pengumpulan data sebagai sumber data. Triangulasi teknik, berarti
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
wawancara, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.
Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda
dengan teknik yang sama.
Sugiono (2007:85) mengatakan bahwa “Nilai dari teknik pengumpulan data
dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent
(meluas), tidak konsisten dan kontradiksi. Karena itu dengan menggunakan teknik
triangulasi dalam pengumpuan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten,
tuntas dan pasti”. Lebih lanjut Sugiono menggambarkan proses triangulasi sebagai
berikut :
Gambar 02
Proses Teknik Triangulasi
Sumber Data; bapak ma’atoke,
kepala suku, kapitan solaweno,
kapitan weleuru, mama biang, tuan
tanah, pendeta adat, mama biang, mama
ma’atoke
Observasi (situasi; pada waktu siang maupun malam serta aktivitas apa
saja yang biasanya dilakukan oleh masyarakat suku Nuaulu)
Wawancara mendalam mengenai ritual daur hidup (mengandung 9 bulan,kelahiran,dewasa; pinamou
dan pataheri, perkawinan, kematian )
Dokumentasi ; berupa 3 foto; 2 foto ritual pataheri, 1 foto
Gambar 03
Proses Triangulasi sumber
(sumber : Sugiono 2008:84)
Proses triangulasi data seperti yang telah digambarkan pada bagan di atas
adalah, merupakan salah satu bentuk pengecekan terhadap sumber-sumber hasil
wawancara, yang dilakukan oleh peneliti, agar tetap menjunjung tinggi tingkat
keakuratan data yang diperoleh peneliti.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan dalam hal ini Sugiono
(2008:90) menyatakan bahwa: “analisis telah mulai sejak dirumuskan dan
menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan terus berlanjut sampai
penulisan hasil penelitian“. Wawancara mendalam
A
B
Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Lincoln dan Guba (1985:345)
mengatakan bahwa :
Langkah pertama dalam reduksi data ke dalam unit analisis satuan ialah peneliti hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang sudah terkumpul. Setelah itu usahakan agar satuan-satuan itu diindentifikasi. Peneliti memasukan ke dalam kartu indeks. Penyusunan satuan dan pemasukan ke dalam kartu indeks hendaknya dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap ini analisis hendaknya jangan dulu membuang satuan yang ada walaupun mungkin dianggap tidak relevan.
Tujuan analisis data yang dilakukan oleh peneliti yakni proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengoraganisir data, menjabarkan kedalam unit-unit analisis, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang
dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Spradley (Creswell 1998:487) adapun
Gambar 04
Langkah-langkah penelitian Etnografi
3Making an ethnographic record
2 Interviewing an informant
1Location in information
Sumber : Creswell J (1998:497)
Bertolak dari konsep di atas, maka untuk memudahkan peneliti dalam proses
menganalisis data dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan alur analisis
sebagai berikut :
12 writing the etnography
11 Discovering cultural themes
10 making a componential analysis
9 Asking contrast questions
8 making a taxonomic analysis
7 asking structural questions
6 making a domain analysis
5 analyzing ethnographic interviews
1. Analisis sebelum di lapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum memasuki
lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
sekunder, yang akan digunakan untuk menemukan focus penelitian. Maka, peneliti
telah melakukan analisis terhadap sebuah buku dan beberapa artikel tentang suku
Nuaulu. Diharapkan analisis ini dapat memberikan sedikit gambaran tentang masalah
yang akan dikaji oleh peneliti.
Namun demikian focus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan
berkembang seteleh peneliti masuk dan selama di lapangan. Sugiono (2008:90)
mengibaratkan tahapan ini seperti :
Seseorang yang sedang mencari pohon jati di suatu hutan. Berdasarkan karakteristik tanah dan iklim, maka dapat diduga bahwa hutan tersebut ada pohon jatinya. Oleh karena itu peneliti dalam membuat proposal penelitian fokusnya adalah ingin menemukan pohon jati dari hutan tersebut. Berikut karakteristiknya. Setelah masuk peneliti masuk ke hutan beberapa lama ternyata hutan tersebut tidak ada pohon jatinya…… kalau fokus penelitian yang di rumuskan dalam proposal tidak ada di lapangan, maka peneliti akan merubah fokusnnya, tidak lagi mencari kayu jati di hutan, tetapi akan berubah dan mungkin setelah masuk hutan tidak tertarik lagi pada kayu jati tetapi beralih ke pohon/binatang yang ada di hutan tersebut.
Untuk hal tersebut, maka ada satu buku (hasil penelitian dan dokumentasi dari
dinas pendidikan dan kebudayaan yang mengkaji tentang upacara-upacara tradisional
daerah Maluku), makalah (eksistesi agama suku Nuaulu di Maluku) dan resensi
disertasi (menyangkut ritual pataheri dan posone) yang peneliti gunakan, untuk
menganalisis agar memberikan gambaran tentang masalah yang akan dikaji oleh
2. Analisis selama di lapangan model Miles dan Huberman
Miles dan Huberman (1992:12) mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus, sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data
reduction, data display dan conclusioan drawing/verivication. Langkah-langkah
[image:42.595.116.512.235.612.2]analisis ditunjukan pada gambar berikut ini:
Gambar 05
Periode Pengumpulan Data
Reduksi Data
Antisipasi Selama Setelah
Display Data
Selama Setelah ANALISIS
Kesimpulan/verifikasi
1) Data reduction (reduksi data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari
bila diperlukan. Reduksi data dapat dilakukan dengan menggunakan kode pada
aspek-aspek tertentu.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan dan pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari
catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama
pengumpulan data berlangsung. Reduksi data merupakan bagian dari analisis
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan
akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Jadi semua catatan lapangan menyangkut
masyarakat suku Naaulu, di pilah berdasarkan butir soal yang ada misalnya semua
data baik wawancara dan observasi menyangkut ritual daur hidup pinamou, akan
dikategorikan kedalam bagian point khusus sehingga sangat memudahkan peneliti
ketika melakukan display data. Begitu juga untuk ritual lainnya, sehingga dapat
2) Data display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan
Huberman (1992:17) manyatakan “The most frequent from of display data for
qualititative research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.
Sebagaimana halnya dengan reduksi data, penciptaan dan penggunaan
penyajian data tidaklah terpisah dari analisis. Penyajian data yang peneliti lakukan
adalah dengan merancang keseluruhan data berupa catatan lapangan yang telah
direduksi ke dalam kolom-kolom sebuah matriks, yaitu dalam bentuk narative text
(menceritakan) masing-masingnya point tersebut. Pertama penulis mencoba
menceritakan/menggambarkan terlebih dahulu mengenai lokasi penelitian, kemudian
kehidupan sosial budaya, pemerintahan dan pendidikan dari masyarakat suku Nuaulu,
setelah itu mengenai karakteristik masyarakat dilihat dari tujuh unsur kebudayaan,
barulah peneliti menceritakan tentang ritual daur hidup, makna dibalik setiap simbol
yang digunakan dalam ritual tersebut serta relevansinya terhadap pendidikan IPS.
3) Conclusing drawing/verification/penarikan kesimpulan
Langkah analisis ketiga yang penting dalam penelitian kualitatif menurut
pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan, sebab-akibat dan proposisi. Kesimpulan awal yang ditemukan
mula-mula masih bersifat sementara karena belum jelas, namun dengan meminjam
istilah Glaser dan Staruss (dalam Miles dan Huberman 1992:20) bahwa kemudian
akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh, bila ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
data. Maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan-kesimpulan yang ada juga kemudian diverifikasi selama
penelitian ini berlangsung. Verifikasi itu berupa pemikiran kembali yang melintas
dalam pikiran peneliti selama masa penulisan (penyusunan dan pengolahan data),
tinjauan ulang pada catatan-catatan selama masa penelitian (di lapangan), tinjauan
kembali dengan saksama berupa tukar pikiran dengan para ahli (pembimbing) untuk
mengembangkan kesepakatan intersubjektif, serta membandingkan dengan salinan
atau temuan dalam data-data yang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan agar
hasil penelitian ini dapat dipercaya selain dengan menggunakan teknik triangulasi
data yaitu dengan melakukan pengecekan kebenaran data tertentu dengan
membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya interpretasi data yang bias. Selain itu peniliti juga
1. Member Check
Tujuan dari member check adalah agar informasi yang peneliti
peroleh dan digunakan dalam penulisan laporan ini sesuai dengan apa
yang dimaksud oleh informan. Data yang diperoleh peneliti selanjutnya
dilakukan pengujian secara ktitis melalui member check, yang dapat
ditempuh dengan dua cara yaitu: 1) meminta tanggapan pada informan
untuk mencek kebenaran data yang disusun. Dalam hal ini para tokoh
adat yaitu kepala suku, ma’atoke, tuan tanah, kapiatan solaweno, kapitan
weleuru, mama biang dan pendeta adat. jadi setelah diwawancara untuk
meyakinkan peneliti, para informan dimintai untuk mendengarkan
peneliti membaca kembali ulang catatan yang telah dibuat sebagai hasil
wawancara, apabila ada yang keliru/salah akan dibetulkan. 2)
pengecekan data ini dilakukan terus menerus dan berulang-ulang selama
penelitian berlangsung. Pengecekan keakuratan data peneliti lakukan
secara terus menerus kepada semua informan.
2. Audit Trail
Tahap ini merupakan tahap pemantapan, yang dimaksud untuk
membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian.
tahapan ini merupakan hasil analisis data tentang jenis, unsur, makna dan
nilai dalam ritual daur hidup sebagai sumber pembelajaran IPS diperiksa
dan diteliti kebenaran dan keakuratannya oleh peneliti rekan sejawat.
Langkah ini didasarkan pada perkiraan bahwa hasil analisis data dapat
memahami masalah dan tujuan penelitian ini sebelum ditetapkan sebagai
simpulan akhir, dalam hal ini pembimbing satu (Prof. Gurniwan Kamil
Pasha, M.Si) dan pembimbing dua (Prof.Rochiati Wiriaatmadja, MA)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga diteliti menjadi
jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan
akhir tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodean,
BAB V PEMBAHASAN
1) Analisis Kondisi Geografis Maluku Tengah
Kabupaten Maluku Tengah (Masohi) dikenal sebagai jantungnya provinsi
Maluku karena memiliki hutan yang luas dan lebat serta potensi alam yang besar
dengan luas wilayah 147.480 Km2, dan secara administratif memiliki 11 kecamatan
dengan 161 anak negeri/ desa serta didiami oleh berbagai macam etnik/suku yang
beranekaragam budaya, agama dan adat-istiadatnya. Tidak terkecuali bagi masyarakat
suku Nuaulu yang telah mendiami Pulau Seram ini selama berpuluh-puluh tahun.
Tidaklah mengherankan bahwa dengan potensi alam yang ada, Maluku
Tengah menyimpan begitu banyak pesona dan kekayaan alam yang melimpah bagi
masyarakat Maluku karena luasnya hutan yang mengitari daerah ini, sehingga
memungkinkan masyarakat suku Nuaulu merasa aman menetap di wilayah ini. Suku
Naualu adalah komunitas yang masih menganut agama dan budaya tradisional. Adat
istiadat yang masih dipertahankan diantaranya adalah daur hidup (life cycles) yang
merupakan salah satu keragaman budaya yang dimiliki masyarakat bangsa Indonesia.
2) Analisis Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Jauh sebelum terjadi perjumpaan dengan berbagai bangsa di Maluku, para
leluhur telah mengambil peranan sebagai pelaku kebudayaan. Mereka ditantang
menakutkan, kalaupun ada waktu-waktu untuk mengantarkan pada keadaan damai
dan sukacita. Mereka membutuhkan kehidupan yang tidak terus diganggu atau
dihadang dalam perjalanan mencapai bahagia, dan terdapat kekuatan tertentu yang
mereka sebut upu (Tuhan) alam kodrati dan tantangannya menjadi pemicu
mempersiapkan kerangka bagi mereka dalam menjawab berbagai kekuatan yang
dihadapi manusia sehingga semakin menyadarkan potensi dirinya dan menyadari pula
kebersamaannya dalam pembentukan Hena (negeri/desa) dan menyabar pada Pata/Uli
(lingkaran beberapa hena yang mempunyai ikatan kekeluargaan).
Dalam aturan-aturan adat tersebut masyarakat dibina untuk menjaga ikatan
persaudaraan dan untuk mencapai partisipasi antar sesama, kerja sama dan saling
membantu, menghargai dan saling memberi hormat. Pada konteks ini kita harus
memahami secara terperinci apa yang disebut dengan “Budaya
komunikatif-bersaudara” yakni yang dikenal dengan budaya Pela yang merupakan ikatan
kekerabatan antara dua atau lebih negeri, yang disebabkan karena bantuan negeri satu
kepada negeri yang lain karena peristiwa bahaya atau untuk membangun sarana
penting, seperti mesjid atau gereja dan baileu. Gandong merupakan hubungan
saudara-saudara sekandung, yang pada masa lampau terpisah antara satu dengan yang
lainnya dari kampung halaman mereka. Dalam masyarakat adat Maluku
hubungan-hubungan sosial budaya antar sesama itu ditertibkan melalui aturan-aturan adat (ada
perjanjian) dan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya sehingga tetap terpelihara luhur.
Pada intinya terbentuknya pela di Maluku sangat dipengaruhi oleh wilayah
dengan karakter masyarakat Maluku yang bertensi tinggi, hal ini disebebkan oleh
kondisi topografis dan iklim di daerah Maluku yang sangat panas, berkisar antara
27,70-32,70 serta struktur tanah yang subur namun terdiri dari bebatuan yang keras,
telah membentuk masyarakat Maluku menjadi manusia yang memiliki tempramen
yang tinggi. Terkadang suatu masalah yang kecil dapat berujung pada konflik.
Kemudian mengenai sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Maluku pada
dasarnya dilaksanakan berdasarkan keputusan Mendagri No. 18 tahun 1993 yakni
bahwa sistem pemerintahan desa dikepalai oleh seorang kepala desa. Jika dilihat
berdasarkan keadatan maka sistem pemerintahan yang dianut adalah maka yang
memerintah adalah seorang raja, hal ini dapat dipahami karena jika sekilas kita
melihat tentang arti kata “Maluku” itu itu sendiri walaupun belum dapat dipastikan
dari sumber-sumber tradisional yang ada, baik dari Naidah maupun Kronik Bacan.
Pedagang-pedagang Arab menyebut daerah Maluku ini dengan sebutan
“Jazirat-al-muluk” artinya daerah dari banyak tuan. Tentu yang dimaksud adalah wilayah yang
diperintah oleh raja-raja. Selanjutnya mengenai pemilihan tua-tua adat dalam
mekanisme pemilihannya terdapat unsur pendidikan politik, karena pemilihan
dilaksanakan lima tahun sekali, bukannya berlangsung seumur hidup. Hal ini
tentunya punya keterkaitan dengan ritual pataheri (masa dewasa bagi laki-laki suku
Nuaulu), dimana mereka yang telah dipilih dalam jangkaun tiga hari dari ritual
tersebut telah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai calon tua adat selanjutnya.
Mengenai sistem pendidikan dari masyarakat suku Nuaualu mereka mengenal
Hal positif yang baik dari mereka adalah adanya kesadaran untuk sekolah, sehingga
orang tua walaupun tidak sekolah dan buta huruf tetapi mereka mau menyekolahkan
anak-anak mereka. Tentunya ini menjadi suatu kemajuan bagi pengembangan suku
Nuaulu kedepan, sehingga bisa membuka wawasan mereka tentang pentingnya
kehidupan yang higenis. Dalam hal ini tidaklah melarang pelaksaan ritual yang
menjadi aturan tata adat mereka, akan tetapi sebainya hal-hal yang negatif yang dapat
merugikan mereka dapat dirubah seiring dengan disekolahkannya anak-anak suku
Nuaulu, sehingga mereka mampu menerima pencerahan yang baik bagi kelangsungan
hidup masyarakat suku Nuaulu sendiri.
3) Analisis Karakteristik Masyarakat Suku Nuaulu
Secara umum kita mengakui bahwa masyarakat suku Nuaulu memiliki
karakteristik adat budaya tersendiri. Karakteristik adat budaya yang khas bagi
masyarakat suku Nuaulu itu tertuang dalam ketujuh unsur kebudayaan yang
universal. Masyarakat suku Nuaulu tentunya memiliki karakteristik budaya
masyarakat yang kompleks, yakni dengan adanya sistem bahasa yang merupakan
suatau sistem komunikasi yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupuan manusia yang dipakai untuk
berhubungan antara satu dengan yang lainnya sampai-sampai sebuah kisah nyata dari
seorang Hellen Keller, dapat membuat kita mengerti akan arti sebuah bahasa. wanita